MECHANISM DEFINISI
I. CANDIDIASIS
Kandidiasis kutis adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi
jamur dari genus Candida. Kandidosis terbagi menjadi 2 macam yakni
kandidosis profunda dan kandidosis superfisial. Nama lain kandidosis kutis
adalah superficial kandidosis atau infeksi kulit-jamur; infeksi kulit-ragi;
kandidosis intertriginosa. Berdasarkan letak gambaran klinisnya terbagi
menjadi kandidosis terlokalisasi dan generalisata.
Predileksi Candida albicans pada daerah lembab, misalnya pada daerah
lipatan kulit. Karena organisme ini menyukai daerah yang hangat dan
lembab.
II. DERMATITIS
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,
vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu
timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).
Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Dermatitis disebabkan
oleh berbagai faktor (multifaktorial).
Dermatitis kontak adalah peradangan akibat bahan atau substansi yang
menempel pada kulit dan merupakan salah satu kelainan kulit paling umum
yang berkaitan dengan pekerjaan. Dikenal dua macam dermatitis kontak
yaitu Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
dan keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) adalah suatu dermatitis yang timbul
setelah kontak dengan alergen sehingga menyebabkan gejala sensitisasi
yang melibatkan stimulasi terhadap sel T. Terdapat dua tahap dalam
terjadinya dermatitis kontak alergi yaitu tahap sensitisasi dan tahap elisitasi.
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan
nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor
eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan
(kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan
penting pada penyakit ini..
MORE INFO UKK : Pada lipatan payudara tampak papul, eritem, multiple, kesan lesi satelit
DON’T 1. Apa etiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnose pada penyakit pasien
KNOW ini?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit pasien ini?
I. CANDIDIASIS
A. ETIOLOGI
LEARNING
Yang tersering sebagai penyebab : Candida albicans.
ISSUE
Spesies patogenik yang lainnya :
• Candida tropicalis
• Candida parapsilosis
• Candida guilliermondii
• Candida krusei
• Candida pseudotropicalis
• Candida lusitaneae
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
Candida albicans dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa
vagina, dan feses orang normal Secara mikroskopis, sel jamur kandida
berbentuk bulat, lonjong, atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 x 3-6µm
hingga 2-5,5 x 5-28,5µm, tergantung pada umurnya. Sedangkan secara
mikroskopis, koloni pada medium pada agar Sabouraud sedikit menonjol
dari permukaan medium, permukaan halus licin, atau berlipat-lipat,
berwarna putih kekuningan dan berbau ragi. Besar koloni tergantung pada
umur. Pada tepi koloni dapat dilihat hifa semu sebagai benang-benang halus
yang masuk ke dalam medium. Pada medium cair, jamur biasanya tumbuh
pada dasar tabung.
B. PATOGENESIS
Candida albicans bentuk yeast-like fungi dan beberapa spesies kandida yang
lain memiliki kemampuan menginfeksi kulit, membran mukosa, dan organ
dalam tubuh. Organisme tersebut hidup sebagai flora normal di mulut,
traktus vagina, dan usus. Mereka berkembang biak melalui ragi yang
berbetuk oval.
Kehamilan, kontrasepsi oral, antibiotik, diabetes, kulit yang lembab,
pengobatan steroid topikal, endokrinopati yang menetap, dan faktor yang
berkaitan dengan penurunan imunitas seluler menyediakan kesempatan ragi
menjadi patogenik dan memproduksi spora yang banyak pseudohifa atau
hifa yang utuh dengan dinding septa.
Ragi hanya menginfeksi lapisan terluar dari epitel membran mukosa dan
kulit (stratum korneum). Lesi pertama berupa pustul yang isinya memotong
secara horizontal di bawah stratum korneum dan yang lebih dalam lagi.
Secara klinis ditemukan lesi merah, halus, permukaan mengkilap, cigarette
paper-like, bersisik, dan bercak yang berbatas tegas. Membran mukosa
mulut dan traktus vagina yang terinfeksi terkumpul sebagai sisik dan sel
inflamasi yang dapat berkembang menjadi curdy material.
Kebanyakan spesies kandida memiliki faktor virulensi termasuk faktor
protease. Kelemahan faktor virulensi tersebut adalah kurang patogenik.
