Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT I

Oleh:
Ayu Aprilisa Dahni Putri, S.Ked 04084821820010

Pembimbing:
dr. Syamsu Rijal, SpA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT TK.II A.K. GANI PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT I

Oleh:
Ayu Aprilisa Dahni Putri, S.Ked 04084821820010

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya di RS TK. II A.K Gani Palembang periode 20 Mei – 14 Juni 2019.

Palembang, Mei 2019


Pembimbing

dr. Syamsu Rijal, SpA

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Demam Berdarah Dengue Derajat I”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RS TK. II A.K Gani Palembang
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Syamsu
Rijal, SpA atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan laporan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................ 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13
BAB IV ANALISIS KASUS ........................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968
penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian
luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak
tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe
virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan
metode serologik. A. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling utama
untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat antropofilik, hidup dekat manusia, dan
sering hidup di dalam rumah sekitar kamar tidur, pakaian, dan air bersih sehingga
sulit untuk mengontrolnya dari lingkungan luar. Nyamuk dewasa lebih sering
menggigit pagi hari dan sore hari. Setelah menggigit manusia yang terinfeksi, virus
dengue memasuki nyamuk betina dewasa. Virus pertama kali bereplikasi dalam
midgut kemudian bereplikasi dalam kelenjar saliva nyamuk yang lamanya kurang
lebih 8-12 hari, periode ini disebut periode ekstrinsik. Nyamuk yang mengandung
virus tersebut kemudian menggigit manusia lain dan bereplikasi dalam tubuh
manusia dengan masa inkubasi 4-7 hari (3-14 hari) yang disebut periode intrinsik.
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada
waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini
masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula
tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai
meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun
laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya.

1
Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di
dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap.
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung
meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19
insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak
negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di
rumah sakit. Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi
akut endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis
atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini
sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat
memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan
pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. AZ
Umur / Tanggal Lahir : 4 tahun (27 April 2015)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. W
Pekerjaan Ayah : Swasta
Nama Ibu : Ny. D
Pekerjaan Ibu : Guru
Alamat : Kertapati, Palembang
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
Dikirim oleh : UGD RS TK. II A.K Gani Palembang
MRS : 21 Mei 2019 pukul 09.17 WIB

II. ANAMNESIS
Tanggal : 21 Mei 2019 (Pukul 15.30 WIB)
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama : Demam hari ke-3
Keluhan Tambahan : Penurunan nafsu makan

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien tiba-tiba demam, suhu
tidak diukur. Demam tinggi terus-menerus. Nyeri pada persendian ada,
nyeri di belakang bola mata ada, nafsu makan berkurang ada. Buang air

3
besar (BAB) seperti biasa. Buang air kecil (BAK) biasa berwarna kuning
jernih. Pasien tidak ada sakit perut, mual, maupun muntah. Pasien langsung
dibawa ke UGD RS TK. II A.K Gani Palembang

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa Kehamilan : Cukup bulan
Partus : Spontan, per-vaginam
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 27 April 2015
BB : 2900 gram
PB : 48 cm
Lingkar kepala : Ibu lupa

1. Riwayat Makanan
ASI : 0 bulan – 18 bulan
Susu : 18 bulan – sekarang
Nasi Tim/lembek : 6 – 12 bulan
Bubur Nasi : 12 – 18 bulan
Nasi Biasa : 18 bulan – sekarang
Daging : 1-2x/minggu
Tempe : Hampir setiap hari
Tahu : Jarang
Sayuran : Jarang
Buah : Jarang
Kesan : Anak diberikan makanan sesuai dengan usianya
Kualitas : Baik

4
2. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULANGAN
Umur Umur Umur Umur
BCG 1 bln
DPT 1 2 bln DPT 2 4 bln DPT 3 6 bln
HEPATITIS 0 bln HEPATITIS 2 bln HEPATITIS 3 bln
B1 B2 B3
Hib 1 2 bln Hib 2 4 bln Hib 3 6 bln
POLIO 1 0 bln POLIO 2 2 bln POLIO 3 4 bln
CAMPAK 9 bln POLIO 4 6 bln
KESAN: Imunisasi Dasar Lengkap

3. Riwayat Keluarga
Perkawinan : Perkawinan pertama
Umur : Ayah 32 tahun, Ibu 31 tahun
Pendidikan Terakhir Ayah : D3
Pendidikan Terakhir Ibu : S1
Penyakit yang pernah diderita : Riwayat penyakit serupa tidak ada

4. Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : Ibu lupa
Berbalik : 4 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Merangkak : 7 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 14 bulan
Berbicara : 14 bulan
KESAN: Perkembangan baik

5. Riwayat Perkembangan Mental


Isap Jempol : berhenti sejak usia 1 tahun
Ngompol : berhenti sejak usia 1 tahun 10 bulan

5
Sering Mimpi : tidak
Aktivitas : aktif
Membangkang : tidak
Ketakutan : tidak
KESAN: Perkembangan mental baik

6. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


- Riwayat demam tinggi terus menerus sebelumnya disangkal
- Riwayat mimisan sebelumnya disangkal
- Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal
- Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal

III. Pemeriksaan Fisik (dilakukan tanggal 21 Mei 2019, pukul 15.30 WIB)
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 14 kg
PB atau TB : 98 cm
Status gizi : Gizi baik
BB/U : - 2 SD s/d +2 SD (Normoweight)
TB (PB)/U : - 2 SD s/d +2 SD (Normoheight)
BB/TB : - 2 SD s/d +2 SD (Normal)
Tidak ada edema, tidak ada sianosis, tidak ada dispnoe, tidak ada anemia,
tidak ada ikterus, tidak ada dismorfik.
Suhu : 37.0oC
Respirasi : 22x/menit
Tipe Pernapasan: Torakoabdominal
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 78x/ menit
Isi/kualitas : Isi cukup, tegangan cukup
Regularitas : Reguler

6
Kulit : Petechiae ada, pucat tidak ada, ikterik tidak ada

b. Pemeriksaan Khusus
Kepala : normocephali
Rambut : hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pupil bulat isokor, diameter 3mm, refleks
cahaya +/+
Hidung : tidak ada septum deviasi, tidak ada sekret, tidak ada
nafas cuping hidung
Telinga : liang telinga lapang, tidak ada sekret
Mulut : bibir tidak kering, tidak ada sianosis
Lidah : Tidak ada lidah kotor, tidak ada tremor lidah
Tenggorokan : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trakea di tengah

THORAX
Paru
- Inspeksi : pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, tidak terdapat retraksi intercostae dan
suprasternal
- Palpasi : stem fremitus kanan-kiri dan depan-belakang sama
kuat
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : suara pernapasan vesikuler (+) normal, ronkhi -/-.
wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

7
ABDOMEN
- Inspeksi : tampak datar, venektasi tidak ada
- Palpasi : Lemas, nyeri tekan epigastrium (-),
hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”, Rumple leede (+)


Kulit : turgor baik, petechiae(+) pada tangan dan kaki
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

IV. Status Neurologis


Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Fungsi motorik N N N N
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Reflek fisiologis (+) (+) (+) (+)

Reflek patologis - - - -
Gejala rangsang - - - -
meningeal
Fungsi sensorik Normal Normal Normal Normal
Nervi Kraniales Tak diperiksa
Reflek primitif - - - -

8
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hematologi RS TK. II A.K Gani Palembang (21 Mei 2019, pukul 10.01 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 12,2 12 - 17 g/dL
Hematokrit 35 37 - 45 %
Leukosit 5,7 5 - 10 ribu/𝜇𝐿
Trombosit 145 150 - 450 ribu/𝜇𝐿
Hitung jenis 0/3/44/45/8 0-1/1-3/50-70/20-40/ %
(basofil/eosinofil/ 2-8
netrofil/limfosit/
monosit)
LED 30 <15 mm

Imunoserologi (21 Mei 2019, pukul 10.01 WIB)


IMUNOSEROLOGI
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Salmonela Typhi H 1/60 Negatif
Salmonela Typhi O 1/80 Negatif

Hematologi RS TK. II A.K Gani Palembang (22 Mei 2019, pukul 07.13 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 11,9 12 - 17 g/dL
Hematokrit 34 37 - 45 %
Trombosit 152 150 - 450 ribu/𝜇L

VI. DAFTAR MASALAH


1. Demam hari ke-3
2. Rumple leed positif

VII. DIAGNOSIS BANDING


Demam berdarah dengue
Demam dengue
ITP

9
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue grade I

IX. PENATALAKSANAAN
 Tirah baring
 Observasi tanda-tanda syok perdarahan
 Kurva Suhu/6 jam
 IVFD KA-EN 1B gtt 10x/menit
 Ampicillin 4 x 1/3 vial
 Paracetamol syp 4x6 cc (Jika Suhu >38,5oC)

X. RENCANA PEMERIKSAAN
Cek laboratorium darah rutin

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

10
FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
21/5/19 S : Keluhan : Hari demam ke-3
O : Sens: CM
TD: 100/60 mmHg N: 78x/menit RR: 22x/menit T : 37,0oC
Kepala : nafas cuping hidung (-), konjungtiva anemis (-)
sklera ikterik (-),
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”, Rumple leed test (+)
A : DBD grade I
P : IVFD KA-EN 1B gtt 10x/menit
Ampicillin 4 x 1/3 vial
Paracetamol syp 3 x 6 cc (Jika Suhu >38.5 oC)
Observasi demam, tanda-tanda syok dan perdarahan
Cek Laboratorium Hb, Ht, Trombosit

Laboratorium RS TK. II A.K Gani Palembang


(21 Mei 2019, pukul 10.01 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,2 12 - 17 g/dL
Hemotokrit 35 37 - 45 %
Trombosit 145 150 - 450 ribu/𝜇𝐿
Hitung jenis 0/3/44/45/8 0-1/1-3/50-70/ %
(basofil/eosinofil/ 20-40/2-8
netrofil/limfosit/
monosit)

11
Imunoserologi (21 Mei 2019, pukul 10.01 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
IMUNOSEROLOGI
Salmonela Typhi H 1/60 Negatif
Salmonela Typhi O 1/80 Negatif

