Anda di halaman 1dari 35

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

ACUTE MYELOBLASTIC LEUKIMIA

Oleh:
Ajeng Tri Aulia Nanis

Pembimbing:
dr. Dhini Karunia , Sp.A

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN

TUTORIAL KLINIK

ACUTE MYELOBLASTIC LEUKIMIA


Diajukan dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Oleh :
Ajeng Tri Aulia Nanis

Pembimbing

dr. Dhini Karunia, Sp.A

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan refleksi kasus tentang “Acute Myeloblastic Leukimia”. Tutorial
klinik ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial klinik ini tidak lepas dari
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada dr. Dhini Karunia, Sp.A selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Hematologi-Onkologi anak.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga penyusun
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir kata, semoga
laporan ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.
Samarinda, Desember 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ 1


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................2
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 4
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 5
BAB 2 LAPORAN KASUS ................................................................................ 6
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 15
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 26
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukimia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang,
ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manisfestasi adanya sel-sel abnormal
dalam darah tepi. Leukimia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) / acute
limfoblastic leukemia (ALL) dan leukemia mieloblastik akut (LMA)/ acute myeloblastik
leukemia (AML). Leukimia mieloblastik akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastic dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari sel myeloid.
Leukimia mieloblastik akut merupakan keganasan yang cukup sering ditemukan pada
anak. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Cipto Mangunkusumo ditemukan 93
anak selama tahun januari 2007-Desember 2010 kasus LMA mencapai 21,8% dari
seluruh keganasan pada anak atau menempati urutan kedua setelah leukemia limfoblastik
akut (Sjakti & Windiastuti, 2012). Di AS, diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru
LMA dan sekitar 10.430 kematian karena LMA pada tahun 2016, sebagian besar pada
dewasa. Data di Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens LMA di
Yogyakarta adalah 8 per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia,
puncaknya pada usia ≥ 65 tahun. Usia rata-rata pasien saat didiagnosis LMA sekitar 67
tahun. Berdasarkan data, LMA merupakan jenis leukimia akut yang sering ditemukan
pada orang dewasa. Kurang lebih 80% kasus akut leukimia pada orang dewasa adalah
LMA.
Hingga saat ini penyebab pasti dari penyakit ini masih belum diketahui secara jelas,
namun ada beberapa faktor risiko yang turut meningkatkan insiden terjadinya AML. Padahal
penyakit ini membutuhkan perawatan yang segera dikarenakan penyakit ini berkembang
dengan cepat. Penanganan yang diberikan untuk pasien-pasien yang didiagnosis dengan AML
bergantung pada subtipenya. Kemoterapi merupakan terapi utama untuk AML

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dibuatnya tutorial klinik ini adalah untuk menambah wawasan bagi dokter
muda mengenai acute myeloblastic leukimia, serta sebagai salah satu syarat mengikuti
ujian stase Ilmu Kesehatan Anak.

5
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : An. EH
Usia : 5 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke :2
Alamat : Jl. Margasari, Samboja

Identitas Orang Tua


Nama Ayah : Tn. WH
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Margasari, Samboja
Pendidikan terakhir : SMK
Pernikahan ke : Pertama

Nama Ibu : Ny. SM


Usia : 33 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Mulawarman, Bengalon
Pendidikan terakhir : SMA
MRS tanggal 2 Desember 2019

2.2 Keluhan Utama


Pucat dan bengkak pada mata sebelah kiri

2.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien rujukan dari RSUD Aji Batara Samboja pada tanggal 2 Desember 2019.
Pasien tampak pucat dan mata kiri bengkak sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga
mengalami demam yang naik turun ±1 bulan yang lalu. Ibu pasien mengatakan bahwa
kedua kaki pasien lemah dan tidak dapat berjalan sejak 2 minggu. Wajah sebelah kiri
6
pasien juga mengalami kelemahan. Pasien mengalami batuk pilek sejak 1 minggu. Ibu
pasien mengatakan tidak ada mual dan muntah serta lebam-lebam pada tubuh. Tidak
pernah mimisan dan kejang. Buang air kecil baik tetapi sebelum masuk RS pasien diare.

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah dirawat di RS dengan keluhan yang sama dan keluhan yang
lain.

2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


- Keluarga ada yang stroke dan penyakit jantung
- Tidak ada penyakit yang sama diderita oleh pasien pada keluarga.

2.6 Riwayat Alergi Makanan/Obat

- Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan/obat

2.7 Riwayat Lingkungan

- Ayah pasien perokok

2.8 Riwayat Penggunaan Obat

- Pasien tidak mengkonsumsi obat sebelum masuk rumah sakit.

2.9 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Berat badan lahir : OT lupa

Panjang badan lahir : OT lupa

2.10 Makan dan Minum Anak


ASI : Sejak lahir hingga usia 1 minggu

Susu formula : sejak usia 1 minggu hingga usia 4 tahun

Bubur : sejak usia 6 bulan hingga usia 1 tahun

Makanan padat dan lauk : sejak usia 1 tahun hingga sekarang

2.11 Pemeriksaan Prenatal


Periksa di : Posyandu

Penyakit kehamilan : Tidak ada

Obat-obat yang diminum saat hamil : Vitamin dan tablet Fe

7
2.12 Riwayat Kelahiran
Lahir di : Rumah

Ditolong oleh : Bidan

Usia dalam kandungan : 9 Bulan 10 hari

Jenis partus : Persalinan Spontan

2.13 Riwayat Imunisasi


Polio : 3x (usia 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan) belum lengkap

DPT/HB : 2x (usia 2 bulan, 3 bulan) belum lengkap

Hepatitis B : 1x (usia 0 bulan)

BCG : 1x (usia 0 bulan)

