Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

ROSACEA

Disusun oleh:
Cindra Pramesthi Wandansari
NIM. 20130310019
NIPP. 20174011021

Pembimbing:
dr. Lucky Handaryati, Sp. KK

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD KOTA SALATIGA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul

ROSACEA

Disusun oleh:
Nama: Cindra Pramesthi Wandansari
No. Mahasiswa: 20130310019

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Lucky Handaryati, Sp.KK.

1
BAB I

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. F
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 21 Tahun
Agama : Islam
Status : Mahasiswa
Masuk RS : 4 September 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kemerahan dan bintil-bintil seperti jerawat di wajah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang periksa ke poli kulit kelamin RSUD Salatiga dengan keluhan wajah memerah
dan muncul bintil-bintil seperi jerawat diwajah. Kemerahan semakin memberat sejak 1
minggu terakhir, terutama saat tersengat matahari. Timbulnya bintil-bintil kecil yang
menonjol berwarna kemerahan dan ada yang putih (seperti berisi nanah) semakin lama
semakin banyak. Wajah terasa gatal dan cepat kering. Tidak disertai rasa nyeri dan tidak
ada bengkak. Riwayat mengkonsumsi obat dan jamu dalam waktu lama disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya sekitar 3 tahun yang lalu dan membaik, riwayat
penyakit kulit sebelumnya disangkal, riwayat alergi (makanan, obat, debu) disangkal,
riwayat asma (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Kedua orang tua pasien (ayah dan ibu) memiliki jerawat diwajah, keluhan yang serupa
dikeluarga disangkal, DM (-), asma (-), alergi (-)

2
5. Riwayat Personal Sosial
Pasien adalah seorang mahasiswa dan sore hari mengajar. Jarang menggunakan pelindung
wajah jika berada di luar rumah. Pasien mudah stress dan kadang malas membersihkan
wajahnya. Pasien sangat menyukai makanan pedas dan berlemak.

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Predileksi : Wajah bagian central
 Status Dermatologis
UKK : patch eritem (+), papul, pustul (+) ±4, nodul (+) simetris kedua pipi dan hidung
(di central wajah), edema (+) terutama hidung
Dokumentasi :

3
D. ASSESMENT
Diagnosis Kerja : Rosacea
Diagnosis Banding : Acne vulgaris, dermatitis seboroik, dermatitis perioral

E. PENATALAKSANAAN
R/ Interdoxin tab mg 100 No. XIV
S 2 dd 1
R/ Methilprednison tab mg 4 No. X
S 2 dd 1
R/ Loratadin tab mg 10 No. X
S 1 dd 1
R/ Papulex mousant soap free cleanser N0. I
S 3 dd ue sabun
R/ Benzolac CL No. I
S 3 dd ue
F. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad cosmetica : Dubia ad bonam

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Definisi rosasea tidak sepenuhnya memuaskan. Rosasea merupakan penyakit kronis yang
mengenai daerah wajah yang cembung, sering ditandai dengan flushing eritem dan talengiektasis,
diselingi oleh episode peradangan dengan adanya edema, papul dan jerawat. Namun tidak semua
kasus cocok dengan deskripsi ini karena tidak semua memberikan gambaran gejala tersebut.2

Klasifikasi
Berdasarkan National Rosacea Society (NRS) Expert Committee tahun 2002 rosasea
diklasifikasikan dalam empat tipe yaitu:
1. Eritematotelangiektasis
2. Papulopustular
3. Fimatous
4. Okular
Sedangkan berdasarkan Plewig-Kligman
1. Eritematotalengiektasis digolongkan dalam stage-I
2. Papulopustular pada stage-II
3. Fimatous dalam stage-III
Klasifikasi NRS menyatakan bahwa perkembangan rosasea secara bertahap (dari satu tipe ke
tipe yang lain) tidak terjadi, tapi tipe tersebut mungkin muncul bersamaan pada individu yang
sama. 1

Gambar 1 : Erythematotelangiekatis

Gambar 2 : Papulopustular

5
Gambar 3 : Phymatous

Epidemiologi
Meskipun prevalensi rosasea tidak diketahui secara pasti, namun dianggap umum pada
populasi Kaukasia. Meskipun sebagian besar kasus terjadi pada orang berkulit putih, rosasea juga
dapat ditemukan pada orang keturunan Afrika dan Asia. 1 NRS memperkirakan bahwa rosasea
dapat terjadi pada 14.000 Amerika. Rosasea terjadi baik pada pria dan wanita, namun beberapa
laporan menunjukkan wanita lebih banyak dibandingkan pria namun jarang disertai rinofima.
Onset biasanya dimulai setelah usia 30-40 tahun. Namun, anak-anak, remaja, dan dewasa muda
dapat ditemukan. 1,2,3

