Anda di halaman 1dari 11

 

BAB I
PENDAHULUAN

Erupsi akneiformis adalah suatu kelainan kulit yang menyerupai akne,


 berupa reaksi peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulopustular. Bork
 pada tahun 1988 mendefinisikan erupsi akneiformis sebagai suatu reaksi inflamasi
yang bermanifestasi klinis sebagai papula, pustula dan menekankan ketiadaan
komedo sebagai perbedaan yang mendasar antara erupsi akneiformis dengan akne.
Akan tetapi komedo dapat muncul secara sekunder jika erupsi tersebut sudah
 berlangsung lama.1,2
Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi akneformis
disangka sebagai salah satu jenis akne, namun kemudian diketahui bahwa
etiopatogenesis dan gejalanya berbeda. Induksi obat yang diberikan secara
sistemik diakui sebagai faktor penyebab yang paling utama seperti yang tercantum
dalam tabel di bawah ini.1,3
Hormon dan Steroid Antibiotik
-  Gonadotropin -  Tetrasiklin
-  Androgen-steroid anabolic -  Cotrimoxazole
-  Steroid topical dan oral -  Penisilin
-  Doxicyclin
-  Kloramfenikol
-  Ofloxacin
Senyawa Halogen Vitamin
-  Bromide -  Riboflavin (B2)
-  Iodide-halotan -  Piridoksin (B6)
-  Sianokobalamin (B12)
Obat Antikonvulsi Obat lain
-  Fenitoin -  Litium
-  Fenobarbital-troxidone -  Kloral hidrat-Disulfiram
Obat Anti Tuberkulosis -  Psorialen dengan ultraviolet A
-  Isoniazid (INH)- Rifampisin

ERUPSI AKNEIFORMIS 1
 

Ada pula yang mengganggap bahwa erupsi akneformis dapat disebabkan


oleh aplikasi topikal kortikosteroid, psoralen dan ultraviolet A (PUVA) atau
radiasi, bahkan berbagai bahan kimia yang kontak ke kulit akibat kerja (minyak,
klor), kosmetika atau tekanan pada kulit.1,3
Mekanisme patogenesis terjadinya erupsi akneiformis belum diketahui
secara pasti. John Hunter dkk menyatakan bahwa erupsi akneiformis terjadi
melalui mekanisme non imunologis yang dapat disebabkan karena dosis yang
 berlebihan, akumulasi obat atau karena efek farmakologi yang tidak diinginkan.
Andrew J.M dalam bahasannya tentang Cutaneous Drug Eruption menyatakan
 bahwa mekanisme non imunologis merupakan suatu reaksi  pseudo-allergic yang
menyerupai reaksi alergi, tetapi tidak bersifat antibody-dependent . Ada satu atau
lebih mekanisme yang terlibat dalam reaksi tersebut, yaitu pelepasan mediator sel
mast dengan cara langsung, aktivasi langsung dari sistem komplemen atau
 pengaruh langsung pada metabolisme enzim asam arachidonat sel. Selain itu
adanya efek sekunder yang merupakan bagian dari efek farmakologis obat, juga
dapat menimbulkan manifestasi di jaringan kulit.2,4,5,6
Gambaran klinis berupa papul yang eritematous, pustul, monomorfik atau
oligomorfik, biasanya tanpa komedo, komedo dapat terjadi kemudian setelah
sistem sebum ikut terganggu. Dapat disertai demam, malese, dan umumnya tidak
terasa gatal. Umur penderita bervariasi, mulai dari remaja sampai orang tua dan
 pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pemakaian obat.1,4,7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada erupsi akneiformis yaitu
 pemeriksaan mikrobiologi dengan pewarnaan gram yang digunakan untuk
membedakan antara erupsi akneiformis dengan folikulitis dan pemeriksaan
histopatologi yang digunakan untuk membedakan erupsi akneiformis yang
disebabkan oleh INH dan kortikosteroid. 1,2
Pengobatan yang digunakan pada penderita erupsi akneiformis adalah
yang utama untuk menghentikan penggunaan obat-obatan yang dipakai sehingga
terjadinya erupsi akneiformus. Obat-obatan lain yang digunakan yaitu obat topical
dan obat sistemik.1,4,6

