Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

F20.0 SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun Oleh
Farah Dhaifina Fitri I4061191021

Pembimbing
dr.I Nyoman Mudana, M. Biomed, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
SMF ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SUNGAI BANGKONG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:


F20.0 Skizofrenia Paranoid

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa

Pontianak, Januari 2021


Pembimbing Disusun oleh,

dr.I Nyoman Mudana, M. Biomed, Farah Dhaifina Fitri


Sp.KJ

1
BAB I
PENYAJIAN KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 44 tahun
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh Lepas
Alamat : Jl. Selat Panjang, Siantan Hulu
Status Pernikahan : Cerai Mati
Masuk ke RS : 08 Januari 2020

1.2. RIWAYAT PSIKIATRIK


A. Keluhan Utama
Pasien datang dalam keadaan bingung.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis tanggal 08 Januari 2021
Pasian datang diantar keluarganya dalam keadaan bingung dan tidak mau
berbicara. Pasien dalam kondisi lemas dan tampak mengantuk karena belum
makan dan tidur selama kurang lebih 7 hari. Pasien langsung berbaring ketika
sampai di IGD RSJD Sungai Bangkong dan memejamkan matanya. Pasien
tidak merespon ketika ditanya. Ketika pasien membuka matanya, pasien
menatap dengan pandangan kosong dan kemudian langsung menutup
matanya menggunakan kain. Pakaian psien tampak lumus dan lusuh. Hingga
pasien dibawa ke ruang inap, pasien tidak berbicara dan tidak merespon
sepatah katapun pertanyaan dari pemeriksa.

2
Alloanamnesis tanggal 08 Januari 2021
Adik pasien mengatakan bahwa pasien sudah hampir 7 hari ini tidak mau
makan dan tidur meski dipaksa. Beberapa malam sebelumnya, adik pasien
mengatakan bahwa sering melihat pasien keluar sendiri pada malam hari dan
pergi ke kuburan. Sepulang dari kuburan pasien sering membawa sampah dan
berbicara pada sampah yang dibawanya. Pasien juga sering mengurung diri
di kamarnya berhari-hari. Pasien sering termenung, sedih dan berbicara
sendiri bahkan pernah hampir membakar kamarnya. Adik pasien juga
mengatakan bahwa pasien sering curiga terhadap tetangga di sekitar rumah
bahwa orang-orang tersebut membenci dan sering membicarakan keburukan
pasien dibelakangnya. Padahal oleh pihak keluarga sebenarnya hal tersebut
tidaklah benar. Keluarga juga mengatakan pasien memiliki ambisi yang
sangat tinggi dan hampir tidak masuk akan dan sampai sekarang hal tersebut
belum terjadi sesuai keinginan pasien. Keluarga mengatakan, hal tersebut
keadaan ni terjadi pada pasien sekitar sejak 1 tahun lebih yang lalu setelah
istri pasien meninggal. Pasien terlihat sedih dan tidak memiliki semnagat
hidup. Keluarga juga mengatakan bahwa selama ini istrinyalah yang
menanggung hidup pasien. Keluarga pasien juga mengatakan pasien tidak
memiliki anak dari pernikahannya dengan mendiang istrinya.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
2.1. Riwayat gangguan psikiatri
Pasien belum pernah melakukan pengobatan atau dirawat sebelumnya di
RSJD Sungai Bangkong.

2.2. Kondisi medis umum


Pasien dan keluarga pasien menyangkal adanya riwayat trauma kepala,
kejang demam, penyakit organic lainnya.

2.3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif


Pasien tidak pernah menggunakan zat-zat terlarang.

3
D. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat yang sama seperti pasien.

E. Riwayat kehidupan pribadi


1. Prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak pertama dari 7 bersaudara.
2. Masa kanak-kanak awal
Perkembangan pasien sama dengan perkembangan anak seusianya.
3. Masa kanak pertengahan
Perkembangan dan pertumbuhan pasien sesuai dengan anak seusianya.
Pasien mengaku sering berpindah-pindah sekolah saat SD. Pasien tidak
mengakui alasan pasti mengapa ia sering berpindah-pindah sekolah saat
SD.
4. Riwayat masa kanak akhir dan remaja
Pasien menikah di usia 23 tahun. Pasien mengakui bahwa istrinya adalah
satu-satunya orang yang paling mengerti keadaan pasien.