Campak : belum di imunisasi

2.14 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital : Nadi 93 kali/menit, regular, kuat angkat
Pernafasan 34 kali/menit
Suhu 36,4o C per aksiler
SpO2 98%

Pemeriksaan Antropometri
Berat Badan : 14 kg
Tinggi Badan : 93 cm
LILA : 24 cm
Lingkar Kepala : 50 cm
Lingkar Dada : 54 cm
Lingkar Perut : 51 cm

Riwayat Tumbuh Kembang


- Tengkurap usia 4 bulan
- Tumbuh gigi OT lupa
- Duduk OT lupa
- Berdiri OT lupa

8
- Berjalan usia 14 bulan
- Masuk TK usia 5 tahun
Kepala/leher
Kepala/Rambut : Normocephali, rambut warna hitam, teraba krepitasi pada region colli
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), refleks cahaya (+/+), edema palpebra (-/+), mata
cekung (-/-)
Hidung :Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum nasi(-)
Mulut : Mukosa bibir tampak kering, sianosis (-), perdarahan (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), retraksi saat nafas (-)

Thorax
Paru :
 Inspeksi : bentuk dan besar dada normal, tampak simetris D=S, retraksi intercostal
(-/-), retraksi suprasternal (-), retraksi supraclavicular (-/-)
 Palpasi : Gerakan napas simetris D=S, pelebaran ICS (-/-), fremitus teraba simetrsi
D=S
 Asukultasi : Suara napas vesikuler (+/+), Ronki (+/+), wheezing (-/-), stridor (-/-)
Jantung:
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Flat, distended (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
 Perkusi : Timpani, asites (-)
 Palpasi : Soefl, nyeri tekan (+), hepatomegali (+), splenomegali (+)

Ekstremitas
 Ekstremitas superior: Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
 Ekstremitas inferior: Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik

9
2.15 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah rutin (1 Desember 2019 di RSUD Aji Batara)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Leukosit 29.88/µL 6.000 – 17.000 /µL

Hemoglobin 9.3 g/dl 13,4 – 19,8 g /dL

Hematokrit 48,9% 33,0 - 41,0 %

Eritrosit 3.21 x 106/µL 3,90 – 40,0 x 106/ µL

MCV 85,8 fL 81,0 – 99,0 fL

MCH 29 pg 27,0 – 31,0 pg

MCHC 34,6/dL 33,0 – 37,0 g/dL

Trombosit 27 x 106//µL 150-450 x 106/ /µL

Pemeriksaan Hematologi (02 Desember 2019 di RSUD AWS)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Leukosit 23.39µL 6.000 – 17.000 /µL

Hemoglobin 9.1 g/dl 13,4 – 19,8 g /dL

Hematokrit 48,9% 33,0 - 41,0 %

Eritrosit 3.11 x 106/µL 3,90 – 40,0 x 106/ µL

MCV 88,6 fL 81,0 – 99,0 fL

MCH 29.4 pg 27,0 – 31,0 pg

MCHC 33,1/dL 33,0 – 37,0 g/dL

10
Trombosit 18 x 106//µL 150-450 x 106/ /µL

Neutrofil% 30% 40 – 74 %

Limfosit% 33% 19 – 48 %

Monosit% 37% 3–9%

Eosinofil% 0% 0–7%

Basofil% 0% 0–1%

Laju endapan darah 48 <10

SGOT 13 <40

SGPT 7 <41

Kalsium 8.6 8.1 – 10.4

CRP 48.0 <6.0

GDS 105 70-140

Natrium 137 135 - 155

Kalium 3.0 3.6 – 5.5

Chloride 103 98 - 108

Pemeriksaan Darah Tepi (02 Desember 2019)

Pemeriksaan Hasil
Eritrosit Normositik normokrom, anisositosis, normoblast (-)
Leukosit Jumlah meningkat, sel blast 59%
Trombosit Jumlah menurun, morfologi normal
Kesan Suspek Leukemia akut (suspek AML DD ALL)
Saran BMP

11
Pemeriksaan Urinalisa (02 Desember 2019)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Berat jenis 1.015 1.003 – 1.030
Ketone +1 Negatif (-)
Nitrit - Negatif (-)
Leuko +2 Negatif (-)
Hemoglobin/darah +4 Negatif (-)
Kejernihan Agak keruh Jernih
warna kuning Kuning
Leukosit 10-15 0-1/lpb
Eritrosit 30-40 0-1/lpb

Pemeriksaan Penunjang Radiologi

Foto thoraks AP dan lateral view, posisi supine, hasil :


- Tampak corakan bronkovaskuler paru meningkat
- Kedua sinus dan diafragma normal
- Tulang-tulang intak
Kesan : Pneumonia

2.16 Diagnosis
 Diagnosis Primer : Susp. AML (Acute Myeloblastic Leukemia)
 Diagnosis sekunder : Pneumonia
 Diagnosis Komplikasi :-

2.17 Tatalaksana Awal

- IVFD D5 ½ NS 10 tpm
- O2 Nasal kanul 1 lpm

12
- Injeksi Cefotaxime 2x500 mg
- Sucralfat syr 3 x cth I

Follow Up Pasien

Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana


02/12/2019 S: P:
-mata kiri bengkak dan batuk -Inf KAEN 3B 1000ml/24 jam
berdahak -inj cefotaxime 2x500 mg
-inj PCT 3x150 mg iv
O: -NAC 140 mg 3x1 pulv
-Komposmentis -CTM 1,4 mg 3x1 pulv
-akral hangat -salbutamol 1-4 mg 3x1 pulv
-RR: 32x/menit -vitamin B complex 1/3 mg 3x1 pulv
-T: 36,2oC -nebu ventolin 1 amp + PZ s/d 3 cc/12
-SpO2: 91% jam
-Nadi: 121 x/menit

