Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis numularis atau discoid eczema merupakan dermatitis dengan gambaran


klinis plak eksematous, berbentuk koin, batas tegas, terdapat papul dan vesikel di bagian
atasnya, dengan ekskoriasi dan impetiginized. Dermatitis numularis sering disertai rasa
gatal sedang sampai berat, dan kadang-kadang rasa panas. Daerah predisposisi pada
tungkai bawah, ekstremitas atas (terutama bagian dorsal tangan) dan badan. Wujud
kelainan kulit cenderung meluas secara simetris.

Dermatitis numularis lebih sering terjadi pada usia dewasa daripada anak - anak,
dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Insidensi DN
meningkat pada usia 55-65 tahun pada kedua jenis kelamin, dan 15-25 tahun pada wanita.

Prevalensi dermatitis numularis yang merupakan satu bentuk eksem endogen


semakin meningkat pada 3 dekade terakhir dan berbeda antara satu daerah dengan daerah
yang lain. Insidensi dermatitis numularis di Amerika Serikat sekitar 2 per 1000 penduduk,
sedangkan frekuensi dermatitis numularis di sebuah klinik di Arab Saudi 25,7% dari
seluruh dermatitis atau urutan ke-2 setelah dermatitis atopik. Frekuensi kasus dermatitis
numularis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Sardjito (PKK-RSS) pada tahun 2000,
2001 dan 2002 berturut-turut adalah 2,99%, 3,22% dan 3,65% dari seluruh kunjungan
pasien. 3

Penyebab dermatitis numularis yang sebenarnya belum diketahui, namun terdapat


beberapa hipotesis yang diajukan sebagai faktor penyebab. Kolonisasi bakterial
(Staphylococci) dan micrococci, dermatitis kontak terhadap nikel, khromat dan kobalt,
trauma fisik maupun khemis, lingkungan (kelembaban yang rendah, udara panas) serta
stress emosional berhubungan dengan timbulnya maupun kambuhnya dermatitis
numularis.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SINONIM
Eksim numular, eksim diskoid, neurodermatitis numular. Istilah eksim numular
diperkenalkan oleh Devergie pada tahun 1857. Dermatitis numularis berasal dari
bahasa Latin nummulus yang berarti seperti koin. 1

2.2 DEFINISI

Dermatitis numularis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis, ditandai


dengan lesi berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan
efloresensi berupa papulovesikel yang biasanya mudah pecah sehingga membasah
(oozing). 1

2.3 EPIDEMIOLOGI

Dermatitis numularis lebih sering ditemukan pada orang dewasa dan lebih
sering terjadi pada laki – laki dibandingkan dengan perempuan. Usia puncak awitan
pada kedua jenis kelamin berkisar antara 50 – 65 tahun. Pada perempuan, terdapat usia
puncak kedua, yaitu terjadi pada usia 15 – 25 tahun. Dermatitis numularis jarang
ditemukan pada bayi dan anak. Kalaupun ditemukan, usia puncak awitan pada anak –
anak adalah 5 tahun. 1

2.4 ETIOPATOGENESIS
Patogenesis dermatitis numularis belum diketahui. Sebagian besar pasien
dermatitis numularis tidak memiliki riwayat atopi, baik pada diri maupun keluarga,
walaupun plak numular dapat ditemukan pada dermatitis atopik. Berbagai faktor
diduga turut berperan dalam kelainan ini. Pada pasien berusia lanjut dengan dermatitis
numularis didapatkan kelembapan kulit yang menurun. Suatu studi menemukan fokus

2
infeksi internal, meliputi infeksi gigi, saluran napas atas, dan saluran napas bawah pada
68% pasien dermatitis numularis. Dilaporkan titer antibodi antistreptolysin (ASTO)
meningkat pada pasien dermatitis numularis dibandingkan kelompok kontrol. Peranan
alergen lingkungan, misalnya tungau debu rumah dan Candida albicans, juga telah
diteliti. Dermatitis numularis dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapat terapi
isotretinoin dan emas.1
Dermatitis numularis generalisata pernah ditemukan pada pasien hepatitis C
yang mendapat pengobatan kombinasi interferon-α 2 b dan ribavirin. Tambalan gigi
yang berasal merkuri pernah dilaporkan sebagai penyebab dermatitis numularis.
Defisiensi nutrisi, dermatitis kontak alergi dan iritan, serta konflik emosional juga
diduga menjadi penyebab kelainan ini. 1