F. Riwayat Masa Dewasa


1. Pendidikan
Pasien hanya bersekolah hingga SD.
2. Pekerjaan
Pasien sebelumnya bekerja sebagai tukang kayu.
3. Perkawinan
Pasien menikah di usia 23 tahun dan telah menikah kurang lebih 13 tahun
yang lalu. Istrinya meninggal sekitar 1 tahun yang lalu. Pasien tidak
mempunyai anak dari pernikahannya dengan istrinya
4. Agama
Pasien mengaku taat ibadah. Namun, semenjak banyak pikiran dia mulai
kurang dalam beribadah.
5. Aktivitas social

4
Pasien jarang mengikuti aktivitas social karena pasien merasa bahwa
orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya tidak menyukai
keberadaanya.
6. Riwayat militer
Riwayat militer disangkal
7. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum
8. Riwayat psikoseksual
Pasien mulai berhubungan seksual sejak ia menikah dengan istrinya.

G. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien tinggal serumah dengan ibu dan adiknya. Pasien mengatakan lebih
menyukai tinggal di dalam kamar dan melakukan segala aktivitas disana
daripada harus berhubungan dengan orang luar. Pasien mengatakan dia orang
baik dan tidak pernah menyakiti siapapun.

H. Impian Fantasi dan Nilai-Nilai


Pasien sering bermimpi buruk didatangkan oleh makhluk halus dan seperti
nyata.
I. Persepsi Keluarga tentang Pasien
Keluarga pasien terutama ibu dan adik pasien sangat mendukung pengobatan
pasien dan berharap agar pasien dapat menjadi sembuh dan dapat
menjalankan aktivitas seperti biasanya.
1.3. STATUS PSIKIATRIKUS
Diperiksa tanggal 08 Januari 2021.
A. Deskripsi umum
1. Penampilan: Roman wajah sedih, tampak lusuh
2. Konsentrasi dan perhatian: Tidak mudah dialihkan
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor: janggal/kikuk
4. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif dan berhati-hati

5
B. Pembicaraan
Relevan, fasih, kontak kurang

C. Mood, afek, dan keserasian


1. Mood : hipotimik
2. Afek : menyempit
3. Kesesuaian : sesuai

D. Pikiran/proses pikir
1. Bentuk : logis non realistic
2. Arus : koheren, sirkumstansial
3. Isi : waham curiga (+), thought of insertion (+) thought of
control (+).

E. Persepsi
Halusinasi visual (+), auditori (+), ilusi (-)

F. Sensorium dan kognisi


1. Taraf kesadaran
Kuantitas : E4V5M6
Kualitas : Compos Mentis
2. Orientasi
Waktu : Baik, tidak terganggu
Tempat : Baik, tidak terganggu
Orang : Baik, tidak terganggu
3. Daya ingat
Jangka panjang : Baik, tidak terganggu
Jangka pendek : Baik, tidak terganggu
Segera : Baik, tidak terganggu
4. Pengetahuan umum : Baik
5. Kemampuan membaca dan menulis: Baik, sesuai dengan tingkat
pendidikan

6
6. Kemampuan visuospasial: Baik
7. Kemampuan berpikir abstrak: Baik
8. Bakat, kreatif : hobi berjalan kaki keliling lingkungan
9. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik, tidak terganggu

G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls baik

H. Daya nilai dan tilikan


1. Kesan nilai sosial : Baik
2. Daya nilai realita : Terganggu
3. Tilikan :2

I. Taraf Dapat Dipercaya


Kurang dapat dipercaya

1.4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. Pemeriksaan tanda vital
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 117/86 mmHg
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
Frekuensi nadi : 98 x/menit
Frekuensi napas : 18 x/menit
Suhu : 36,5oC
BB : 60 kg
TB : 166 cm
BMI : 21,8
Gizi : Kesan: baik
B. Status Generalis
Kulit : Warna kulit sawo matang, sianosis (-)
Kepala : Deformitas (-), luka lecet (-)
Rambut : Pendek, warna hitam gelap

