Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT

13 APRIL 2016

NEURALGIA TRIGEMINAL

DISUSUN OLEH :

Anita Octaviani Lestary

11120150073

PEMBIMBING :

dr. Anastasia Juliana, Sp. S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2016

NEURALGIA TRIGEMINAL
A. Definisi

Neuralgia trigeminal merupakan gangguan dari nervus trigeminal yang

menyebabkan nyeri pada wajah, juga di kenal sebagai tic douloureux atau

Fothergill syndrome.1

Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi,

neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah

dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba tiba, seperti tersengat aliran

listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang

nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan

timbul spontan. Terdapat trigger area di plika nasolabialis dan atau dagu.

Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi.2


B. Epidemiologi
Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun

dengan rata rata antara 50 sampai 58 tahun , walaupun kadang kadang

ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder, danada yang

melaporkan kasus neuralgia trigeminal pada anak laki laki usia 9 tahun.

Umunya N.V2 dan V3 dan < 5% N.V1. Pada wanita sedikit lebih banyak

dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan 1,6: 1. Faktor ras dan

etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal.

Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40 per

1.000.000. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah

dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat

8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang

1
Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia

Trigeminal akan meningkat.2,3


C.
Anatomi
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut

motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus

et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus

digastrikus. 4
inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya

bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal

dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls

nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan

selaput lendir lidah dan rongga mulut serta gusi, dan rongga hidung. Impuls

proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang

mandibular, dihantarkan oleh serabut sensorik cabang mandibular sampai ke

ganglion Gasseri.4
Cabang pertama ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls

protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls

sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi

menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen

supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung

menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf

yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga

berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis

saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut

bergabung menjadi cabang oftalmikus nervi trigemini. Cabang tersebut

2
menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus

kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding

tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri. Selain serebut serabut tersebut

diatas, cabang maksilar n. V. Menerima juga serabut serabut sensorik yang

berasal dari dura fosa cranii dan fossa pterigopalatinum.4


Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut

somatomotorik dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-

serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri

dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion

gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial

melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus

meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri

pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis,

cabang III N.V. bercabang dua.Yang satu terletak lebih belakang dari yang

lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun

telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah,

mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis),

glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut

eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior

muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari

serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian

bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter,

pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion

gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis

3
(untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri)

dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. 4

Gambar 1
Area Persarafan N. Trigeminus
D. Etiologi
Saat ini, terdapat tiga teori etiologi neuralgia trigeminal yang dikenal.

Pertama berdasarkan hubungan dengan penyakit, kedua, trauma langsung ke

nervus dan teori ketiga menyatakan asal polietiologi dari penyakit. Pada

umumnya sebagian besar pasien dengan neuralgia trigeminal tidak memiliki

penyebab yang pasti. 5


Karena pasien dengan neuralgia trigeminal cenderung memiliki

penyakit vaskuler seperti atherosclerosis, arterial hypertonia, beberapa peneliti

mengajukan teori vaskular sebagai salah satu etiologi. Dari hasil penelitian

ditemukan gangguan morfologikal dan fungsional pada pembuluh darah yang

meng-suply bagian perifer dan bagian sentral dari Nervus Trigeminal. Namun

belum ada bukti yang mendukung hubungan langsung antara gangguan

pembuluh darah terhadap Neuralgia trigeminal. Meskipun, secara nyata

ditemukan gangguan morfologikal namun neuralgia trigeminal tidak

4
terdiagnosis. Itulah mengapa peneliti mendukung konsep perubahan organik

atau fungsional dari pembuluh darah yang mengsuply nervus trigeminus tidak

dapat menjadi penyebab utama dari neuralgia trigeminal, namun hal tersebut

dapat mempengaruhi pathogenesis penyakit.5


Beberapa peneliti juga mengusulkan pentingnya multiple sklerosis

dalam etiologi neuralgia trigeminal, namun peneliti lain juga meperdebatkan

hal tersebut karena neuralgia trigeminal terjadi hanya 0.9% sampai 4.5% pada

pasien dengan multiple sklerosis.5


Pada studi elektrofisiologi mengindikasikan Diabetes mellitus dapat

mempengaruhi nervus trigeminal. Finestone Te la melaporkan Siantar 40

pasien dengan neuralgia trigeminal, 19 pasien (48%) mengidap DM.

