Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

MENINGITIS

Disusun Oleh:

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 14 APRIL – 11 MEI 2019

Andi Kania Putri Noviami, S.Ked 04011281520120


Anugerah Indah Mareta, S.Ked 04011181520052
Nadia Madina Rahma, S. Ked 04084821820051
Nanda Syauqiwijaya, S. Ked 04011181520056

Pembimbing:
dr. T. Mirda Zulaicha, M.Ked(Ped), Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD KAYU AGUNG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

MENINGITIS

Oleh:

Andi Kania Putri Noviami, S.Ked 04011281520120


Anugerah Indah Mareta, S.Ked 04011181520052
Nadia Madina Rahma, S. Ked 04084821820051
Nanda Syauqiwijaya, S. Ked 04011181520056

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kayu Agung
Periode 11 Maret - 20 Mei 2019

Palembang, Mei 2019

Pembimbing

dr. T. Mirda Zulaicha, M.Ked(Ped), Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Meningitis”.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kayu Agung. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. T. Mirda
Zulaicha, M.Ked(Ped), Sp.A atas bimbingan yang telah diberikan.

Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi


penulis pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................ 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 15

BAB IV ANALISIS KASUS ........................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada


meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum
tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara
klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala,
kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis (peningkatan jumlah sel darah putih)
dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada durasi gejala, meningitis
dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara anatomis dibagi
menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis (agak
jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umum dan didefinisikan sebagai
peradangan pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.2
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap
patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi
(1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat
terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri
patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan
padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin lakilaki dan pada bayi
yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari
kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7
Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia
dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada
neonatus tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae
yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni
pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan
meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki
– laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan
terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS)
mengenai kedua jenis kelamin.8

1
Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.
Umumnya terdapat pada anak distrofik, yang daya tahan tubuhnya rendah.
Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000
kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih
tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan
E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit
ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40%
diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit
neurologis.9-11
Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan
di seluruh dunia. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi.
Kecurigaan klinis meningitis sangat dibutuhkan untuk diagnosis. Bila tidak
terdeteksi dan tidak diobati, meningitis dapat mengakibatkan kematian. Selama
pengobatan meningitis, perlu dimonitor efek samping penggunaan antiobiotik
dosis tinggi; periksa darah perifer serial, uji fungsi hati dan uji fungis ginjal. Perlu
dilakukan pemantauan ketat terhadap tumbuh kembang pasien yang sembuh dari
meningitis.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. RS
Umur / Tanggal Lahir : 1 tahun 4 bulan (13 Desember 2017)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. AW
Nama Ibu : Ny. H
Alamat : Kebun Hikmah 2, Pulau Geronggang, Pedamaran
Timur
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
MRS : 25 April 2019 / 17.00 WIB

II. ANAMNESIS (Alloanamnesis diberikan oleh ibu kandung pasien)


Tanggal : April 2019 pukul 11.30 WIB
Keluhan utama : Kejang
Keluhan tambahan : Demam
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Seorang anak perempuan usia 1 tahun 4 bulan, datang ke RSUD
Kayuagung dengan keluhan kejang dan demam. Ibu OS mengatakan anak
kejang kurang lebih 20 kali dengan durasi singkat sekitar 2-5 menit
dalam 24 jam, kejang umum. Sebelum kejang anak masih compos
mentis, saat kejang anak tidak dapat berinteraksi dengan sekitar, dan
setelah kejang mata anak membuka namun tidak respon saat dipanggil.
Demam muncul 10 hari SMRS, tidak terlalu tinggi, 7 hari SMRS demam
anak semakin tinggi. Anak sempat di rawat inap dengan dx DBD dan
dehidrasi lalu dipulangkan setelah diberi terapi cairan selama 4 hari.
Riwayat kejang sebelumnya disangkal, riwayat kejang dalam keluarga
disangkal

3
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat kejang sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


- Penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
- Riwayat kejang dalam keluarga disangkal

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Masa Kehamilan : Cukup bulan
Partus : Sectio Caesaria
Tempat : OK RSUD Kayu Agung
Ditolong oleh : Dokter spesialis obstetri ginekologi
Tanggal : 13 Desember 2017
BB : 3200g
TB : Ibu lupa
Lingkar kepala : Ibu lupa

