Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

PNEUMONIA

Disusun Oleh:

Nama : dr. Fauzan Nashrullah

Wahana : RS Bhayangkara TK II Medan

Periode : 13 Agustus – 12 November 2021

Pembimbing :

dr. Dumaria Situmorang

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK II

KOTA MEDAN
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................3
2.3 Klasifikasi..................................................................................................4
2.4 Etiologi......................................................................................................5
2.5 Patogenesis................................................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis.....................................................................................8
2.7 Diagnosis...................................................................................................8
2.8 Diagnosis Banding..................................................................................10
2.9 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................11
2.10 Komplikasi...........................................................................................12
2.11 Penatalaksanaan...................................................................................12
2.12 Pencegahan..........................................................................................16
2.13 Prognosis.............................................................................................16
BAB 3 LAPORAN KASUS..................................................................................17
BAB 4 KESIMPULAN..........................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pneumonia............................................................................................3


Gambar 2.2 Patogenesis pneumonia oleh bakteri pneumococcus...........................7
Gambar 2.3 Sistem skor pada pneumonia komunitas berdasarkan PORT..............9

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Derajat risiko dan rekomendasi perawatan menurut PORT/PSI............9


Tabel 2.2 Rekomendasi antibiotika empiris pada CAP ........................................14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada


parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus,
jamur, dan parasit.1 Peradangan pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam pneumonia. 1 Pneumonia komunitas
merupakan jenis pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat.1

Salah satu kelompok berisiko tinggi untuk pneumonia komunitas adalah


usia lanjut dengan usia 65 tahun atau lebih.2 Usia lanjut dengan pneumonia
komunitas memiliki derajat keparahan penyakit yang tinggi, bahkan dapat
mengakibatkan kematian.1

Kejadian pneumonia cukup tinggi di dunia, yaitu sekitar 15% - 20%. 1 Pada
usia lanjut angka kejadian pneumonia mencapai 25 - 44 kasus per 1000 penduduk
setiap tahun.2 Insiden pneumonia komunitas akan semakin meningkat seiring
dengan pertambahan usia, dengan 81,2% kasus terjadi pada usia lanjut. 2,3
Penderita pneumonia komunitas usia lanjut memiliki kemungkinan lima kali lebih
banyak untuk rawat inap dibandingkan dengan penderita pneumonia komunitas
usia dewasa. Pneumonia merupakan penyebab kematian nomor lima pada usia
lanjut.1,2

Penyebab pneumonia bervariasi tergantung pada populasi pasien yang


diamati. Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan lingkungannya menjadi
pneumonia komunitas dan pneumonia nosocomial. Terjadinya pneumonia
komunitas biasanya didapatkan di luar sarana pelayanan kesehatan dan
penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae, namun pneumonia nosokomial
biasanya terjadi saat menjalani perawatan di rumah sakit karenasistem pertahanan
tubuh penderita untuk melawan infeksi sering terganggu. Pneumonia nosokomial
lebih sering disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus.2,3

1
Proses peradangan pada pneumonia mengakibatkan produksi sekret
meningkat dan menimbulkan manifestasi klinis yang ada sehingga muncul
bersihan jalan napas tidak efektif. Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan
ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.2,4 Dari pernyataan diatas, penulis akan
menelaah laporan kasus mengenai pneumnonia.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah pneumonia menggambarkan keadaan paru apapun, tempat alveolus


biasanya terisi dengan cairan dan sel darah.1 Pneumonia adalah penyakit infeksi
akut yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1

Gambar 2.1 Pneumonia

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi di negara berkembang.


Pneumonia menyerang sekitar 450 juta orang setiap tahunnya. Berdasarkan data
RISKESDAS tahun 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan yaitu sekitar 2% sedangkan tahun 2013 adalah 1,8%. Berdasarkan data
Kemenkes 2014, Jumlah penderita pneumonia di Indonesia pada tahun 2013
berkisar antara 23%-27% dan kematian akibat pneumonia sebesar 1,19%. Tahun
2010 di Indonesia pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di
rumah sakit dengan crude fatality rate (CFR) atau angka kematian penyakit
tertentu pada periode waktu tertentu dibagi jumlah kasus adalah 7,6%. Menurut
Profil Kesehatan Indonesia, pneumonia menyebabkan 15% kematian balita yaitu