sehinggan DM dapat menjadi factor penyebab neuralgia trigeminal.5


Beberapa peneliti megajukan penyebab dari neuralgia trigeminal dapat

dihubungkan dengan syndrom decompression, dan yang paling populer adalah

neurovascular compression pada jalur masuk nervus yang dapat terjadi akibat

malformasi arteriovenous. Ada banyak lesi kompresi lain yang dapat

menyebabkan lesi kompresi seperti vestibular schwannomas, meningiomas,

epidermoid cysts, tuberculoma dan beragam kista lain dan tumor. Neuralgia

trigeminal dapat terjaid akibat adanya aneurisma, agregasi pembuluh darah,

dan penyumbatan akibat arachnoiditis. 5


Peneliti juga mengajukan hipotesis alergi sebagai salah satu etiologi

dari neuralgia trigeminal. Namun hanya bukti tidak langsung yang mendukung

alergi sebagai salah satu penyebab neuralgia trigeminal. Hal ini sering

disebabkan karena peningkatan tak terduga dan irregular dari gejala klinis,

remisi dan rekuren sensitif terhadap faktor profokatif endogen dan eksogen

5
dan akhirnya peningkatan serum histamin. Peneliti memperhatikan dibawah

pengaruh beragam faktor perusak seperti dingin, tonsilitis, rinitis kronik,

sinusitis maxilla dan infalmasi kronik yang terjadi pada regio maxillofaical

dapat meng-trigger timbulnya respons imun lokal, sehingga terjadi

peningkatan sekresi IgE, mastcell yang mengalami degranulasi akan

melepaskan substansi biologi aktif seperti histamin, serotonin dan lainnya ke

ruang intercellular. Sehingga histamin yang terlepas dan berkumpul pada

nervus trigeminal selama terjadi reaksi alergi lokal memegang peranan penting

dalam patogenesis neuralgia trigeminal.5


Hipotesa lain menjelaskan tibulnya neuralgia trigeminal adalah

demielinisasi pada serabut serabut nervus trigemius, karena demielinisasi

mungkin terjadi Short circuit, sehingga impuls impuls perasaan apapun, baik

proprioseptif maupun propatik terpaksa menghantarkan listrik melalui serabut

serabut halus saja, yang sudah dikenal sebagai penghantar impuls yang
4,5
mewujudkan perasaan nyeri.

Tabel 1 : Etiologi Neuralgia Trigeminal


Luka langsung pada nervustrigeminal
Disease Related Polyetiologicorigin
Bagian perifer N.V Bagian Sentral N.V
Penyakit Hipotesis Allergi Hipotesis kompresi Semua faktor etiologi yang

vaskular, akibat penyakit neurovascular yang dapat mempengaruhi

multiple inflamasiodontogenic dapat terjadi akibat nervustrigeminal dan

sklerosis, , otolaryngological malformasiarteriovenous menyebabkan demyelinasi

Diabetes patologi dingin, dan . dan dystrofi

Mellitus, dan lainnya. vestibularschwannomas,

6
lainnya. Hipotesis sindrom meningiomas,

kompresi akibat epidermoid cysts,

penyempitan kanal tuberculomas, tumor,

osseous, trauma. aneurisma, agregasi

pembuluh darah,

danpenyumbatan akibat

arachnoiditis.