Riwayat Makanan
ASI : Lahir - 6 bulan lamanya ±20 menit tiap 3 jam
Susu Formula : 2 tahun sampai 4 tahun
Bubur Nasi : 6 - 10 bulan, 3x/hari, 8 sendok makan
Nasi Tim : 10 - 15 bulan, 3x/hari, 8 sendok makan
Nasi Biasa : 15 bulan – sekarang, 3x/hari, banyaknya ±1 porsi (15-20
sendok makan)
Daging : 15 bulan – sekarang, 3x/hari, anak sering diberi lauk
berupa daging ikan dan daging ayam, sesekali daging sapi.
Potongan daging kecil.
Tempe : 15 bulan – sekarang, 3-4x/minggu, banyaknya 1 potong
kecil dan biasa diberikan bersama dengan lauk daging.

4
Tahu : 15 bulan – sekarang, 3-4x/minggu, banyaknya 1 potong
kecil dan biasa diberikan bersama dengan lauk daging.
Sayuran : 10 bulan – sekarang; setiap makan dalam porsi sedikit,
Anak tidak memilih-milih jenis sayuran yang dimakan.
Buah : Sejak usia 7 bulan frekuensi sering. Anak sering mkan
semangka dan jeruk.
Kesan : Kuantitas cukup, Kualitas cukup.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pekerjaan kedua orang tua pasien adalah karyawan perusahaan swasta
dengan pendapatan ± Rp2.000.000/bulan.
Berdasarkan penggolongannya yaitu menurut Badan Pusat Statistik
termasuk dalam berpendapatan golongan menengah yaitu ±
Rp2.000.000/bulan.
Kesan: riwayat sosial ekonomi menengah.

Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal


Pasien diasuh oleh : ibu kandung
Lingkungan rumah: desa
 Rumah milik sendiri
 Ukuran 8 x 6 meter = 48 m2
 Atap genteng
 Lantai keramik
 Jendela kayu ada 5 buah
 Kamar tidur 2 ruang.
 Dapur 1 buah
 Kamar mandi dan WC ada
Kesan: secara garis besar kondisi rumah dan lingkungan baik.

5
Riwayat Pertumbuhan

6
BB ideal anak laki-laki usia 1 tahun 4 bulan  9,8 kg
TB ideal anak laki-laki usia 1 tahun 4 bulan  79 cm
BB/U = -3 < Z <-2
TB/U = Z < -3
BB/TB= -1 < Z < 0
Status Gizi : Gizi baik dengan perawakan pendek dan kurus

7
Riwayat Imunisasi
IMUNISASI

Umur Umur Umur Umur


BCG √ 1 bln
DPT 1 √ 2 bln DPT 2 √ 3 bln DPT 3 √ 4 bln
HEPATITIS √ 0 bln HEPATITIS √ 2 bln HEPATITIS √ 6 bln
B1 B2 B3
Hib 1 √ 2 bln Hib 2 √ 3 bln Hib 3 √ 4 bln
POLIO 1 √ 0 bln POLIO 3 √ 3 bln
CAMPAK √ 9 bln POLIO 2 √ 2 bln POLIO 4 √ 4 bln

KESAN : Imunisasi dasar lengkap hingga usia 9 bulan

Riwayat Keluarga
Perkawinan : Pertama
Umur Perkawinan : Ibu: 36 tahun, Bapak: 35 tahun
Pendidikan orag tua : Ibu : SMA, Ayah : SMA
Pekerjaan orang tua : Ibu : IRT, Ayah : Karyawan Pabrik Swasta

Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : 7 bulan Berdiri : 9 bulan
Berbalik : 5 bulan Berjalan : anak belum bisa
Tengkurap : 6 bulan Berbicara : 1 tahun
Merangkak : 7-8 bulan Kesan :Perkembangan
Duduk : 7-8 bulan terlambat pada bidang motorik kasar

8
Riwayat Perkembangan Mental
Isap Jempol : ada, tapi jarang
Ngompol : ya, sering
Sering Mimpi : tidak
Aktivitas : aktif
Membangkang : ya, sejak usia 9 bulan
Ketakutan : ya, sejak usia 9 bulan
Kesan : Perkembangan mental baik