ERUPSI AKNEIFORMIS 2
 

Obat topical yang digunakan pada erupsi akneiformis yaitu, Bahan


keratolitik yang dapat mengelupas kulit misalnya sulfur (4-20%), asam retinoid
(0,025-0,1%), benzoil peroksida (2,5-10%), asam azeleat (15-20%), dan akhir-
akhir ini digunakan pula asam alfa-hidroksi (AHA) seperti asam glikolat (3-8%).
Antibiotic tropical dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel, misalnya,
eritromisin (1%), klindamisin fosfat (1%).1
----Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk mengurangi reaksi
radang disamping itu dapat juga menekan produksi sebum, menekan aktivitas
 jasad renik dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik
yaitu :
1.  Antibiotik sistemik, diindikasikan untuk penyakit sedang sampai berat,
untuk terapi erupsi akneiformis di dada, punggung, dan lengan, dan pasien
dengan penyakit peradangan dimana kombinasi obat topikal tidak berhasil.
Antibiotik yang sering digunakan antara lain eritromisin (4x250mg/hari).
2.  Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif
menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea, misalnya
antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari).
3.  Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai antikeratinisasi
(50.000-150.000 IU/hari) dan Isotretinoin (0,5-1mg/kgBB/hari) yang dapat
menghambat produksi sebum.
Erupsi akneiformis merupakan penyakit yang dapat sembuh, apabila obat
yang diduga sebagai penyebab dihentikan. Apabila hal tersebut tidak mungkin
dilaksanankan karena vital, maka pengobatan topikal maupun sistemik akan
memberikan hasil yang cukup baik. 7,8

ERUPSI AKNEIFORMIS 3
 

LAPORAN KASUS
ERUPSI AKNEIFORMIS

I. IDENTITAS PASIEN
   Nama : Ny. T
  Usia : 32 Tahun
  Jenis Kelamin : Perempuan
  Agama : Islam
  Pekerjaan : Wiraswasta
  Alamat : Cimaranten RT 08/09, Cipicung
  Tanggal Masuk : 17 Februari 2014
  Tanggal Periksa : 17 Februari 2014 Pukul : 11.30 WIB
II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
A. Keluhan Utama
Jerawat sejak ± 3 bulan SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
± 3 bulan SMRS pasien mengaku timbul jerawat, jerawat yang
timbul di sekitar mulut. Pasien mengatakan jerawatnya sebesar jarum
 pentul. Pasien juga mengatakan jerawat pasien terasa gatal sehingga pasien
suka menggaruk jerawatnya. Untuk menghilangkan jerawatnya, pasien
membeli obat cina (pasien lupa nama obatnya) di apotek.
± 1 bulan SMRS, jerawat pasien semakin bertambah banyak.
Pasien mengatakan jerawat pada mukanya terasa gatal sehingga pasien
selalu ingin menggaruk jerawatnya. Pasien juga mengatakan jerawatnya
 jadi terasa nyeri dan bernanah. Setelah bernanah, pasien menghentikan
 pemberian obat tersebut.
± 4 hari SMRS, nyeri dan nanah pada jerawatnya sudah
menghilang, tetapi pasien masih merasa gatal yang hebat pada jerawatnya.
Pasien juga mengatakan jerawatnya tidak menghilangkan di daerah sekitar

ERUPSI AKNEIFORMIS 4
 

mulut pasien. Oleh karena itu, pasien datang ke poli kulit untuk
memeriksakan penyakitnya.
Pasien menyangkal saat menstruasi, jerawat pasien semakin
 banyak dan pasien sekarang sedang tidak datang bulan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat jerawat sebelumnya disangkal pasien
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang seperti pasien
E. Riwayat Habituasi
- Pasien jarang mencuci muka pasien
- Pasien suka mengkonsumsi gorengan
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital :- Nadi : DBN
- Respirasi : DBN
- Suhu : DBN
- Tekanan Darah : DBN
Kepala : - Mata : DBN
: - THT : Tidak ada kelainan
Leher : DBN
Thorax : Paru : DBN
Jantung : DBN
Abdomen : DBN
Extemitas : DBN

ERUPSI AKNEIFORMIS 5
 

B. Status Dermatologis

Papul
Eritema
pustul

Regio labialis : Papulopustular eritematous


Regio Facialis : Papulopustular eritematous
Regio Mentalis : Papulopustular eritematous

IV. RESUME
Pasien perempuan usia 33 tahun datang ke poli kulit RSUD 45 Kuningan
dengan keluhan adanya jerawat disekitar mulut sejak ± 3 bulan smrs. Jerawat
 bertambah banyak saat di obati pengobatan cina. Pasien juga merasa nyeri, gatal
dan terdapat nanah pada jerawatnya.
Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan gambaran papulapustular
eritematous.
V. DIAGNOSIS BANDING
- Erupsi Akneiformis
- Dermatitis Kontak Iritan
- Akne Vulgaris

ERUPSI AKNEIFORMIS 6
 

VI. DIAGNOSIS KERJA


Erupsi Akneiformis
VII. USULAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan mikrobiologi dengan pewarnaan gram  
- Pemeriksaan Histopatologi 
VIII. PENGOBATAN
Pengobatan Sistemik :
- Azitromisin
- CTM
- Vit A
- Isotretinon
- Ranitidine
Pengobatan Topikal
- Asam Azeleat
IX. PROGNOSIS
- Qua ad Vitam : ad Bonam
- Qua ad Fungtionam : ad Bonam
- Qua ad Sanationam : ad Bonam
- Qua ad Cosmetikan : ad Bonam

ERUPSI AKNEIFORMIS 7
 

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dapat di diagnosis sebanyak penyakit erupsi akneiformis.