Etiologi dan Patogenesis


Etiologi rosasea tidak tidak diketahui secara pasti. Ada berbagai hipotesis faktor penyebab
antara lain makanan, psikis, obat-obatan, infeksi, musim, imunologi dan lainnya.2
Gejala klinis pada rosasea sangat beragam, oleh karena itu muncul hipotesis bahwa etiologi
dan pathogenesis tiap-tiap gejala berbeda. Perbedaan tersebut dapat melibatkan reaktiativitas
vascular wajah, struktur jaringan ikat kulit, komposisi matriks, struktur pilosebaseus, kolonisasi
mikroba, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang mengubah respon kulit sehingga memicu
timbulnya rosasea. 1 Hipotesis lainnya mengatakan adanya peran sentral terhadap abnormalitas
reaktifitas vaskular. Hubungan antara migren dengan kasus rosasea dapat mendukung hipotesis
tersebut.3
 Paparan yang kronis, rosasea dapat dicetuskan oleh paparan yang kronis dan berulang,
khususnya paparan yang mencetuskan flashing. Cetusan dapat berupa suhu panas ataupun
dingin, sinar matahari, angin, minuman panas, olahraga, makanan pedas, alkohol, emosi,
kosmetik, iritasi topikal, flushing menopause, dan obat-obatan yang mencetuskan flushing.
Flushing hanya terbatas pada wajah karena aliran darah pada wajah perbandingannya lebih
banyak dibandingkan daerah tubuh yang lain. 1,3
 Gegenerasi matriks kulit dan kerusakan endotel ditunjukkan secara histologis pada
spesimen rosasea. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap degenerasi matriks termasuk
permeabilitas kapiler dan atau lambatnya pembersihan mediator inflamasi serta produk

6
mati hasilnya. Dalam beberapa kasus, radang kulit yang kronis dan terus-menerus dapat
terjadi dan akhirnya bermanifestasi sebagai eritema dari wajah yang cenderung pada wajah
yang menonjol pada individu tertentu. 1,2,3
 Paparan matahari juga dianggap memberikan kontribusi etologi, namun harus disertai
faktor lain. Namun, prevalensi rosasea tidak meningkat pada pekerja di outdoor. Paparan
matahari pada lokasi selain wajah tidak menyebabkan gejala bertambah pada penderita
rosasea. Penelitian fotoprovokasi yang akut dengan sinar uv tidak menunjukkan adanya
peningkatan sensitivitas kulit.
 Pemakaian antimikoroba oral dan topikal yang memicu timbulnya rosasea masih dalam
controversial apakah karena efek anti-inflamasi atau anti-mikrobanya.
 Propionibacterium acnes dan komedo folliculorum, yang berada di akar rambut dan
kelenjar sebasea, memicu inflamasi papula folikulosentris pada pasien dengan rosasea.
Reaksi hipersensitivitas mungkin dipicu oleh mikroba atau bakteri tungau seperti Bacillus
oleronius. 1,2,3
Gejala Klinis
Gejala rosasea dapat berupa eritematotelangiektasis, papulopustular, fima dan okular.
Berikut ini adalah gejala klinis rosasea berdasarkan stage-nya. 1,2,3
1. Stage-1 Eritematotalengiektasis
Pada awal stadium ini ditandai dengan adanya flushing yang berulang, terutama bila dipicu
oleh faktor pemicunya, seperti emosi, malu dan stress, minum minuman yang panas,
minum alkohol, pemakaian obat-obatan vasodilator, terkena sinar matahari serta
mengkonsumsi kafein.

Gambar 4 : A. Eritematotalengiektasis. B. Close-up tampak eritem “red skin” disertai


multiple telangiektasis. Terdaat pula beberapa pustul.
Gejala selanjutnya akan muncul telangiektasis, edema wajah, burning and stinging , kasar
atau scaling , atau campuran gejala tersebut. Kelainan ini depat ringan, sedang dan berat.
2. Stage-II Papulopustular

7
Pada stadium ini gejala berupa munculnya pustul dan papul eritem yang mendominasi
didaerah yang menonjol. Kelainan ini dapat disertai kelainan pada stadium 1. Bila muncul
edema dan flushing gejalanya akan lebih ringan dibandingkan pada stadium 1. Papul dan
pustule bersifat persisten. Gejala dapat ringan, sedang, ataupun berat.

Gambar 5: A. Papulopustular. Pasien dengan eritema persisten tampak papul dan pustul kecil.
Tipe sedang B. Tipe papulopustular yang berat.