7
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Deviasi septum nasi (-), perdarahan (-), mukosa hidung
hiperemik (-),
Gigi dan Mulut : Mukosa baik, pembengkakan (-), nyeri (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening leher (-)
Jantung : Bunyi jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing
(-/-), sonor di kedua lapang paru
Abdomen : Supel, bising usus 10x/menit, nyeri tekan (-)
Punggung : Simetris (+), deformitas (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-/-)

C. Status Neurologi
1) Glasgow Coma Scale (GCS)
E4M6V5 = 15
2) Pupil
Bulat (+), Isokor (+), diameter 3mm/3mm
Refleks cahaya Langsung (+/+), dan Tidak langsung (+/+)
3) Tanda Rangsang Meningeal (TRM)
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig : (-)
Lasegue : (-)
4) Pemeriksaan Motorik :
5555 5555
5555 5555
5) Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Biseps : (++/++)
Triceps : (++/++)
Patella : (++/++)
Tendo achilles : (++/++)

8
6) Refleks Patologis
Babinski : (-)
Oppenheim : (-)
Chaddock : (-)
Tromner : (-)
Hoffman : (-)
7) Pemeriksaan Sensorik
Sensibilitas : Baik
8) Pemeriksaan Saraf Otonom
Inkontinensia alvi dan urin (-)

D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
I Hematologi
1 Hemoglobin 13,8 g/dl 13,0 - 18,0
2 Eritrosit 4,3 106/ul 4,0 - 5,5
3 Leukosit 9,4 103/ul 4,0 - 10
4 Hematokrit 39,4 % 38,0 – 51,0
5 Trombosit 251 103/ul 150-450

1.5. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis 1 : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis 2 : Z03.2 Tidak ada diagnosis
Aksis 3 : Tidak ada
Aksis 4 : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Aksis 5 : GAF 80-71 Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam social, pekerjaan, sekolah, dll

1.6. PENATALAKSANAAN
a. Hospitalisasi
Rawat inap agar dapat dipantau perkembangannya dan karena pasien belum
pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya

9
b. Non-farmakologi
Psikoterapi suportif keluarga dalam memotivasi, mendukung, dan membantu
kesembuhan pasien serta edukasi kepatuhan minum obat.
c. Farmakologi
PO Haloperidol 1x5 mg
PO Trihexyphenidyl 2x2mg
PO Risperidon 2x2 mg
PO Clozapin 2x25mg

1.7. DAFTAR MASALAH


Organobiologis :-
Psikologis : Pasien tertekan setelah ditinggal meninggal oleh istrinya
Social : Pasien merasa tetangganya tidak menyukai keberadaanya

1.8. PROGNOSIS
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Awitan lambat Awitan muda
Adanya faktor presipitasi yang jelas Tidak ada faktor presipitasi yang jelas
Awitan akut Awitan kronis
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
premorbid yang baik premorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku autistic, menarik diri
gangguan depresif)
Menikah Lajang, cerai, atau menjanda/duda
Riwayat keluarga dengan gangguan mood Riwayat keluarga dengan skizofrenia
Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk
Gejala positif Gejala negatif

Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara diatas


sebagai berikut:
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

10
1.9. Follow Up
Tanggal S O A P
09/01/2021 Bingung TD: 118/70 mmHg SR PO Haloperidol
HR: 90 x/menit 1x5 mg
RR: 20 x/menit PO
o
T: 36,5 C Trihexyphenidyl
Dekorum: baik 2x2mg
Konsentrasi: Tidak mudah dialihkan PO Risperidon
Kesadaran: CM 2x2 mg
Perilaku thd pemeriksa: tidak kooperatif PO Clozapin
Karakteristik bicara: responsif 2x25mg
Tingkah laku & aktivitas psikomotor: tidak
melakukan eye contact
Emosi:
- Mood: hipotimik
- Afek: menyempit
- Keserasian: serasi
Pikiran:
- Bentuk: logis non realistik
- Arus: koheren, sirkumstansial
- Isi: waham curiga (+) , though of insertion
(+), thpught of control (+)
Persepsi: halusinasi visual (+),halusinasi
auditorik (+)
Orientasi: baik
11/01/2021 Gelisah , tidur TD: 120/70 mmHg SR PO Haloperidol
(+), makan HR: 98 x/menit 1x5 mg
(+) RR: 20 x/menit PO
o
T: 36,5 C Trihexyphenidyl
Dekorum: buruk 2x2mg
Konsentrasi: mudah dialihkan PO Risperidon
Kesadaran: CM 2x2 mg
Perilaku thd pemeriksa: kooperatif PO Clozapin
Karakteristik bicara: responsif 2x25mg
Tingkah laku & aktivitas psikomotor: tidak
melakukan eye contact
Emosi:

11
- Mood: hipotimik
- Afek: menyempit
- Keserasian: serasi
Pikiran:
- Bentuk: logis non realistik
- Arus: koheren, sirkumstansial
- Isi: waham curiga (+) , though of insertion
(+), thpught of control (+)
Persepsi: halusinasi visual (+), halusinasi
auditorik (+)
Orientasi: baik
14/11/2021 Gelisah, TD: 112/80 mmHg SR PO Haloperidol
makan (+), HR: 89 x/menit 1x5 mg
tidur nyenyak RR: 20 x/menit PO
T: 36,5oC Trihexyphenidyl
Dekorum: baik 2x2mg
Konsentrasi: tidak mudah dialihkan PO Risperidon
Kesadaran: CM 2x2 mg
Perilaku thd pemeriksa: kooperatif PO Clozapin
Karakteristik bicara: responsif 2x25mg
Tingkah laku & aktivitas psikomotor: tidak
melakukakn eye contact
Emosi:
- Mood: hipotimik
- Afek: menyempit
- Keserasian: serasi
Pikiran:
- Bentuk: logis non realistik
- Arus: koheren, sirkumstansial
- Isi: waham curiga (+) , though of insertion
(+), thpught of control (+)
Persepsi: halusinasi visual (-), halusinasi
auditorik (+)
Orientasi: baik
17/01/2021 Tidur (+), TD: 118/80 mmHg SR PO Haloperidol
murung (-) HR: 98 x/menit 1x5 mg
RR: 20 x/menit
T: 36,5oC

12
Dekorum: baik PO
Konsentrasi: tidak mudah dialihkan Trihexyphenidyl
Kesadaran: CM 2x2mg
Perilaku thd pemeriksa: kooperatif PO Risperidon
Karakteristik bicara: responsif 2x2 mg
Tingkah laku & aktivitas psikomotor: tidak PO Clozapin
melakukakn eye contact 2x25mg
Emosi:
- Mood: hipotimik
- Afek: menyempit
- Keserasian: serasi
Pikiran:
- Bentuk: logis non realistik
- Arus: koheren, sirkumstansial
- Isi: waham curiga (+) , though of insertion
(+), thought of control (+)
Persepsi: halusinasi visual (-), halusinasi
auditorik (+)
Orientasi: baik

13
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. IKHTISAR TEMUAN BERMAKNA