22/5/19 S : Bebas demam hari ke-4


O : Sens: CM
TD: 100/60 mmHg N: 80x/menit RR :22x/menit T : 36,8oC
Kepala : nafas cuping hidung (-), konjungtiva anemis (-)
sklera ikterik (-),
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”, Rumple leed test (+)
A : DBD grade I
P : IVFD KA-EN 1B gtt 10x/menit
Ampicillin 4 x 1/3 vial
Paracetamol syp 3 x 6 cc (Jika Suhu >38.5 oC)
Observasi demam, tanda-tanda syok dan perdarahan

Laboratorium RSMH (22 April 2019, pukul 07.13 WIB)


Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,9 12 - 17 g/dL
Hematokrit 34 37 - 45 %
Trombosit 152 150 - 450 ribu/𝜇𝐿

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. DEFINISI
Infeksi virus dengue adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus ini menyerang manusia melalui
perantara nyamuk Aedes agypti atau Aedes albopictus. Keempat serotipe dengue
dapat ditemukan di Indonesia, dengan DEN-3 merupakan serotipe dominan yang
banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2.
Spektrum klinis infeksi dengue dibagi menjadi asimtomatik dan
simtomatik. Infeksi virus simtomatik terbagi lagi menjadi demam tidak khas
(sindrom virus), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan
demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS).

3.2 ETIOLOGI
Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang
berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4 ditularkan
melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak memberi perlindungan terhadap
serotipe lain.

3.3 PATOGENESIS
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan faktor virus
(serotipe, jumlah, dan vilurensi), faktor host (pejamu, genetik, usia, status gizi,
penyakit komorbid, dan interaksi antara virus dan pejamu), serta faktor lingkungan
(lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan dan mobilitas penduduk,
serta kesehatan lingkungan).

13
Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah sebagai berikut,
 Infeksi pertama kali menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk serotipe
penyebab
 Infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda pada umumnya
memberikan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan infeksi
primer
 Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki antibodi dapat menunjukkan
manifestasi klinis berat walaupun pada infeksi primer
 Perembesan plasma sebagai tanda karakteristik untuk DBD terjadi saat
jumlah virus dalam darah menurun
 Perembesan plasma terjadi dalam waktu 24-48 jam dan pada pemeriksaan
patologi tidak ditemukan kerusakan dari sel endotel pembuluh darah.

Infeksi virus dengue dan replikasinya berperandalam timbulnya gejala


klinik pada penderita.Partikel virus yang masuk ke dalam tubuh akanmerangsang
respon imun dari penderita, baikrespon imun akut yang sifatnya general,
maupunrespon imun jangka panjang yang bersifat spesifik.
Pada infeksi pertama kali (infeksi primer),respon imun tubuh yang
segera bereaksi adalahsistim innate immunity yang responnya bersifatumum untuk
antigen asing yang masuk ke dalamtubuh. Innate immunity ini diperantarai Antigen
precenting cells (APC) yang akan memfagositosisdan memecah virus dengue
menjadi bagian-bagianlebih kecil untuk dipresentasi/disampaikan ke sistemimun
selanjutnya untuk merangsang pembentukanantibodi cepat (IgM) untuk
menetralisir partikelvirus, pelepasan sitokin dan mediator kimialain yang
medorong rantai reaksi radang, sertapengaktifan sel sitotoksik yang akan
melisiskan selyang terinfeksi.
Pembentukan antibodi akut IgM pada infeksiprimer biasanya dimulai
beberapa hari setelahterinfeksi dan akan bertahan sekitar 3 bulan untukmemberi
perlindungan terhadap virus tersebut,sementara untuk perlindungan jangka
panjang,tubuh akan membentuk antibodi IgG yang spesifikterhadap serotipe virus
yang menginfeksi danmemberikan kekebalan seumur hidup terhadapserotipe virus

14
yang sama dan menyimpaninformasinya melalui sel memori. Infeksi
berikutnyadengan serotipe yang sama hanya memberikangejala ringan atau tanpa
gejala. Sementara infeksioleh serotipe yang berbeda, yang hanya
memilikikesamaan epitope antigen akan merangsangrespon imun baru, termasuk
untuk pembentukan antibodi IgM dan antibodi IgG yang sesuai dengantipe virus
yang baru, sehingga antibodi IgG lamayang dibentuk sebelumnya tidak dapat
menetralisirvirus yang baru tetapi justru mengopsonisasivirus tersebut untuk
mebantu perlekatan ke selmakrofag. Hal ini menyebabkan infeksi berulangvirus
dengue oleh tipe virus yang berbedacenderung akan meningkatkan tingkat
kemampuanreplikasi virus dan pada akhirnya menghasilkangejala yang lebih berat,
inilah yang dikenal dengan sebutan antibody dependent enhancement (ADE).
Di samping respon imun yang diperantaraiantibodi, respon imun
terhadap virus dengue jugadiperantarai oleh sitokin, terutama IFN gamma,
TNFalfa, interleukin 6 (IL6) dan sel sitotoksik. Pelepasansitokin ini berakibat pada
kerusakan sistem kapilerpembuluh darah dan penurunan jumlah trombosityang
berakibat pada terjadinya kebocoran plasmakeluar dari sistim pembuluh darah ke
jaringan danjuga terjadinya pendarahan akibat gangguan sistimpembekuan yang
diperantarai oleh trombosit.