Gambar 6 : Persistent edema. pasien dengan edema non pitting ini tidak respon terhadap
tetrasiklin.
3. Stage-III Fimatous
Fima pasa rosasea ditandai dengan lubang folikular patulous, penebalan kulit, nodularities,
dan kontur permukaan yang tidak teratur di daerah yang menonjol, seperti hidung dan dagu.
Fima sering terjadi pada pada hidung (rinofima), tetapi juga bisa berkembang pada dagu
(gnatofima), dahi (metofima), kelopak mata (blefarofima), dan telinga (otofima)
Perempuan dengan rosasea tidak menimbulkan fima, mungkin karena alasan hormonal,
tetapi dapat bermanifestasi pada kelenjar sebaseous ditandai dengan kulit yang tebal dan
orifisium folikel yang besar. 1,3

8
Gambar 7 : A. Fimatous tipe sedang. B. Rinofima yang berat

Rosacea okuler dapat muncul sebelum gejala kulit muncul pada 20 persen dari yang
individu yang terkena. Setengah dari pasien yang terkena, gejala okular berkembang
setelah gejala kulit, dan sedikit yang timbul secara bersamaan. Keparahan rosasea okuler
tidak bersamaan dengan insiden keparahan rosasea pada kulit. Rosasea okuler dapat
bermanifestasi sebagai blefaritis, konjungtivitis, iritis, skleritis, hipopion, dan keratitis.
Rosasea okuler juga dibedakan dengan ringan, sedang, dan berat. Blefaritis merupakan
gambarang yang paling sering ditandai dengan tepi kelopak mata eritema, dan berkerak,
dengan adanya peran serta kalazion dan infeksi stafilokokal yang mencetus disfungsi
kelenjar meibom. Fotofobia, nyeri, rasa terbakar, gatal, dan sensasi benda asing dapat
menjadi gejala pada mata yang kompleks. Pada kasus yang berat, keratitis rosacea dapat
menyebabkan kebutaan. 1,3,4

Gambar8 : Tipe okular yang berat. Dengan blefaritis, conjungtivitis dan keratitis.

9
Histopatologi
Rosacea merupakan diagnosis klinis, pemeriksaan histologi dapat membantu ketika
distribusi pada wajah yang atipikal sehingga dicurigai suatu rosasea.
Pada kelainan berupa eritematotelangiekstasis tampak adanya perivascular limfohistiositik
disertai dengan edema dan vena dan limfe yang ektasis. Elastosis yang berat mungkin ditemukan.
Pada jenis papulopustular, juga dapat ditemukan gambaran seperti pada
eritematotelangiektasis. Gambaran inflamasi dapat ditemukan berupa gambaran inflamasi yang
mengelilingi akar rambut dan kelenjar sebasea.
Rosasea fimatous dicirikan oleh elastosis, fibrosis, radang kulit, hiperplasia sebaseous, dan
hipertrofi dari folikel sebaseous. Kanal epithelial mungkin rusak diserta jaringan hiperplastik dan
penuh dengan jaringan peradangan. folliculorum dapat dit emukan pada semua jenis rosacea dalam
infundibula dan saluran folikel sebaseous. 1,2,3

Gambar 9 : Gambaran histologis pada rosasea granulomatous

Diagnosis Banding
Kelainan lain dengan manifestasi flushing harus dibedakan dari rosasea termasuk
polisitemia vera, kelainan jaringan ikat (lupus eritematosus, dermatomiositis), sindrom karsinoid,
mastocitosis, dan penyakit neurologis yang memicu flushing . Penyebab neurologis termasuk
tumor otak, lesi sumsum tulang belakang, hipotensi ortostatik, sakit kepala migrain, dan parkinson
disease. 1,2,3,4 Perlu diketahui pula obat y ang dapat menginduksi flushing terutama yang bersifat
vasodilator, seperti Ca chanel blocker, asam nikotinat (niacin, morfin, amyl dan butil nitrit, obat
kolinergik, bromokriptin, tiroid releasing hormon, tamo'ifen, cyproterone asetat, steroid sistemik,
dan siklosporin. Flushing terkait dengan asam nikotinik dapat diblokir dengan aspirin atau
indometacin. Disulfiram, klorpropamid, metronidazol, fentolamin, dan sefalosporin dapat
menginduksi flushing ketika dikombinasikan dengan alkohol. Zat tambahan pada makanan,
termasuk sulfit , natrium nitrit, nitrat, dan monosodium glutamat, juga dapat menyebabkan
flushing . Dumping sindrom setelah operasi lambung yang ditandai dengan flushing , berkeringat,
takikardia, dan sakit perut. 1
Gambaran berupa papulopustular eritem dibedakan pada kelainan yang disebabkan
penggunaan topikal steroid yang menginduksi akneformis, jerawat, dermatitis perioral, inflamasi