Pasien datang di antar oleh adik-adiknya karena tidak makan dan tidur
selama hampir 1 minggu ini. Pasien merasa bahwa adik-adiknya telah
berbohong dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Hal tersebut dilakukan
keluarga pasien karena hampir beberapa hari ini pasien tidak mau makan dan
tidur serta keluyuran tiap malam hari ke kuburan dan sering berbicara sendiri
serta pasien hampir pernah membakar kamarnya.
Pasien merasa sedih dan kecewa mengapa dirinya dibawa ke rumah
sakit jiwa padahal ia merasa bahwa dirinya tidak gila dan baik-baik saja. Pasien
mengatakan bahwa selama ini jika ia bepergian tiap malam adalah karena ada
sesuatu yang membisikkan dirinya untuk pergi ke kuburan ayahnya. Dan ada
seseorang yang berada dalam dirinya saat ini sedang mengendalikan dirinya
tanpa ia ketahui siapa orang tersebut. Pasien juga pernah mengatakan bahwa ia
pernah mendapatkan barang-barang keramat dan pernah melihat hantu
sebanyak 4 kali. Ia merasa mungkin hantu tersebut yang selama ini
membisikannya dan masuk mengendalikan dirinya dan pikirannya sehingga ia
bisa menjadi sakit seperti ini.
Pasien juga mengatakan bahwa ia lebih suka berada di rumahnya
daripada berada di rumah sakit ini, karena rumahnya adalah yang paling
nyaman. Pasien juga bilang bahwa ia sering mengurung diri di kamar dan
melakukan aktivitas di kamar. Tapi, ia mengatakan juga lebih banyak
termenung, melamun dan menangis sendirian apabila di kamar. Hal itu sudah
dirasakannya sejak dulu, namun makin memberat sejak 1 tahun lalu saat
istrinya meninggal. Pasien merasa tertekan, sedih dan terpukul semenjak
kehilangan istrinya karena ia merasa istrinya adalah satu-satunya orang yang
mengerti dirinya. Serta ada beberapa mimpi dan harapan yang belum berhasil
ia capai bersama sang istri.
Pasien menangis saat ditanyai mengenai sang istri serta ia kesal dan
bingung mengapa hal ini harus terjadi padanya dan menyalahkan Tuhan

14
memberikan cobaan ini kepada dirinya. Pasien termasuk taat beribadah, namun
ia mengatakan beberapa waktu ini sudah jarang beribadah dikarenakan banyak
pikiran dan merasa tempat ia berada sekarang tidak bias dijadikan tempat
ibadah.
Pasien juga mengatakan bahwa orang-orang di sekitar tempatnyya
tinggal tidak menyukai dirinya dan tidak ingin ia berada di lingkungan tersebut.
Pasien mengatakan bahwa semua orang di lingkungannya selalu berpikiran
jahat kepadanya dan benci kepadanya dan sering membicarakannya sebagai
orang yang sombong dan angkuh. Hal tersebut yang membuatnya semakin
kepikiran dan merasa bahwa dirinya tidak diterima di lingkungannya.
Pihak keluarga pasien mengatakan bahwa pasien dulunya adalah orang
yang penuh semangat dan ambisi yang sangat tinggi dan ia sering dijanjikan
sesuatu oleh mendiang istrinya serta mendiang istrinya lah yang
menghidupinya selama ini karena pasien hanyalah buruh kayu lepasan. Namun,
semenjak istrinya meninggal pasien jadi hilang semangat dan hilang arah
karena sudah tidak ada lagi tempat tumpuan karena selama ini dia hanya
mengharapkan istrinya. Dari pernikahan pasien dengan mendiang istri selama
belasan tahun, beliau tidak dikarunia anak. Saat ini pasien tinggal satu rumah
bersama ibu dan adik-adiknya. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien
sering berbicara sendiri, berbicara ngawur, marah-marah tidak jelas namun dia
tidak pernah berbuat jahat pada orang-orang disekitarnya.
Berdasarkan pemeriksaan didapatkan bahwa pasien memiliki dekorum
buruk dan roman wajah murung. Konsentrasi dan perhatian pasien tidak mudah
dialihkan. Pasien responsive dan kooperatif saat diperiksa namun pasien tidan
ingin melakukan eye contact terhadap pemeriksa. Pembicaraan pasien relevan.
Mood pasien hipotimi dan afek pasien menyempit. Pasien memiliki waham
curiga, thought of withdrawal dan thought of control. Pasien juga berhalusinasi
visual dan auditorik. Tilikan pasien adalah 2, yaitu ambivalensi terhadap
penyakitnya, disatu sisi ia merasa tidak sakit namun disisi lain ia merasa sakit
seperti ini karena ada sesuatu yang mengendalikannya.
Pada pemeriksaan neurologis, hasil dalam batas normal. Berdasarkan
pemeriksaan penunjang yang didapat, hasil dalam rentang normal.