3
sekitar 922.000 balita tahun 2015. Dari tahun 2015- 2018 kasus pneumonia yang
terkonfimasi pada anak-anak dibawah 5 tahun meningkat sekitar 500.000 per
tahun, tercatat mencapai 505.331 pasien dengan 425 pasien meninggal. Dinas
Kesehatan DKI Jakarta memperkirakan 43.309 kasus pneumonia atau radang paru
pada balita selama tahun 2019.2

2.3 Klasifikasi

Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan


epidemilogi serta letak anatomi. 3

a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi


1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada seseorang
yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama
perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau
prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung,
baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan
merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan teraspirasi
mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang
terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.3
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Bronkopneumonia
Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisial

4
Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan
jaringan peribronkial serta interlobular.3,4

2.4 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti


bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia
rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di
Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri
gram negatif.2,4

Menurut Hariadi (2010) dan pneumonia dibagi berdasarkan kuman


penyebab yaitu :3

a. Pneumonia bacterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi pada semua


usia. Bakteri yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu
Streptococcus pneumonia, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa
dan Pneumococcus.
b. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma.
Organisme atipikal yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak yaitu
Chlamidia trachomatis, Mycoplasma pneumonia, C. pneumonia dan
Pneumocytis
c. Pneumonia virus. Virus yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak
yaitu Virus parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus, Respiratory Syncytial
Virus (RSV) dan Cytomegalovirus.
d. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering, merupakan infeksi
sekunder, terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah
(Immunocompromised).

2.5 Patogenesis

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan


(imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang
berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme

5
pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.4,5

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi


langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol, dan 4)
Kolonosiasi di permukaan mukosa.2 Dari keempat cara tersebut, cara yang
terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria dengan
ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul terminal atau
alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi.

Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)


kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri
yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 -
1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi
pneumonia.5

Gambar 2.2 Patogenesis pneumonia oleh bakteri pneumococcus.5

6
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk
antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan
bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri
tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara
host dan bakteri maka akan nampak empat zona (Gambar 2.2) pada daerah pasitik
parasitik terset yaitu : 1) Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri
dan cairan edema; 2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari
PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah; 3) Zona konsolidasi yang luas (grey
hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN
yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.5

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik pneumonia berdasarkan World Health Organization


(WHO) (2005) pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau
bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah
pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi
redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.4,6

2.7 Diagnosis

Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang


lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis
pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru
atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini: 7

a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen

7
c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500 12,13

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat


dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT).2

Gambar 2.3 Sistem skor pada pneumonia komunitas berdasarkan PORT.7

PSI membagi kelompok CAP menjadi lima kelas berdasarkan risiko


mortalitas yang dimiliki pasien, dimana kelas I-III merupakan pasien dengan
mortalitas rendah, kelas IV merupakan pasien dengan mortalitas sedang dan kelas
V merupakan pasien dengan mortalitas tinggi.14 PSI juga digunakan untuk
menentukan pasien akan diterapi dengan rawat jalan atau rawat inap, seperti yang
tertera pada tabel 1.

Tabel 2. 1 Derajat risiko dan rekomendasi perawatan menurut PORT/PSI.7

8
CURB-65 merupakan model skor yang direkomendasikan oleh British Thoracic Society (BTS) berdasar pada lima gambaran

klinik utama yang sangat praktis, mudah diingat dan dinilai. Skor ini juga telah divalidasi walaupun dengan jumlah sample yang lebih sedikit

dibandingkan dengan PSI. Kelebihan skor CURB-65 adalah penggunaannya yang mudah dan dirancang untuk lebih menilai keparahan

penyakit dibandingkan dengan PSI yang menilai risiko mortalitas. Skor CURB-65 lebih baik dalam menilai pasien pneumonia berat dengan

risiko mortalitas tinggi. Walaupun skor CURB-65 mudah digunakan tetapi kurang dalam menilai tanda vital dan kadar oksigen yang menjadi

kekurangan mengingat pentingnya penilaian cepat terhadap oksigenasi pada pasien saat datang ke ruang gawat darurat.
5,7

Karakteristik Skor

Penurunan kesadaran 1
Urea nitrogen darah > 20 mg per dL (7.14 mmol per L) 1
Laju pernapasan ≥ 30 x per menit 1
Tekanan darah (sistolik < 90 mm Hg atau diastolik ≤ 60 mm Hg) 1
Usia ≥ 65 tahun 1

2.8 Diagnosis Banding

2.8.1 Tuberculosis Paru (TB),

TB adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.


tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang
produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala
sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan
dan penurunan berat badan.8

2.8.2 Atelektasis

9
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang
tidak mengandung udara dan kolaps.8

2.8.3 Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)

COPD adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang


disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang
laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering terjadi pada suatu
keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan.8

2.8.4 Bronkitis

Bronkhitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-


paru). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan
sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun
(misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronchitis bisa bersifat serius.8

2.8.5 Asma Bronkhiale

Asma bronkhiale adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan


saluran pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak
napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur
kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit oksigen yang
tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma.8

2.9 Pemeriksaan Penunjang

2.9.1 Radiologi

Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan


pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis
pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi
dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran
kavitas.8

2.9.2 Laboratorium

10
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED
meningkat.8

2.9.3 Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah


untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus.8

2.9.4 Analisa Gas Darah

Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan


parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan
asidosis respiratorik.8

2.10 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan


antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab
infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan
terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.9

Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan


pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil
mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu
membedakan jenis pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan
berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting,
karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan kepada
pasien.9

Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa


(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan
napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis

11
mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat
diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau ekspektoran
untuk mengurangi dahak.10

2.10.1 Pilihan Antibiotika

Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor


sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan.18 Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera
diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris yang
rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika
terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas
spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada
hasil terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih
sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas.4,7

Tabel 2.2 Rekomendasi antibiotika empiris pada CAP.10

12
Terapi pasien rawat jalan
1. Sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik dalam 3 bulan
sebelumnya
a. Makrolid
b. Doxicilin
2. Ada komorbid (penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, alkhol, keganasan,
asplenia, obat immunospresi, antibiotik 3 bulan sebelumnya)
a. Fluoroquinolon respirasi (moxifloxacin, gemifloxacin/ levofloxacin 750
mg)
b. β lactam + makrolid
3. Pada daerah dengan angka infeksi tinggi dan dengan resisitensi tinggi
makrolid terhadap S.pneumoniae , dipertimbangkan antibiotik sesuai poin 2.

Rawat inap tidak di ICU


Fluoroquinolon respirasi atau β lactam + makrolid
Rawat inap di ICU
β lactam (cefotaxim, ceftriaxon, atau ampicilin sulbaktam) + azitromisin atau
floroquinolon respirasi
Bila diperkirakan pseudomonas
 β lactam antipseudomonas (piperasilin-tazobactam, cefepime, imipenem atau
merpenem) + ciprofloxasin atau levofloxacin (750 mg) atau
 β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan azitromisin atau
 β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan floroquinolon
antipneumococal (untuk pasien alergi penisilin ganti β lactam dengan
asteronam
Bila dipertimbangkan CA-MRSA tambahkan vancomysin/linezolid

Berdasarkan atas panduan penatalaksanaan pasien dengan CAP oleh


American Thoracic Society (ATS), untuk pasien yang memerlukan perawatan di
rumah sakit dengan penyakit kardiopulmoner dengan atau tanpa faktor
modifikasi, terapi yang dianjurkan adalah terapi dengan golongan β-lactam
(cefotaxim, ceftriaxon, ampicillin/sulbactam, dosis tinggi ampicillin intravena)
yang dikombinasi dengan makrolide atau doksisiklin oral atau intravena, atau

13
pemberian fluroquinolon antipneumococcal intravena saja. Begitu juga panduan
penatalaksanaan yang dikeluarkan oleh Infectious Diseases Society of America
(IDSA) menganjurkan pemberian cephalosporin ditambah makrolide atau
βlactam/β-lactamase inhibitor ditambah makrolide atau fluroquinolon saja.4,7

Penatalaksanaan yang baik terhadap bakteriemik streptococcal pneumonia


akan secara signifikan menurunkan angka kematian pasien CAP. Terdapat isu
penting tentang penggunaan dual terapi meningkatkan outcome yang lebih baik
dibandingkan denganmonoterapi pada pasien CAP. Dual terapi yang dimaksud
adalah kombinasi antara regimen yang terdiri dari antibiotika β-lactam, makrolide,
atau fluroquinolon. Sedangkan monoterapi yang dimaksud adalah penggunaan
golongan β-lactam atau fluoroquinolon sebagai agen tunggal.4