A:
-Susp. AML
-Pneumonia
03/12/2019 S: P:
-Batuk, tidak ada mual dan -Inf KAEN 3B 1000ml/24 jam
muntah -inj cefotaxime 2x500 mg
-inj PCT 3x150 mg iv
O: -NAC 140 mg 3x1 pulv
-Komposmentis -CTM 1,4 mg 3x1 pulv
-akral hangat -salbutamol 1-4 mg 3x1 pulv
-RR: 27 x/menit -vitamin B complex 1/3 mg 3x1 pulv
-T : 36,60C -nebu ventolin 1 amp + PZ s/d 3 cc/12
-SpO2: 97% jam
-Nadi: 112x/menit

A:
-Susp. AML
-Pneumonia
04/12/2019 S: -Inf KAEN 3B 1000ml/24 jam
-Batuk, tidak ada mual dan -inj cefotaxime 2x500 mg
muntah -inj PCT 3x150 mg iv
-NAC 140 mg 3x1 pulv
O: -CTM 1,4 mg 3x1 pulv
-Komposmentis -salbutamol 1-4 mg 3x1 pulv
-akral hangat -vitamin B complex 1/3 mg 3x1 pulv
-RR: 27 x/menit -nebu ventolin 1 amp + PZ s/d 3 cc/12
-T : 36,60C jam
-SpO2: 97%
-Nadi: 112x/menit

A:
-Susp. AML

13
-Pneumonia
05/12/2019 S: -Inf KAEN 3B 1000ml/24 jam
-Batuk, kencing berdarah, -inj cefotaxime 2x500 mg
mulai BAB -inj PCT 3x150 mg iv
-NAC 140 mg 3x1 pulv
O: -CTM 1,4 mg 3x1 pulv
-Komposmentis -nebu ventolin 1 amp + PZ s/d 3 cc/12
-akral hangat jam
-RR: 34 x/menit -Dulcolax sup
-T : 36,60C -Transfusi TC 3 x 140 cc
-SpO2: 90%
-Nadi: 147x/menit

A:
-Susp. AML
-Pneumonia

14
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi

Leukimia mieloblastik akut adalah salah satu tipe leukemia aku yang merupakan
suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastic dan gangguan diferensiasi sel-
sel progenitor dari sel myeloid.

3.2 Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini berkaitan
dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok usia, tetapi
kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. Di Amerika Serikat, diperkirakan ada
sekitar 19.950 kasus baru AML dan sekitar 10.430 kematian karena AML pada tahun 2016,
sebagian besar pada dewasa. Di Australia setiap tahunnya terdapat kurang lebih 3.200 orang
dewasa dan 250 anak-anak yang didiagnosis dengan leukimia. Dari total tersebut 900 orang
dewasa diantaranya dan 50 anak terdiagnosis dengan AML. Jumlah insiden terjadinya AML
meningkat terutama pada orang-orang yang berusia 60 tahun (Anwar & Widyaningsih, 2017).
Data di Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di Jogjakarta
adalah 8 per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia, puncaknya pada
usia ≥ 65 tahun. Usia rata-rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun. AML sedikit
lebih sering dijumpai pada pria. AML yang lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Namun
AML juga merupakan jenis leukimia yang sering ditemukan pada anak-anak. Risiko
terjadinya. AML meningkat 10 kali lipat dari usia 30-34 tahun sampai dengan usia 65-69
tahun. Pada otrang yang berusia leih dari 70 tahun insidennya jarang meningkat (Anwar &
Widyaningsih, 2017).

3.3 Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit
leukemia.
1. Paparan radiasi
Banyak bukti telah mengimplikasikan radiasi pada leukemogenesis pada banyak
pasien, sebagaimana dibuktikan di Jepang setelah ledakan atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Meskipun anak-anak memiliki risiko tinggi terkena ALL, remaja dan orang dewasa paling
mungkin untuk terkena leukemia myeloid akut. Sebagian besar leukemia muncul dalam 5

15
tahun pertama setelah pajanan, meskipun beberapa berkembang sebanyak 15 tahun setelah
pajanan.
Laporan peningkatan risiko leukemia di antara pasien yang tinggal di dekat
pabrik nuklir sedang diselidiki, tetapi data masih kurang. Demikian juga, laporan awal bahwa
paparan medan elektromagnetik yang kuat merupakan faktor risiko untuk leukemia akut
belum dikuatkan.

2. Paparan racun dan obat-obatan


Paparan bahan kimia beracun yang menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang,
seperti benzena dan toluena (digunakan dalam industri kulit, sepatu, dan dry cleaning),
dikaitkan dengan leukemia pada orang dewasa. Bukti langsung dari efek ini pada anak-anak
belum ditemukan. Paparan pestisida telah dicatat untuk meningkatkan risiko leukemia
myeloid akut. Hubungan yang meyakinkan telah diamati setelah pengobatan dengan agen
sitotoksik antineoplastik, terutama agen alkilasi seperti procarbazine, nitrosourea,
cyclophosphamide, melphalan, dan epipodophyllotoxins etoposide dan teniposide. Pasien
yang menerima agen ini untuk mengobati keganasan (misalnya, penyakit Hodgkin) memiliki
risiko yang secara signifikan meningkat mengembangkan sindrom preleukemik yang
akhirnya berubah menjadi leukemia myeloid akut yang jelas, terutama jika agen tersebut
diberikan terapi radiasi.