10
keratosis pilaris, dan photodamage kronis.
Secara khusus, akne vulgaris dan rosasea dapat hidup berdampingan, meskipun rosasea
paling sering dimulai dan mencapai puncaknya pada dekade setelah menurunnya insiden jerawat.
Tampilan utama yang membeda kan antara jerawat dan rosasea adalah adanya komedo terbuka
dan tertutup yang hanya ada pada jerawat saja. 1,2,3,4
Dermatitis perioral berbeda dari rosasea dalam distribusinya, tanda , gejala, dan demografis
pasien. Hal ini ditandai dengan perioral, dan kadang-kadang periorbital, mikrovesikel,
mikropustul, skaling, dan terkelupas. Biasa terjadi pada wanita muda dan anak-anak. Wajah
eritema dan papula yang meradang tidak tampak pada perioral dermatitis. Terapi termasuk
antimikroba topikal dan oral. Perioral dermatitis ini diperparah dengan penggunaan steroid topikal.
Steroid-inducedacneformis bisa tampak mirip dengan NSR. Dengan penggunaan jangka panjang
steroid topikal pada wajah, monomorfik papula mungkin muncul. 1,2,3
Pada photodamage kronis, gejala utama berupa telangiektasis dan eritema. Namun, tidak
seperti rosasea, kerusakan muncul pada daerah tepi wajah dan leher, dada bagian atas, dan kulit
aurikularis posterior. Hiperpigmentasi dan hipopigmentasi sebagai gejala tambahan dari kerusakan
akibat sinar matahari tidak didapatkan dalam rosacea. Keterlibatan dagu baik mental ataupun
submental tampak pada rosacea, sementara di photodamage kronis submental hanya sedikit. 1
Rosasea Fulminans, juga dikenal sebagai pioderma fasiale dan rosacea konglobata, terjadi
terutama pada wanita usian 20an. Hal ini ditandai dengan muncul tiba-tiba papula yang konfluen,
pustula, nodul pada dagu, pipi, dan dahi dalam dengan dasar wajah eritema yang difus. Rosacea
fulminans klasifikasinya masih kontroversial dan belum dimasukkan sebagai jenis atau sub-varian
rosacea oleh NRS Expert committee. 1

Rosassea Acne Dermatitis Dermatitis


Vulgaris Perioral seboroik

Definisi Penyakit kulit kronis Peradangan kronis Peradangan Penyakit jamur


di sentral wajah : folikel pilosebasea kulit di daerah superficial kronik
eritem, telangiektasi perioral berupa bercak
+ episode berskuama halus
peradangan, papul, warna putih sampai
pustul dan edema kecokelat hitaman

11
Etiologi Tidak diketahui pasti  Perubahan Steroid topikal Staphlococcus
pola aureus (paling
Faktor penyabab : Faktor fisik:
keratinisasi, sering),
UV
 Makanan Pseudomonas
 Produksi
faktor aeruginosa (jarang)
 Psikis sebum ↑,
hormonal
Disertai
 Obat  Terbentukn
peningkatan kerja
ya fraksi
 Infeksi asam lemak
glandula sebacea

 Musim bebas

 Imunologi  kadar
hormone
 Stres
psikologis
 Usia,
familial,
Makanan,
Genetik,
Cuaca,
Musim
Epidemi Usia 30-40 tahun Wanita usia 14-17 Sering pada Ditemukan pada
ologi tahun ; Pria 16-19 wanita muda semua kelompok
Wanita> Pria
tahun dan anak-anak usia terutama
Kulit utih> hitam usia 7 bulan - neonates dan
Dapat menetap
13 tahun dewasa.
sampai usia 30
tahun atau lebih Paling sering pada
pria
Gejala Eritema, Papul, pustul, Sensasi panas, gatal
Klinis telengiektasia, papul, nodus, jar. parut, menyengat di
edema & pustul komedo (bintik periorbital dan
hitam/putih) perinasal.
Papul, Pustul
eritematous ±
1 – 3 mm
tanpa komedo
di daerah
sekitar mulut

12
Predilek Sentral wajah : Wajah, bahu, dada Daerah Kulit kepala, dahi,
si hidung, pipi, dagu, bag, atas, & perioral, glabela, telinga
kening & alis punggung atas & lipatan hidung, postaurikular, leher
meluas ke leher, kadang glutea bagian lateral
pergelangan kelopak mata
tangan/kaki. bawah
Pemerik Histopatologis : Px eskohleasi (-) (-)
saan Ektasia vaskular sebum : ekstraksi
Penunja Edema dermis sumbutatan sebum
ng Sel radang dg komedo
ekstraktor (sendok
Unna)
Penatala Antibiotik (T,S) T : Bahan iritan Antibiotik Topikal : sulfur 4-
ksanaan Sunblock (peeling) ; T : metro, 20%, zinc
Bedah kulit Antibiotika ; eritro pyrithronine,
Antiinflamasi; S : doxyxi, povidone iodine
S : Antibiotil, eritoro Sistemik
Hormonal, itraconazole,
Kortikosteroid fluconazole, dan
Bedah kulit, Tx griseovulvin
Sinar

Penentuan Diagnosis
Diagnosis rosasea merupakan diagnosis klinis, penentuannya pun tidak serta merta pada
temuan pertama atau pada stadium awal. Diagnosis biasa ditegakkan seiring dengan berjalannya
penyakit. Pemeriksaan histologist hanya memberikan gambaran sesuai dengan gejala yang muncul
dan dapat dilakukan bila gejala tersebut atipikal namun dicurigai merupakan rosasea. 1,2
Para klinisi dalam mendiagnosis penderita rosasea dengan gejala dan tanda primer (Tabel
1) dengan nilai 0–3, yaitu: absent (0), mild (ringan/1), moderate (sedang/2) dan severe (berat/3)
dan tanda sekunder (Tabel 2).5