3.4 PATOFISIOLOGI
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
bergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi
(1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma
dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit menurun,
apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit
sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan sel
endotel pembuluh darah akan merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga
faktor diatas menyebabkan (1) peningkatan permeabilitas kapiler; (2)

15
kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
koagulopati.
Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur berikut :

Gambar 1. Patofisiologi Infeksi Dengue

3.5 MANIFESTASI KLINIK


Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi
mulai dari asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), dengue fever, dengue haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom.
Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak, tetapi pada awal
penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau berat.

16
Gambar 2. Manifestasi infeksi virus dengue

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul
oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi
secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus
akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang
terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh
manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana
perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis
dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap
keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :
Bentuk reaksi pertama
Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus
pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
Bentuk reaksi kedua
Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah
dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi
perdarahan.

17
Bentuk reaksi ketiga
Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen
plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa
gejala asites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh
manusia hanya memberi reaksi bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan
menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi terjadi maka
orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.

Demam Dengue
Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa
demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada
infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 ºC) dan
dapat disertai dengan menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik
sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas putranya berangkat
sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang putranya sudah
mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada saat anak mulai panas
ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima
hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak
(lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo.
Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung
selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik
lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai
punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul
dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang
dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola
mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini,
di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita
gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat
awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher,

18
dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah
kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya
timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti
kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas turun atau
setelah hari ke-5.
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD selalu disertai
dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat
secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda
perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan
spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan
kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit (echimosis),
perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif yang dapat berakhir pada kematian.
Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui
oleh orangtua mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai
dengan perdarahan hidung (epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai
habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan yang bersifat sementara dari gangguan
berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada keadaan lain ada penderita
anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-obat panas
tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita dengan
kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya
dihindari.

Demam Berdarah Dengue


Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai
manifestasi gejala klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan
virus dengue juga didapatkan pada DBD. Yang membedakan DBD dengan dengue
fever adalah adanya manifestasi gejala klinis sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3
pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa keluarnya plasma (cairan)
darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan
rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat

19
mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Yang dalam
praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan
transfusi darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan.
Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau
mendeteksi kapan seorang penderita DBD mulai mengalami keluarnya plasma
darah dari dalam pembuluh darah. Keluarnya plasma darah ini apabila ada biasanya
terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari ke-6. Biasanya didahului oleh
penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara mendadak (lysis)
dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan
didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat. Banyak
ditemui kasus dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita dirasakan
normal mengira kalau putranya sembuh dari sakit. Kondisi tersebut mengakibatkan
orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada
keadaan ini penderita sudah dalam keadaan terlambat sehingga kurang optimal
untuk diselamatkan dari penyakitnya.

Sindrom Syok Dengue (SSD/DSS)


Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi ≤ 20
mmHg, hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah.
Dengan kata lain demam berdarah dengue yang telah memasuki keadaan syok
(sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO).

Pemeriksaan Penunjang
1. Lab darah rutin
Lekosit: dapat normal tapi biasanya lekopeni dengan dominasi sel neutrofil,
pada akhir fase demam, terjadi lekopeni dan neutropeni serta limfositosis
relatif (peningkatan sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru>15% dapat
dijumpai pada hari ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi)

Trombosit

20
Trombositopeni <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan
pandangan besar. Biasa ditemukan antara hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya
terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum suhu turun.
Hemokonsentrasi dengan tanda:
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis
kelamin
- Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapat pengobatan cairan
- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia
Pemeriksaan laboratoris lain:
- Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara
- Eritrosit pada tinja hamper selalu ditemukan
- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan
fibrinolitik, yaitu fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan
antitrombin III
- Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin
K-dependent, protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen
mungkin subnormal
- Waktu perdarahan memanjang (PT dan PTT memanjang)
- Penurunan α-antiplasmin (α-antiplasmin inhibitor) jarang ditemukan
- Serum komplemen menurun, hipoproteinemia, kadang-kadang
hipokloremia
- Hiponatremia
- Serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat
- Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok
berkepanjangan

2. Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan,
tetapi bila terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya
dilakukan lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi
dengan USG

21
3. Diagnosis serologi
 Hemaglutination Inhibition Test (HI test)
Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibodi HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji
seroepidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x
dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau
konvalesen dianggap diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(presumtif +)
 Complement Fixation test
Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara pemeriksaannya
ruwet dan membutuhkan tenaga pemeriksa berpengalaman.
 Neutralization Test
Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi
dariplaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih
cepat dari antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan ruwet.
 IgM dan IgG Elisa Mac Elisa (IgM captured Elisa)
Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari
4-5 yang kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada
serum pasien, dapat ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan
<6 minggu) bila masih negatif, harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6
masih tetap (-), msks dilaporkan sebagai (-). IgM hanya dapat bertahan
dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga tidak boleh dijadikan
satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya sedikit di
bawah uji HI, spesifitas sama dengan uji HI dan hanya memerlukan 1 serum
akut saja. Saat ini sudah beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI
hanya lebih spesifik (IgM/IgG dengue blot, dengue rapid, dll). Pada infeksi
sekunder, IgG lebih banyak didapatkan.
 Isolasi virus
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari

22
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan nyamuk A
albopictus
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik/intraserebral pada
larva
 Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak
langsung. Untuk identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi
monoclonal
 NS1 antigen test(Platelia Dengue NS1 Ag assay ) pemeriksaan untuk DBD
yang pertama kalai diperkenalkan tahun 2006 oleh Bio-Rad Laboratories,
dapat mendeteksi dihari pertama panas sebelum antibodi dapat terdeteksi 5
hari kemudian.

23
Gambar 3. Respon imun tubuh terhadap infeksi virus dengue

3.6 KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS


Klasifikasi diagnosis WHO 1997
Dalam klasifikasi diagnosis WHO 1997, infeksi virus dengue dibagi
dalam tiga spektrum klinis yaitu undifferentiated febrile illness, demam dengue
(DD) dandemam berdarah dengue (DBD). Dalam perjalanan penyakit infeksi
dengueditegaskan bahwa DBD bukan lanjutan dari DD namun merupakan
spectrum klinis yang berbeda.Perbedaan antara DD dan DBD adalah terjadinya
kebocoran plasma pada DBD, sedangkan pada DD tidak. Selanjutnya
DBDdiklasifikasikan dalam empat derajat penyakit yaitu derajat I dan II untukDBD
tanpa syok, dan derajat III dan IV untuk sindrom syok dengue. Pembagian derajat
penyakit tersebut diperlukan sebagai landasan pedoman pengobatan.
Namun, di lain pihak sejak beberapa tahun banyak laporan dari
negaranegara di kawasan Asia Tenggara, kepulauan di Pasifik, India, dan Amerika

24
Latin mengenai kesulitan dalam membuat klasifikasi infeksi dengue.
Kesulitan terjadi saat menentukan klasifikasi dengue berat (severe dengue) karena
tidaktercakup di dalam kriteria diagnosis WHO 1997. Jadi, kriteria WHO yang
telah dipergunakan selama tiga puluh tahun tersebut perlu dinilai kembali

Gambar 4. Klasifikasi kasus dengue menurut WHO 1997

Selanjutnya, DBD diklasifikasikan menjadi 4 derajat penyakit, yaitu


derajat I dan II untuk DBD tanpa syok, dan derajat III dan IV untuk sindrom syok
dengue.

Klasifikasi diagnosis WHO 2011


Klasifikasi diagnosis WHO 2011 disusun untuk memperbaiki
klasifikasi diagnosis WHO tahun 2009 yang kurang dapat diterima penggunaannya,
terutama pada pasien anak. Klasifikasi diagnosis WHO 2011 dibuat menyerupai
klasifikasi diagnosis WHO 1997, namun kelompok infeksi dengue simtomatik
dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded dengue syndrome
terdiri dari isolated organopathy dan unusual manifestation.

25
Gambar5. Klasifikasi kasus dengue menurut WHO 2011

Selanjutnya, WHO-SEARO 2011 membagi derajat infeksi dengue


sebagai berikut:
Derajat Tanda dan gejala Laboratorium
Demam Demam dengan 2 tanda Leukopenia (WBC ≤5000 sel/mm3)
dengue berikut: Trombositopenia (≤150.000 sel/mm3)
 Sakit kepala Peningkatan hematokrit (5%-10%)
 Nyeri retroorbita Tidak ada bukti kehilangan plasma
 Myalgia
 Artralgia
 Petekie
 Manifestasi perdarahan
 Tidak ada bukti kebocoran
plasma
DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia <100.000 sel/mm3
perdarahan (uji tourniquet Hematokrit meningkat ≥20%
positif) dan bukti kebocoran
plasma
DBD II Derajat I dengan perdarahan Trombositopenia <100.000 sel/mm3
spontan Hematokrit meningkat ≥20%

26
DBD III Derajat I atau II dengan Trombositopenia <100.000 sel/mm3
kegagalan sirkulasi (nadi Hematokrit meningkat ≥20%
lemah, tekanan darah sempit,
hipotensi)
DBD IV Derajat III dengan profound Trombositopenia <100.000 sel/mm3
shock (nadi tidak teraba dan Hematokrit meningkat ≥20%
tekanan darah tidak terukur)

Berdasarkan kriteria WHO tersebut, UKK Infeksi dan Penyakit Tropis


IDAI membagi kriteria diagnosis infeksi dengue menjadi kriteria diagnosis klinis
dan diagnosis laboratoris.

Kriteria Diagnosis Klinis


A. Diagnosis klinis demam dengue
 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik.
Demam tidak didahului demam ringan sebelumnya.
 Manifestasi perdarahan baik spontan (petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematememsis, atau melena); maupun uji
tourniquet positif
 Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital
 Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar
rumah
 Leukopenia <4000/mm3
 Trombositopenia <100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih
tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.