3. Faktor genetik dan sindrom


Anak-anak dengan sindrom Down (trisomi 21) memiliki peningkatan risiko 15 kali
lipat terkena leukemia, paling umum leukemia megakaryoblastik akut, dibandingkan dengan
populasi umum. Risiko leukemia megakaryoblastik pada sindrom Down adalah sekitar 400
kali lebih besar daripada di seluruh populasi. Anak-anak dengan sindrom Down yang
memiliki sindrom myeloproliferative transien sebagai neonatus, suatu kondisi yang seringkali
tidak dapat dibedakan dari leukemia akut, juga memiliki risiko tinggi terkena leukemia akut
pada tahun-tahun berikutnya. Pasien dengan kelainan bawaan, seperti sindrom Shwachman-
Diamond, sindrom Bloom, anemia Diamond-Blackfan, anemia Fanconi, dyskeratosis
congenita, dan sindrom Kostmann, juga memiliki risiko tinggi terkena leukemia. Meskipun
statistik bervariasi, sekitar 10% pasien dengan anemia Fanconi, 5-10% pasien dengan
sindrom Shwachman-Diamond, dan 1 dari 6 pasien dengan sindrom Bloom mengembangkan
leukemia. Risiko leukemia myeloid akut pada pasien dengan dyskeratosis congenita hampir

16
200 kali lipat dari populasi normal. Sindrom-sindrom ini memiliki fitur perbaikan DNA yang
buruk yang diyakini mempengaruhi orang yang terkena rangsangan leukemogenik.
Anak-anak dengan neurofibromatosis tipe I juga tampaknya memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk mengembangkan leukemia myeloid akut. Meskipun sebagian besar kasus
didiagnosis setelah durasi gejala yang relatif singkat, beberapa pasien mungkin mengalami
myelodysplasia. Gangguan yang relatif lamban ini ditandai dengan anemia progresif lambat
atau trombositopenia. Gangguan ini dapat muncul selama berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun sebelum akhirnya berubah menjadi leukemia myeloid akut.

3.4 Patogenesis
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon sel-
sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang
menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten
yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid)
multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan
berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap
stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum
diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel
muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang.
Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi
organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan
berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang
mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular tetapi
defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel. Defek kualitatif dan
kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan
menggantikan sel normal. Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang,
menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel
kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,
dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa membentuk
tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa menyebabkan meningitis,
anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.

17
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan
sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel
leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.

3.4 Gejala Klinis


Tanda dan gejala AML dapat dibagai sebagai berikut (Weinblatt, 2019):
1. Defisiensi sel-sel yang berfungsi normal
- Anemia : ditandai dengan pucat, kelelahan, takikardia dan sakit kepala. Anemia
terjadi akibat penurunan produksi pada sumsum tulang.
- Perdarahan : akibat trombositopenia dan penurunan produksi megakariosit di sumsum
tulang dengan tanda mudah memar, ptekie, epistaksis, dan perdarahan gingiva serta
kadang-kadang perdarahan GI tract atau SSP.
- Demam merupakan keluhan umum pada pasien leukemia akut yang biasanya
dikaitkan dengan adanya infeksi yang bergantung pada lokasi infeksi. Gejala pada
paru misalnya batuk, dispneu, hipoksia dan nyeri dada yang biasanya terdapat pada
pasien pneumonia. Gejala neurologi seperti lesu, muntah dan sakit kepala yang
biasanya terjadi pada pasien meningitis.

2. Proliferasi dan infiltrasi sel leukemia


- Infiltrasi ke ekstramedullary : paling sering pada sistem retikuloendotelial seperti
terjadi adenopati, hepatomegaly dan splenomegaly.
- Massa mediastinum : dapat menyebabkan gejala insufisensi pernapasan atau sindrom
vena cava superior
- Massa pada abdomen : dapat menyebabkan rasa nyeri atau obstruksi saluran cerna
atau saluran urogenital
- Hyperplasia gingiva dan infiltrasi pada sistem saraf pusat : sering dikaitkan dengan
leukemia monoblastik

3. Gejala konstitusional
Demam yang tidak dapat dijelaskan dan persisten kadang-kadang merupakan
gejala pada pasien leukemia. Penurunan berat badan dan cachexia adalah dapat
ditemukan pada anak leukemia. Hal ini dapat disebabkan karena status gizi katabolic
disertai penurunan asupan kalori akibat anoreksi.

18
Nyeri tulang jarang terjadi pada AML dibandingkan dengan pasien ALL.
Penyebabkan mungkin karena peningkatan periosteal akibat infiltrasi sel leukemia pada
tulang. Biasanya korteks tulang yang lemah dapat mengalami fraktur patologis pada
ekstremitas yang menimbulkan nyeri dan penurunan mobilitas atau fraktur kompresi
vertebra setelah terjadi trauma minimal. Fraktur kompresi menyebabkan nyeri punggung,
dan disfungsi ekstremitas bawah ditandai dengan kelemahan, kehilangan fungsi kandung
kemih dan usus.
Gejala pada SSP dapat muncul selama masa tindak lanjut. Tanda dan gejala yang
umum terkait dengan peningkatan intracranial seperti sakit kepala, mual dan muntah,
lesu, mudah marah, dan keluhan visual. Keterlibatan pada saraf kranial, paling sering
pada saraf wajah yang mengakibatkan bell palsy dan saraf abducens yang mengakibatkan
esotropia.
Pada AML, sel blast membentuk agregat besar yang disebut chloromas atau
granulocytic sarcomas yang dapat menekan epidural. Leukositosis ektrim dengan jumlah
WBC lebih daro 200 x 109/L dikaitkan dengan hiperviskositas, leukositosis intraserebral
dan perdarahan intraserebral akut.
Pada kasus yang jarang terjadi, sel-sel leukemia dapat masuk ke bagian mata.
Retina dan iris yang paling sering terkena. Iritis menyebabkan fotofobia, nyeri, dan
peningkatan lakrimasi. Sedangkan keterlibatan retina dapat menyebabkan perdarahan
dan kebutaan.