Kemampuan bentuk yeast untuk melekat pada dasar epitel merupakan
tahapan paling penting untuk memproduksi hifa dan jaringan penetrasi.
Penghilangan bakteri dari kulit, mulut, dan traktus gastrointestinal dengan
flora endogen akan menyebabkan penghambatan mikroflora endogen,
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
kebutuhan lingkungan yang berkurang dan kompetisi zat makanan menjadi
tanda dari pertumbuhan kandida.
Jumlah infeksi kandida meningkat secara dramatis pada beberapa tahun
terakhir, mencerminkan peningkatan jumlah pasien yang
immunocompromised. Secara spesifik, tampak makin bertambahnya umur
semakin pula terjadi peningkatan angka kesakitan dan kematian. Meskpin
infeksi kandidiasis superfisial dipercaya termasuk ringan, akan tetapi
menyebabkan kematian pada populasi lanjut usia. Candida albicans juga
dapat menyerang kulit dengan folikel rambut yang aktif atau istirahat.
Infeksi kandida diperburuk oleh pemakaian antibiotik, perawatan diri yang
jelek, dan penurunan aliran saliva, dan segala hal yang berkaitan dengan
umur. Dan pengobatan dengan agen sitotoksik (methotrexate,
cyclophosphamide) untuk kondisi rematik dan dermatologik atau
kemoterapi agresif untuk keganasan pada pasien usia lanjut memberikan
resiko yang tinggi.
Patologi kutaneus superfisial dicirikan dengan pustul subkorneal.
Organisme ini jarang tampak dalam pustul tetapi dapat dilihat pada
pewarnaan stratum korneum dengan PAS (Periodic Acid-Schiff). Histologi
granuloma kandidal menunjukkan tanda papillomatous dan hyperkeratosis
dan kulit yang menebal berisi infiltrat limfosit, granulosit, plasma sel, dan
sel giant multinuclear.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat
hebat. Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan, semakin
meluas, makula atau papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih
kecil yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi terlokalisasi di daerah
lipatan kulit, genital, bokong, di bawah payudara, atau di daerah kulit yang
lain. Infeksi folikel rambut (folikulitis) mungkin seperti “pimple like
appearance:.
1) Kandidiasis Kutis Lokalisata
i) Kandidiasis Intertriginosa
Lesi yang terjadi pada daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha,
intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glands penis,
dan umbilikus. Berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah,
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-
vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah
meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan
berkembang seperti lesi primer.
Pada orang yang banyak mencuci, jamur ini menyerang daerah
interdigital tangan maupun kaki.Terjadi daerah erosi dan maserasi
berwarna keputihan di tengahnya. Disini juga terjadi lesi-lesi satelit
di sekelilingnya. Kondisi ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan
kadang bisa menimbulkan nyeri. Kandidosis intertriginosa yang
terjadi pada sela jari tangan maupun kaki dapat diikuti dengan
paronikia dan onikomikosis pada tangan atau kaki yang sama.
Gambar 4. Paranokia
5) Kandidosis Granulomatosa
Kelainan ini jarang dijumpai HOUSER dan ROTHMAN melaporkan
bahwa penyakit ini sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul
kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan
melekat erat pada dasarnya.Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk
sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku,
badan, tungkai, dan faring.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada penampakan kulit, terutama jika ada
faktor resiko yang menyertai. Kerokan kulit dapat menunjukkan bentuk
jamur yang mendukung candida. Bahan-bahan klinis yang dapat digunakan
untuk pemeriksaan adalah kerokan kulit, urin, bersihan sputum dan bronkus,
cairan serebrospinal, cairan pleura dan darah, dan biopsi jaringan dari organ-
organ visceral. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan Langsung
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
Merupakan cara paling mudah dan metode yang paling efektif untuk
mendiagnosis, tapi tidak cukup untuk menyingkirkan bukti klinis yang
lain. Pemeriksaan dengan kerokan kulit dengan penambahan KOH 10%
akan memperlihatkan elemen candida berupa sel ragi, balastospora,
peudohifa atau hifa bersepta. Pemeriksaan langsung tidak dapat
menetukan identifikasi etiologi secara spesifik dan kurang sensitive
dibandingkan dengan biakan.Hasil negative tidak selalu bukan
disebabkan oleh Candida. Pemeriksaan langsung mempunyai nilai
sensitifitas dan spesifisitas sebesar 89,4% dan 83,90%. Pewarnaan gram
juga dapat digunakan dan akan memberikan hasil yang sama dengan
yang diperlihatkan pada pemeriksaan KOH 10%.