E. Patofisiologi
Patofisiologi kondisi ini masih belum dipahami, ada dua pendapat,

yang pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer sebagai penyebab

Neuralgia trigeminal dan pendapat kedua mengatakan gangguan mekanisme

sentral. Peneliti mengungkapkan neuralgia trigeminalis sebagai akibat

kompresi radiks trigeminalis oleh pembuluh darah, biasanya arteri superior

serebelli, yang melingkar dan mengelilingi bagian proksimal radiks yang tidak

bermielin segera setelah keluar dari pons. Hipotesis ini di dukung oleh

observasi bahwa keadaan bebas nyeri dapat dicapai hingga 80% pada pasien

dengan tindakan pembedahan saraf yang dikenal dengan dekompressi

mikrovaskular.6

Gangguan saraf tepi sebagai penyebab NT didukung oleh data-data klinis

berupa:

1. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V.

2. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita NT.

3. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat.

7
4. Adanya proses inflamasi pada N.V.2

Mekanisme sentral sebagai penyebab NT didukung oleh data-data klinis

sebagai berikut:

1. Adanya periode laten yang dapat diukur antara waktu stimulus

terhadap trigger poin dan onset NT.

2. Serangan tak dapat dihentikan apabila sudah berlangsung.

3. Setiap serangan selalu diikuti oleh periode refrakter dan selama

periode ini pemicu apapun tidak dapat menimbulkan serangan.

4. Serangan seringkali dipicu oleh stimulus ringan yang pada orang

normal tidak menimbulkan gejala nyeri.

5. nyeri yang menyebar keluar daerah yang diberi stimulus.2

F. Klasifikasi
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society )

membedakan NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah

semua kasus yang etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT

simptomatik dapat akibat tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis

kranii. Sebagai indikator NT simptomatik adalah defisit sensorik n.

Trigeminus, terlibatnya nervus trigeminus bilateral atau kelainan refleks

trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara NT simptomatik dengan

terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda atau kegagalan

terapi farmakologik.2
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.
Neuralgia Trigeminus Idiopatik.

8
1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang

maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.

2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul

antara beberapa detik sampai menit.

3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.

4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun, wanita lebih sering mengidap

dibanding laki-laki.2,4

Neuralgia Trigeminus simptomatik.

1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus

atau nervus infra orbitalis.

2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul

kembali.

3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf

kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).

4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak

terbatas pada golongan usia.2,4

G. Diagnosis
Kriteria diagnostik pada neuralgia trigeminal idiopatik, antara lain :
1. Bersifat paroxysmal, beberapa detik sampai 2 menit melibatkan 1 atau

lebih cabang N. Trigeminus dan memenuhi kriteria 2 dan 3.


2. Nyeri paling sedikit 1 memenuhi kriteria berikut :
a. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam.
b. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus.
3. Jenis serangan Stereotyped pada masing masing individu.
4. Tidak ada defisit neurologik.
5. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.3
Kriteria diagnostik pada neuralgia trigeminal simptomatik, antara lain :

9
1. Bersifat paroxysmal, beberapa detik sampai 2 menit melibatkan 1 atau

lebih cabang N. Trigeminus dan memenuhi kriteria 2 dan 3.


2. Nyeri paling sedikit 1 memenuhi kriteria berikut :
a. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam.
b. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus.
3. Jenis serangan Stereotyped pada masing masing individu.
4. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan

struktural yang nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau

eksplorasi fossa posterior.3

Stimulasi atau perangsangan pada wajah, bibir, atau gusi seperti

berbicara, makan (mengunyah), bercukur, sikat gigi, sentuhan atau bahkan

aliran angin dapat menimbulkan neuralgia trigeminal dengan sifatnyeri seperti

teriris atau tersengat listrik. Trigger zone dapat berukuran beberapa milimeter

persegi, atau besar dan diffus. Nyeri umumnya dimulai dari zona trigger

namun bisa juga di tempat lain. Sekitar 17% pasien mengalami nyeri tumpul

selama beberapa hari sebelum onset nyeri paroksismal dikenal sebagai

pretrigemnal neuralgia.1

Tidak ada tes spesifik terhadap neuralgia trigeminal. Studi pencitraan

seperti computed tomography(CT) scans ataumagnetic resonance imaging

(MRI) dapat membantu menegakkan diagnosis dengan mengeliminasi

penyebab lain timbulnya nyeri. High-definition MRI angiography dari nervus

trigeminal dan batang otak dapat menyemukan kompresi nervus trigeminal

oleh arteri atau vena.Praktisi juga dapat menegakkan diagnosis dengan

pemberian Carbamazepine untuk melihat apakah nyerinya menghilang. Jika

10
menghilang, maka hal tersebut menjadi bukti positif untuk menegakkan

diagnosis neuralgia trigeminal.1

H. Pengobatan
1. Farmakologi
Jika sudah yakin bahwa hanya neuralgia saja yang ditemukan tanpa

gejala defisit sensibilitas atau motorik, maka pengobatannya terdiri dari

bermberiancarbamazepine (Tegretol, Geigy). Dimulai dengan tiga kali 100

mg carbamazepine (1 tablet Tegretol) sehari, bila perlu dosis dapat

dinaikkan sampai tiga kali 1 2 tablet sehari. Pada dosis tinggi, pasien

menjadi lemas dan pusing.7


Alergi obat dapat timbul dalam bentuk eksantema. Gejala efek

samping ini tidak terkait pada dosis. Obat lain yang juga bermanfaat

adalah clonazepam (Rivotril, Roche). Baik Tegretol maupun Rivotril

adalah obat anti konvulsi. Dosis clonazepam untuk memberantas

neuralgia adalah 3 -4 dd - 1 mg.Pada umumnya hasil pengobatan baik,

sehingga kasus yang dahulu dianjurkan untuk tindakan pembedahan,

sekarang hampir tidak ada lagi. 7


Apabila carbamazepine 1200 mg sehari tidak menolong, dapat

diberikan kombinasi carbamazepine dengan phenylhydantoin (Dilantin,

Parke Davis) misalnya 3 x sehari.7


Terapi farmakologi lain yang dapat diberikan antara lain,

Okskarbasepin 600 2400 mg/ hari, Gabapentin 1200 3600 mg/hari,

Fenitoin 200 400 mg/hari, Lamotrigin 150 400 mg/hari, Baklofen 30

80 mg/hari.3

11
Pasien dapat bebas dari neuralgia idiomatik tanpa menggunakan

obat. Tetapi sewaktu waktu bisa kambuh lagi. Stress fisik dan mental

dapat mempermudah timbul kembalinya serangan neuralgia.7


2. Operasi
Tindakan operasi umumnya dilakukan pada pasien dengan nyeri

yang tidak menghilang dengan terapi farmakologi minimal dengan 3 obat

termasuk di dalammnya carbamazepine. Status medis dan usia pasien

harus menjadi bahan pertimbangan sebelum dilakukan operasi. Efek

samping dan kontra indikasi dapat menjadi alasan pertimbangan tindakan

operasi. Studi menunjukkan hasil yang baik pada pasien yang diberikan

tindakan operasi dan menganjurkan operasi dilakukan cepat pada pasien

dengan neuralgia trigeminal. Saat ini tidak ada standar protokol untuk

menentukan waktu optimal untuk melakukan tindakan operasi.8


Beberapa jenis tindakan operasi antara lain : Peripheral

neurectomy, Ablative procedures (Radiofrequency ablation. Balloon

Compression. Glycerol Injection.Radio surgery-Gamma knife

surgery),Open procedures (Microvascular Decompression, Trigeminal root

section).8

Pada prosedur perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus

bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan streptomisin,

lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah rhizotomi melalui

foramen ovale dengan radiofrekwensi termoregulasi, suntikan gliserol atau

kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife

merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus

12
di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai

nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh

darah yang menekan nervus trigeminus.2

I. Diagnosis Banding
Berikut adalah beberapa diferensial diagnosis neuralgia trigeminal :
1. Dental pathology.
2. Temporomandibular joint dysfunction.
3. Migrain.
4. Giant cell arteritis (temporal arteritis)
5. Cluster headaches.
6. Multiple sclerosis dan gangguan myelin lainnya.
7. AneurysmPembuluh darah
8. Tumourpada fossa posteriorcontohnya meningiomas.
9. Kista arachnoidpada cerebellopontine angle.
10. Neuralgia Posthepetika
11. Neuralgia Nasalis atau sindrom charlin.4,9

