DERMATITIS ATOPIK
Oleh :
Muhamad Faqih
19360120
Pembimbing :
dr. Resati Nando Panonsih, M.Sc., Sp.KK
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 3 tahun
Alamat : Bandar Lampug
Pekerjaan :-
Status : Belum menikah
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan aloanamnesis dilakukan dengan Os pada tanggal 20 Agustus
2019 pukul 11.00 WIB.
1. Keluhan Utama
Gatal pada daerah jari kaki dan sejak 1 minggu yang lalu.
2. Keluhan Tambahan
Gatal hebat dan perih akibat garukan pada hampir seluruh jari kaki dan 1 jari
tangan.
6. Riwayat Pengobatan
-
IX. PROGNOSIS
a. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
c. Quo ad Sanasionam : dubia ad bonam
d. Quo ad Cosmeticam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang bersifat kronik residif
disertai rasa gatal yang hebat serta eksaserbasi kronik dan remisi, dengan etiologi
yang multifaktorial. Penyakit ini biasanya dihubungkan dengan penyakit alergi lain
seperti asma bronkial dan rhinokonjungtivitis alergi.
II. ETIOLOGI
III EPIDEMIOLOGI
IV . PATOGENESIS
- Faktor genetik
Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada penderita yang mempunyai
riwayat atopi dalam keluarganya. Kromosom 5q31-33 mengandung kumpulan
familygen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel TH2.
Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan penting dalam ekspresi dermatitis atopik.
Perbedaan genetik aktivitas transkripsi gen IL-4 mempengaruhi presdiposisi
dermatitis atopik.Ada hubungan yang erat antara polimorfisme spesifik gen kimase
sel mas dengan dermatitis atopik, tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis
alergik.
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa kelainan atopik lebih banyak diturunkan
dari garis keturunan ibu daripada garis keturunan ayah. Sejumlah survey berbasis
populasi menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki atopik lebih besar ketika
ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya. Darah tali pusat IgE cukup tinggi pada
bayi yang ibunya atopik atau memiliki IgE yang tinggi, sedangkan atopik paternal
atau IgE yang meningkat tidak berhubungan dengan kenaikan darah tali pusat IgE.
- Faktor imunologi
Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik,
yang diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Beberapa parameter
imunologi dapat diketemukan pada dermatitis atopik, seperti kadar IgE dalam serum
penderita pada 60-80% kasus meningkat, adanya IgE spesifik terhadap bermacam
aerolergen dan eosinofilia darah serta diketemukannya molekul IgE pada
permukaan sel langerhans epidermal.Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik
antara dermatitis atopik dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan
dermatitis atopik mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik.
Pada individu yang normal terdapat keseimbangan sel T seperti Th1, Th 2,
Th 17, sedangkan pada penderita dermatitis atopik terjadi ketidakseimbangan sel T.
Sitokin Th2 jumlahnya lebih dominan dibandingkan Th1 yang menurun.Hal ini
menyebabkan produksi dari sitokin Th 2 seperti interleukin IL-4, IL-5, dan IL-13
ditemukan lebih banyak diekspresikan oleh sel-sel sehingga terjadi peningkatan IgE
dari sel plasma dan penurunan kadar interferon-gamma.Dermatitis atopik akut
berhubungan dengan produksi sitokin tipe Th2, IL-4 dan IL-13, yang membantu
immunoglobulin tipe isq berubah menjadi sintesa IgE, dan menambah ekspresi
molekul adhesi pada sel-sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan dalam
perkembangan dan ketahanan eosinofil, dan mendominasi dermatitis atopik kronis.
- Faktor lingkungan dan gaya hidup
Berbagai faktor lingkungan dan gaya hidup berpengaruh terhadap pravelensi
dermatitis atopik. Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada status sosial yang
tinggi daripada status sosial yang rendah. Penghasilan meningkat, pendidikan ibu
makin tinggi, migrasi dari desa ke kota dan jumlah keluarga kecil berpotensi
menaikkan jumlah penderita dermatitis atopik.
Faktor-faktor lingkungan seperti polutan dan alergen-alergen mungkin
memicu reaksi atopik pada individu yang rentan. Paparan polutan dan alergen
tersebut adalah :
1) Polutan : Asap rokok, peningkatan polusi udara, pemakaian pemanas
ruangan sehingga terjadi peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara,
penggunaan pendingin ruangan.