B. Diagnosis klinis demam demam berdarah dengue


 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus

27
 Manifestasi perdarahan baik yang spontan (petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, atau melena); maupun uji
tourniquet positif
 Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital
 Dijumpai kasus demam berdarah dengue baik di lingkungan sekolah,
rumah, atau di sekitar rumah.
 Hepatomegali
 Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda:
- Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari
data populasi menurut umur
- Ditemukan adanya efusi pleura, ascites
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
 Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti
pembesaran plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
diagnosis DBD.

Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan


terjadinya syok pada penderita DBD adalah sebagai berikut:
Klinis Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
Muntah yang menetap
Letargi, gelisah
Perdarahan mukosa
Pembesaran hepar
Akumulasi cairan
Oliguria
Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan
penurunan cepat jumlah trombosit
Hematokrit awal tinggi

28
C. Demam berdarah dengue dengan syok (SSD)
Demam berdarah dengue dengan syok (SSD) dikatakan jika memenuhi
kriteria demam berdarah dengue serta ditemukan tanda dan gejala syok
hipovolemik baik yang terkompensasi maupun terdekompensasi.
Tanda dan Gejala Syok Terkompensasi
 Takikardia
 Takipnea
 Perbedaan tekanan sistolik dan diastolic <20 mmHg
 Waktu pengisian kapiler >2 detik
 Kulit dingin
 Produksi urin menurun, < iwl/kgBB/jam
 Anak gelisah

Tanda dan Gejala Syok Terkompensasi


 Takikardia
 Hipotensi
 Nadi cepat dan kecil
 Pernapasan Kusmaull atau hiperpnea
 Sianosis
 Kulit lembab dan dingin
 Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

D. Expanded dengue syndrome


Memenuhi kriteria demam dengue atau DBD baik disertai syok
maupun tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau
dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala:
 Kelebihan cairan
 Gangguan elektrolit
 Ensefalopati
 Ensefalitis

29
 Perdarahan hebat
 Gagal ginjal akut
 Haemolytic uremic syndrome (HUS)
 Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, pericarditis
 Infeksi ganda

Kriteria Diagnosis Laboratorium


A. Probable dengue
Ketika diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi anti dengue
B. Confirmed dengue
Ketika diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome virus dengue dengan
pemeriksaan RT-PCR, antigen dengue pada pemeriksaan NS1, atau apabila
didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi
positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan.

Isolasi virus dengue memberikan nilai yang sangat kuat dalam konfirmasi
diagnosis klinis, namun karena memerlukan teknologi yang canggih dan prosedur
yang cukup rumit, pemeriksaan ini bukan pemeriksaan yang rutin dilakukan.

3.7 DIAGNOSIS BANDING


Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus
atau protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
cikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi membedakan DBD dari penyakit lain. Diagnosis banding lain
adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic Trombositopenic Purpura (ITP),
leukemia, dan anemia aplastik.
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh keluarga
terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih
tingi, hampir selalu diikuti dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan
lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie, epistaksis

30
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DBD dengan demam yang
cepat menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase
penyembuhan jumlah trombosit pada DBD lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada
leukemia, demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis.
Pada anemia aplastik anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi
sekunder.

3.8 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan
biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatn intensif.
Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.
Pasien dengan demam tinggi terus menerus, kurang dari 7 hari yang
disertai nyeri kepala, nyeri retroorbital, myalgia, artralgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan baik spontan maupun hasil uji tourniquet, jumlah leukosit yang rendah
(<4000/mm3) tanpa atau dengan jumlah trombosit yang menurun dan apalagi bila
diketahui ada kasus dengue di lingkungan tempat tinggal atau di sekolah, maka
harus dicurigai pasien tersebut menderita infeksi dengue. Bila terdapat kenaikan
hematokrit sangat tinggi dibandingkan dengan nilai hematokrit pasien berdasarkan
pengamatan dari pasien-pasien terdahulu meningkatkan kecurigaan terhadap
kemungkinan infeksi virus dengue. Apabila rendah atau normal, nilai ini
merupakan data dasar yang sangat berguna dalam tata laksana selanjutnya.
Pasien infeksi virus dengue yang berobat ke sarana kesehatan dapat
bermanifestasi sebagai demam dengue, demam berdarah dengue, demam berdarah
dengue dengan syok atau expanded dengue syndrome. Oleh karena itu pada pasien
tersangka infeksi virus harus diteliti pasien mana yang bisa dilakukan pengobatan
rawat jalan dan pasien mana yang harus menjalani rawat inap. Pada umumnya

31
pasien pada saat masuk didiagnosis sebagai demam dengue dapat diperlakukan
sebagai pasien rawat jalan, kecuali bila ditemukan komorbiditas (thalassemia,
sindrom nefrotik, hipertensi, HIV-AIDS) atau terdapat asma bronkial dan obesitas,
atau indikasi sosial. Indikasi rawat inap pasien yang terinfeksi dengue adalah bila
pasien mengalami muntah persisten atau menolak makan dan minum. Pasien
dengan DBD, DBD dengan syok, atau expanded dengue syndrome juga mutlak
menjalani rawat inap.