Selain beberapa kemungkinan penyebab yang telah disebutkan diatas


diperkirakan dermatitis numularis juga dipengaruhi oleh kolonisasi bakterial
(Staphylococci), dermatitis kontak, trauma fisik maupun kimia, kelembaban yang
rendah atau udara panas. 3
Patogenesis faktor-faktor ini juga belum diketahui pasti. Salah satu hipotesis
yang banyak disebutkan adalah kolonisasi bakteri. Staphylococcus aureus merupakan
bakteri gram (+) yang banyak ditemukan pada daerah lesi penderita dermatitis atopik
maupun dermatitis numularis. Kolonisasi Staphylococci dan micrococci diduga sebagai
salah satu pencetus atau faktor yang memperberat dermatitis numularis, yaitu dengan
mengekresikan berbagai superantigen untuk menginduksi reaksi inflamasi. Injeksi
intradermal antigen dari S. aureus dan micrococci menimbulkan immediate skin test
reactions. 3
Superantigen dari S. aureus dapat menstimuli pelepasan sitokin dari ikatan non-
spesifik antara major histocompability complex class II (MHC II) pada antigen
presenting cell dan regio Vb pada sel T. Peneliti lain menyebutkan terjadinya reaksi
inflamasi pada eczema karena aktivasi limfosit T, pelepasan sitokin dan degranulasi sel
mast. 3

3
Faktor lain yang sering berhubungan dengan terjadinya dermatitis numularis,
adalah kulit yang kering. Insidensi DN diperkirakan meningkat pada musim kering
yang berhubungan dengan rendahnya kelembaban. Lingkungan dengan kelembaban
rendah menyebabkan peningkatan hilangnya kandungan air dalam kulit (TEWL)
sehingga terjadi xerosis (kulit kering). Pada kulit yang kering mudah terjadi
mikrofisura dan celah, yang dapat berfungsi sebagai pintu masuk kuman patogen,
bahan-bahan iritan atau allergen. Masuknya kuman patogen atau bahan-nahan tersebut
menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi pada kulit. 3
Sebagian kasus dermatitis numularis, berhubungan dengan adanya kontak
dengan bahan-bahan tertentu seperti nikel, khromat atau kobalt. Penelitian Fleming
pada 48 orang penderita dermatitis numularis,, menghasilkan tes tempel positif
sebanyak 50%, dengan bahan alergen karet buatan, formaldehid, neomisin, krom dan
nikel. Delapan dari 13 penderita yang kontrol menyatakan tes tempel ini bermanfaat
bagi mereka. Tes tempel yang dilakukan Khurana dkk menunjukkan 56% dari 50
penderita discoid eczema mempunyai reaksi positif terhadap 1 atau lebih alergen.
Alergen yang paling sering menimbulkan hasil tes positif adalah potassium dichromat,
nikel, coblat chloride, dan fragance. Trauma fisik maupun khemis juga dapat
mempengaruhi terjadinya DN, terutama DN pada tangan, misalnya gigitan binatang
atau bahan kimia lain yang menyebabkan iritasi. Dermatitis numularis yang terjadi
pada daerah skar atau bekas belum diketahui pasti mekanismenya. 3
Stress emosional mungkin juga berpengaruh pada perkembangan kasus DN,
namun bukan sebagai kausa pertama. Substansi lain yang berhubungan dengan
kekambuhan DN adalah kain wool, sabun, air pada penderita yang sering mandi dan
obat-obatan topikal. 3

2.5 FAKTOR RESIKO


Pria, usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun), riwayat trauma fisis dan
kimiawi (fenomena Kobner: gambaran lesi yang mirip dengan lesi utama), riwayat
dermatitis kontak alergi, riwayat dermatitis atopik pada kasus dermatitis numularis

