PENDAHULUAN
Dermatitis numularis lebih sering terjadi pada usia dewasa daripada anak - anak,
dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Insidensi DN
meningkat pada usia 55-65 tahun pada kedua jenis kelamin, dan 15-25 tahun pada wanita.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SINONIM
Eksim numular, eksim diskoid, neurodermatitis numular. Istilah eksim numular
diperkenalkan oleh Devergie pada tahun 1857. Dermatitis numularis berasal dari
bahasa Latin nummulus yang berarti seperti koin. 1
2.2 DEFINISI
2.3 EPIDEMIOLOGI
Dermatitis numularis lebih sering ditemukan pada orang dewasa dan lebih
sering terjadi pada laki – laki dibandingkan dengan perempuan. Usia puncak awitan
pada kedua jenis kelamin berkisar antara 50 – 65 tahun. Pada perempuan, terdapat usia
puncak kedua, yaitu terjadi pada usia 15 – 25 tahun. Dermatitis numularis jarang
ditemukan pada bayi dan anak. Kalaupun ditemukan, usia puncak awitan pada anak –
anak adalah 5 tahun. 1
2.4 ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dermatitis numularis belum diketahui. Sebagian besar pasien
dermatitis numularis tidak memiliki riwayat atopi, baik pada diri maupun keluarga,
walaupun plak numular dapat ditemukan pada dermatitis atopik. Berbagai faktor
diduga turut berperan dalam kelainan ini. Pada pasien berusia lanjut dengan dermatitis
numularis didapatkan kelembapan kulit yang menurun. Suatu studi menemukan fokus
2
infeksi internal, meliputi infeksi gigi, saluran napas atas, dan saluran napas bawah pada
68% pasien dermatitis numularis. Dilaporkan titer antibodi antistreptolysin (ASTO)
meningkat pada pasien dermatitis numularis dibandingkan kelompok kontrol. Peranan
alergen lingkungan, misalnya tungau debu rumah dan Candida albicans, juga telah
diteliti. Dermatitis numularis dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapat terapi
isotretinoin dan emas.1
Dermatitis numularis generalisata pernah ditemukan pada pasien hepatitis C
yang mendapat pengobatan kombinasi interferon-α 2 b dan ribavirin. Tambalan gigi
yang berasal merkuri pernah dilaporkan sebagai penyebab dermatitis numularis.
Defisiensi nutrisi, dermatitis kontak alergi dan iritan, serta konflik emosional juga
diduga menjadi penyebab kelainan ini. 1
3
Faktor lain yang sering berhubungan dengan terjadinya dermatitis numularis,
adalah kulit yang kering. Insidensi DN diperkirakan meningkat pada musim kering
yang berhubungan dengan rendahnya kelembaban. Lingkungan dengan kelembaban
rendah menyebabkan peningkatan hilangnya kandungan air dalam kulit (TEWL)
sehingga terjadi xerosis (kulit kering). Pada kulit yang kering mudah terjadi
mikrofisura dan celah, yang dapat berfungsi sebagai pintu masuk kuman patogen,
bahan-bahan iritan atau allergen. Masuknya kuman patogen atau bahan-nahan tersebut
menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi pada kulit. 3
Sebagian kasus dermatitis numularis, berhubungan dengan adanya kontak
dengan bahan-bahan tertentu seperti nikel, khromat atau kobalt. Penelitian Fleming
pada 48 orang penderita dermatitis numularis,, menghasilkan tes tempel positif
sebanyak 50%, dengan bahan alergen karet buatan, formaldehid, neomisin, krom dan
nikel. Delapan dari 13 penderita yang kontrol menyatakan tes tempel ini bermanfaat
bagi mereka. Tes tempel yang dilakukan Khurana dkk menunjukkan 56% dari 50
penderita discoid eczema mempunyai reaksi positif terhadap 1 atau lebih alergen.