J. Prognosis
Neuralgia Trigeminal tidak mengancam nyawa, 1 : 3 pasien akan

mengalami gejala ringan dan beberapa hanya akan mengalami satu episode

serangan. Banyak pasien mengalami periode remisi tanpa nyeri selama

beberapa bulan hingga tahun. namun gangguan ini cenderung untuk

memburuk seiring dengan berjalannya waktu.1,9

13
Laporan Kasus RSUD DAYA

Oleh: Anita Octaviani Lestary

Supervisor: dr. Anastasia Juliana, Sp. S

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AB No Registrasi : 155284

Jenis Kelamin : Laki-laki Nama RS : RSUD DAYA

Umur : 72 tahun

Agama : Islam

Alamat : BTN.Hartako

Tgl. MRS : 22 Maret 2016

Dokter : dr. Anastasia Juliana, Sp. S

B. ANAMNESISs

Keluhan Utama : Nyeri pada wajah sebelah kanan

Anamnesis Terpimpin:

Keluhan nyeri pada wajah sejak kemarin siang. Keluhan nyeri pada wajah

sebelah kanan dirasakan menjalar pada pipi, dahi, sekitar mata, dan rahang bawah

sebelah kanan. Nyeri diakui pasien seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas

terutama jika tersentuh. Nyeri dirasakan pasien terus menerus hampir setiap hari.

Keluhan pada wajah sebelah kiri disangkal pasien. Keluhan kelainan pada

pendengaran disangkal. Pasien mengaku beberapa kali mengalami kejadian serupa

secara berulang-ulang sejak 2 tahun lalu.

14
Anamnesis Sistematis :

Demam (-), mual (+), muntah (+) sakit kepala (-), kelemahan ekstremitas

(-), BAK biasa, BAB biasa.

Riwayat Pengobatan :

Tidak ada

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Neuralgia trigeminal

C. PEMERIKSAAN FISIS

Status Generalis : kompos mentis

Status Vitalis : T = 150/90 mmHg

N = 84 x/menit, A. radialis, reguler.

P = 20 x/menit, tipe thoracoabdominal

S = 360 C axilla

Kepala : Konjungtiva : Anemis (-/-), Sklera : ikterus (-/-), mata

cekung (-/-), bibir : kering (-), sianosis (-)

Leher : Pemeriksaan kelenjar getah bening dalam batas normal, massa

tumor (-), nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi

trakea (-), DVS = R-2cm H2O posisi berbaring.

Thoraks:

a. Inspeksi : Simetris (ka=ki), tidak menggunakan otot bantu napas,

hematom (-), jejas (-), jaringan sikatrik (-)

15
b. Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus (ka=ki),

krepitasi (-)

c. Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS VI dextraanterior.

d. Auskultasi: Bunyi Pernapasan : Vesikuler

BT = Rh: Wh :

Jantung:

a. Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak


b. Palpasi :Ictus Cordis tidak teraba
c. Perkusi : Pekak relatif, batas jantung:

Kanan atas : ICS II linea parasternalis dexter

Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinister

Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dexter

Kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinister

d. Auskultasi:Bunyi jantung I/II murni regular, bising (-).

Abdomen :

a. Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, jejas (-).


b. Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.
c. Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), Hepar (ttb), Lien (ttb)
d. Perkusi : Tympani

Ektremitas : Edema (-), fraktur (-), deformitas (-).

Lain-lain : Genitalia dan anus dalam batas normal.