2.10.2 Kegagalan Terapi

Kepekaan kuman terhadap antibiotika tertentu tidak dapat menjamin


efektivitas klinis. Faktor berikut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi:

a. Dosis kurang
Dosis suatu antibiotika seringkali bergantung dari tempat infeksi, walaupun
kuman penyebanya sama. Sebagai contoh dosis penisilin G yang diperlukan
untuk mengobati meningitis oleh Pneumococcus jauh lebih tinggi daripada
dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi saluran napas bawah yang
disebabkan oleh kuman yang sama.7
b. Masa terapi yang kurang
Konsep lama yang menyatakan bahwa untuk setiap jenis infeksi perlu
diberikan antimikroba tertentu selama jangka waktu tertentu kini telah
ditinggalkan. Pada umunya para ahli cenderung melakukan individualisasi
masa terapi, yang sesuai dengan tercapai respon klinik yang memuaskan.
Namun untuk penyakit tertentu seperti tuberkulosis paru tetap dipertahankan
masa terapi yang cukup walaupun perbaikan klinis cepat terlihat.7
c. Kesalahan dalam menetapkan etiologi
Demam tidak selalu disebabkan oleh kuman, virus, jamur, parasit, reaksi obat,
dan lain-lain dapat meningkatkan suhu badan. Pemberian antibiotika yang
lazim diberikan dalam keadaan ini tidak bermanfaat.5,7

14
d. Pilihan antibotika yang kurang tepat
Suatu daftar antibiotika yang dinyatakan efektif dalam uji sensitivitas tidak
dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap antibiotika akan memberikan
aktivitas klinik yang sama. Disini dokter harus dapat mengenali dan memilih
antibiotika yang secara klinis merupakan obat terpilih untuk suatu kuman
tertentu. Sebagai contoh obat terpilih untuk infeksi S. faecalis adalah
ampisilin, walaupun secara in vitro kuman tersebut juga dinyatakan sensitif
terhadap sefamandol atau gentamisin.8,9
e. Faktor pasien
Keadaan umum yang buruk dan gangguan mekanisme pertahanan tubuh
(selular dan humoral) merupakan faktor penting yang menyebabkan gagalnya
terapi antibotika. Sebagai contoh obat imunosupresan, AIDS.8,9

2.11 Pencegahan

Di anjurkan pemberian vaksin influenza dan pneumokokus pada orang


dengan resiko tinggi. Vaksinasi sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian
tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan
risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik, diabetes, penyakit jantung
koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun.
Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang
jarang terjadi yaitu hipersensitivitas tipe 3. Di samping itu vaksin juga perlu di
berikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik,
dan usia diatas 65 tahun. Selain vaksin, pola hidup sehat juga termasuk tidak
merokok juga sangat direkomendasikan.9

2.12 Prognosis

Kejadian PK di Amerika Serikat adalah 3,4-4 juta kasus per tahun, dan
20% diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum, angka kematian pneumonia
oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada lanjut usia
dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di Amerika Serikat
merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 dengan kejadian sebesar 59%.
Sebagian besar pada lanjut usia, yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien PK yang

15
dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan
faktor modifikasi yang ada pada pasien.3,4,9

2.13 Komplikasi

Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan


komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko
tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bacteremia (sepsis),
abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada
pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan
menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan
organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat
komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis,
peritonitis, dan empiema.8

Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura


atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya
bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh
P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi
parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam
jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi
empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan
pembedahan.9

BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

16
Nama : Ny. MS
Usia : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Waktu Pemeriksaan : 18 Agustus 2021

KELUHAN UTAMA

Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 hari yang lalu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

- Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara pada tanggal 18 Agustus 2021


dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 8 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit (SMRS) dan bertambah berat sejak 1 hari yang
lalu. Sebelumnya orang tua pasien meninggal tanggal 10 Agustus dan setelah
itu pasien menjadi sesak. Sesak yang dialami pasien dikatakan tidak
membaik dengan perubahan posisi, baik itu dalam keadaan duduk, terlentang,
maupun setengah tidur. Pasien sempat berobat ke dokter spesialis penyakit
dalam 3 hari yang lalu SMRS untuk mengatasi keluhannya dan diberikan
obat, kemudian keluhan membaik setelah minum obat. Namun, sejak 1 hari
yang lalu keluhan dirasakan semakin berat.
- Batuk (+) sudah dirasakan sejak 1 bulan SMRS. Batuk tidak disertai dahak..
- Demam (-), riwayat demam (+) 1 minggu yang lalu
- Mual dan muntah disangkal, nafsu makan menurun semenjak adanya keluhan
sesak, batuk dan demam
- Riwayat batuk darah, keringat dingin malam hari, dan penurunan berat badan
disangkal
- Riwayat terbangun malam hari karena sesak/PND (-), dan sesak saat
beraktivitas/DOE (-).
- BAK dan BAB biasa, frekuensi berkemih + 4-5 kali dalam sehari, volume
tiap berkemih ± ½ hingga ¾ gelas, warna jernih kekuningan. BAB dikatakan
normal, 1-2 hari sekali dengan konsistensi padat.