Alergen yang paling sering menimbulkan hasil tes positif adalah potassium dichromat,
nikel, coblat chloride, dan fragance. Trauma fisik maupun khemis juga dapat
mempengaruhi terjadinya DN, terutama DN pada tangan, misalnya gigitan binatang
atau bahan kimia lain yang menyebabkan iritasi. Dermatitis numularis yang terjadi
pada daerah skar atau bekas belum diketahui pasti mekanismenya. 3
Stress emosional mungkin juga berpengaruh pada perkembangan kasus DN,
namun bukan sebagai kausa pertama. Substansi lain yang berhubungan dengan
kekambuhan DN adalah kain wool, sabun, air pada penderita yang sering mandi dan
obat-obatan topikal. 3
4
anak, stress emosional, minuman yang mengandung alkohol, lingkungan dengan
kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit sebelumnya. 2
5
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Histopatologi
Perubahan histopatologi yang ditemukan bergantung pada fase lesi saat biopsi
dilakukan. Pada lesi akut ditemukan spongiosis, vesikel intraepidermal, serta sebukan
sel radang limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah. Pada lesi subakut, terdapat
parakeratosis, scale-crust, hiperplasi epidermal, dan spongiosis epidermis. Selain itu
ditemukan pula sel infiltrat campuran di dermis. Pada lesi kronik didapatkan
hiperkeratosis dan akantosis. Gambaran ini mempunyai liken simpleks kronik. 1
Pemeriksaan Laboratorium
Tes tempel dapat berguna pada kasus kronik yang rekalsitran terhadap terapi.
Tes ini berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya dermatitis kontak. Pada
suatu laporan di India, dari 50 pasien dermatitis numularis, didapatkan hasil tes tempel
yang positif pada setengah jumlah pasien yang diteliti. Hasil tes tempel yang
didapatkan positif terhadap colophony, nitrofurazon, neomisin sulfat, dan nikel sulfat.
Kadar imunoglobulin E dalam darah dilaporkan normal. 1
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. 1
2.10 PENATALAKSANAAN
Penyebab atau faktor yang memicu timbulnya dermatitis numularis sedapat
mungkin diidentifikasi. Pasien disarankan untuk menghindari suhu ekstrim,
6
penggunaan sabun berlebihan, dan penggunaan bahan wol atau bahan lain yang dapat
menyebabkan iritasi. Bila kulit kering, sebaiknya diberi pelembab atau emolien. 1
Farmakoterapi yang dapat diberikan, yaitu:
2.11 KOMPLIKASI
7
2. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor resiko terjadinya relaps. 2
2.14 PROGNOSIS
Kelainan ini biasanya menetap selama berbulan – bulan, bersifat kronik, dan
timbul kembali pada tempat yang sama. Dari suatu penelitian, sejumlah penderita yang
diikuti berbagai interval sampai dua tahun, didapati bahwa 22% sembuh, 25% pernah
sembuh untuk beberapa minggu sampai tahun, 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali
masih dalam pengobatan. 1
Pada Estri (2009) penelitian dermatitis numular yang diikuti selama 2 tahun,
menunjukkan 22% kasus tidak pernah kambuh, 25% kambuh dalam waktu mingguan-
tahunan dan 53% kambuh setiap kali obat topikalnya habis. Erupsi pada dermatitis
numular yang kambuh cenderung lebih ringan daripada erupsi awal sehingga steroid
yang kurang poten dapat diberikan dalam waktu lebih pendek.
8
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Umur : 11 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
2.2 ANAMNESIS
Heteroanamnesis dengan pasien sendiri dan ibu pasien dilakukan pada Senin, 25 Juni 2018
di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Abepura.
Seorang anak laki - laki berusia 11 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Abepura pada tanggal Senin, 25 Juni 2018 dibawa oleh ibunya dengan keluhan
bercak kemerahan di sisi luar telapak tangan kanan yang dirasakan gatal dan semakin
bertambah besar serta berair sejak 1 bulan.
9
Awalnya pasien mengaku timbul bintik - bintik merah padat seukuran ujung jarum
tetapi semakin lama semakin banyak dan meluas serta menyatu menjadi bentuk bulat.
Pasien juga mengeluh gatal, yang timbul tidak menentu. Saat digaruk bintik – bintik
tersebut pecah dan berair. Bintik – bintik ataupun bercak kemerahan tersebut tidak terdapat
di bagian tubuh yang lain.
Pasien kemudian dibawa oleh ibunya ke Puskesmas dan diberikan salep
Hidrokortison. Namun keluhan yang dirasakan tidak berkurang.
Setahun yang lalu pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama, yaitu adanya
bercak kemerahan yang gatal pada paha sebelah kanan. Pasien mengaku awalnya timbul
bintik – bintik merah berair yang dirasakan gatal pada paha sebelah kanan. Bintik – bintik
merah tersebut ketika digaruk pecah dan keluar cairan jernih yang dirasakan semakin lama
semakin membesar hingga sebesar koin. Menurut ibu pasien, keluhan tersebut timbul
setelah anaknya mengkonsumsi udang. Ibu pasien kemudian memberikan salep dan bercak
tersebut perlahan sembuh.