13
Gejala rosasea terdiri dari tanda primer dan tanda skunder. Tanda primer adalah: Flushing
(kemerahan) dari data yang di peroleh pada pasien dengan gejala flushing dengan menanyakan
frekuensi, jangka waktu, luasnya dan derajat keparahannya. Tambahan jangka waktu terjadinya
flushing perlu dicatat, karena pada beberapa episoda dapat terlihat, seperti pada keadaan malu yang
sangat dan penggunaan alkohol. Non transient erythema: secara klinis non transient erythema bisa
di nilai dari 0 ke 3, walaupun dengan inflamasi (papul, pustul) atau keadaan kulit kering yang
mengaburkan eritema. Inflamasi dan keadaan kering boleh dicatat, tetapi tepi lesi yang eritema
tidak termasuk dalam penilaian ini. Papul dan pustul: suatu modifikasi terhadap penilaian pada
akne vulgaris. Telangiektasi: secara klinis telangiektasi dinilai dari 0 ke 3, jika eritema yang kuat
sulit untuk menentukan atau menilai telangiektasi. Ini digambarkan sebagai post-erythema-
relevated telangiectasia. Jika memungkinkan dihitung berapa banyak telangiektasi untuk
menentukan suatu area. 5,6
Tanda sekunder: burning atau stinging: secara klinis burning atau stinging dikeluhkan oleh
penderita dan ditanyakan lokasi dan gejala-gejala yang muncul. Plague: secara klinis plague
merupakan daerah inflamasi, sering terlihat lebih besar dan merah di antara papul dan pustul tanpa
perubahan epidermis. Dapat dibedakan derajat keparahannya, lokasi atau kriteria-kriteria lainnya.
Kekeringan: secara klinis terlihat kering pada kulit, mungkin dikarenakan dermatitis seboroik atau
infeksi kulit (iritasi). Edema: secara klinis edema terjadi pada daerah periorbital, kelopak mata,
pipi atau tulang pipi. Pada keadaan akut dan kronis dapat dinilai dari 0 ke 3 menurut luas dan
bengkaknya. Manifestasi yang berkaitan dengan penglihatan: secara klinis dapat diidentifikasikan

14
dengan adanya bengkak pada bulbar dan/atau palpebra konjungtiva, kelopak mata atau periokular
eritema, adanya benda asing, mata seperti ada pasir, stinging, menimbulkan rasa gatal, kekeringan,
sensitivitas ringan, penglihatan kabur atau berkurang fokus penglihatan, sehingga dengan adanya
keluhan tersebut perlu dikonsulkan pada bagian kesehatan mata. Manifestasi mata ini dapat dinilai
dengan mild (ringan) yaitu gejala/keluhan pada batas mata, kelenjar Meibom, moderat (sedang)
yaitu gejala/keluhan pada penutup mata, pengeluaran cairan, permukaan mata dan severe (berat)
yaitu pembengkakan di epitel kornea dan kerusakan mata yang parah. Lokasi peripheral: secara
klinis dapat terlihat dari munculnya gejala dan keluhan ektra fasial, lokasi anatomi. Lokasi ektra
fasial seperti leher, dada, kulit kepala, kuping. Perubahan phymatous: secara klinis keparahan di
mulai dari 0 ke 3. 5
Keempat Sub Tipe Rosasea adalah sebagai berikut:
1) Erythematotelangiectatic Rosacea (ETR): Tanda-tanda dominan dari ETR yaitu fasial
sentro flushing, yang bertahan lebih dari 10 menit yang diikuti oleh rasa terbakar dan rasa
menyengat baik dengan atau tanpa eritema yang terus-menerus. Eritema biasanya tidak
memengaruhi kulit periokular dan submental, tetapi bisa mengganggu telinga, leher atau bagian
atas dada. Secara umum penderita dengan ETR akan memiliki kulit dengan tekstur yang halus
tanpa berminyak atau kelenjar sebasea yang menonjol. Daerah eritema di muka bisa tampak kasar
dengan sisik yang kemungkinan berasal dari inflamasi tingkat rendah yang kronis (Gambar 10).6,7,8
2) Papulopustular Rosacea (PPR): ditandai dengan munculnya eritema sentral dengan
inflamasi pustul atau pustul yang distribusi pada pusat wajah. Sub tipe ini bisa meliputi daerah
perioral maupun perinasal. Wajah yang kemerahan atau flushing yang berkepanjangan dapat
menyebabkan edema jaringan lunak yang bisa bertahan beberapa hari. Ada juga keluhan dari
penderita yang timbul edema, keras, padat di kening, glabela, alis atas, hidung dan pipi (penyakit
Morbihan) Edema berat mungkin berada pada morfologi plak dari edema wajah yang solid. Sering
ditemukan pada daerah dahi dan glabela, dan ini tidak terdapat pada daerah kelopak mata dan pipi
atas (Gambar 2). 6,7,8
3) Phymatus Rosacea (PR): ditandai dengan penebalan kulit dan edema dengan permukaan
nodul yang tidak rata pada hidung, dagu, kening, telinga dan kelopak mata. Permukaan kulit
ditandai dengan glandula sebasea yang jelas dan permukaan folikuler besar. Perubahan klinis
disebabkan oleh infiltrasi inflamasi kronis yang sangat luas. Hipertropi jaringan ikat dengan
fibrosis dan kelenjar sebasea hiperplasia. PR ditandai oleh folicullar orificium, kulit tebal, nodul,
dan permukaan tidak rata pada area konveks. Sub tipe ringan, sedang dan berat dapat dibedakan. 9