Riwayat Penyakit Dahulu

17
Riwayat asma, diabetes mellitus, penyakit jantung, rhinitis alergi, alergi makanan
dan obat-obatan disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien baru diberikan obat oleh dokter spesialis penyakit dalam. Obat yang
diberikan sperti Paracetamol, ambroxol. Selebihnya pasien lupa

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama

Riwayat Alergi

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi

Riwayat Kebiasaan/Psikososial

Pasien memiliki kebiasaan dan psikososial dalam batas normal

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Lemah


Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Frekuensi nadi : 94 x/menit
Frekuensi nafas : 32 x/menit
Suhu : 37,50C
SpO2 : 76 % (96% dengan Nasal Kanul)
Berat Badan : 65 Kg
Tinggi Badan : 159 Kg
Status Gizi : Cukup

Status Generalis

Kepala-leher

- Kulit : Berwarna sawo matang, icterus (-), sianosis (-)


- Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna
hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

18
- Mata
o OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
o OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret,
tidak ada serumen
- Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada
secret
- Mulut : Mulut: Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir
lembab, lidah tidak kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring
tidak hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
- Leher : Tidak ada pembesaran KBG

Thorax

Inspeksi

- Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris
- Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-1, vena
kolateral (-), massa (-).
- Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
- Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan
kanan
- Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
- Tipe pernafasan : Torako-abdominal

Palpasi

- Trakea : Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea
parasternal sinistral. Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
- Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan

19
- Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

- Batas paru-hepar : Inspirasi ICS VI, Ekspirasi ICS VI


- Batas paru-jantung
o Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
o Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi

- Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).


- Pulmo : Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru, Rhonki (+/+)
Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi:

- Bentuk : Simetris
- Umbilicus : Masuk merata
- Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa
(-), vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider
navy (-).
- Distensi (-)
- Ascites (-)

Auskultasi

- Bising usus (+) normal


- Metallic sound (-)
- Bising aorta (-)

Perkusi

- Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)

20
- Nyeri ketok (-)

Palpasi

- Nyeri tekan epigastrium (-)


- Massa (-)

Hepar / lien: tidak teraba

Ektremitas

Akral hangat : + +
+ +

Edema : - -
- -

Deformitas : - -
- -

Sianosis : - -
- -

Clubbing Finger : - -
- -

Sendi : Dalam batas Normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil Rapid Tes Antigen

21
2. Pemeriksaan Darah Rutin

3. Pemeriksaan Elektrolit

22
4. Pemeriksaan Metabolisme Karbohidrat

5. Pemeriksaan Radiologi

23
24
DIAGNOSIS KERJA

Edem Paru non Kardiogenik ec Susp. Bacterial Pneumonia

ANJURAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT

Promotif : Menjelaskan tentang penyakit pneumonia

Preventif : Menjalani vaksinasi, menjaga daya tahan tubuh, menjaga


kebersihan, tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol secara
berlebihan, menerapkan etika batuk dan bersin

Kuratif :

1. Terapi Medikamentosa
- IVFD RL 15 tts/mnt
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- Azitromisin 1 x 500 mg
- Vit C 2 x 500 mg
- Vit E 1 x 1
- Prove D 1 x 1
- Nasetil Sistein 3 x 200 mg
- Zink 2 x 20 mg
2. Terapi non-medikamentosa
- Menjaga daya tahan tubuh, menjaga kebersihan, tidak merokok, tidak
mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan,
- Menerapkan etika batuk dan bersin

PROGNOSIS : Dubia ad bonam

KONSELING

1. Penyakit yang diderita adalah penyakit pneumonia yang menular dan bisa
disembuhkan
2. Menjelaskan kepada os tentang gejala-gejala pada penyakit pneumonia dan
risiko penyulit yang mungkin terjadi

25
3. Menganjurkan pasien agar menjaga higienisitas, mencegah penularan, dan
pola rawatan.
4. Menganjurkan pasien agar rutin mengonsumsi obat-obat yang diberikan
dokter
5. Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.