Pemeriksaan Psikiatris :

Emosi dan effek : tidak dilakukan

Proses berfikir : tidak dilakukan

16
Kecerdasan : tidak dilakukan

Penyerapan : tidak dilakukan

Kemauan : tidak dilakukan

Psikomotor :tidak dilakukan

Status Neurologis: GCS: E4 M6 V5

1. Kepala :
Posisi : Di tengah
Penonjolan :-
Bentuk/ukuran :Normocephal
Auskultasi :-
2. NervusCranial:
N.I (Olfaktorius) :Penghidu

N.II (Optikus) : OD OS
Ketajaman penglihatan : Tidak dilakukan Tidak

dilakukan
Lapangan penglihatan : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III, IV, VI:
Celah kelopak mata: OD OS
Ptosis: N N
Exoftalmus : - -
Pupil: OD OS
Ukuran/bentuk : Bulat, 2,5 mm Bulat 2,5 mm
Isokor/anisokor: Isokor Isokor
Refleks cahaya langsung: + +
Tak langsung : + +
Refleks akomodasi : + +
Gerakan bola mata: OD OS
Nistagmus : - -
N.V (Trigeminus):
Sensorik
N.VI :N/N
N.V2 : Hiperestesi / N
N.V3 : Hiperestesi /N
Motorik
Gerakan membuka dan menutup mulut baik
N. VII (Facialis):
Motorik gerakan mimik: Tidak dilakukan
Pengecap 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan

17
N.VIII (Auskultasi):
Pendengaran : Normal
Tes Rinne/weber :Tidak dilakukan
Fungsi vestibularis : Normal

N. IX/X (Glossopharingeus/vagus):
Posisi arcus pharings (istirahat/AAH) : Di tengah
Reflex telan/muntah : Tidak dilakukan
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : Tidak dilakukan
Suara : Tidak dilakukan
Takikardi/bradikardi : Tidak dilakukan
N. XI (Accecorius):
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : Normal
Angkat bahu : Tidak dilakukan
N. XII (Hypoglosus):
Deviasi lidah : Tidak ada
Fasciculasi : Tidak Ada
Atrofi : Tidak Ada
Tremor : Tidak Ada
Ataxia :-
3. Leher:
Tanda-tanda perangsangan selaput otak :
Kaku kuduk : -/-
Kernigs sign : -/-
Kelenjar limfe : Tidak teraba
Arteri karotis :
Palpasi : Normal
Auskultasi : Tidak Dilakukan
Kelenjar gondok : Tidak Ada
4. Abdomen:
Refleks kulit dinding perut : +
5. Kolumna vertebralis :
Inspeksi : Normal
Pergerakan : Normal
Palpasi : Normal
Perkusi : Normal
6. Ekstremitas: Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri

Motorik: N N N N

Pergerakan: N N N N

Kekuatan: N N N N

18
Tonus otot: N N N N

Bentuk otot: N N N N

Otot yang terganggu: -

Refleks Fisiologik:

Biceps : NN KPR: NN

Triceps : NN APR: NN

Refleks Patologik

Hoffman-Tromner: - -

Babinski: - -

Oppenheim: - -

Sensibilitas : tidak dilakukan

Ekstroseptif:

Nyeri: tidak dilakukan


Suhu : tidak dilakukan
Rasa raba halus:tidak dilakukan

Proprioseptif:

Rasa sikap: tidak dilakukan


Rasa nyeri dalam:tidak dilakukan

Fungsi kortikal :

Rasa diskriminasi:tidak dilakukan


Stereognosis:tidak dilakukan
7. Pergerakan abnormal yang spontan : -
8. Gangguan koordinasi :
Tes jari hidung : Tidak dilakukan
Tes pronasi supinasi : Tidak dilakukan
Testumit : Tidak dilakukan
Tes pegang jari : Tidak dilakukan
9. Gangguan keseimbangan:
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Tes Gait : Tidak dilakukan.