3.5 Pemeriksaan Fisik


- pasien tampak pucat disertai takikardia. Pada anemia berat pasien mungkin
mengalami kelesuhan, murmur jantung, dan tanda-tanda gagal jantung kongestif.
- Manifestasi perdarahan paling sering tampak pada kulir seperti ptekie, lesi purpura
dan ekimosis.
- Perdarahan GI tract mengindikasikan adanya erosi atau perforasi.
- Tanda-tanda infeksi seperti demam, gingivitis, hipotensi atau distress pernapasan.
- Adenopati, jarang tampak pada AML.
- Splenomegaly dan hepatomegaly
- Temuan pada gejala SSP meliputi kelesuhan, disfungsi saraf kranial terutama estropia
dan kelumpuhan wajah serta papilledema.
- Adanya nodul pada kulit biasanya ditemukan pada pasien AML. Nodul tampak tegas,
terangkat dan sering berwarna ungu kebiruan.

19
3.6 Pemeriksaan penunjang
1. Darah lengkap dan Hapusan darah tepi
Ciri leukemia myeloid akut adalah berkurangnya atau tidak ada elemen
hematopoietic normal. Anemia biasanya normositik dengan jumlah retikulosit lebih
rendah dari hemoglobin. Penuruan kadar hemoglobin dapat minimal hingga sangat
rendah.
- Jumlah trombosit pada pasien ptekie spontan yaitu <20.000/µL
- Jumlah eritrosit dapat menurun atau meningkat.
- Hiperleukositosis dengan jumlah leukosit >100.000/µL dapat ditemukan dengan
jumlah neutrophil biasanya berkurang.

2. Kimia darah
- asam urat dan kadar laktat dehydrogenase sering meningkat akibat peningkatan
proliferasi dan kerusakan sel
- serum muramidase (lysozyme) biasanya meningkat pada pasien dengan leukemia
monisitik
- tanda lisi tumor meliputi hyperkalemia, hipokalsemia dan asidosis laktat
- kultur darah dan urin diindikasikan pada anak leukemia dengan demam.

3. Radiografi
a. CT scan dan MRI
- Jika pasien mengeluhkan nyeri abdomen dan kemungkinan adanya infeksi pada
usus besar maka pada hasil CT scan akan tampak penebalan dan edema pada
dinding usus yang menunjukkan thyplitis.
- Jika pasien memiliki gejala neurologis, maka dapat dilakukan ct scan atau MRI
pada kepala, tulang belakang untuk menyingkirkan adanya perdarahan
intracranial atau penyakit infiltrative.
- Pada pemeriksaan CT scan juga memungkinkan untuk mendeteksi dini sinusitis
yang asimptomatik yang dapat menyebabkan demam yang persisten.

20
b. Ultrasonografi
Melakukan Echocardiography sebelum melakukan kemoterapi dan untuk
pemberian dosis tinggi anthracyclines. Karena sebagian besar obat anthracyclines
seperti daunomycin dan idarubicin dapat menyebabkan kardiomiopati.

4. Sitogenetik
- Analisis perubahan kromosom pada sel leukemia sering dilakukan untuk
mengkonformasi diagnosis dan penetuan prognosis.
- Jika pasien memiliki translokasi 9,22 ini akan menunjukkan leukemia
myelogenous kronis yang memerlukan pengobatan dengan inhibitor tirosun
kinase dan transplantasi stem cell. FLT3 dapat menjadi penentu prognostik yang
penting.

5. Immunophenotyping
Antibody monoclonal spesifik untuk garis keturunan sel yang berbeda dan
tahap perkembangan untuk melihat karakteristik sel-sel leukemia. Penanda myeloid
yang paling umum adalah CD13, CD14, CD15 dan CD33 dengan lebih dari 90% sel
leukemia menunjukkan positif terhadap beberapa antigen tersebut.

6. Bone Marrow Examination


- Pemeriksaan sumsum tulang diperlukan untuk menegakkan diagnosis AML.
Sampel diperiksa dibawah mikroskop. Ciri khas leukemia adalah adanya proporsi
tinggi sel primitf dan kekurangan hematopoietik normal.
- Aspirasi dan biopsi sumsum tulang menunjukkan perubahan elemen sumsum
normal dengan sel blast.
- Tempat untuk pengambilan sumsum tulang yaitu pada krista iliaka anterior atau
posterior. Tibia sumber alternatif pada bayi. Biopsy sternum dapat dilakukan jika
anak mengalami fibrosis sumsum tulang. Tetapi sternum umumnya lebih
menyakitkan dan melibatkan kerusakan jantung jika jarum menembus jauh ke
luar tulang sternum.

7. Pemeriksaan Lumbal Punksi


- Lumbal punksi diperlukan untuk diagnostik dan terapetik

21
- Meskipun cairan serebrospinal lebih jarang terlibat pada AML dibandingkan
ALL, tetapi telah dilaporkan 5-20% infiltasi sel leukemia pada AML. Resiko
terbesar dapat ditemukan pada subtipe monositik, bayi dan anak-anak dengan
leukositosis.

3.7 Penatalaksanaan

Perawatan untuk pasien dengan leukemia myeloid akut melibatkan

kemoterapi intensif untuk menghancurkan populasi sel leukemia secepat mungkin dan

untuk mencegah munculnya klon yang resisten. Pasien secara bersamaan diberikan

perawatan suportif sampai sumsum tulang mencapai remisi hematologis dan kembali

menghasilkan sel hematopoietik normal.

Rawat inap diperlukan pada pasien dengan leukemia myeloid akut untuk

mengelola kemoterapi dan untuk mengobati komplikasi yang berkaitan dengan

penyakit dan pengobatannya, biasanya infeksi atau episode neutropenik demam.

Beberapa rawat inap dapat berlangsung lama. Sejumlah perubahan dalam antibiotik

mungkin diperlukan sampai infeksi dan neutropenia sembuh.