III. Pemeriksaan Fisik (pada tanggal April 2019 pukul WIB)


a. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umm : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Berat Badan : 7,5 kg
Tinggi Badan : 69 cm
BB/U : -3 < Z <-2
TB(PB)/U : Z < -3
Status Gizi : Gizi Baik dengan Perawakan Pendek dan
Undernutrition (66,67%)
Suhu : 38,0oC
Respirasi : 24 x/menit
Tipe Pernapasan : Abdominotorakal
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Normal blood pressure
Nadi : 115 x/menit
Isi/ kualitas : Isi dan tegangan cukup
Regularitas : Reguler
Kulit : Pucat (-), hiperpigmentasi (-), ikterik (-),
ptekie (-), edema (-), eritema (-)

9
b. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normosefali
Rambut : Hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-),
pupil isokor 3mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Bentuk normal, kavum nasi lapang, septum
deviasi (-)
Telinga : CAE lapang, serumen (+), MT sulit dinilai
Mulut : Sianosis (-), cheilitis (-)
Lidah : Simetris, atrofi papil (-), tidak kering, lidah
kotor (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis,, tonsil T1-T1
tenang, detritus (-)
Leher : Massa (-), kelenjar tiroid tidak membesar,
tidak teraba pebesaran KGB
Toraks : Inspeksi  simetri, retraksi (-)
Paru : Vesikuler normal, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : Batas jantung normal
Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Inspeksi  datar, venektasi (-)
Auskultasi  bising usus (+) normal
Perkusi timpani, shifting dullness (-)
Palpasi lemas, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba, ballottement (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”, pucat (-), sianosis
(-)
KGB inguinal  tidak teraba pebesaran
Genitalia : Tidak dikaji

10
Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan Fungsi Motorik Tungkai Kanan Tungkai Kiri Lengan Kanan Lengan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas


Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Reflek Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Reflek Patologis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Gejala rangsang meningeal : Tidak ada
Fungsi sensorik : Dalam batas normal
Nervi craniales : Dalam batas normal

IV. Pemeriksaan Penunjang


RSUD Kayu Agung (25 April 2019)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
Hb 9,8 g/dL Bayi: 11,3-23,7 g/dL; Menurun
Anak: 11,3-14,1 g/dL-
Ht 28% Pr: 35-45%, Lk: 40-50% Menurun
Leu 6.500/mm3 3.200-10.000 Normal
Trombosit 426.000/ mm3 150.000-400.000 Meningkat
GDS 134 mg/dL Bayi: 50-80; Meningkat
Anak: 60-100
Golongan Darah B
Bilirubin Total 0,8 mg/dL 0,1-1 mg/dL Normal
Bilirubin Direk 0,2 mg/dL 0-0,2 mg/dL Normal
Bilirubin Indirek 0,6 mg/dL 0-0,8 mg/dL Normal
Na 138 mEq/L 135-147 mEq/L Normal
Cl 84 mEq/L 95-105 mEq/L Menurun
CRP Negatif Negatif Normal

11
V. RESUME
Anak perempuan usia 1 tahun 4 bulan datang dengan keluhan kejang
frekuensi kurang lebih 20 kali, durasi kejang sekitar 2-5 menit, saat dan setelah
kejang anak tidak sadar (tidak berinteraksi dengan lingkungan).
Hasil pemeriksaan lab didapatkan sebagai berikut:
 Hb: 9,8 g/dL  Bilirubin total: 0,8 mg/dL
 Ht: 28%  Bilirubin direk: 0,2 mg/dL
 Leukosit: 6.500/mm3  Bilirubin indirek: 0,6 mg/dL
 Trombosit: 426.000/mm3  Natrium: 138 mEq/L
 GDS: 134 mg/dL  Cl: 84 mEq/L
 Golongan Darah: B  CRP: negatif

VI. DAFTAR MASALAH


1. Kejang
2. Demam

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Meningitis tuberculosis
2. Meningitis aseptic
3. Meningitis bakterialis
4. Ensefalitis
5. Kejang Demam