Gambar 6. Skrining tersangka infeksi dengue

32
Pasien Rawat Jalan
Pasien yang masuk kriteria rawat jalan diberi pengobatan simtomatik
berupa antipiretik seperti parasetamol (dosis 10-15 mg/kgBB/dosis diulang 4-6 jam
bila demam). Hindari pemberian aspirin/NSAID untuk menurunkan panas.
Menurunkan demam dengan kompres diperbolehkan, dengan cara kompres hangat.
Anak disarankan untuk cukup minum, baik air putih maupun teh, namun lebih baik
jika diberikan cairan yang mengandung elektrolit seperti jus buah, oralit atau air
tajin. Tanda kecukupan cairan adalah diuresis setiap 4-6 jam.
Pasien diharuskan untuk kembali berobat (kontrol) setiap hari hal ini
mengingat tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai DD, tanda dan
gejala yang karakteristik baru timbul setelah beberapa hari kemudian. Pasien harus
segera dibawa ke rumah sakit jika ditemukan satu atau lebih keadaan berikut:
 suhu turun ketika keadaan anak memburuk
 nyeri perut hebat
 muntah terus-menerus
 tangan dan kaki dingin dan lembab
 letargi atau gelisah/rewel
 anak tampak lemas
 perdarahan (BAB warna hitam atau muntah hitam)
 sesak napas
 tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam
 kejang

Pasien Demam Berdarah Dengue


Pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif, terapi suportif berupa
penggantian cairan merupakan pokok utama dalam tata laksana DBD. Pada DBD
terjadi kebocoran plasma yang apabila cukup banyak maka akan menimbulkan
syok hipovolemi (demam berdarah dengan syok/sindrom syok dengue) dengan
mortalitas yang tinggi. Dengan demikian penggantian cairan ditujukan untuk
mencegah timbulnya syok.

33
Perembesan plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun. Perembesan plasma
dapat dideteksi dengan pemeriksaan nilai hematokrit, sehingga jumlah cairan yang
diberikan harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematokrit. Perlu
diperhatikan bahwa kebocoran plasma pada DBD bersifat sementara, sehingga
pemberian cairan jumlah banyak dan jangka waktu lama dapat menimbulkan
kelebihan cairan pada pasien.

Penggantian cairan
Kunci tata laksana DBD terletak pada deteksi dini fase kritis, yaitu saat
suhuturun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya
kegagalansirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
kebocoranplasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalantanda- tanda bahaya secara awal dan pemberian cairan larutan garam
isotonikatau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma sesuai dengan
beratringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrityang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit yang cepat.
Jenis cairan yang dapat digunakan antara lain adalah kristaloid: ringer laktat
(RL), ringer asetat (RA), ringer maleate, garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam
larutan ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringerasetat (D5/RA),
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF). Untuk resusitasi syok
dipergunakan larutan kristaloid yang tidakmengandung dekstosa) atau koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin. Pada pasien
DBD, pilihan cairan adalah cairan kristaloid isotonik. Tidak dianjurkan pemberian
cairan hipotonik seperti NaCl 0,45% kecuali pada pasien <6 bulan. Cairan koloid
hiperonkotik seperti dextran 40 atau HES hanya diberikan pada perembesan plasma
massif yang ditunjukkan dengan nilai hematokrit tetap tinggi setelah diberi cairan
kristaloid adekuat atau pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian
bolus cairan kristaloid.
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi
klinis, dan temuan laboratorium. Pada pasien obesitas pemberian cairan sebaiknya
dihitung berdasarkan berat badan ideal untuk mencegah kelebihan cairan. Pada

34
DBD, terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20%, maka dari itu
jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan ditambah
dengan perkiraan defisit cairan sebesar 5%.

Tabel 1. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal

Tabel 2. Kecepatan pemberian cairan

Pada praktiknya, banyak pasien yang belum menunjukkan peningkatan


hematokrit yang berarti (masih didiagnosis sebagai DD), namun dikhawatirkan fase
ini merupakan awal dari DBD. Maka pemberian cairan cukup rumatan atau sesuai
kebutuhan. Volume cairan ditingkatkan bila nilai hematokrit naik dan kemudian
diturunkan bertahap seiring dengan penurunan nilai hematokrit.

35
Gambar 7. Kecepatan pemberian cairan intravena pada DBD tanpa syok

Antipiretik
Antipiretik yang diberikan adalah parasetamol dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali jika suhu >38oC dengan interval 4-6 jam, hindari pemberian
aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan kompres hangat.

Nutrisi
Bila pasien masih bisa minum, anjurkan pasien untuk minum yang cukup,
terutama minum cairan yang mengandung elektrolit.

Pemantauan
 Pantau keadaan umum pasien, perfusi perifer, dan tanda-tanda vital, serta nafsu
makan, muntah, perdarahan, dan tanda-tanda bahaya
 Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi dan dilakukan tiap
4-6 jam sekali

36
 Volume urin ditampung minimal 8-12 jam dan diupayakan jumlah urin ≥1,0
ml/kgBB/jam
 Pemeriksaan lainnya dilakukan berdasarkan indikasi yang sesuai.