4
anak, stress emosional, minuman yang mengandung alkohol, lingkungan dengan
kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit sebelumnya. 2

2.6 GAMBARAN KLINIS


Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal yang
bervariasi dari ringan sampai berat. Lesi akut berupa plak eritematosa berbentuk koin
dengan batas tegas yang terbentuk dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens.
Lambat laun vesikel pecah dan terjadi eksudasi berbentuk pinpoint. Selanjutnya
eksudat mengering dan menjadi krusta kekuningan. Pada tepi plak dapat muncul lesi
papulovesikuler kecil yang kemudian berkonfluens dengan plak tersebut sehingga lesi
meluas. Diameter plak biasanya berukuran 1-3 cm, walaupun jarang lesi dengan
diameter 10 cm pernah dilaporkan. Kulit di sekitar lesi biasanya normal, namun bisa
juga kering. Penyembuhan dimulai dari tengah sehingga menyerupai lesi
dermatomikosis. Dalam 1-2 minggu lesi memasuki fase kronik berupa plak dengan
skuama dan likenifikasi.
Jumlah lesi dapat hanya satu atau multipel dan tersebar pada ekstremitas
bilateral atau simetris. Distribusi lesi yang klasik adalah pada aspek ekstensor
ekstremitas. Pada perempuan, ekstremitas atas termasuk punggung tangan lebih sering
terkena. Selain itu kelainan dapat pula ditemukan di badan. Lesi dapat muncul setelah
trauma (fenomena Koebner).
Sel mast ditemukan berdekatan dengan serabut saraf pada lesi. Selain itu
ditemukan pula neuropeptida substance P (SP) dan calcitonin gene-related peptide
(CGRP) yang meningkat pada lesi. Sel mast dapat menyebabkan inflamasi neurogenik
melalui aktivasi oleh SP dan CGRP. Peningkatan SP/CGRP dalam epidermis lesi
dermatitis numularis dapat menstimulasi keratinosit untuk melepaskan sitokin yang
mempengaruhi berbagai sel sehingga inflamasi meningkat. 1

5
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Histopatologi
Perubahan histopatologi yang ditemukan bergantung pada fase lesi saat biopsi
dilakukan. Pada lesi akut ditemukan spongiosis, vesikel intraepidermal, serta sebukan
sel radang limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah. Pada lesi subakut, terdapat
parakeratosis, scale-crust, hiperplasi epidermal, dan spongiosis epidermis. Selain itu
ditemukan pula sel infiltrat campuran di dermis. Pada lesi kronik didapatkan
hiperkeratosis dan akantosis. Gambaran ini mempunyai liken simpleks kronik. 1

Pemeriksaan Laboratorium
Tes tempel dapat berguna pada kasus kronik yang rekalsitran terhadap terapi.
Tes ini berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya dermatitis kontak. Pada
suatu laporan di India, dari 50 pasien dermatitis numularis, didapatkan hasil tes tempel
yang positif pada setengah jumlah pasien yang diteliti. Hasil tes tempel yang
didapatkan positif terhadap colophony, nitrofurazon, neomisin sulfat, dan nikel sulfat.
Kadar imunoglobulin E dalam darah dilaporkan normal. 1

2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. 1

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Sebagai diagnosis banding antara lain ialah dermatitis kontak alergik, dermatitis
atopik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis stasis, psoriasis, impetigo, dan
dermatomikosis. Jika diperlukan, kultur jamur dan biopsi dapat dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding. 1

2.10 PENATALAKSANAAN
Penyebab atau faktor yang memicu timbulnya dermatitis numularis sedapat
mungkin diidentifikasi. Pasien disarankan untuk menghindari suhu ekstrim,