Riwayat Pengobatan :
10
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Ibu pasien dengan riwayat alergi. Ibu pasien mengaku mempunyai riwayat alergi
obat analgetik namun lupa nama obat tersebut
Kakak pasien dengan riwayat alergi makanan dan rinitis alergika. Kakak pasien
biasanya mengalami bentol – bentol setelah makan seafood tertentu. Rinitis alergika
biasanya dialami saat pagi hari dan saat udara dingin
Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan air sumur bor dan memakai handuk
bersama ayahnya. Pasien mengaku sering memakai pakaian yang sama selama 2-3
hari.
Pasien saat ini sedang mengurus pendaftaran masuk SMP dan akan bersekolah di
luar daerah.
Pernapasan : 22x/menit
SpO2 : 99%
Berat badan : 31 kg
11
Kepala :
Thorax :
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris, tidak terdapat
kelainan kulit
Palpasi : Vokal fremitus normal D/S , Ictus Cordis teraba
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Paru : Suara nafas vesikuler D/S, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terdapat kelainan kulit
Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas superior : Akral hangat, tidak ada edema, terdapat kelainan kulit
(sesuai status dermatologis)
12
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak terdapat kelainan kulit
Status Dermatologis
13
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes : KOH
Lesi : -
Nilai Rujukan : -
2.5 RESUME
Seorang anak laki – laki berusia 11 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Abepura pada tanggal 25 Juni 2018 dibawa ibunya dengan keluhan bercak
kemerahan di sisi luar telapak tangan yang di dirasakan gatal dan semakin bertambah besar
serta berair sejak 1 bulan.
Pada anamnesis didapatkan lesi kulit pada telapak tangan yang berlangsung satu
bulan dimulai dari bintik – bintik bintik merah padat seukuran ujung jarum yang semakin
banyak dan meluas menyatu menjadi bulat. Pasien juga mengeluh gatal, yang timbul tidak
menentu. Saat digaruk bintik – bintik tersebut pecah dan berair, dan akhinya membentuk
bercak berukuran uang koin yang kemerahan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio manus dextra terdapat makula
eritema, batas jelas, ukuran numular, skuama, erosi dan eksoriasi. Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan ialah pemeriksaan KOH dan didapatkan kesan mendukung adanya infeksi
jamur.
14
2.6 Diagnosa
Dermatitis Numularis
2.8 Tatalaksana
Chlorpheniramine maleat 4 mg diminum 2 kali sehari ½ tablet selama 5 hari.
Metilprednisolon 3 mg, 3 kali sehari selama 5 hari
kompres NaCl 0,9% 2 kali sehari
Elox cream dioleskan 2 kali sehari
Fusidic acid dioleskan 2 kali sehari
2.9 Edukasi
Berobat dan konsultasi ke dokter di Puskesmas/ RS
Konsumsi obat dengan teratur
Menjaga kebersihan diri
2.10 Prognosis
Ad Vitam : Ad bonam
Ad fungtionam : Ad bonam
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin) atau
lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah
sehingga basah (oozing/madidans). 2
Lesi ini gatal dan sering tumpang tindih dengan jenis klinis lain dari eksim tetapi
tidak memiliki fitur histopatologi tertentu. Lesi diagnostik adalah plak berbentuk koin,
vesikel berdinding tipis pada dasar eritematosa. Pada fase akut, lesi berwarna merah kusam,
basah, berskuama dan sangat rapuh. Kemudian lesi berkembang menjadi kurang vesikular
dan lebih bersisik, sering dengan penyembuhan dari tengah dan ekstensi perifer yang
menyebabkan lesi berbentuk cincin atau lesi annular. Hal yang merupakan karakteristik dari
penyakit ini yaitu plak yang tampaknya tidak aktif dapat menjadi aktif kembali. Sedikit
yang diketahui tentang patofisiologi eksim nummular, tetapi sering disertai dengan
xerosis.4
Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Usia
puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita usia puncak
terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis tidak biasa ditemukan pada
anak, bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum satu tahun, umumnya kejadian
meningkat seiring dengan meningkatnya usia. 2
Selain itu penelitian Rattan, dkk (2017) pada 40 pasien dengan dermatitis numular relaps
kronik, sebanyak 29 pasien (72,5%) lesi terdapat di ekstremitas inferior, 20 pasien (50%)
lesi terdapat di ekstremitas superior, sebanyak 18 pasien (45%) dengan lesi terdapat di
badan, di tangan sebanyak 15 pasien (37,5%), dan di kaki pada 7 pasien (17,5%). Sebanyak
33 pasien dengan tempat lesi lebih dari satu. 4
Diagnosis dermatitis numularis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada kasus pasien anak laki – laki berusia 11 tahun dengan riwayat atopik dan
didapatkan lesi kulit pada telapak tangan kanan yang telah berlangsung selama 1 bulan.