Pasien Sindrom Syok Dengue


Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik yang disebabkan oleh
kebocoran plasma. Fase awal berupa syok terkompensasi dan dapat masuk ke fase
selanjutnya, yaitu syok dekompensasi. Diagnosis dini syok terkompensasi disertai
tata laksana yang cepat dan tepat memberikan prognosis yang jauh lebih baik
dibandingkan bila pasien jatuh ke fase syok dekompensasi. Prinsip utama tata
laksana SSD adalah pemberian cairan yang cepat dalam jumlah yang adekuat. Serta
melakukan tata laksana secara cepat dan tepat terhadap faktor komorbid dan
penyulit seperti hipoglikemia dan gangguan asam basa, serta elektrolit.
1. Sindrom syok dengue terkompensasi

Gambar 8. Tata laksana SSD terkompensasi

37
2. Sindrom syok dengue dekompensasi

Gambar 9. Tata laksana SSD dekompensasi

Kriteria Pemulangan Pasien


Pasien DBD dapat dipulangkan jika terdapat perbaikan klinis, tidak demam
selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan baik, jumlah urin cukup, minimal 2-3
hari setelah syok teratasi, tidak ada distress napas akibat efusi pleura atau asites,
jumlah trombosit >50.000/mm3, hematokrit stabil, dan jumlah urin cukup.

3.8 PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara
yang paling memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
a. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah
malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate)
untuk membunuh jentik (larvasida).
b. Tanpa insektisida

38
- Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal
sekali seminggu.
- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
- Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain
yang memungkinkan nyamuk bersarang.
- Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.

3.9 PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada
DBD/SSD mortalitasnya cukup tinggi. Dengan pemberian terapi cairan yang
agresif, prognosis dari DBD/SSD dapat menjadi baik.

39
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien AZ, seorang anak perempuan usia 4 tahun, dibawa ke UGD RS TK. II
A.K Gani Palembang dengan keluhan demam tinggi mendadak, terus menerus, sejak
3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tinggi terus menerus. Menurut
sifat dan waktu terjadinya demam berarti secara akut sehingga dapat dipikirkan
kemungkinan penyebab terjadinya demam tinggi adalah demam berdarah dengue
(DBD) dan demam dengue. Berdasarkan keluhan lain seperti nyeri pada persendian,
nyeri belakang bola mata, penurunan nafsu makan mengarahkan diagnosis ke demam
berdarah dengue, demam dengue, dan demam thypoid. Setelah pemeriksaan fisik
didapatkan tanda perdarahan spontan berupa ptekie pada kaki dan tangan sehingga
diagnosis mengarah pada DBD derajat I. Melalui anamnesis juga didapatkan bahwa
di lingkungan sekitar rumah pasien terdapat anak seusianya yang juga menderita
DBD.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Mei 2018 di RS TK. II A.K
Gani Palembang ditemukan adanya penurunan trombosit dengan hasil 145 ribu/µL,
hematokrit 35%. Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium mengarah ke diagnosis
DBD derajat I
Berdasarkan klasifikasi WHO anak didiagnosis menderita DBD derajat I:
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan spontan: ptekie, ekimosis, purpura.
3. Hasil laboratorium menunjukkan Trombositopenia (<100.000/ul).
4. Bukti kebocoran plasma
Berdasarkan kriteria tersebut maka pasien ini dapat didiagnosis dengan
DBD derajat I, karena ditemukan adanya demam tinggi selama 3 hari disertai ptekie
pada kaki dan tangan. Pada pasien dilakukan tatalaksana penanganan DBD derajat I
serta dilakukan pemantauan gejala klinis dan laboratorium.

40
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap terapi
yang diberikan. Edukasi yang diberikan kepada pasien dan orang tua adalah
(1) penderita harus banyak minum, dapat diberikan sedikit demi sedikit namun
sering, (2) menghindari aktivitas berat, terutama yang mengakibatkan perdarahan,
(3) menghindari dari gigitan nyamuk (menggunakan lotion anti nyamuk atau
memakai baju dan celana panjang), (4) melakukan 3M plus (menguras, menutup,
mengubur dan memantau), serta (5) mengenali tanda-tanda gawat.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Dengue haemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention and control, 2nd


edition. WHO, Geneva.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I, Edisi 3. FKUI, Jakarta, hal 425-426.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000). Kapita Selekta Kedokteran
Ilmu Kesehatan Anak. FKUI, Jakarta, hal 419 - 427.
4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2004). Demam Berdarah Dengue,
Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
dalam Tatalaksana Kasus DBD. FKUI, Jakarta.
5. John D Synder, Larry K Pickering. 2000. Demam Dengue. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak 15th eds. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Penerbit
IDAI. 2014.
7. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Penerbit IDAI. Jakarta.
2010.
8. Poesponegoro, Hardiono, dr. Sp.A(K). 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

42

Anda mungkin juga menyukai