15
Gambar 10 : Erythematotelangiectatic rosacea (ETR) dengan adanya flushing dan persisten
sentral fasial eritema. Telangiektasi sering terjadi, tapi tidak begitu mutlak untuk diagnosis. A.
Mild (ringan); B. Moderate (sedang); C. Severe (berat).

Gambar 11 : Papulopustular rosacea termasuk eritema yang terus menerus pada sentral wajah
dengan papul, pustul, atau di antara sentral wajah. A. Mild (ringan); B. Moderate (sedang); C.
Severe (berat).

Gambar 12 : Phymatous rosacea, dapat menyebabkan kulit tebal, permukaan yang tidak rata dan
bernodul-nodul dan membesar. folikel bisa muncul pada daerah phymatous:
A. Mild (ringan); B. Moderate (sedang); C. Severe (berat).

16
Pengobatan
Sebelum melaksanakan terapi, faktor pemicu rosasea untuk setiap individu harus
diidentifikasi. Faktor emosi, malu dan stress, minum minuman yang panas, minum alkohol,
pemakaian obat-obatan vasodilator, paparan sinar matahari, dan konsumsi kafein yang memicu
timbulnya flushing berulang dihindari pada pasien dengan gejala ini. 1,2,3,4
Pada rosasea dapat ditemukan intoleransi kosmetik dan meningkatnya sensitivitas kulit
wajah oleh karena disfungsi barier atau hiperaktifnya respon pembuluh. Oleh karena itu,
penggunaan produk kosmetik termasuk astrigensia, toner, mentol, kapur barus, dan natrium lauril
sulfatperlu dihindari saat gejala muncul. 1

17
Pengobatan topical
Pengobatan topikal yang sesuai dengan stadium serta manifestasi yang mencul ialah
sebagai berikut : telah disetujui oleh US Food and Drug Administration untuk rosasea yaitu: 1,2,3,4
Stadium-I, Eritematotelangiektasis
Keluhan flushing , kulit yang terlihat, terbakar dan tersengat, merupakan gejala
rosasea yang sulit untuk ditangani. Menghindari faktor pemicu seperti diatas merupakan
salah satu penanganan pilihan.
Masase pada daerah wajah akan memperbaiki aliran limfatik. menurut teknik
Soybe, dimulai di lokasi pusat di wajah (glabella dan hidung) dan menekan jari dengan
gerakan ke arah wajah inferiolateral (di rahang dan leher lateral) ini dapat membantu untuk
memobilisasi edema dan clearance peradangan di kulit.
Stadium-II, Papulopustular
Papulopustular memiliki respon yang baik pada pengobatan secara topical, dapat
digunakan beberapa pengobatan topical, seperti:
 Asam gel azelic 15%
 Metronidazol 0,75% dan 1 % (tersedia dalam krim, gel, dan lotion)
 Sulfasetamide natrium 10% dengan sulfur 5% persen (tersedia dalam pembersih, krim,
suspensi, dan lotion) penggunaan sekali sehari. Penggunaan dua kali sehari atau
kombinasi dari agen ini mungkin diperlukan ketika monoterapi topikal tidak memadai.
 Penggunaan emolien untuk memperbaiki barier kulit juga penting pada pasien ini
 Tetrasiklin, klindamicin, eritromisin (dalam salep 0,5-0,2%), inhibitor kalsineurin, dan
topikal retinoid.
 Benzoil peroksida efektif untuk pembersihan papula dan pustula tetapi harus dihindari
pada pasien yang sensitif.
 Klindamisin topikal dua kali sehari lebih efektif daripada tetrasiklin oral untuk
pemberantasan pustule
 Tretinoin cream 0,2% merangsang perbaikan jaringan ikat dan meminimalkan
peradangan kulit dengan penggunaan jangka panjang.
 Retinoid topikal diperlukan 4-6 bulan penggunaan untuk melihat efek yang signifikan.
 Retinoid menghambat produksi faktor pertumbuhan endotel vaskular oleh kultur
keratinosit kulit manusia melalui faktor transkri anti-AP1 topical retinoid sangat
berguna untuk pemeliharaan jangka panjang.
 Sunblock dengan SF 15 broad spektrum baik untuk AVA maupun AVB

Pengobatan Oral
Stadium-I. Eritematotelangiektasis. 1,2,3,4
 Isotretionin 0,5-1,0/kgBB dalam 2-4 bulan dapat mengurangi aliran darah ke wajah,
sehingga dapat digunakan untuk mengontrol flushing dan eritem. Bersifat teratogenik,
sehingga pemakaian harus diawasi.