19
10. Pemeriksaan fungsi luhur :
Memori :tidak dilakukan
Fungsi bahasa :tidak dilakukan
Visuospasial :tidak dilakukan
Fungsi eksekutif :tidak dilakukan
Fungsi psikomotorik (praksia) :tidak dilakukan
Kalkulasi :tidak dilakukan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM

Tidak dilakukan

2. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Tidak dilakukan

E. RESUME
Pasien seorang laki-laki 72 tahun datang ke polikinik saraf RSUD DAYA

dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak kemarin siang. Keluhan

nyeri pada wajah sebelah kanan dirasakan menjalar pada pipi, dahi, sekitar mata,

dan rahang bawah sebelah kanan. Nyeri diakui pasien seperti seperti ditusuk-tusuk

dan terasa panas terutama jika tersentuh. Nyeri dirasakan pasen terus menerus

hampir setiap hari. Riwayat dengan keluhan yang serupa sejak 2 tahun lalu dan

sering residif.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan ganggaun sensoris berupa hiperestesi

pada nervus trigeminal cabang 2 dan 3 sebelah kanan.


F. DIAGNOSA

Diagnosa Klinis : Hiperestesi wajah sebelah kanan

Diagnosa Topis : N. trigeminus

Diagnosa Etiologi : Neuralgia trigeminal

G. DIAGNOSA BANDING

20
Sindrom Costen

Tumor

Post Herpetik Neuralgia

H. TERAPI
- Bamgetol 2 x
- Amlodipine 5 mg 1-0-1
- Ranitidin 2 x 1

I. PROGNOSA
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam

J. DISKUSI

Pasien adalah seorang laki-laki 72 tahun dengan keluhan nyeri pada wajah

sebelah kanan sejak kemarin siang. Keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan

dirasakan menjalar pada pipi, dahi, sekitar mata, dan rahang bawah sebelah kanan.

Nyeri diakui pasien seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas terutama jika tersentuh.

Nyeri dirasakan pasien terus menerus hampir setiap hari. Keluhan pada wajah

sebelah kiri disangkal pasien. Keluhan kelainan pada pendengaran disangkal.

Pasien mengaku beberapa kali mengalami kejadian serupa secara berulang-ulang

sejak 2 tahun lalu.

Keadaan umum pasien saat dibawa ke POLI neurologi RSUD DAYA

adalah kesadaran kompos mentis, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 84x/mnt,

pernafasan 20x/mnt, suhu 36,30C. Sensorik N.VI : N / N, N.V2: Hiperestesi /

N, N.V3 :Hiperestesi / N.

21
Suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang seperti

tersengat listrik yang paroksismal dan terjadi selama beberapa detik sampai di

bawah satu menit adalah neuralgia trigeminal. Disebut neuralgia trigeminal karena

nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf

trigeminal. Pada pasien ini cabang yang terkena adalah cabang 2 dan 3 kanan

yaitu maksillaris dan mandibularis sehingga pasien merasakan sakit di daerah

pipi, dahi, sekitar mata, dan rahang bawah sebelah kanan yang merupakan daerah

persarafan dari N.V2 dan N.V3. Penyakit ini sering terjadi pada wanita dibanding

laki-laki dengan perbandingan 1,5:1.1 Biasanya timbul pada dekade 5-6 serta lebih

sering terjadi pada sisi kanan dibanding sisi kiri dengan perbandingan 3:2.1

Rasa nyeri yang terjadi disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf

trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf

trigeminal yang diakibat oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus

tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di

dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia tepat pada

pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. 2Berdasarkan umur dan jenis

kelamin pasien pun pasien memiliki resiko untuk terjadi dekompresi pada saraf

trigeminal oleh arteri (yang tersering arteri serebellaris anterior atau arteri

serebellaris anterior2) sehingga mengakibatkan nyeri. Berdasarkan penyebab nyeri

yang dialami oleh pasien maka dapat digolongkan sebagai neuralgia trigeminal

idiopatik atau neuralgia trigeminal primer. Sedangkan neuralgia trigeminal

sekunder atau neuralgia simtomatik biasanya diakibatkan oleh tumor metastasis,

infark pontine, multiple sclerosis, arteri-vena malformasi, dan lain-lain.3

22
Sampai sekarang tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia

trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti CT scan dan MRI dilakukan bukan