2. Pemeriksaan Biakan
Biakan merupakan pemeriksaan paling sensitive untuk mendiagnosis
infeksi Candida. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) merupakan media
standar yang banyak digunakan untuk pemeriksaan jamur.Media ini
mengandung 10 gr pepton, 40 gr glukosa, dan 10 gr agar, serta
ditambahkan 1000 ml air. Penambahan antibiotika pada SDA digunakan
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Biakan diinkubasi pada suhu
kamar yaitu 25-270 C dan diamati secara berkala untuk melihat
pertumbuhan koloni. Koloni berwarna putih sampai kecoklatan, basah,
atau mukoid dengan permukaan halus dan dapat berkerut.
A. Fase sensitisasi
Hapten yang masuk kedalam epidermis melewati stratum korneum
akan ditangkap oleh sel langerhans dengan cara pinositosis,
dandiproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol seerta
dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada
awalnya sel langerhan dalam keadaan istrahat, dan hanya berfungsi
sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan untuk menstimulasi sel
T. Tetapi, setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga
mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan
mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu menstimulasi sel-T.2
Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel langerhans dan
meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misalnya IL-1) serta ekspresi
molekul permukaan sel termasuk MHC kelas I dan II, ICAM-1, LFA-
3 dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh keratinosit
yaitu TNFα, yang dapat mengaktivasi sel-T, makrofag dan graanulosit,
menginduksi perubahan mmolekul adhesi sel dan pelepasan sitokin,
juga meningkatkan MHC kelas I dan II.
TNFα menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel langerhans
pada epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga
memperlancar sel langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke
kelenjar getah bening setempat melalui saluran limfe. Didalam kelenjar
limfe, sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen
kepada sel-T penolong spesifik, yaitu yang mengekspresikan molekul
CD4 yang mengenali HLA-DR sel langerhans, dan kompleks reseptor
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau tidak
adanya sel-T spesifik ini ditentukan secara genetik.
Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk
mensekresi IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel-
T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel-T
memori (sel-T teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar getah bening
dan beredar keseluruh tubuh. Pada saat tersebut, individu menjadi
terseensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.
Menurut konsep ‘Danger signal’ (sinyal bahaya) bahwa sinyal
antigenik murni suatu hapten cenderung menyebabkan toleransi,
sedangkan sinyal iritannya menimbulkan sensitisasi. Dengan demikian
terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang
dapat berasal dari alergen kontak sendiri, dari ambang rangsang yang
rendah terhadap respons iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit
yang meradang, atau kombinasi dari ketiganya. Jadi ‘sinyal bahaya’
yang menyebbabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik
sendiri, melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan
mengurangi iritansi akan menurunkan potensi sensitisasi.
B. Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hiperssensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan
ulang dari alergen (hapten). Seperti pada fase sensitisaasi, hapten akan
ditangkap oleh sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi
antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di permukaan
sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan ddipresentasikan
kepada sel-T yang telah tersensitisasi (sel-T memori) baik di kullit
maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Di kulit
proses aktivasi lebih kompleks dengan hadirnya sel-sel lain. Sel
langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk
memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R, yang akan menyebabkan
proliferasi dan ekspansi populasi sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga
mengeluarkan IFN-γ yang akan meengktifkan keratinosit
mengekspresi ICAM-1 dan HLA-DR. Adanya ICAM-1
memungkinkan keratinosit untuk berinterksi langsung dengan sel-T
dan leukosit yang lain yang mengeekspresi molkeul LFA-1.2
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
Sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi
langssung dengan sel-T CD4+, dan juga memungkinkan presentasi
antigen kepada sel tersebut. HLA-DR juga dapat merupakan target sel-
T sitotoksik pada keratinosit. Keratin juga menghasilkan sejumlah
sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan GMCSF, semuanya dapat
meengaktifasi sel-T. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit untuk
mnghasilkan elkosanoid. Sitokin dan elkosanoid ini akan melepaskan
antara lain histamin, berbagai jenis faktor kemotaksik, PGE2 dan
PGD2, dan leukotrien B4 (LTB4). Elonsanoid baik yang beraasal dari
sel mas (prostaglandin) maupun dari keratinosit atau leukosit
menyebabkan dilatasi vaskular dan meningkatkan permeabilitas
sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi
kedalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktik dan
elkosanoid akan menarik neutrofil, monosit dari dalam pembuluh
darah masuk kedalam dermis. Rentetan kejadian tersebut akan
menimbulkan respon klinik DKA fase elisitasi umumnya berlangsung
antara 24-48 jam.
C. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama pada penderita DKA biasanya datang dengan gatal dan
eritema berbatas tegas setelah terpapar alergen. Tangan dan wajah adalah
daerah yang paling sering. Jika proses akut, maka akan tampak gambaran
Eritema dan edema berbatas tegas dengan papul dan vesikel, pada reaksi
yang berat akan tampak bula dan erosi konfluen yang mengeluarkan serum,
dan juga membentuk kerak. Reaksi yang sama dapat terjadi setelah beberapa
minggu di daerah yang tidak terkena. Jika proses kronik, maka akan
terbentuk likenifikasi (penebalan epidermis dengan pendalaman garis kulit
yang dalam dengan pola paralel atau rhomboidal), skuama excoriations, dan
perubahn warna kulit. Maka akan timbul skuama dan penebalan kulit(
likenifikasi ). Biasanya tidak selalu proses ini terbatas pada paparan kulit.
Pada orang yang sensitif keluhan biasanya muncul 48 jam atau beberapa hari
setelah terjadi kontak dengan alergen. DKA akut di tempat tertentu misalnya
kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada
vesikel. Pada kasus yanng kronis terlihat kullit yang kering, berskuama,
papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura, dan batasnya tidak
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
jelas.kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;
mungkin penyebabnya juga campuran.
D. PENEGAKAN DIAGNOSA
Anamnesis
• Penderita umumnya mengeluh gatal
• Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,
obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-
bahan yang diketahui menimbulkan alergi
Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan
pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya.
• edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Pemeriksaan Penunjang
Uji tempel
Tempat untuk melakukajn uji tempel biasanya di punggung,. Untuk
melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan
pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E. Test, keduanya
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
buatan Amerika Serikat. Terdapat juga antigen sederhana buatan pabrik
Eropa dan negara lain. Adakalanya tes dilakukan deengan antigen bukan
standar, dapat berupa bahan kimia murni, aau lebih sering bahan campuran
yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin
ada sebagian dari bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau
walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena
itu, bila menggunkan bahan tidak standar, apalagi bahan industri, harus
berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan menggunakan
bahan yang tidak diketahui.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat digunakan
langsung apa adanya (as is). Bila menggunakan bahan yang secara rutin di
pakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus
diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau
dilarutkan dengan vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui
bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras
penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai
sebagai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan menggunakan
potongan kecil dari bahan tersebut yang direndam di dalam air garam yang
tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan
menggunak Fin Chamber, dan dibiarkan sekuran-kurangnya 48 jam. Perlu
diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5-
10 orang) , untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.
Pemeriksaan Eosinofil
Eosinofil merupakan salah satu tanda umum adanya infeksi parasit, reaksi
alergi, atau kanker. Eosinofilia dapat terjadi dalam darah (eosinofilia) atau
di jaringan tempat infeksi atau pembengkakan (eosinofilia jaringan).
Eosinofilia jaringan dapat dideteksi melalui prosedur eksplorasi atau ketika
cairan dalam tubuh Anda, seperti lendir dari jaringan hidung, diperiksa di
laboratorium.
Jika mengalami eosinofilia jaringan, kadar eosinofil dalam aliran darah
mungkin berada pada batas normal.
Sementara itu, eosinofilia darah dapat dideteksi dengan tes darah, biasanya
sebagai bagian pemeriksaan darah lengkap.
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
Lebih rinci, eosinofilia dibedakan menjadi tiga tingkat sebagai berikut.