15
2.2. DIAGNOSIS
A. Aksis I
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pada kasus ini termasuk gangguan jiwa
skizofrenia paranoid. Berdasarkan kriteria diagnosis skizofrenia dan
skizofrenia paranoid:
F20 Skizofrenia
Secara umum, pedoman diagnostik skizofrenia yang sering digunakan dalam
PPDGJ III adalah:
a. “thought echo” yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang dalam kepalanya
dan kualitas yang berbeda, “thought insertion atau withdrawal” yaitu isi yang
asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar dari luar dirinya (withdrawal), dan “thought broadcasting”
yaitu isi pikrannya yang tersiar keluar sehingga orang lain mengetahuinya.
b. Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan dari luar (delusion of
control), waham dipengaruhi (delusion of influence), waham tentang dirinya
yang tidak berdaya atau pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (passivity),
yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau
pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; persepsi delusional.
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku
pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak
wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas
keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan “manusia super”
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).
e. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide yang berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

16
f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh
tertentu (posturing), fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat masa bodoh (apatis),
pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak
wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
i. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
1. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, ataupun disertai oleh
ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan- bulan terus menerus.
2. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
3. Perilaku katatonik.
4. Gejala negatif.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed
attitude), dan penarikan diri secara sosial.1,2,3

17
F20.0 Skizofrenia Paranoid
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe paranoid menurut PPDGJ yaitu:
1. Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia.
2. Sebagai tambahan: halusinasi dan atau waham harus menonjol:
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau pasif (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
3. Gangguan afektif dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati,
dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien
skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara
adekuat didalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
Pada pasien, ditemukan adanya waham curiga, thought of withdrawal,
thought of control. Hal ini memenuhi persyaratan untuk skizofrenia yaitu harus
ada setidaknya satu gejala yang amat jelas dari kelompok gejala (a) sampai (d)
selama kuun waktu satu bulan atau lebih. Untuk mendiagnosis skizofrenia
paranoid, kriteria umum skizofrenia harus dipenuhi, dan yang paling khas adalah
hampir setiap jenis waham, terutama waham dikendalikan, dipengaruhi,
“passivity”, dan keyakinan dikejar-kejar. Kriteria skizofrenia paranoid telah
terpenuhi dengan adanya waham pada pasien ini berupa waham curiga, thought of
withdrawal, thought of control.1,2,4

B. Aksis II
Tidak ada diagnosis

18
C. Aksis III
Tidak ada diagnosis
D. Aksis IV
Pasien memiliki masalah dengan lingkungan tempat tinggalnya.
E. Aksis V
GAF 70-61. Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik.

F. Identifikasi Faktor Risiko pada Pasien


Terdapat beberapa factor resiko yang teridentifikasi pada pasien secara
biopsikososial.
1) Biologis
Secara genetic, factor resiko skizofrenia pada pasien tidak ada.
Karena pihak keluarga mengatakan bahwa tidak ada keluarga yang
mengalami hal sama seperti pasien.
2) Psikologi
Secara psikologis, pasien memiliki stressor yaitu masalah keluarga
dimana ia kehilangan sosok istri yang dicintainya.
3) Social
Secara social, permasalahannya dengan tetangga di lingkungan
tempatnya tinggal dimana ia merasa bahwa tetangganya membencinya dan
sering membicarakan keburukannya yang membuat ia menjadi kepikiran setiap
saat.

2.3. PSIKODINAMIKA
Pasien adalah anak pertama dari 7 bersaudara. Pasien bekerja sebagai
tukang kayu. Saat ini, pasien tidak bekerja. Pendidikan terakhir pasien adalah
tamatan SD. Pasien mengakui bahwa ia sering berpindah-pindah sekolah tidak
selesai karena hamil anak ke-dua dan sakit. Pasien tidak memiliki anak dari
pernikahannya dengan mendiang istri. Pasien juga memiliki interaksi yang
kurang baik dengan tetangga di lingkungan tempat tinggalnya. Selama ini,

19
pasien belum pernah mendapatkan pengobatan medis sama sekali. Pasien
hanya dibawa keluarga ke dukun.