untuk menegakkan diagnosis melainkan untuk menyingkirkan kemungkinan

adanya penyebab nyeri wajah lain. Kunci diagnosis adalah riwayat serangan

sebelumnya. Khas gejala dari trigeminal neuralgia adalah serangan paroksismal

berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit, nyeri menyebar sepanjang satu

atau lebih dari cabang nervus trigeminus, onset danterminasinya tiba-tiba, kuat,

tajam, superfisial, serasa menikam atau membakar, intensitas nyeri hebat dan

biasanya unilateral, nyeri dapat dipicu oleh trigger zone yang terletak kontra atau

ipsilateral, serangan bersifat stereotipik, tidak ada kelainan neurologis lain, di

antara serangan tidak ada gejala sama sekali.Berdasarkan hasil anamnesis yang

didapatkan dari pasien gejala khas dari trigeminal neuralgia di atas semuanya

dialami oleh pasien sehingga menguatkan diagnosis neuralgia trigeminal.3

Obat untuk mengatasi neuralgia trigeminal biasanya cukup efektif. Obat

ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak sehingga nyeri berkurang.

Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain carbamazepine (tegretol).

Carbamazepine yang merupakan terapi lini pertama efektif dalam pengendalian

nyeri. Pasien dengan penyakit seperti ini juga seringkali mengalami keadaan

depresi karena sakitnya yang luar biasa sehingga pemberian obat anti-depresan

seperti amitriptiline dibenarkan. Jika memang terapi farmakologi tidak lagi efektif

atau memiliki efek samping yang mambahayakan pasien maka terapi bedah dapat

dilakukan contohnya Gamma-Knife dan Microvascular Decompression.4

23
Neuralgia trigeminal memiliki diferensial diagnosis yaitu neuralgia

postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi pada pasien tidak

didapatkan adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada

neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas

pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama di mana pada

pasien N.V1 kiri dan kanan normal.5

Selain neuralgia postherpetikum diferensial diagnosis yang lain adalah

sindrom costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan

pelipis saat mengunyah dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu

oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular

dan maloklusi gigi. Pasien juga pernah melakukan pengobatan ke dokter gigi

namun dinyatakan tidak ada kelainan.5

Penyakit ini tidak mengancam nyawa tapi kurang baik karena sering residif

dan dapat membuat pasien depresi karena nyeri yang spontan dapat timbul karena

aktivitas sehari-hari dan membuat pasien tidak mampu berbuat apa-apa karena

kesakitan luar biasa.

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Chamberlin SL, Narins B. The Gale Encyclopedia of neurological Disorder.

United State: Thomson Gale; 2005.


2. Sunaryo, Utoyo. Neuralgia Trigeminal. Seminar Sehari PDGI

CabangProbolinggo. Probolinggo;2010
3. Sjahrir, Hasan. KonsensusNasional II

DiagnostikdanPenatalaksanaanNyeriKepala. PERDOSSI;2005.
4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologidasarklinis. Jakarta: Dian Rakyat; 2010.
5. Sabalys G, Juodzbalys G, Wang HL. Aetiology and Pathogenesis of

Trigeminal Neuralgia: a Comprehensive Review. Journal of oral and

maxillofacial research. 2012;3.

25
6. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topikneurologiDUUS :anatomi, fisiologi,

tanda, gejala. Jakarta: EGC; 2010.


7. Sidharta, Priguna. NeurologiKlinisDalamPraktekUmum. Dian Rakyat.

Jakarta:2014
8. Sreenivasan P, Raj SV, Ovallath S. Treatment Options in Trigeminal Neuralgia

an Update. Eur J Gen Med. 2014;11.


9. Rull G, Tidy C. Trigeminal Neuralgia. Patient. 2014;23.

26

Anda mungkin juga menyukai