2) Alergen :
- Aeroalergen atau alergen inhalant seperti tungau debu rumah, serbuk sari buah,
bulu binatang, jamur kecoa
- Makanan seperti susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum
- Mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, P.ovale,
Candida albicans,Trycophyton sp.
- Bahan iritan seperti wool, desinfektans, nikel, peru balsam.
V. GAMBARAN KLINIS
VI. DIAGNOSIS
VIII. PENATALAKSANAAN
IX. KOMPLIKASI
Barier kulit yang rusak, respon imun yang abnormal, penurunan produksi
peptida antimikroba endogen, semua presdiposisi mempengaruhi penderita
dermatitis atopik terkena infeksi sekunder. Infeksi kutan ini dapat menimbulkan
lebih resiko yang serius pada bayi dan pada waktu mendatang akan berpotensi untuk
infeksi sistemik. Penderita dermatitis atopik juga sangat rentan dengan infeksi virus,
yang paling berbahaya adalah herpes simplex dengan penyebaran luas dapat
mengakibatkan ekzema hepetikum yang dapat terjadi pada semua usia.
Komplikasi pada mata juga dihubungkan dengan dermatitis kelopak mata
dan blepharitis kronis yang umumnya terkait dengan dermatitis atopik dan dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan dari jaringan parut kornea.
Keratokonjungvitis atopik biasanya bilateral dan dapat memiliki symptom seperti
rasa gatal dan terbakar pada mata, mata berair dan mengeluarkan diskret yang
mukoid.
X. PROGNOSIS
Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita dermatitis
atopik.Ada kecenderungan perbaikan masa spontan pada masa anak dan sering ada
yang kambuh pada masa dewasa. Sebagian kasus menetap pada usia diatas 30 tahun.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik pada dermatitis
atopik adalah :
- Dermatitis atopik luas pada anak
- Menderita rhinitis alergik dan asma bronkial
- Riwayat dermatitis atopik pada orang tua dan saudara kandung
- Awitan dermatitis atopik pada usia muda
- Anak tunggal
- Kadar IgE serum sangat tinggi
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda S,Sularsito SA. Dermatitis Atopik. Dalam: Djuanda A,editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi ke- 6. Jakarta: FK UI; 2007. h.138-47.
2. Leung DYM, Eichenfield LF, Bogunewwicz M. Atopic dermatitis (atopic eczema).
Dalam: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DA, ed.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill;
2008. h. 146-57.
3. Kabulrahman. Penyakit Kulit Alergi. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2003. h.10-12.
4. Kariosentono H. Dermatitis Atopik (eksema). Surakarta: Lembaga Pengembangan
Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS; 2006 . h. 1-28.
5. Atopic Dermatitis, Eczema, and Non Infectionus Immunodeficiency Disorders. Dalam:
William D James M, Timothy G Berger M, Dirk M Elston M, editors. Andrews'
Disease of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Philadelphia, USA: Saunders
ELsevier; 2011. h. 62-9.
6. Kim BS. Atopic Dermatitis. Medscape. [Internet] 2014 [diperbarui: 21 Januari 2014;
disitasi 28 Januari 2014]. Terdapat pada :
http://emedicine.medscape.com/article/1049085overview#showall
7. Charman RC, William HC. Epidemiology of Atopic Dermatitis. Dalam: Leung DYM,
Bieber Thomas editors. Atopic Dermatitis. USA: Marcel Dekker; 2002. h. 21-36.
8. Burns T. Rook’s Textbook dermatology edisi ke-8. Blackwell Publishing; 2010. h. 24-
40.
9. Remitz A, Sakari Reitamo. The Clinical Manifestations of Atopic Dermatitis. dalam:
Reitamo S, Thomas A, Martin S. Text Book of Atopic Dermatitis. UK: Informa
Healthcare; 2008. h.1-11.
10. Werfel T. Classification, Clinical features and Differential Diagnosis of Atopic
Dermatitis. dalam: Werfel T, W. Kiess, J. M. Spergel. Atopic Dermatitis in Childhood
and Adolescence Vol 15. Switzerland: Karger publisher; 2011. h. 2-20.
11. Sugito TL. Penatalaksanaan Terbaru Dermatitis Atopik. Dalam : Boediardja SA,
Sugito TL, Indriatmi W, Devita M, Prihianti S,editor. Dermatitis atopik. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2009. p. 39-55.