6
penggunaan sabun berlebihan, dan penggunaan bahan wol atau bahan lain yang dapat
menyebabkan iritasi. Bila kulit kering, sebaiknya diberi pelembab atau emolien. 1
Farmakoterapi yang dapat diberikan, yaitu:

a. Topikal (2 kali sehari)2


1. Kompres terbuka dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000,
menggunakan 3 lapis kasa bersih, selama masing-masing 15-20 menit/kali
kompres (untuk lesi madidans/basah) sampai lesi mengering.
2. Kemudian terapi dilanjutkan dengan kortikosteroid topikal: Desonid krim
0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid
krim 0,025%) selama maksimal 2 minggu.
3. Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi,
dapat diberikan golongan Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason
furoat krim 0,1%).
4. Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal atau sistemik bila lesi meluas.
b. Oral sistemik2
1. Antihistamin sedatif klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama
maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama maksimal 2
minggu.
2. Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik topikal atau antibiotik
sistemik bila lesi luas

2.11 KOMPLIKASI

Infeksi sekunder oleh bakteri. 1

2.12 KONSELING DAN EDUKASI


1. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis dan berulang sehingga
penting untuk pemberian obat topikal rumatan

7
2. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor resiko terjadinya relaps. 2

2.13 KRITERIA RUJUKAN

1. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal standar.


2. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya fokus infeksi pada
organ lain, maka konsultasi danatau disertai rujukan kepada dokter spesialis
terkait (contoh: gigi mulut, THT, obgyn, dan lain-lain) untuk penatalaksanaan
fokus infeksi tersebut. 2

2.14 PROGNOSIS

Kelainan ini biasanya menetap selama berbulan – bulan, bersifat kronik, dan
timbul kembali pada tempat yang sama. Dari suatu penelitian, sejumlah penderita yang
diikuti berbagai interval sampai dua tahun, didapati bahwa 22% sembuh, 25% pernah
sembuh untuk beberapa minggu sampai tahun, 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali
masih dalam pengobatan. 1

Pada Estri (2009) penelitian dermatitis numular yang diikuti selama 2 tahun,
menunjukkan 22% kasus tidak pernah kambuh, 25% kambuh dalam waktu mingguan-
tahunan dan 53% kambuh setiap kali obat topikalnya habis. Erupsi pada dermatitis
numular yang kambuh cenderung lebih ringan daripada erupsi awal sehingga steroid
yang kurang poten dapat diberikan dalam waktu lebih pendek.

8
BAB III

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : An. D.A.M.

Jenis kelamin : Laki - laki

Tanggal lahir : 23 November 2006

Umur : 11 tahun

Alamat : Koya Barat

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Medical record : 446240

2.2 ANAMNESIS

Heteroanamnesis dengan pasien sendiri dan ibu pasien dilakukan pada Senin, 25 Juni 2018
di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Abepura.

Keluhan Utama : Bercak kemerahan di telapak tangan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang anak laki - laki berusia 11 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Abepura pada tanggal Senin, 25 Juni 2018 dibawa oleh ibunya dengan keluhan
bercak kemerahan di sisi luar telapak tangan kanan yang dirasakan gatal dan semakin
bertambah besar serta berair sejak 1 bulan.

9
Awalnya pasien mengaku timbul bintik - bintik merah padat seukuran ujung jarum
tetapi semakin lama semakin banyak dan meluas serta menyatu menjadi bentuk bulat.
Pasien juga mengeluh gatal, yang timbul tidak menentu. Saat digaruk bintik – bintik
tersebut pecah dan berair. Bintik – bintik ataupun bercak kemerahan tersebut tidak terdapat
di bagian tubuh yang lain.
Pasien kemudian dibawa oleh ibunya ke Puskesmas dan diberikan salep
Hidrokortison. Namun keluhan yang dirasakan tidak berkurang.

Setahun yang lalu pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama, yaitu adanya
bercak kemerahan yang gatal pada paha sebelah kanan. Pasien mengaku awalnya timbul
bintik – bintik merah berair yang dirasakan gatal pada paha sebelah kanan. Bintik – bintik
merah tersebut ketika digaruk pecah dan keluar cairan jernih yang dirasakan semakin lama
semakin membesar hingga sebesar koin. Menurut ibu pasien, keluhan tersebut timbul
setelah anaknya mengkonsumsi udang. Ibu pasien kemudian memberikan salep dan bercak
tersebut perlahan sembuh.