18
 Obat oral lain : makrolid, agen anti-androgenik (kontrasepsi oral, spironolakton, dan
ciproteron asetat), β bloker, klonidin, nalokson, dan serotonin selektif reuptake
inhibitor berkerja melawan vasodilator.

Stadium-II. Papulopustular1,2,3,4
 Penggunaan oral antimikroba khususnya jangka pendek berguna untuk mengontrol
gejala, seperti:
o Tetrasiklin yang mempunyai efek cepat pada papula, pustula, dan eritema. Kasus
relaps terjadi pada sekitar seperemp at dari pasien setelah 1 bulan penghenti an
tetrasiklin, dan di lebih dari setengah pasien pada bulan penghentian terapi.
o Metronidazol 2x500mg efektif pada stadium awal maupun lanjut
o Eritromisin, doksisiklin, minosiklin dapat memberikan perbaikan sama seperti
antibiotic lainnya.
 Pada pasien dengan riwayat akne vulgaris atau yang bersama dengan rosasea dapat
digunakan spironolakton dalam dosis rendah (25-50 mg setiap hari) dan atau
penggunaan pil kontrasepsi oral.

Terapi Sinar dan Laser


Laser dan intense pulsed light (IPL merupakan terapi alternatif yang berguna untuk terapi
rosasea, dapat digunakan sebagai tambahan pada pengobatan topikal dan oral. IPL dapat
menghilangkan telangiektasis, mengurangi atau menghilangkan eritema, papul dan mengurangi
jumlah jerawat. Kelemahannya adalah biaya yang relative lebih mahal dan efek samping yang
mungkin timbul berupa eritema transien, edema, purpura, burning dan kadang berupa bekas luka.
1,2

Secara umum, dua sampai empat perlakuan laser dibutuhkan untuk mencapai hasil terbaik
bagi rosasea. 1

Penanganan Fima
1sotretinoin oral monoterapi bermanfaat bagi perubahan fima ringan sampai sedang. Fima
yang berat diobati dengan terapi bedah atau kombinasi pembedahan diikuti dengan terapi
isotretinoin. Pendekatan bedah dengan membentuk kembali hidung dengan pisau beku,
elektrokauter, dermabrasi, laser ablasi, eksisi tangensial. 1,2,3

Penanganan Okular Rosasea


 Untuk blefaritis ringan, secara hati-hati dibersihkan baik tanpa obat atau dengan sulfasetamid
natrium D sulfur pembersih dapat digunakan sekali untuk dua kali sehari sebagai terapi awal.
 Sulfasetamid Natrium 10% salep juga efektif untuk mengendali kan blefaritis. Ketika
manajemen topikal tidak memadai, tetrasiklin oral umumnya efektif. 1,3

19
Prognosis
Sulit diprediksikan hasil akhir dan durasi dari penyakit ini. Umumnya rosasea bersifat
persisten, berangsur bertambah berat dengan episode akut. Namun ada pula yang mengalami
remisi secara spontan. Dapat terjadi relaps terutama dengan pengobatan Tetrasiklin. 1,2,3

20
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang perempuan Nn. F berusia 21 tahun periksa ke poliklinik kulit dan kelamin pada
tanggal 4 septermber 2017 dengan keluhan muncul kemerahan da bintil-bintil seperti jerawat di
wajah sudah sejak 1 minggu terakhir. Pasien ini didiagnosis rosacea yang mana ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh merah dan bintil-bintil di wajah
bagian hidung, kedua pipi dan sebagian di dagu. Keluhan dirasakan terutama kalau tersengat
matahari. Pasien merasa gatal dan wajah cepat kering. Bintil-bintil seperti jerawat makin banyak
ada yang merah dan ada yang putih (seperti berisi nanah). Pemeriksaan status dermatologis
didapatkan patch eritem (+), papul, pustul (+) ±4, nodul (+) simetris kedua pipi dan hidung (di
central wajah). Mendiagnosis pasien rosacea ditentukan dengan gejada dan tanda primer dan
sekunder. Pada pasien tanda primer didapatkan kemerahan pada wajah terutama bagian centro
wajah, semakin parah saat tersengat matahari. Kemudian ditemukan adanya papul dan pustul.
Tanda sekunder pada wajah terasa panas seperti terbakar, mudah kering dan gatal. Tidak ada
keluhan pada mata dan bentuk hidung masih normal.

Gambaran berupa papulopustular eritem dibedakan pada kelainan yang disebabkan acne
vulgaris. Secara khusus, akne vulgaris dan rosasea dapat hidup berdampingan, meskipun rosasea
paling sering dimulai dan mencapai puncaknya pada dekade setelah menurunnya insiden jerawat.
Tampilan utama yang membeda kan antara jerawat dan rosasea adalah adanya komedo terbuka
dan tertutup yang hanya ada pada jerawat saja.