2.4. TATALAKSANA
Hospitalisasi terindikasi untuk tujuan diagnosis, stabilisasi medikasi,
untuk keamanan pasien terutama ancaman bunuh diri atau pembunuhan,
perbaikan ADL. Terapi farmakologi diberikan pada fase akut dan masa
stabilisasi.2
Penatalaksanaan skizofrenia terbagi menjadi dua yaitu farmakoterap
dan psikoterapi. Farmakoterapi diberikan antipsikotik, antipsikotik merupakan
terapi obat-obatan pertama yang efektif mengobati skizofrenia.5
1) Haloperidol
Haloperidol merupakan obat antipsikotik generasi pertama yang
bekerja dengan cara memblokade reseptor dopamine pada reseptor pasca
sinaptik neuron di otak, khususnya di system limbik dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamin D2 reseptor antagonis). Haloperidol sangat
efektif dalam mengobati gejala positif pada pasien skizofrenia, seperti
mendengar suara, melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada dan memiliki
keyakinan yang aneh. Haloperidol juga berguna untuk menenangkan
keadaan mania pada pasien psikosis, sehingga sangat efektif diberikan pada
pasien dengan gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif, dan sulit tidur
yang dikarenakan halusinasi. Kombinasi obat yang paling banyak
digunakan adalah haloperidol-clozapin dan chlorphromazin-haloperidol-
clozapin. Kombinasi ini digunakan untuk memperbaiki gejala positif dan
negatif.
Haloperidol merupakan obat antipsikotik yang termasuk dalam
kelas butirofenon. Haloperidol diperkirakan 50 kali lebih kuat daripada
chlorpromazine. Haloperidol memiliki kekuatan afinitas dalam pengikatan
reseptor D2 sebesar 90%, sehingga pengobatan dengan haloperidol sering
menimbulkan efek samping berupa sindrom ekstrapiramidal yang lebih
besar. Efek samping lain dari haloperidol adalah efek antikolinergik yaitu
konstipasi.6

20
Semua antagonis reseptor dopamin diabsorpsi dengan baik setelah
pemberian oral, sedangkan pada preparat liquid lebih efisien diabsorpsi
dibandingkan dengan tablet atau kapsul. Puncak konsentrasi plasma
biasanya mencapai 1 hingga 4 jam setelah pemberian oral dan 30 hingga 60
menit setelah pemberian parenteral. Tingkat steady-state tercapai kira-kira
dalam 3 hingga 5 hari. Waktu paruh obat-obat ini adalah kira-kira 24 jam.
Dosis penggunaan haloperidol injeksi untuk dewasa adalah 2-10 mg, tiap
jam atau tiap 4-8 jam sekali, dengan dosis maksimal 18 mg per hari.

2) Trihexyphenidyl
Trihexyphenidyl merupakan obat antikolenergik. Pemberian
trihexyphenidyl pada pasien skizofrenia rawat jalan bertujuan untuk
mencegah terjadinya sindrom ekstrapiramidal. Efek samping EPS meliputi
reaksi distonia akut, akatisia dan parkinsonisme merupakan penyebab
ketidakpatuhan pasien meminum obat antipsikotik sehingga memicu
munculnya kekambuhan.
Trihexyphenidyl bekerja melalui neuron dopaminergik,
mekanismenya meningkatkan pelepasan dopamin dari vesikel presinaptik,
penghambatan ambilan kembali dopamine dalam terminal saraf presinaptik
atau menimbulkan suatu efek agonis pada reseptor dopamin. THP diberikan
1-4 mg diberikan 2-3 kali sehari. Dosis tidak boleh melebihi 15 mg sehari,
dosis dinaikkan sampai diperoleh hasil yang diharapkan.6

3) Risperidone
Pemberian obat risperidone 2x2 mg/hari dengan alasan pada pasien ini
terdapat gejala positif dan gejala negatif. Risperidone merupakan antipsikotik
generasi kedua atau golongan atipikal. Risperioden merupakan derivat dari
benzisoksazol yang diindikasikan untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala
positif ataupun gejala negatif. Mekanisme kerja dari antipsikotik atipikal yaitu
memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya
di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (sehingga efektif untuk gejala

21
positif) dan juga berafinitas terhadapt serotonin 5 HT2 reseptor (efektif untuk
gejala negatif).7
Dosis anjuran dari risperidone yaitu 2-6 mg/hari dan sediaan 1-2-3 mg.
Efek samping neurologis yang kurang bermakna dan kurang parah
dibandingkan dengan obat antagonis dopamin tipikal lainnya. Risperidone
menjadi lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat
ini lebih efektif dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang
1
tipikal.