Riwayat Pengobatan :

Pasien pernah mendapatkan pengobatan topikal Hidrokortison salep dari dokter di


Puskesmas, selain itu pasien juga pernah mengobati sendiri dengan Gentamicin salep
namun belum ada perubahan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat alergi makanan ( seafood) diakui pasien. Saat mengkonsumsi seafood


terutama udang dan kepiting, biasanya pasien mengeluh timbul bentol – bentol
merah yang gatal di wajah dan leher.
 Riwayat alergi obat disangkal
 Riwayat asma disangkal.

10
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

 Ibu pasien dengan riwayat alergi. Ibu pasien mengaku mempunyai riwayat alergi
obat analgetik namun lupa nama obat tersebut
 Kakak pasien dengan riwayat alergi makanan dan rinitis alergika. Kakak pasien
biasanya mengalami bentol – bentol setelah makan seafood tertentu. Rinitis alergika
biasanya dialami saat pagi hari dan saat udara dingin

Riwayat Sosial dan Kebiasaan

 Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan air sumur bor dan memakai handuk
bersama ayahnya. Pasien mengaku sering memakai pakaian yang sama selama 2-3
hari.
 Pasien saat ini sedang mengurus pendaftaran masuk SMP dan akan bersekolah di
luar daerah.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tanda – tanda vital :
Tekanan Darah :-

Denyut Nadi : 109x/ menit

Pernapasan : 22x/menit

Suhu Tubuh : 36,6°C

SpO2 : 99%

Berat badan : 31 kg

Kesan gizi : Gizi baik

11
Kepala :

Kepala : Rambut hitam,tidak ada kelainan kulit kepala

Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, alis


mata hitam.
Telinga : Normotia, tidak ada kelainan kulit
Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit
Mulut : Bibir tidak pucat, tidak ada kelainan kulit

Thorax :
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris, tidak terdapat
kelainan kulit
Palpasi : Vokal fremitus normal D/S , Ictus Cordis teraba
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Paru : Suara nafas vesikuler D/S, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terdapat kelainan kulit
Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus normal

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas superior : Akral hangat, tidak ada edema, terdapat kelainan kulit
(sesuai status dermatologis)

12
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak terdapat kelainan kulit

Status Dermatologis

Lokasi : Regio Manus dextra


Distribusi : Regional
Bentuk : Bulat, teratur
Susunan : Anular
Batas : Sirkumskrip
Ukuran : Numular
Efloresensi : Primer : makula eritema, papul ukuran lentikuler
Sekunder : skuama halus warna putih, erosi, dan
eksoriasi,

13
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan KOH Senin, 25 Juni 2018

Tes : KOH

Lesi : -

Sampel : Isolasi lesi

Hasil : Ditemukan morfologi Spora 10-20 /lapang pandang

Nilai Rujukan : -

Kesan : Mendukung adanya infeksi jamur

2.5 RESUME

Seorang anak laki – laki berusia 11 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Abepura pada tanggal 25 Juni 2018 dibawa ibunya dengan keluhan bercak
kemerahan di sisi luar telapak tangan yang di dirasakan gatal dan semakin bertambah besar
serta berair sejak 1 bulan.

Pada anamnesis didapatkan lesi kulit pada telapak tangan yang berlangsung satu
bulan dimulai dari bintik – bintik bintik merah padat seukuran ujung jarum yang semakin
banyak dan meluas menyatu menjadi bulat. Pasien juga mengeluh gatal, yang timbul tidak
menentu. Saat digaruk bintik – bintik tersebut pecah dan berair, dan akhinya membentuk
bercak berukuran uang koin yang kemerahan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio manus dextra terdapat makula
eritema, batas jelas, ukuran numular, skuama, erosi dan eksoriasi. Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan ialah pemeriksaan KOH dan didapatkan kesan mendukung adanya infeksi
jamur.

