DOKTER INTERNSIP
RUMAH SAKIT PERTAMINA PANGKALAN BRANDAN
PNEUMONIA
Oleh:
dr. Arifah Abriana Nasution
Pembimbing:
dr. Armon Bey
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................1
1.1.Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2.Pneumonia......................................................................................... 2
1.2.1. Definisi ............................................................................2
1.2.2. Epidemiologi ...................................................................2
1.2.3. Etiologi ............................................................................3
1.2.4. Faktor Resiko .................................................................5
1.2.5. Klasifikasi ......................................................................7
1.2.6. Patogenesis ......................................................................8
1.2.7. Penegakan Diagnosis ...................................................... 10
1.2.8. Diagnosis Banding ......................................................... 13
1.2.9. Penatalaksanaan ............................................................. 14
1.2.10. Komplikasi ......................................................................18
1.2.11. Prognosis .........................................................................18
BAB 2 STATUS ORANG SAKIT .............................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran
napas bawah akut di parenkim baru dijumpai sekitar 15-20%.4
Kejadian Pneumonia nosokomial (PN) di ruang ICU lebih sering daripada
di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU,
dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik.4
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa gangguan imunitas yang
jelas, namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.4
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan
sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), juga pada pasien yang
menderita diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner,
3
insufisiensi ginjal, keganasan, penyakit saraf kronik dan penyakit hati kronik.
Faktor predisposisi antara lain kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, DM,
keadaan imunodefisensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan
penurunan kesadaran; juga adanya tindakan invasif seperti infus, intubasi,
trakeostomi, atau pemasangan ventilator.4
Di Amerika Serikat, pneumonia komunitas terjadi 12 kasus per 1000 orang
per tahunnya, namun insidensi meningkat sampai 12-18 kasus untuk pasien anak-
anak dibawah 4 tahun dan mencapai 20 kasus per 1000 orang untuk pasien diatas
60 tahun.5
Untuk pasien-pasien dengan rawatan ICU, sekitar 10% akan mengalami
pneumonia dari kebanyakan penelitian yang dilakukan, dimana ratio hazard
tertinggi adalah saat 5 hari pertama pemasangan ventilator.5
2.3. Etiologi
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya
adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
opportunistik, dimana spora jamur masuk ke dalam tubuh saat menghirup udara.
Organisme yang menyerang adalah Candida sp.,Aspergillus sp., Cryptococcus
neoformans.
5
salah. Dementia juga menyebabkan disfagia dan sulit menelan sehingga dapat
terjadi pneumonia.6,7
2. Faktor Demografik dan Sosioekonomi
Resiko pneumonia meningkat dengan peningkatan usia terutama pada
umur lebih daripada 65 tahun oleh karena penurunan sistem pertahanan tubuh dan
munculnya penyakit lain. Belum terbukti bahwa jenis kelamin berhubungan
dengan resiko pneumonia tetapi pada beberapa penelitian prognosis pneumonia
pada laki-laki 30% lebih burruk dibanding dnegan wanita. Hal ini mungkin
berhubungan dengan disparitas genetik.Lingkungan hidup yang terlalu ramai (>
10 orang dalam satu rumah) juga merupakan faktor resiko, misalnya di rumah
perawatan atau asrama karena lebih mudah terjadi penyebaran kuman antara satu
sama yang lain. Tingkat edukasi yang rendah disertai kebiasaan diet dan
kebersihan pribadi yang spesifik juga berpengaruh. Berat badan yang rendah lebih
beresiko terhadap pneumonia dibanding dengan berat badan normal karena sering
berhubungan dengan penyakit atau malnutrisi yang dapat menurunkan fungsi
imun tubuh.6,7
3. Faktor Kebiasaan Pribadi
Kebiasaan merokok dan polusi lingkungan merupakan faktor resiko
pneumonia. Kebiasaan merokok satu bungkus per hari dapat meningkatkan resiko
pneumonia sebanyak tiga kali lipat, begitu juga dengan mereka yang terkena asap
rokok secara kronis. Hal ini terjadi karena asap rokok dapat menyebabkan
kerusakan pada mukosilia yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan saluran
nafas dengan transportasi kuman patogenik keluar dari saluran nafas. Asap
beracun, industru dan polusi udara lain juga dapat merusakkan mukosilia tersebut.