4) Clozapin
Obat antipsikotik merupakan sarana terbaik yang tersedia untuk
mengobati gejala orang yang menderita skizofrenia, namun ada variabilitas yang
signifikan dalam respon klinis terhadap obat-obatan psikotropika.Contohnya
clozapine, prototipe antipsikotik atipikal, dimana hanya 30-60% dari individu-
individu resisten terhadap antipsikotik khas mungkin menunjukkan respon klinis
menguntungkan sehubungan dengan gejala positif dan gejala negatif yang
terjadi.9
Clozapine bekerja dengan cara memblokade reseptor dopamine,
serotonin 5HT2A, dan α-adrenergik. Blokade terhadap reseptor D1 lebih
besar dibandingkan terhadap reseptor D2 . Blokade terhadap reseptor
dopamine D2 bertanggung jawab terhadap kemampuan clozapine untuk
menurunkan gejala positif psikosis dan stabilisasi gejala afektif [8].
Blokade reseptor serotonin 5HT2A akan menyebabkan peningkatan
pelepasan dopamine di beberapa area otak. Peningkatan dopamine ini
menyebabkan penurunan insidensi efek samping ekstrapiramidal akibat
clozapine dan juga memicu perbaikan gejala-gejala afektif dan kognitif [8].
Selain interaksinya dengan dopamine dan serotonin, clozapine juga
berinteraksi dengan beragam neurotransmiter lainnya yang diperkirakan
akan mempengaruhi efektivitasnya sebagai antipsikosis. Hal ini jugalah
yang mungkin menjadi penyebab clozapine efektif digunakan pada pasien-
pasien yang tidak merespon antipsikosis lainnya.10

22
BAB III
KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 44 tahun mengalami Skizofrenia paranoid. Gejala yang


ditemukan pada pasien ini adalah gejala negatif, halusinasi auditorik, halusinasi
visual, waham curiga, thought of control, thought of insertion. Dari hasil follow up
selama kurang lebih 8 hari dirawat pasien sudah bisa tidur dan makan walau masih
terdapat gejala waham, halusinasi dan gejala negatif lainnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
– III dan DSM 5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya;
2013.
2. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook
of Psychiatry. 11th ed. UK: Wolters Kulwer; 2015.
3. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas PPDGJ III.
Jakarta: FK Unika Atma Jaya; 2003.
4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Universitas
Airlangga Press; 2009.
5. Irwan M, Fajriansyah A, Sinuhadji B, Indrayana M. Penatalaksanaan
skizofrenia. Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2008.
6. Yulianty MD, Cahaya N, Srikartika VM. Studi penggunaan antipsikotik dan
efek samping pada pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa sambaing lihum
Kalimantan selatan. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis. 2017; 3(2): 153-64
7. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Jakarta: FK
Unika Atma Jaya; 2007.
8. Fahrul, Mukaddas Alwiyah, Faustine I..Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik
Pada Pasien Skizofrenia Di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSD Madani Provinsi
Sulawesi Tengah Periode Februari-April 2014. Jurnal of Natural Science:
2014; 3(2): 18-29
9. Shaikh, S., Collier, D.A., Sham, P., Pilowsky, L., Sharma, T., Lin, L.K., Crocq,
M.A., Gill, M. and Kerwin, R. Analysis of clozapine response and
polymorphisms of the dopamine D4receptor gene (DRD4) in schizophrenic
patients. Am. J Med. Genet. (Neuropsychiatric Genet.). 2005; 60, 541–545.
10. Stahl SM. Stahl’s essential psychopharmacology: prescriber’s guide. Fifth
edition. New York, NY: Cambridge University Press; 2014

24

Anda mungkin juga menyukai