Dermatitis perioral berbeda dari rosasea dalam distribusinya, tanda , gejala, dan demografis
pasien. Hal ini ditandai dengan perioral, dan kadang-kadang periorbital, mikrovesikel,
mikropustul, skaling, dan terkelupas. Biasa terjadi pada wanita muda dan anak-anak. Wajah
eritema dan papula yang meradang tidak tampak pada perioral dermatitis. Terapi termasuk
antimikroba topikal dan oral. Perioral dermatitis ini diperparah dengan penggunaan steroid topikal.
Dengan penggunaan jangka panjang steroid topikal pada wajah, monomorfik papula mungkin
muncul.

21
Pada pasien ini didiagnosis dengan rosacea tipe papulopustular. Pengobatan pada pasien
diberikan interdoxin 100 mg dua kali sehari sebagai obat antibiotik doxyciclin golongan tetrasiklin
untuk infeksi kulit. Methilprednison 4 mg dua kali sehari merupakan kortikosteroid sebagai
antiinflamasi. Untuk anti-histamin agar tidak gatal maka diberikan loratadin 10 mg sekali sehari
yang berefek tidak menyebabkan kantuk. Untuk sabun wajah diberikan papulex maousant soap
free cleanser sebagai pembersih wajah dan dapat melebabkan wajah yang kering. Benzolac CL
yang mengandung benzoyl peroxide 5 % dan antibiotik clyndamicin phosphat sebagai obat topikal
untuk kombinasi membantu mempercepat penyembuhan. Pengobatan yang dilakukan sudah sesuai
dengan tipe papulopustular pada rosacea ini.

Pada pasien ini sudah menderita rosacea sekitar 3 tahun yang lalu dan sempat membaik.
Namun pasien mengalami kekambuhan sejak seminggu ini. Pengobatan pada rosacea tidak hanya
dengan medikamentosa namun harus dibantu dengan nonmedikamentosa. Sebelum melaksanakan
terapi, faktor pemicu rosasea untuk dari pasien harus diidentifikasi. Faktor emosi, malu dan stress,
minum minuman yang panas, minum alkohol, pemakaian obat-obatan vasodilator, paparan sinar
matahari, dan konsumsi kafein yang memicu timbulnya flushing berulang harus dihindari.
Penggunaan produk kosmetik tanpa sepengetahuan dokter harus dihindari terlebih dahulu.

Prognosis pada pasien ini secara keseluruhan baik pada ad vitam, ad sanationan, ad
comestica dengan menghindari faktor pencetus dan pengobatan yang tepat. Rosacea tidak akan
membahayakan kehidupan namun akan terjadi kekambuhan dikemudian hari apabila faktor
pencetus tidak dapat dihindari.

22
BAB IV

KESIMPULAN

Rosasea merupakan penyakit kronis yang mengenai daerah wajah yang cembung, sering
ditandai dengan flushing eritem dan talengiektasis, diselingi oleh episode peradangan dengan
adanya edema, papul dan jerawat. Penatalaksanaan rosacea berdasarkan derajat rosacea yaitu
derajat talangeaktasis, papulopustular, fimatous, dan ocular. Menghindari faktor pencetus
merupakan hal utama dalam penanganan rosacea. Prognosis sulit untuk ditentukan, umumnya
rosasea bersifat persisten, berangsur bertambah berat dengan episode akut. Namun ada pula yang
mengalami remisi secara spontan.

23
Daftar Pustaka

1. Wolff Klaus, et al : Fitzptrick’s Dermatology in General Medicine, 7th Edition. Pg. 704-709.
McGraw-Hill. Ne York. 2008
2. Sjarif M: Akne, Erupsi, Akneformis, Rosasea, Rinofirma; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Kelima. FKUI. Jakarta. 2007.
3. Jones Berth, et. al.: Rosacea, Perioral Dermatitis and Similar Dermatoes, Flushing anf
Flushing Syndromes; Rook’s Textbook of Dermatology, Sevent Edition. Blackwell
Publishing. Australia. Pg. 443-447.2004.
4. James D, et al : Andre’s Disease of skin; Clinical Dermatology Tenth Edition. California. Pg.
245-247.
5. Wilkin J, Dahl M, Detmar M, Drake L, Liang MH, Odom R, et al. Standard Grading System
for Rosacea: Report of the National Rosacea Society Expert Committee on the classification
and staging of rosacea. J Am Acad Dermatol 2004; 50: 907–12.
6. Fimmel S, Naser MBA, Kutzner H: New aspects of the pathogenesis of Rosacea. Drug
discovery today: Dis Mech 2008; 5: 103–11.
7. Reszko AE, Granstein RD. Pathogenesis of Rosacea. Cosm Dermatol. 2008; 21: 224–35.
8. Grawford GH, Pelle M T, James WD: Rosacea: 1. Etiology, pathogenesis, and suntype
classification. J Am Acad Dermatol 2004; 9: 327–41.
9. Pelle MT. Rosacea. In Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Faller A, Leffell D, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p.
703–9.

24

Anda mungkin juga menyukai