Penggunaan narkoba dan alkoholismus juga berhubungan dengan pneumonia
karena bersifat sedatif yang dapat mengganggu refleks batuk dan transportasi
mukosiliar sehingga meningkatkan resiko kolonisasi kuman. Alkohol dapat
mengganggu efek makrofag yaitu sel darah putih yang berfungsi dalam destruksi
kuman. Penggunaan narkoba secara intravenous dapat menyebabkan penyebaran
kuman dari situs injeksi ke paru melalui pembuluh darah.6,7
7
2.5. Klasifikasi8,9
2.6. Patogenesis10,11
Pneumonia terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Faktor imunitas inang termasuk
mekanisme pertahanan tubuh non spesifik berupa proteksi mekanik untuk refleks
batuk dan koordinasi epiglottis, klirens sekresi lendir dan keutuhan epitel bronkus
serta mekanisme pertahanan tubuh spesifik berupa kemampuan pembentukan
antibodi, adanya komponen komplemen serum dan tingkat kuantitatif /kualitatif
sel-sel fagosit. Faktor lingkungan menunjukkan perbedaan jenis kuman yang ada
di suatu daerah atau dalam dan di luar rumah sakit. Faktor ini juga pengaruh dari
sanitasi dan polusi udara. Faktor kuman adalah sifat/ karakteristik dari jenis
kuman yang menginfeksi penderita yang akan menghasilkan gejala yang khas.
9
Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak
dengan cepat masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli lain melalui pori
interalveolaris dan percabangan bronkus. Kapiler di dinding alveoli mengalami
kongesti dan alveoli berisi cairan edema. Kuman berkembang biak tanpa
hambatan dan beberapa neutrofil dan makrofag masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Selanjutnya, kapiler yang telah
mengalami kongesti disertai dengan diapedesis sel –sel eritrosit. Alveoli dipenuhi
oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan
adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman
menjadi terhalang bahkan difagositosis. Pada saat ini juga akan terbentuk
antibodi. Bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat dalam
alveoli beserta sisa-sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding
alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal.
Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain (1) Zona luar,
alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema, (2) zona permulaan konsolidasi yang
terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah, (3) zona konsolidasi
luar, daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak, dan (4) zona resolusi, daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit dan makrofag alveolar, sehingga terlihat dua gambaran
yaitu hepatisasi merah yaitu daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan
dan hepatisasi kelabu yaitu daerah konsolidasi yang luas.
10
1. Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kuman penyebab yang berhubungan dengan
factor infeksi:
a. Evaluasi factor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae), penyakit kronik
(kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negative/anaerob),
penurunan imunitas (kuman Gram negative, Pneumocystic carinii, CMV,
Legionella, jamur, Mycobacterium), kecanduan obat bius (Staphylococcus).
b. Bedakan lokasi infeksi: Pneumonia Komunitas (Streptococcus pneumoniae,
H. influenzae, M. pneumonia), rumah jompo, Pneumonia Nosokomial
(Staphylococcus aureus), Gram negative.
c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae).
d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae);
perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae). 11
2. Pemeriksaan Fisik
Persentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan keadaan klinis.
Perhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas
kuman dan tingkat berat penyakit.
a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti S. pneumonia,
Streptococcus spp., Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan
myalgia, malaise, batuk kering dan nonproduktif;
11
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae,
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain Staphylococcus,
virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstitial (interstitial disease) oleh
virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apical lobus bawah
atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien
yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrate di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella spp, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus
bawah dapat terjadi akibat Staphylococcus atau bakteremia. Bentuk lesi
berupa kavitasi dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi
anaerob, Gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia
sering ditimbulkan S. pneumoniae. Dapat juga oleh kuman anaerob, S.
pyogenes, E. coli dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh K.
pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat pada pneumonia
12
b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, orangtua, atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman gram negative atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.11
13
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test,
dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN
yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan
pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi
selanjutnya.11
d. Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap viru, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan
untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien
pneumonia nosokomial/pneumonia komunitas yang dirawat nginap perlu
diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah.11
space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru
yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.
3. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air
bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan
jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.
Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi
pleura.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat
dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah
yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB
adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus
paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan
gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan
laboratorium.