14
2.6 Diagnosa
Dermatitis Numularis

2.7 Diagnosa Banding

 Dermatitis kontak alergik


 Dermatitis Atopic
 Neurodermatitis Sirkumskripta
 Dermatitis Stasis
 Psoriasis
 Impetigo
 Dermatomikosis

2.8 Tatalaksana
 Chlorpheniramine maleat 4 mg diminum 2 kali sehari ½ tablet selama 5 hari.
 Metilprednisolon 3 mg, 3 kali sehari selama 5 hari
 kompres NaCl 0,9% 2 kali sehari
 Elox cream dioleskan 2 kali sehari
 Fusidic acid dioleskan 2 kali sehari

2.9 Edukasi
 Berobat dan konsultasi ke dokter di Puskesmas/ RS
 Konsumsi obat dengan teratur
 Menjaga kebersihan diri

2.10 Prognosis

Ad Vitam : Ad bonam

Ad fungtionam : Ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

15
BAB IV

PEMBAHASAN

Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin) atau
lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah
sehingga basah (oozing/madidans). 2
Lesi ini gatal dan sering tumpang tindih dengan jenis klinis lain dari eksim tetapi
tidak memiliki fitur histopatologi tertentu. Lesi diagnostik adalah plak berbentuk koin,
vesikel berdinding tipis pada dasar eritematosa. Pada fase akut, lesi berwarna merah kusam,
basah, berskuama dan sangat rapuh. Kemudian lesi berkembang menjadi kurang vesikular
dan lebih bersisik, sering dengan penyembuhan dari tengah dan ekstensi perifer yang
menyebabkan lesi berbentuk cincin atau lesi annular. Hal yang merupakan karakteristik dari
penyakit ini yaitu plak yang tampaknya tidak aktif dapat menjadi aktif kembali. Sedikit
yang diketahui tentang patofisiologi eksim nummular, tetapi sering disertai dengan
xerosis.4
Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Usia
puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita usia puncak
terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis tidak biasa ditemukan pada
anak, bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum satu tahun, umumnya kejadian
meningkat seiring dengan meningkatnya usia. 2
Selain itu penelitian Rattan, dkk (2017) pada 40 pasien dengan dermatitis numular relaps
kronik, sebanyak 29 pasien (72,5%) lesi terdapat di ekstremitas inferior, 20 pasien (50%)
lesi terdapat di ekstremitas superior, sebanyak 18 pasien (45%) dengan lesi terdapat di
badan, di tangan sebanyak 15 pasien (37,5%), dan di kaki pada 7 pasien (17,5%). Sebanyak
33 pasien dengan tempat lesi lebih dari satu. 4
Diagnosis dermatitis numularis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada kasus pasien anak laki – laki berusia 11 tahun dengan riwayat atopik dan
didapatkan lesi kulit pada telapak tangan kanan yang telah berlangsung selama 1 bulan.
Awalnya timbul papulovesikel eritem ukuran lentikuler yang semakin lama semakin
banyak, menyatu dan berukuran numular yang dirasakan gatal. Lesi ini kemudian menjadi