Ringan: sebanyak 500-150 eosinofil per mikroliter
Sedang: sebanyak 1.500-5.000 eosinofil per mikroliter
Berat: lebih banyak dari 5.000 per mikrolite
E. TATALAKSANA
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab,
dan menekan kelainan kulit yang timbul, datang dan melihat tempat kerja
pasien juga dapat menjadi point penting dalam terapi pasien dengan
dermatitis kontak alergika ini, dengan melihat dan mengetahui tentang
tempat kerja pasien kita dapat mencoba untuk mengenali dan
mengidentifikasi bahan-bahan apa saja yang memiliki potensi sebagai
alergen dan menyarankan pasien untuk menghindari kontak dengan benda-
benda tersebut.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eriitema, edema, vesikel
atau bula, serta eksudatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari.
Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Sedangkan
kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal atau larutan
air salisil 1:1000.
Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda (setelah mendapat
pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid atau
makrolaktam (pimeccrolimus atau takrolimus) secara topical
Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan
iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut
sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut. (c) setelah itu,
sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin
utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai
akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang
dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat
dilihat secara klinis pada DKI. Dikutip dari kepustakaan [12]
C. MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat
memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain
itu juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya. Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut,
dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla.
Luas kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Pada
beberapa individu, gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat)
mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam
beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma
hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit
dapat menyebabkan nekrosis. Secara klasik, pembentukan dermatitis
akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada
pajanan ulang – hal ini dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”.
Pada beberapa kasus tidak biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul
beberapa bulan setelah pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap. 2
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat bahan kimia,
bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran
eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.
Diagnosis
Kandidiasis kutis intertrigo dengan DKA/DKI et causa salep new astar
Farmakoterapi
R/ Itrakonazole Caps No.XIV
S 2 dd caps 1
R/ Loratadine tab 10 mg
S 1 dd tab 1
R/ Miconazole cr 7,5 gr
Momethasone cr 5gr
Noroid lot 2,5 cc
Mfla da in pot No. I
S 2 dd ue
Edukasi
▪ Penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit, terapi, serta
prognosis
▪ Jangan menggaruk lesi
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
▪ Menjaga kebersihan dan kelembaban kulit dengan mandi menggunakan
sabun yang mengandung pelembab, dan cegah penggunaan sabun yang
mengandung anti septik seperti menggunakan sabun bayi
▪ Minum dan oleskan obat sesuai aturan dan oleskan pelembab setelah
mandi 2x sehari pada daerah yang terdapat lesi
▪ Menghindari fakor pencetus seperti bahan alergen, bahan iritan, suhu
ekstrem, makanan, stress
▪ Patuhi pengobatan sesuai anjuran dan kontrol kembali ke dokter
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR ▪ Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S.,
PUSTAKA Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Pp:103-6
▪ SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press, 2007.
Pp:86-92
▪ James William,Berger Timothy, Elston Dirk. Candidiasis. Dalam :
Andrew’s Disease of The Skin Clinical Dermatology. Ed 10 th. British.
WB Saunders Company. 2000. Pp:308-9
▪ Wolff, Klauss. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Dermatology in
General Medicine. Ed 7th. New york. McGraw Hill Company. 2007. p:
1822
▪ Wolf K, Richard AJ, Dick S. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Color
Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw
Hill Company. 2007.
▪ Siregar, R.S. Atlas Berwana Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2004. Pp: 279-280.
▪ Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F.
Kusmarinah. Mekanisme Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida.
Dalam : Media Dermato-venereologica Indonesiana, Jakarta, 2000 ; 187-
92
BED SIDE TEACHING
STASE KULIT DAN KELAMIN
▪ Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7 th ed. New
York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
▪ Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact
Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis.
Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.5-8
▪ Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4th ed. London: BMJ Books;
2003.p.19-21
▪ Grawkrodjer, David J. Dermatology an Illustrated Colour Text Third
Edit. British: Crurchill Livingstone.2002.p.30-1
▪ Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant
Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant
Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
▪ Klaus W, Goldsmith AL, et al. Fitzpatrick’s DERMATOLOGY IN
GENERAL MEDICINE 7ed Volume 1. United States of America: The
McGraw-Hill Companies, Inc. 2013 24-28 p.
▪ Djuanda A, Hamzah M, Aizah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran, 2011.
133-38 p.
▪ Chairunisa T, Thaha A, Nopriyanti. Angka Kejadian Dermatitis Kontak
Alergi di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009-2012. 282-288 p