1. Kemoterapi

Hampir semua rejimen obat kemoterapi termasuk beberapa kombinasi

antrasiklin (paling sering daunorubisin [daunomisin]) dengan cytosine arabinoside

(cytarabine). Obat lain yang telah diberikan termasuk fludarabine, etoposide,

amsacrine, deksametason, 6-thioguanine, cyclophosphamide, dan mitoxantrone.

Selama bertahun-tahun, sebagian besar anak-anak di Amerika Serikat

dirawat dengan protokol kemoterapi yang dikembangkan oleh Children's Cancer

Group dan Pediatric Oncology Group. Protokol-protokol ini, yang menggunakan

berbagai kemoterapi multi-agen, dikaitkan dengan hasil yang lebih baik ketika

terapi ditingkatkan. Meskipun perawatan ini memperpanjang pansitopenia,

mereka mengurangi kegagalan induksi dan secara substansial meningkatkan

22
kelangsungan hidup bebas penyakit. Setelah semua kelompok nasional pediatrik

bergabung membentuk Children's Oncology Group (COG), rejimen yang

direkomendasikan, berdasarkan uji coba Medical Research Council akut leukemia

myeloid, diadaptasi; ini terdiri dari 2 siklus terapi induksi dengan infus

daunomycin, cytosine arabinoside, etoposide (terapi ADE) (Children's Oncology

Group, 2006). Pada bulan September 2017, FDA menyetujui gemtuzumab

ozogamicin (Mylotarg) untuk pengobatan AML yang kambuh atau refraktori

CD33-positif pada pasien berusia 2 tahun dan lebih tua. Gemtuzumab ozogamicin

awalnya menerima persetujuan yang dipercepat pada bulan Mei 2000 sebagai

pengobatan yang berdiri sendiri untuk kambuhnya AML positif CD33 pada pasien

yang lebih tua, tetapi secara sukarela ditarik dari pasar setelah uji konfirmasi

berikutnya gagal untuk memverifikasi manfaat klinis dan menunjukkan masalah

keamanan, termasuk jumlah yang tinggi kematian dini. Persetujuan September

2017 mencakup dosis yang direkomendasikan lebih rendah, jadwal perawatan

yang berbeda dan populasi pasien baru (Chustecka, 2010).

Kelompok Studi International Berlin-Frankfurt-Münster (BFM)

melaporkan bahwa anak-anak dengan AML yang kambuh yang menerima

liporomal daunorubicin (DNX) bersamaan dengan rejimen FLAG (fludarabine,

cytarabine, dan faktor stimulasi koloni granulosit [G-CSF]) telah meningkat

respons pengobatan dini (Harding, 2013). Meskipun kelangsungan hidup jangka

panjang secara keseluruhan adalah serupa pada 2 kelompok perlakuan, anak-anak

dengan faktor pengikat inti (CBF) AML yang menerima FLAG / DNX memiliki

kemungkinan bertahan hidup 4 tahun 24% lebih tinggi daripada mereka yang

menerima Rejimen FLAG sendiri. Pasien yang positif FLT3 dapat mengambil

manfaat dari agen yang ditargetkan, seperti sorafenib.

23
2. Terapi radiasi

Perawatan radiasi terutama digunakan untuk mengobati kloroma dan

massa lain yang menekan pada struktur vital dan yang dapat menyebabkan

kerusakan permanen. Contohnya termasuk kompresi sumsum tulang belakang dan

sindrom vena cava superior atau gangguan jalan nafas karena massa mediastinal.

Kortikosteroid dan pemberian awal kemoterapi secara efektif dapat meringankan

sebagian besar komplikasi ini. Leukemia SSP persisten biasanya membutuhkan

iradiasi kraniospinal.

Sebagian besar rejimen myeloablative pretransplantasi yang diberikan

kepada anak-anak dalam remisi lengkap pertama mereka telah menggantikan

iradiasi total tubuh dengan busulfan untuk mengurangi timbulnya beberapa efek

samping jangka panjang (yaitu, retardasi pertumbuhan, tumor otak). Meskipun

busulfan dikaitkan dengan efek samping yang signifikan, potensial, jangka

pendek, dan jangka panjang (termasuk kejang dan infertilitas), insidensi

keganasan kedua lebih rendah daripada yang terkait dengan total iradiasi tubuh.

3. Transplantasi Darah dan Sumsum

Kombinasi kemoterapi dan iradiasi mieloablatif yang diikuti dengan

penyelamatan dengan infus sel induk yang cocok dengan HLA untuk

merekonstitusi sumsum tulang pasien adalah pendekatan yang efektif untuk

menyembuhkan leukemia myeloid akut. Dalam beberapa penelitian acak,

transplantasi alogenik meningkatkan tingkat kelangsungan hidup secara

keseluruhan dan bebas penyakit (Klingebiel, Reinhardt, & Bader, 2008).

Namun, opsi ini sering tidak tersedia, karena donor yang cocok dengan

HLA ditemukan hanya sekitar 25% dari pasien. Selain itu, untuk pasien berisiko

24
tinggi, transplantasi dicadangkan untuk remisi kedua, karena tingkat penyelamatan

cukup tinggi untuk pasien tersebut. Meskipun demikian, sejumlah opsi telah

meningkat secara substansial dengan ketersediaan pendaftar HLA internasional

yang dapat membantu dalam menemukan donor yang tidak terkait (HLA) yang

cocok dengan HLA. Hasil dengan MUD hampir sama dengan donor keluarga

yang cocok dengan HLA.