Diagnosis tersebut didapatkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesa didapatkan pasien mengeluh jerawat di daerah mulut sejak ± 3 bulan
smrs dan jerawat makin bertambah setelah menggunakan obat cina. Pasien juga
mengatakan sejak menggunakan obat cina tersebut, jerawatnya terasa gatal dan
kemerahan yang terkadang timbul nanah pada jerawatnya. Keluhan ini memberi
gambaran bahwasanya kemungkinan pasien mengalami peradangan yang
disebabkan oleh obat cina. Pada kasus ini, tempat predileksi erupsi akneiformis di
daerah muka meskipun erupsi akneiformis ini bisa terjadi di tempat lain. Usia
 pasien ini adalah 33 tahun dimana terjadinya erupsi akneiformis ini adalah pada
masa remaja sampai orang tua dimana pada masa ini terjadi peningkatan
 pemakaian obat-obat tertentu.
Berdasarkan anamnesa, factor-faktor yang mendukung timbulnya erupsi
akneiformis ini yaitu :
- Jerawat yang bertambah setelah penggunaan obat cina
Pada pemeriksaan kulit ditemukan papul, pustule dan eritematous pada
sekitar mulut yang multiple pada regio labia, facial dan region mental. Di daerah
tersebut juga didapatkan adanya skuama yang halus yang kemungkinan
diakibatkan oleh garukan tangan pasien.
Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah sebagai berikut
1. DKI
DKI, dimana gambaran klinis dari DKI ditentukan oleh proses
terjadinya DKI tetapi secara umum reaksi iritan pada dermatitis iritan yaitu
 berupa skuama, eritema, vesikel, pustule dan erosi. Umunya bisa sembuh
sendiri dan menimbulkan penebalan kulit.

ERUPSI AKNEIFORMIS 8
 

2. Akne Vulgaris
Hampir sama dengan erupsi akneiformis dan yang membedakan
hanya pada proses terjadinya penyakit akne vulgaris yang tidak dipegaruhi
oleh obat-obatan tertentu.
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membedakan
 penyebab tidak ada spesifik tapi hanya digunakan untuk membedakan penyebab
dari erupsi akneiformis yaitu dengan pemeriksaan histopatologi.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu bisa secara topical dan/atau secara
sistemik. Obat-obat topical yang digunakan diantaranya asam azeleat yang
 berfungsi mengurangi granula keratohialin pada saluran pilosebasea dimana sifat
iritasinya lebih kecil dan dapat ditolerir dengan baik dan mempunyai efek anti
inflamasi. Sedangkan obat sistemik yang digunakan pada kasus ini diantaranya
yaitu :
- Azitromisin : merupakan antibiotic golongan makrolida yang berfungsi
sebagai penanganan terhadap infeksi bakteri gram positif, gram
negative dan bakteri anaerob.
- CTM : merupakan antihistamin. Pada kasus digunakan antihistamin
karena pasien mengeluh adanya gatal yang hebat.
- Vit A : digunakan sebagai antikeratinisasi
- Isotretinon : berfungsi menghambat produksi sebum
- Ranitidine : merupakan H2 bloker yang digunakan untuk mengurangi
efek dari penggunaan efek samping antibiotic golongan makrolida
Prognosis pada pasien ini adalah baik asalkan pasien menghentikan
 pengobatan yang membuat jerawat pasien menjadi seperti ini.

ERUPSI AKNEIFORMIS 9
 

DAFTAR PUSTAKA

1.  Wasitaatmadja S.  Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofema, dalam


 Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 5 . Balai Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

2.  Lobo A, Mathai R, Jacob M.  Pathogenesis of Drug Induced Acneform


 Eruptions. Indian Journal Dermatology Venereol Leprol. 1992.

3.  Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology 3rd Edition.Blackwell


Science Ltd. Oxfold 2003.

4.  Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM. Textbook of
 Dermatology. Volume II. 6 th  Edition. Blackwell Science Ltd. London.
1998.

5.  Riedl MA, Casillas AM.  Adverse Drug Reactions. Types and Treatment
Options. In : American Family Physician. Volume 68. 2003.
www.aafp.org/afp 

6.  Andrew J.M, Sun. Cutaneous Drugs Eruption.In : Hong Kong


 Practitioner. Volume xv. Cardiff. Department of Dermatology University
of Wales College of Medicine, 1993.
http://sunzi1.lib.hku.hk/hkjo/view/23/2301319.pdf  

7.  Lawrence CP, Brenner S, Ramos-e-Silva M, Parish JL.  Atlas of Women's


 Dermatology : From Infancy to Maturity. London, Taylor & Francis, 2006.

8.  James WD. Acne. The New England Journal of Medicine. 2005.
www.insp.mx/biblio/alerta/al0805/24.pdf  

ERUPSI AKNEIFORMIS 10

Anda mungkin juga menyukai