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Suspek Meningitis

IX. PENATALAKSANAAN

12
Non farmakologis :
- Tirah baring
- Diet via OGT 8x50cc per hari

Farmakologis :
- IVFD KAEN 1B gtt IX/menit
- Inj. Dexamethasone 3x3 mg
- Drip Ceftriaxone 1x950 mg dalam NaCl 0,9% 100 cc
- Inj. Fenitoin 2x25 mg IV maintenance
- Inj Fenitoin 200 mg IV jika kejang

b. Monitoring
- Vital sign
- Kejang ulangan

c. Edukasi
- Menjelaskan mengenai penyakit yang dialami
- Menjelaskan prognosis kejang pada umumnya baik
- Menjelaskan resiko dapat terjadinya kejang ulangan
- Menjelaskan cara penanganan kejang
- Menjelaskan pola asah untuk melatih tumbuh kembang

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia

13
XI. FOLLOW UP
Tanggal, Jam Keterangan
26 April 2019 S: Pasien lemas (+), batuk (+), demam (-)
06.30 O: N: 128x/menit T= 37 RR= 24x/menit
BB= 7,5 kg
Pulmo: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor= Batas jantung I-II normal, reguler (+), gallop
(-), murmur (-)
Abdomen= datar, lemas, bising usus (+) normal
Ekstremitas= akral hangat, CRT < 2 detik

A: Suspek meningitis
P:
- IVFD KAEN 1B gtt VI/menit
- Injeksi Dexamethasone 3x3 mg
- Injeksi Ceftriaxone 1x950 mg dalam
NaCl 100cc
- Injeksi Fenitoin 2x20 mg
- Drip Fenitoin 200 mg jika kejang
- Diet via OGT 8x50 cc per hari
- Observasi Kejang

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Meningitis adalah peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges)
termasuk dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis
yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat
diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).3

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang


terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai
cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri
adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

3.2 Anatomi lapisan selaput otak/ meninges


Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya
adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi
menjadi arachnoidea dan piamater. 4

a. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua
lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat
dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus
(sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di
tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.

15
Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga
membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke
dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat
yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua
hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista
galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis
interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas
ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium
cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa
craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis
dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia
meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri.
Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

Gambar 1. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges 13

b. Arachnoidea

16
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa
yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang
saling berhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam
sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi
arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis
superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki
circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke
dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater
yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum,
namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar
otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama
menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas
dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas
subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini
bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak
pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di
bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.
Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna
supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara
peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis
dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).
c. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar
pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure

17
transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela
choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan
pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari
ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.
d. Sirkulasi LCS
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus
lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii
masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor
cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus
quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah
dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini
cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid
spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh
kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot
arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah –
kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum
harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi
cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.

18
Gambar 2. Sirkulasi Liquor Cerebrospinalis 14

3.3 Epidemiologi
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap
patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi
(1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat
terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri
patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan
padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi
yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari
kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7
Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugate-
pneumococcal, insidens dari meningitis bakteri ± 6000 kasus per tahun; dan
sekitar setengahnya adalah pasien anak (≤18 tahun). N. meningitidis menyebabkan
4 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan). Sedangkan S.pneumoniae
menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan). Angka ini menurun
setelah pemberian rutin dari vaksin conjugate-pneumoccal pad aana-anak.
Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di Amerika Serikat
diharapkan dapat mengurangi insidens meningitis bacterial di kemudian hari.

19
Insidens dari meningitis bacterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi
lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per 1000 bayi lahir kurang bulan (premature).
Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis, berhubungan dengan adanya
meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasi intrapartum tahun
1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi GBS (Group B
Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990
menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.1,8
Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.
Umumnya terdapat pada anak distrofik, yang daya tahan tubuhnya rendah.
Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000
kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih
tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan
E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit
ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40%
diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit
neurologis.9-11

1.4.Meningitis Bakterialis
Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang
dewasa muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitides.
Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus.
Bakteri penyebab meningitis jugabervariasi menurut kelompok umur.5 Selama
usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal
merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group
B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada
kelompok ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen
lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.
Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H.
influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis.
Penyakit yang disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur
namun seringkali terjadi sebelum usia 2 tahun. Klebsiella,

20
Enterobacter,Pseudomonas, Treponema pallidum, dan Mycobacterium
tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter diversus
merupakan penyebab abses otak yang penting.