FOLLOW UP

Tanggal 19 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib

S/ Sesak Napas
Demam (+)
Batuk (+)
Pasien Rawat di Isolasi
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 130/70 120 30 37,9 7

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)


Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Oedem paru non kardiak ec Bacterial pneumonia
P/ O2 8-10 L/mnt  NRM
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Transamin 3 x 500 mg
Furosemid 20 mg/8 jam
Ambroxol 30 mg tab 3x1
Cefixime 2 x 200 mg
KFR 1 x 600 mg
Neurodex 1 x 1
PCR (-)  pindah rawat ke flamboyan 2

26
Labor (19/8/2021)

27
Tanggal 20 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib

S/ Sesak Napas
Batuk (+)
PCR  (-)
Pasien Pindah rawat di flamboyan 2
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 120/70 110 32 37,5 78

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)


Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Oedem paru non kardiak ec Bacterial pneumonia
P/ O2 8-10 L/mnt  NRM
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Transamin 3 x 500 mg
Furosemid 20 mg/8 jam
Ambroxol 30 mg tab 3x1
Cefixime 2 x 200 mg
KFR 1 x 600 mg
Neurodex 1 x 1
Labor PCR 20/8/2021

28
Tanggal 21 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib
S/ Sesak Napas, makin memberat
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 120/70 115 36 37 76

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)


Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Oedem paru non kardiak ec Bacterial pneumonia
P/ O2 8-10 L/mnt  NRM
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Transamin 3 x 500 mg
Furosemid 20 mg/8 jam
Ambroxol 30 mg tab 3x1
Cefixime 2 x 200 mg
KFR 1 x 600 mg
Neurodex 1 x 1

Tanggal 22 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib


S/ Sesak Napas (+)
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 120/70 120 36 37 84%

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)


Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Oedem paru non kardiak ec Bacterial pneumonia
P/ O2 8-10 L/mnt  NRM

29
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Transamin 3 x 500 mg
Furosemid 20 mg/8 jam
Ambroxol 30 mg tab 3x1
Cefixime 2 x 200 mg
KFR 1 x 600 mg
Neurodex 1 x 1

Tanggal 23 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib


S/ Sesak Napas (+)
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 132/77 130 30 36,7 82%
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Oedem paru non kardiak ec Pneumonia Bilateral\
Fibrosis Paru
P/ O2 15 L/mnt  NRM \
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Transamin 3 x 500 mg
Furosemid 20 mg/8 jam
Ambroxol 30 mg tab 3x1
Cefixime 2 x 200 mg
KFR 1 x 600 mg
Neurodex 1 x 1
Inj. Resfar 8 ml/24 jam
Rawat ICU

30
Labor 23/8/2021

Tanggal 24 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib


S/ Sesak Napas (+)
Dada berat
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 132/77 110 36 36,7 89%
Leukosit 20.300
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Respiratory Distress

31
Sepsis ec pneumonia
Fibrosis Berat
P/ O2 8-10 L/mnt  NRM \
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Transamin 3 x 500 mg
Furosemid 20 mg/8 jam
Ambroxol 30 mg tab 3x1
Cefixime 2 x 200 mg
KFR 1 x 600 mg
Neurodex 1 x 1
Inj. Resfar 8 ml/24 jam
Cek D-Dimer + AGD

Labor 24/8/2021

32
Tanggal 25 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib
S/ Sesak Napas (+) menurun
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 130/70 100 26 36,5 90-95%
D-dimer : 1198 (↓)
AGD : Alkalosis Respiratorik
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Respiratory Distress
Sepsis ec pneumonia bilateral
Fibrosis Berat
P/ CPAP 10-12 L/mnt  NRM  SpO2 92-93%
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Inj. Cefotaxim 1 gr/8j
Inj. Heparin 5000 IU/24J
Inj. Resfar 8 ml/24 (H3)
Inj. Furosemid 20 mg/12J
Ambroxol 30 mg 3x1
KSR 1 x 600 mg
Neurodex 1x1

Tanggal 26 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib


S/ Sesak Napas (+) menurun
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 44-45 36,5 87-90%
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Respiratory Distress