16
makula eritema dengan skuama halus berwarna putih, erosi, dan eksoriasi. Ini sesuai
dengan perjalanan dermatitis numularis. Selain itu pasien juga pernah mengalami keluhan
yang sama setahun yang lalu, yang timbul setelah makan seafood.
Faktor resiko seperti riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner:
gambaran lesi yang mirip dengan lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, riwayat
dermatitis atopik pada kasus dermatitis numularis anak, stress emosional, minuman yang
mengandung alkohol, lingkungan dengan kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit
sebelumnya menjadi beberapa faktor pemicu timbulnya penyakit ini. 2
Pada penelitian Rattan, dkk (2017) dari 40 pasien, delapan pasien (20%) memiliki
riwayat pribadi yang positif atopi, tujuh pasien (17,5%) pasien memiliki riwayat keluarga
yang positif atopi dan dua pasien (5%) memiliki serta riwayat keluarga atopi yang positif,
serta tidak ada riwayat atopi di 23 (57,5%) pasien. 4
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi abnormal (cellmediated respon imun) kulit dalam
menanggapi berbagai agen eksternal. Di seluruh dunia, prevalensi dermatitis kontak alergi
berkisar dari 1,5% hingga 5,5% pada populasi umum. Di India, terhitung 10-15% dari
pasien dermatologis. Dermatitis kontak alergi biasanya ditemukan pada pasien dengan
eksim nummular persisten. 4
Sedangkan hipotesis mengenai hubungan stres psikologis dengan dermatitis numularis dan
pengaruh stres psikologis terhadap fungsi sawar kulit dijelaskan Sriwahyuni, 2015 dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna tingkat stres psikologis
dermatitis numularis dengan non dermatitis numularis, tingkat stres psikologis (depresi dan
ansietas) dermatitis numularis lebih tinggi dibandingkan non dermatitis numularis. Selain
itu tidak didapatkan kolerasi antara stres psikologi dan fungsi sawar kulit, sehingga peran
stres psikologis terhadap kejadian dermatitis numularis tidak melalui pengaruh fungsi sawar
kulit, kemungkinan melalui jalur mekanisme lain yang membutuhkan penelitian lebih
lanjut. 6
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium diusulkan untuk
mengkonfirmasi diagnosa dan menyingkirkan diagnosa banding. Tes tempel dapat berguna
pada kasus kronik yang rekalsitran terhadap terapi. Tes ini berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya dermatitis kontak. Pada kasus dilakukan pemeriksaan KOH dengan

17
hasil mendukung adanya infeksi jamur. Hal ini tidak menyingkirkan diagnosa awal karena
diagnosa dermatitis numular sudah dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.

Tatalaksana dermatitis numular dapat diberikan dalam 2 bentuk yaitu sistemik dan
topikal. Pada pengobatan sistemik diberikan kortikosteroid yang bertujuan menekan proses
inflamasi. Pada pasien ini diberikan Metylprednisolone 3mg diminum 3 kali sehari selama
5 hari. Sedangkan untuk mengurangi rasa gatal diberikan antihistamin generasi pertama
yang memiliki efek sedatif sehingga selain mengurangi rasa gatal pasien juga mengantuk
sehingga tidak menggaruk saat tidur dan diharapkan penyembuhan lesi lebih cepat. Pada
pasien ini diberikan Chlorpheniramine maleat 4 mg diminum 2 kali sehari ½ tablet selama
5 hari. Untuk pengobatan topikal diberikan kompres NaCl dengan tujuan mengeringkan
lesi dan mengangkat debris-debris serta krusta. Kemudian terapi dilanjutkan dengan
kortikosteroid topical yaitu Mometason furoat krim 0,1% dan antibiotik fusidic acid yang
bekerja dengan mencegah translokasi ribosom pada bakteri. 2
Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin memprovokasi seperti
stress, fokus infeksi di organ lain, ataupun makanan dan menjaga kebersihan diri, konsumsi
obat secara teratur serta rutin konsultasi jika keluhan telah membaik atau tidak berkurang.

18
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin) atau
lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah
sehingga basah. Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita
usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun.

Diagnosis dermatitis numularis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


fisik. Faktor resiko seperti riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner: gambaran
lesi yang mirip dengan lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, riwayat dermatitis
atopik pada kasus dermatitis numularis anak, stress emosional, minuman yang mengandung
alkohol, lingkungan dengan kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit sebelumnya menjadi
beberapa faktor pemicu timbulnya penyakit ini.

Pemeriksaan histopatologi dan laboratorium dapat dilakukan untuk mendukung


diagnosa dermatitis numular. Tatalaksana dermatitis numularis meliputi pengobatan
sistemik dengan kortikosteroid dan antihistamin serta pengobatan topikal dengan
kortikosteroid dan antibiotik. Pasien juga disarankan untuk menghindari faktor yang
mungkin memprovokasi kekambuhan.

19
20

Anda mungkin juga menyukai