Risk and/or Predisposing


Bacterial Pathogen
Factor

Age 0-4 weeks Streptococcus agalactiae (group B


streptococci)
E coli K1
Listeria monocytogenes

Age 4-12 weeks S agalactiae


E coli
H influenzae
S pneumoniae
N meningitides

Age 3 months to 18 years N meningitidis


S pneumoniae
H influenza

Age 18-50 years S pneumoniae


N meningitidis
H influenza

Age older than 50 years S pneumoniae


N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli

Immunocompromised state S pneumoniae


N meningitidis
L monocytogenes
Aerobic gram-negative bacilli

21
Intracranial manipulation, Staphylococcus aureus
including neurosurgery Coagulase-negative staphylococci
Aerobic gram-negative bacilli, including
P aeruginosa

Basilar skull fracture S pneumoniae


H influenzae
Group A streptococci

CSF shunts Coagulase-negative staphylococci


S aureus
Aerobic gram-negative bacilli
Propionibacterium acnes

Tabel 1. Bakteri penyebab tersering menurut umur dan faktor predisposisi 2

3.5 Gejala Klinis Meningitis

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,


letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih


serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat

22
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara
akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan
fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %
oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau


stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan
turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan


gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat
dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat
tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.

3.5.1 Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

Pemeriksaan Kaku Kuduk

23
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi

dan rotasi kepala.


Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada


sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha

biasanya diikuti rasa nyeri.


Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya


dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi
kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+)

bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.


Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

3.5.2 Pemeriksaan Penunjang Meningitis

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling


sering dilakukanpada segala umur, dan relatif aman. Indikasi
1. Kejang atau twitching
2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI

24
3. Koma
4. Ubun-ubun besar membonjol
5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
6. TBC milier
7. Leukemia
8. Mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis
9. Sepsis

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya
dah padapasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan
dilakukan padameningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis.
Cairan serebrospinaldikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit
kepala dan sakit pinggang. Pungsilumbal berulang-ulang juga dilakukan pada
tekanan intrakranial meninggi jinak (beningnintracranial hypertension), pungsi
lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obattertentu.

Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah
sekitar tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya
proses desak ruangdalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan
pembekuan yang belum diobati.Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga
karena infeksi (meningitis) bukankontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan
hati-hati.

Komplikasi
Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila
penggunaan jarum pungsitidak kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf
oleh jarum pungsi karena penusukantidak tepat yaitu kearah lateral dan menembus
saraf di ruang ekstradural.

25
Berikut ini adalah gambaran cairan serebrospinal menurut etiologinya :

1. Pemeriksaan radiologi :
o X-foto dada : untuk mencari kausa meningitis
o CT Scan kepala : dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakranial dan lateralisasi
2. Pemeriksan lain:
o Darah : LED, lekosit, hitung jenis, biakan
o Air kemih : biakan
o Uji tuberkulin
o Biakan cairan lambung

3.7 Tatalaksana

Pemberian antibiotik yang cepat pasien yang dicurigai meningitis


adalah penting. Pemilihanantibiotik inisial harus memiliki kemampuan
melawan 3 patogen umum: S pneumoniae, Nmeningitidis, dan H.
influenzae.8

26
Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) practice
guidelines forbacterial meningitis tahun 2004, kombinasi dari vankomisin
dan ceftriaxone atau cefotaximedianjurkan bagi mereka yang dicurigai
meningitis bakteri, dengan terapi ditargetkanberdasarkan pada kepekaan
patogen terisolasi. Kombinasi ini memberikan respon yangadekuat
terhadap pneumococcus yang resisten penisilin dan H. Influenza tipe B
yang resistenbeta-laktam. Perlu diketahui, Ceftazidime mempunyai
aktivitas yang buruk terhadappenumococcus dan tidak dapat digunakan
sebagai substitusi untuk cefotaxime atau ceftriaxone.
Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi
empirik pada bayi dan anak dengan meningitis bakterial sebagai berikut :
10

Usia 1 – 3 bulan :
o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
Usia > 3 bulan :
o Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau
o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
Kloramfenikol100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan


dnegan hasil kulturdan resistensi.
Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for
management of bacterialmeningitis adalah sebagai berikut :8
o N meningitidis - 7 hari
o H influenzae - 7 hari
o S pneumoniae - 10-14 hari
o S agalactiae - 14-21 hari
o Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu

27
o L monocytogenes - 21 hari atau lebih

Terapi Deksametason
Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan
meningitis bakterial yangmenggunakan deksametason menunjukkan
perbaikan proses inflamasi, penurunan edemaserebral dan tekanan
intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.8
Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis
H.infulenzae tipe Byang mendapat terapi deksametason menunjukkan
penurunan signifikan insidens gejala sisaneurologis dan audiologis, dan
juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran. Olehkarena itu IDSA
merekomendasikan penggunaan deksametason pada kasus meningits
olehH.influenza tipe B 10 – 20 menit sebelum atau saat pemberian
antibiotik dengan dosis 0,15 –0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari.1,8
Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi
antibiotik ke SSP. Olehkarena itu pemberiannya harus dengan pemikiran
yang matang berdasarkan kasus, resiko danmanfaatnya.8


 3.8. Prognosis Meningitis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik


yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis
meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia
neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek,
yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.

Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas


meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami
sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan
kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan
mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian.

28
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian
meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita
mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.

Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis


yang lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral
memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 – 2

minggu dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.


29
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang anak perempuan usia 1 tahun 4 bulan, datang ke RSUD


Kayuagung dengan keluhan kejang dan demam.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding pada kasus ini, perlu diketahui
riwayat penyakit dahulu pasien. Dari anamnesis didapatkan terdapat riwayat
panas, riwayat kejang sebelumnya disangkal, tidak ditemukan adanya
hemipharesis dan ruam pada kulit. Hal ini bertujuan untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis kejang demam, epilepsi dan ensefalitis. Pada pasien ini
tidak terdapat riwayat batuk lama, penurunan berat badan dan riwayat kontak
dengan penderita TB sehingga diagnosis Meningitis TB dapat disingkirkan.
Untuk menegakkan diagnosis meningitis digunakan kriteria WHO yaitu
adanya riwayat demam, muntah, tidak bisa minum atau menyusu, sakit kepala
atau nyeri di belakang leher, penurunan kesadaran, kejang, gelisah, dan cedera
kepala yang baru dialami. Pemeriksaan fisik berdasarkan tanda rangsang
meningeal, kejang, letargis, gelisah, ubun-ubun cembung, ruam, dan trauma
kepala yang menunjukkan kemungkinan fraktur tulang tengkorak yang baru
terjadi. Pada kasus ini terdapat manifestasi demam, kejang, dan penurunan
kesadaran. Dari pemeriksaan fisik kejang diakui, letargis, ubun-ubun normal,
ruam tidak ada, trauma kepala tidak ada, dan GRM sulit dikaji pada anak.
Berdasarkan panduan praktik klinik (PPK) kasus meningitis bakterialis
diberikan terapi dengan menggunakan antibiotik ceftriaxone 100 mg/kgBB/hari
dosis tunggal (maksimum 4 gram/hari) diberikan 7-10 hari yang bertujuan untuk
eradikasi bakteri. Selain antibiotik juga diberikan obat anti inflamasi untuk
mencegah dan mengatasi edema cerebri dengan diberi kortikosteroid dexametason
0,2-0,3 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari selama 4–5 hari. Terapi cairan
diberikan IVFD RL40mL/kgBB dalam 4 jam.
Setelah pemberian antibiotik selama 7-10 hari, bila klinis sudah baik dan
hasil pemeriksaan LCS sudah normal penderita dapat dipulangkan. Jika klinis
baik namun pemeriksaan LCS belum normal tapi ada perbaikan dibandingkan LP

30
pertama (jumlah sel 60-120 per mm3) antibiotika diteruskan sampai dengan 14
hari untuk pemakaian Ampisilin dan Kloramfenikol, 10 hari untuk Cefotaxim dan
Ceftriakson jika klinis tetap baik penderita dipulangkan dan kontrol ke poliklinik
anak

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview.
3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric
Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6.
4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf.
5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and
Prevention.Updated: August 6th, 2009 Available from :
http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html.
6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier saunders;
2005. h. 106-13.
7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;
2004. h. 2038-47.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta:
Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview.
13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and
Prevention.Updated: August 6th, 2009 Available from :
http://www.cdc.gov/meningitis/about/prevention.html.

32

Anda mungkin juga menyukai