Darah tali pusat, yang kaya akan sel punca, semakin memperluas

ketersediaan sel punca donor, karena peningkatan ketidakcocokan HLA

tampaknya ditoleransi dengan lebih baik dengan sel donor dalam hal

pengembangan cangkok tingkat tinggi versus penyakit inang (GVHD) . Selain itu,

penggunaan sel induk autologus yang dibersihkan atau tidak dibersihkan, yang

menawarkan keunggulan ketersediaan dan penghindaran penyakit graft versus

host, sedang diselidiki dalam uji klinis. Namun, sampai saat ini, penelitian acak

pada pasien anak-anak belum menunjukkan keuntungan kelangsungan hidup

secara keseluruhan untuk transplantasi sel induk autologus dibandingkan dengan

kemoterapi. Tingkat keberhasilan untuk transplantasi sel induk juga meningkat

karena perbaikan profilaksis dan pengobatan GVHD, menggunakan kombinasi

metotreksat, siklosporin, tacrolimus, mikofenolat, dan kortikosteroid yang lebih

rendah untuk menurunkan angka kematian. Penyakit veno-oklusif hati (juga

disebut sindrom obstruktif sinusoidal), suatu komplikasi yang bisa berakibat fatal,

telah menunjukkan respons yang sangat baik terhadap defibrotide. Defibrotide

adalah polydeoxyribonucleotide untai tunggal yang berasal dari jaringan babi

yang memiliki sifat antitrombotik, trombolitik, anti-inflamasi, dan anti-iskemik.

25
4. Transfusi

Karena rejimen pengobatan intensif, dukungan transfusi produk darah

cepat sangat penting. Selama periode pansitopenia yang panjang, transfusi

trombosit dan sel darah merah (RBC) diperlukan untuk mengoreksi anemia dan

trombositopenia sampai remisi tercapai. Plasma beku segar kadang-kadang

diperlukan untuk mengoreksi koagulopati, terutama pada pasien dengan koagulasi

intravaskular diseminata. Semua produk yang ditransfusikan harus diiradiasi

untuk mencegah GVHD pada pasien dengan imunosupresi berat.

Dukungan dari bank darah adalah wajib ketika pasien datang dengan

hiperleukositosis ekstrem dan berisiko tinggi untuk stroke dan gagal jantung

karena hiperviskositas. Pasien-pasien ini paling baik diobati dengan leukophoresis

atau transfusi pertukaran volume ganda untuk secara cepat dan aman mengurangi

beban sel leukemia tanpa berkontribusi pada kelainan metabolisme. Prosedur ini

juga memfasilitasi koreksi anemia yang cepat, yang sebaliknya akan membatasi

viskositas.

Dalam kasus yang jarang terjadi, transfusi granulosit diberikan untuk

mengobati infeksi serius yang tidak menanggapi terapi antibiotik yang tepat.

Pendekatan ini mungkin paling tepat untuk sepsis gram negatif, infeksi

intraabdomen yang serius, dan, kadang-kadang, infeksi jamur, walaupun

kemanjuran pendekatan ini belum terbukti secara definitif.

5. Manajemen Metabolik

Pasien yang memiliki beban sel leukemia yang besar, baik jumlah WBC

yang bersirkulasi tinggi atau organomegali besar, berisiko mengalami gangguan

metabolisme yang parah dan seringkali mengancam jiwa. Sebelum memulai

cytoreduction, perbaiki kelainan yang ada dan lakukan tindakan untuk mencegah

26
yang baru. Hiperkalemia dan hiperfosfatemia yang berhubungan dengan

hipokalsemia terjadi akibat pergantian dan penghancuran sel yang cepat. Segera

tangani kadar kalium yang meningkat dengan menggunakan tindakan seperti

natrium polistirena sulfonat (Kayexalate), kombinasi insulin dan glukosa, dan,

kadang-kadang, hemodialisis. Penggantian kalsium sering diperlukan untuk

memperbaiki hipokalsemia berat.

Pencegahan adalah kunci untuk menghindari komplikasi metabolik paling

serius. Kombinasi hidrasi yang kuat, pemberian allopurinol (penghambat xanthine

oksidase untuk mencegah pembentukan asam urat), dan alkalinisasi urin dengan

natrium bikarbonat biasanya berhasil mencegah sindrom lisis tumor yang serius.

Untuk pasien yang berisiko tinggi untuk sindrom lisis tumor, mereka yang

mengalami disfungsi ginjal, atau mereka yang kadar asam uratnya sudah

meningkat, rasburicase langsung melisiskan asam urat dan dengan cepat dapat

menurunkan tingkatnya

6. Terapi Antibiotik

Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada

leukemia myeloid akut. Pasien dengan demam, terutama jika mereka memiliki

neutropenia yang parah, dianggap memiliki infeksi serius sampai terbukti

sebaliknya.

Antibiotik antibakteri spektrum luas diberikan ketika pasien demam dan

memiliki jumlah neutrofil absolut kurang dari 7,5-10 X 109 / L (<750-1000 / μL).

Pilihan antibiotik tergantung pada patogen khas yang ditemukan di masyarakat

dan rumah sakit. Ini biasanya beberapa kombinasi aminoglikosida dan

sefalosporin atau penisilin semisintetik dengan penghambat beta-laktamase,

sampai hasil kultur tersedia. Ketika dicurigai adanya infeksi terowongan di sekitar

27
kateter vena sentral, vankomisin harus diberikan. Di institusi tertentu,

pengangkatan jalur intravena juga direkomendasikan. Jika seorang pasien datang

dengan gejala perut atau GI, antibiotik yang dipilih harus mencakup anaerob.

Ketika neutropenia berkepanjangan, terutama setelah pengobatan dengan agen

antibakteri spektrum luas, penyakit jamur menjadi perhatian besar.