2.9. Penatalaksanaan
a. Terapi Kausal
Pasien pada awalnya diberikan terapi empiric yang ditujukan pada
pathogen yang paling mungkin menjadi penyebab atau antibiotik yang
berspektrum luas. Bila telah ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Pada
pasien rawat inap antibiotik harus diberikan dalam 8 jam pertama dirawat di
rumah sakit.11
Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa dengan
pneumonia komunitas adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau
fluoroquinolon terbaru. Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40
tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme
atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae
yang resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke
derivate fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk pneumonia komunitas yang
disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-
15
keganasan) Mycoplasma,
Chlamydia
pneumoniae dan
Legionella
Aspirasi Anaerob mulut Ampicilin 100-200 2-6 g
Community Anaerob mulut, Amoxicillin 100-200 2-6 g
Hospital S.aureus, gram(-) Klindamisin 8-20 1,2-1,8 g
enterik Klindamisin 8-20 1,2-1,8 g
+aminoglikosida .
Nosokomial
Pneumonia K. pneumoniae, Cefuroksim 50-75 1-2 g.
Ringan, Onset P. aeruginosa, Cefotaksim 50-75 1-2 g.
<5 hari, Enterobacter Ceftriakson 50-75 1-2 g
Risiko spp. Ampicilin-Sulbaktam 100-200 4-8 g
rendah S. aureus, Tikarcilin-klav 200-300 12 g
Gatifloksasin - 0,4 g
Levofloksasin - 0,5-0,75
g
Pneumonia K. pneumoniae, Gentamicin/Tobramici 7,5 4-6
berat**, P. aeruginosa, n - mg/kg
Onset > 5 Enterobacter atau Ciprofloksasin )* 150
hari, Risiko spp. + 100-150 0,5-1,5 g
Tinggi S. aureus, Ceftazidime atau 2-6 g
Cefepime atau 2-4 g
Tikarcilinklav/
Meronem/Aztreonam
Keterangan :
*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika
yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama.
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat,
gagal ginjal.
17
b. Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien dengan pneumonia
adalah sebagai berikut.11
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk,
khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish
mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi
tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitive terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
termasuk pada gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud
mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
tidak bermanfaat pada renjatan septik.
6. Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre
renal.
7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker.konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan
kompliens paru hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu
dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan
FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat asidosis, henti
napas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
8. Drainase empiema bila ada.
18
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi yang cukup kalori terutama
didapatkan dari lemak (50%), hingga dapat dihindari produksi CO2 yang
berlebihan.
2.10. Komplikasi11
2.11. Prognosis11
1. Pneumonia Komunitas
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang
buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian
no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia sebesar
89%.
2. Pneumonia Nosokomial
Angka mortalitas dapat mencapai 33-50% yang bisa mencapai 70%
bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya.
Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh P.
Aeruginosa atau Acinobacter spp.
19
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pangkalan Brandan
Agama : Islam
No. MR : D18010278
ANAMNESIS PENYAKIT
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 60kg TB : 165cm
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82x/menit (teratur, kuat, isian cukup)
Nafas : 20x/menit
Suhu : 37,6°C (sudah diberi obat penurun panas)
Pemeriksaan khusus
Kepala dan leher
Kulit dan wajah : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sclera
tidak ikterik, mata cekung (-)
Mulut : Lidah tidak kotor, bibir kering, sianosis (-), gusi
tidak ada perdarahan, faring tidak hiperemis,
pembesaran tonsil (-), gigi berlobang (-)
Leher : KGB tidak membesar.
Thorax
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan,
gerak nafas simetris, tidak ada bagian yang
tertinggal.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: Bronkial, ST: ronki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
21
Ektremitas
Ptekie (-), capillary refilling time < 2 detik, edema tidak ada, turgor kulit normal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 13,8 gr/dl
Hematokrit : 39,9 %
Leukosit : 15.120/mm3
Trombosit : 252.000/mm3
Eritrosit : 4,81 juta/mm3
KGD : 233 mg/dl
22
Foto Thorax
DIAGNOSIS KERJA
Pneumonia DD/ TB Paru
PENATALAKSANAAN
O2 1-3 L/i
IVFD Ringer Laktat 20gtt/i
Inj. Ranitidin 50mg/12jam
23
DAFTAR PUSTAKA