Awalnya timbul papulovesikel eritem ukuran lentikuler yang semakin lama semakin
banyak, menyatu dan berukuran numular yang dirasakan gatal. Lesi ini kemudian menjadi
16
makula eritema dengan skuama halus berwarna putih, erosi, dan eksoriasi. Ini sesuai
dengan perjalanan dermatitis numularis. Selain itu pasien juga pernah mengalami keluhan
yang sama setahun yang lalu, yang timbul setelah makan seafood.
Faktor resiko seperti riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner:
gambaran lesi yang mirip dengan lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, riwayat
dermatitis atopik pada kasus dermatitis numularis anak, stress emosional, minuman yang
mengandung alkohol, lingkungan dengan kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit
sebelumnya menjadi beberapa faktor pemicu timbulnya penyakit ini. 2
Pada penelitian Rattan, dkk (2017) dari 40 pasien, delapan pasien (20%) memiliki
riwayat pribadi yang positif atopi, tujuh pasien (17,5%) pasien memiliki riwayat keluarga
yang positif atopi dan dua pasien (5%) memiliki serta riwayat keluarga atopi yang positif,
serta tidak ada riwayat atopi di 23 (57,5%) pasien. 4
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi abnormal (cellmediated respon imun) kulit dalam
menanggapi berbagai agen eksternal. Di seluruh dunia, prevalensi dermatitis kontak alergi
berkisar dari 1,5% hingga 5,5% pada populasi umum. Di India, terhitung 10-15% dari
pasien dermatologis. Dermatitis kontak alergi biasanya ditemukan pada pasien dengan
eksim nummular persisten. 4
Sedangkan hipotesis mengenai hubungan stres psikologis dengan dermatitis numularis dan
pengaruh stres psikologis terhadap fungsi sawar kulit dijelaskan Sriwahyuni, 2015 dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna tingkat stres psikologis
dermatitis numularis dengan non dermatitis numularis, tingkat stres psikologis (depresi dan
ansietas) dermatitis numularis lebih tinggi dibandingkan non dermatitis numularis. Selain
itu tidak didapatkan kolerasi antara stres psikologi dan fungsi sawar kulit, sehingga peran
stres psikologis terhadap kejadian dermatitis numularis tidak melalui pengaruh fungsi sawar
kulit, kemungkinan melalui jalur mekanisme lain yang membutuhkan penelitian lebih
lanjut. 6
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium diusulkan untuk
mengkonfirmasi diagnosa dan menyingkirkan diagnosa banding. Tes tempel dapat berguna
pada kasus kronik yang rekalsitran terhadap terapi. Tes ini berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya dermatitis kontak. Pada kasus dilakukan pemeriksaan KOH dengan
17
hasil mendukung adanya infeksi jamur. Hal ini tidak menyingkirkan diagnosa awal karena
diagnosa dermatitis numular sudah dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.
Tatalaksana dermatitis numular dapat diberikan dalam 2 bentuk yaitu sistemik dan
topikal. Pada pengobatan sistemik diberikan kortikosteroid yang bertujuan menekan proses
inflamasi. Pada pasien ini diberikan Metylprednisolone 3mg diminum 3 kali sehari selama
5 hari. Sedangkan untuk mengurangi rasa gatal diberikan antihistamin generasi pertama
yang memiliki efek sedatif sehingga selain mengurangi rasa gatal pasien juga mengantuk
sehingga tidak menggaruk saat tidur dan diharapkan penyembuhan lesi lebih cepat. Pada
pasien ini diberikan Chlorpheniramine maleat 4 mg diminum 2 kali sehari ½ tablet selama
5 hari. Untuk pengobatan topikal diberikan kompres NaCl dengan tujuan mengeringkan
lesi dan mengangkat debris-debris serta krusta. Kemudian terapi dilanjutkan dengan
kortikosteroid topical yaitu Mometason furoat krim 0,1% dan antibiotik fusidic acid yang
bekerja dengan mencegah translokasi ribosom pada bakteri. 2
Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin memprovokasi seperti
stress, fokus infeksi di organ lain, ataupun makanan dan menjaga kebersihan diri, konsumsi
obat secara teratur serta rutin konsultasi jika keluhan telah membaik atau tidak berkurang.
18
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin) atau
lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah
sehingga basah. Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita
usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun.
19
20