33
Sepsis ec pneumonia bilateral
Fibrosis Berat
P/ CPAP 10-12 L/mnt  NRM  SpO2 92-93%
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Inj. Cefotaxim 1 gr/8j
Inj. Heparin 5000 IU/24J
Inj. Resfar 8 ml/24 (H3)
Inj. Furosemid 20 mg/12J
Ambroxol 30 mg 3x1
KSR 1 x 600 mg
Neurodex 1x1
Inj. Metilprednisolon 1 via/24j

Tanggal 27 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib


S/ Sesak Napas (+) menurun
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 30-32 36,5 87%
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Respiratory Distress
Sepsis ec pneumonia bilateral
Fibrosis Berat
P/ CPAP 10-12 L/mnt  NRM  SpO2 92-93%
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Inj. Cefotaxim 1 gr/8j
Inj. Heparin 5000 IU/24J
Inj. Resfar 8 ml/24 (H3)
Inj. Furosemid 20 mg/12J

34
Ambroxol 30 mg 3x1
KSR 1 x 600 mg
Neurodex 1x1
Inj. Metilprednisolon 1 via/24j

Tanggal 28 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib


S/ Sesak Napas (+) menurun
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 30-32 36,5 90-94%
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-), Retraksi Suprasternal (+)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Respiratory Distress
Sepsis ec pneumonia bilateral
Fibrosis Berat
P/ CPAP 10-12 L/mnt  NRM  SpO2 92-93%
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Inj. Cefotaxim 1 gr/8j
Inj. Heparin 5000 IU/24J
Inj. Resfar 8 ml/24 (H3)
Inj. Furosemid 20 mg/12J
Ambroxol 30 mg 3x1
KSR 1 x 600 mg
Neurodex 1x1
Inj. Metilprednisolon 1 via/24j
Vit C 1 x 1000 mg
Alprazolam 1 mg 1x1
Pindah Rawat Ruangan
Cek DR Ulang

35
Tanggal 29 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib
S/ Sesak Napas (+) menurun
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 30-32 36,5 90-92%
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-),
Abdomen : BU (+) normal
A/ Respiratory Distress
Sepsis ec pneumonia bilateral
Fibrosis Berat
P/ CPAP 10-12 L/mnt  NRM  SpO2 92-93%
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Inj. Cefotaxim 1 gr/8j
Inj. Heparin 5000 IU/24J
Inj. Resfar 8 ml/24 (H3)
Inj. Furosemid 20 mg/12J
Ambroxol 30 mg 3x1
KSR 1 x 600 mg
Neurodex 1x1
Inj. Metilprednisolon 1 via/24j
Vit C 1 x 1000 mg
Alprazolam 1 mg 1x1

36
Labor (29/8/2021)

Tanggal 30 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib

37
S/ Sesak Napas (+) menurun
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 30-32 36,5 90-92%
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-), Retraksi Suprasternal (+)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Sepsis ec pneumonia bilateral
Fibrosis Paru Berat
P/ O2 10-12 L/mnt  NRM
IVFD RL 20 tt/mnt
Inf. Levfloxacin 500 mg/24 j
Inj. Cefotaxim 1 gr/8j
Inj. Heparin 5000 IU/24J
Inj. Resfar 8 ml/24 (H3)
Inj. Furosemid 20 mg/12J
Ambroxol 30 mg 3x1
KSR 1 x 600 mg
Neurodex 1x1
Inj. Metilprednisolon 1 via/24j
Vit C 1 x 1000 mg
Alprazolam 1 mg 1x1
Colcicine 0,5 mg 3x1
Codipront 2 x 1 tab

38
Tanggal 31 Agustus 2021 Jam 08.00 Wib
S/ Sesak Napas (+) menurun
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 30-32 36,5 95 %
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-), Retraksi Suprasternal (+)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Sepsis ec pneumonia bilateral
Fibrosis Paru Berat
P/ O2 10-12 L/mnt  NRM
IVFD RL 20 tt/mnt
Ambroxol 30 mg 3x1
Neurodex 1x1
Metilprednisolon 3 x1
Vit C 1 x 1000 mg
Alprazolam 1 mg 1x1
Colcicine 0,5 mg 3x1
Nasetil Sistein 2 x 200 mg
Codipront 2 x 1 tab

Tanggal 1 September 2021 Jam 08.00 Wib


S/ Sesak Napas (+) menurun
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 30-32 36,5 95 %
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-), Retraksi Suprasternal (+)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Hipoxia + pneumonia + Fibrosis paru berat
P/ O2 10-12 L/mnt  NRM

39
IVFD RL 20 tt/mnt
Ambroxol 30 mg 3x1
Neurodex 1x1
Metilprednisolon 3 x1
Vit C 1 x 1000 mg
Alprazolam 1 mg 1x1
Colcicine 0,5 mg 3x1
Codipront 2 x 1 tab
Nasetil Sistein 2 x 200 mg
Flumucyl syr 2 x 1 sdm

Tanggal 2 September 2021 Jam 08.00 Wib


S/ Sesak Napas (+) menurun
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 30-32 36,5 95 %
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-), Retraksi Suprasternal (+)
Abdomen : BU (+) normal
A/ Hipoxia + pneumonia + Fibrosis paru berat
P/ O2 10-12 L/mnt  NRM
IVFD RL 20 tt/mnt
Ambroxol 30 mg 3x1
Neurodex 1x1
Metilprednisolon 3 x1
Vit C 1 x 1000 mg
Alprazolam 1 mg 1x1
Colcicine 0,5 mg 3x1
Codipront 2 x 1 tab
Nasetil Sistein 2 x 200 mg
Flumucyl syr 2 x 1 sdm

40
Tanggal 3 September 2021 Jam 08.00 Wib
S/ Sesak Napas (+) menurun
Batuk (+)
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 30-32 36,5 95 %
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-),
Abdomen : BU (+) normal
A/ Hipoxia + pneumonia + Fibrosis paru berat
P/ O2 10-12 L/mnt  NRM
IVFD RL 20 tt/mnt
Ambroxol 30 mg 3x1
Neurodex 1x1
Metilprednisolon 3 x1
Vit C 1 x 1000 mg
Alprazolam 1 mg 1x1
Colcicine 0,5 mg 3x1
Codipront 2 x 1 tab
Nasetil Sistein 2 x 200 mg
Flumucyl syr 2 x 1 sdm
RENCANA PULANG BESOK 4/9/2021

Tanggal 4 September 2021 Jam 16.00 Wib


S/ Sesak Napas (+) menurun
Batuk (+) menurun
O/ KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Lemah CMC 127/70 100 24-26 36,5 97 %
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-),
Abdomen : BU (+) normal
A/ Hipoxia + pneumonia + Fibrosis paru
P/ OBAT PULANG

41
Metilprednisolon 4mg 3 x 1
Vit C 500 mg 1x1
Neurodex 1 x 1
Alprazolam 1 mg
Codipront caps 2 x 1
Colcicine 3 x 1
Flumucyl Syr 2 x 1 cth

FOTO PASIEN

42
BAB 4

KESIMPULAN

1. Pasien Ny. MS datang ke RS dengan keluhan sesak napas disertai batuk


2. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ronki pada kedua basal baru, SpO2
<96%
3. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pasien tersebut pneumonia
4. Diagnosis pasien adalah Pneumonia bilateral + Fibrosis Paru
5. Pada pasien diberikan pengobatan berupa antibiotic dan terapi simtomatik
untuk mengobati inflamasi pada paru dan meringankan keluhan pasien
6. Pasien diedukasi agar menjaga higinitas, mengonsumsi buah-buahan dan
sayur-sayuran, berjemur di panas matahari, berolahraga ringan dan teratur
mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Z. 2014. Pneumonia : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2.


Edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Hasil Utama
RISKESDAS 2018. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
3. Hariadi, S. Winariani. Wibisono, MJ. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
4. A. Torres, C. Cillóni. Clinical Management of Bacterial Pneumonia
Switzerland: Springer International Publishing; 2015
5. Bartolf A , Cosgrove C. Pneumonia. Medicine. 2016; 44(6):373–7.
6. Moran GJ, Talan DA. Pneumonia. In Marx JA, Hockberger RS, Walls RM
(Eds). Rosen’s Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 8th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2014.
7. Helmia Farida. Community-Acquired Pneumonia in Indonesia (thesis).
Erasmus University Rotterdam. 2015 April
8. Septimus E. Bacterial pneumonia. In Bope ET , Kellerman RD (Eds).
Conn’s Current Therapy. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2015. p372-4
9. Elza Febria Sari, C. Martin Rumende, Kuntjoro Harimurti. Faktor–Faktor
yang Berhubungan dengan Diagnosis Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2016 December;
10. Lionel A. Mandell. Community-acquired pneumonia: An overview.
Postgraduate Medicine. 2015 August; 127(6).

44

Anda mungkin juga menyukai