Penggunaan terapi antijamur secara empiris diindikasikan pada pasien

dengan demam persisten 3-5 hari setelah inisiasi antibiotik spektrum luas dan

kultur bakteri negatif. Meskipun amfoterisin telah menjadi pengobatan standar

selama bertahun-tahun, agen lain, seperti vorikonazol, caspofungin, dan

mikafungin semakin banyak digunakan.

7. Profilaksis

Antibiotik profilaksis telah membantu mengurangi kejadian sejumlah

infeksi. Trimethoprim-sulfamethoxazole secara dramatis mengurangi kejadian

Pneumocystis (carinii) jiroveci pneumonia. Di beberapa pusat, penisilin

profilaksis telah menurunkan insidensi sepsis streptokokus sistemik yang serius

pada pasien dengan mucositis parah. Asiklovir bermanfaat dalam mencegah

infeksi herpes simpleks, terutama pada pasien yang telah menjalani transplantasi

sumsum tulang.

Laporan menunjukkan bahwa levofloxacin profilaksis mengurangi

kejadian sepsis dan infeksi yang mengancam jiwa lainnya (Bucaneve, et al.,

2005). Banyak pusat secara rutin memberikan profilaksis flukonazol atau nistatin

untuk mengurangi risiko infeksi jamur. Karena kejadian signifikan dari infeksi

Enterococcal yang mengancam jiwa pada populasi pasien ini, profilaksis dengan

penisilin atau sefalosporin juga telah disarankan. Pasien yang mengembangkan

28
GVHD yang membutuhkan terapi imunosupresif yang signifikan memerlukan

profilaksis infeksi yang lebih intensif dan lebih luas.

3.8 Prognosis
Dengan tingkat kelangsungan hidup keseluruhan 45-60%, prognosis untuk
anak-anak dengan leukemia myeloid akut telah meningkat secara signifikan sejak
akhir abad ke-20. Sebuah konsorsium Jepang melaporkan tingkat kelangsungan hidup
5 tahun keseluruhan sebesar 62%. Tingkat kelangsungan hidup jangka panjang bebas
penyakit sekitar 65% untuk pasien yang menerima human leukocyte antigen (HLA) -
transplantasi sel induk yang cocok dari donor keluarga, dengan kemoterapi, angka ini
lebih rendah pada pasien berisiko tinggi. Ketika pasien meninggal selama perawatan
atau setelah kambuh, penyebabnya paling sering adalah infeksi, perdarahan, atau
penyakit refrakter.
Sebuah studi 2012 dari Jepang mengkonfirmasi hasil uji coba AML 99
untuk pasien anak yang baru didiagnosis dengan AML dengan kelangsungan hidup 5
tahun keseluruhan (OS) 75,6% dan survival bebas kejadian (EFS) 61,6%. Kelompok
ini membandingkan hasil mereka dengan kelompok lain pasien AML yang baru
didiagnosis dan menemukan hasilnya sama dengan uji coba AML99 asli dengan OS 5
tahun 77,7% dan EFS 66,7%. Menariknya, EFS 5 tahun pada pasien dengan kariotipe
normal lebih rendah dibandingkan dengan uji coba AML99 asli (Imamura, et al.,
2012).
Untuk anak-anak dengan sindrom Down, hasil saat ini mendukung anak-
anak yang lebih muda, dengan tingkat kelangsungan hidup 84-86% untuk anak-anak
yang lebih muda dari usia 2 tahun, 79% untuk anak-anak berusia 2-4 tahun, dan hanya
33% untuk anak-anak yang lebih tua dari usia 4 tahun (Gamis AS, et al., 2003).
Sebuah studi oleh Klco et al mencari untuk menentukan apakah pendekatan genom
dapat memberikan informasi prognostik baru untuk pasien dewasa dengan de novo
AML. Studi ini menemukan bahwa meskipun data genomik komprehensif dari pasien
tidak meningkatkan penilaian hasil, deteksi mutasi terkait leukemia persisten pada
setidaknya 5% sel sumsum tulang dalam sampel remisi 30 hari dikaitkan dengan
peningkatan risiko kekambuhan yang signifikan, dan mengurangi kelangsungan hidup
secara keseluruhan (Klco, Miller, & Griffith M, 2015).

29
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Teori Kasus
Acute Myelobaltik Leukemia adalah Pasien rujukan dari RSUD Aji Batara
suatu penyakit yang ditandai dengan Samboja pada tanggal 2 Desember 2019.
transformasi neoplastic dan gangguan Pasien tampak pucat dan mata kiri
diferensiasi sel-sel progenitor dari sel bengkak sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
myeloid. Gejala pada AML adalah juga mengalami demam yang naik turun
anemia, perdarahan, dan demam. ±1 bulan yang lalu. Ibu pasien
mengatakan bahwa kedua kaki pasien
lemah dan tidak dapat berjalan sejak 2
minggu. Wajah sebelah kiri pasien juga
mengalami kelemahan. Pasien mengalami
batuk pilek sejak 1 minggu. Ibu pasien
mengatakan tidak ada mual dan muntah
serta lebam-lebam pada tubuh. Tidak
pernah mimisan dan kejang. Buang air
kecil baik tetapi sebelum masuk RS
pasien diare.

30
4.2. Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus
- pasien tampak pucat disertai
Pemeriksaan Fisik
takikardia. Pada anemia berat Keadaan Umum :Tampak sakit sedang
pasien mungkin mengalami Kesadaran : Komposmentis
kelesuhan, murmur jantung, dan Tanda Vital :
tanda-tanda gagal jantung Nadi 93 kali/menit, regular, kuat angkat
kongestif. Pernafasan 34 kali/menit
- Manifestasi perdarahan
paling Suhu 36,4o C per aksiler
sering tampak pada kulir seperti SpO2 98%
ptekie, lesi purpura dan ekimosis.
- Perdarahan GI tract Kepala/leher
mengindikasikan adanya erosi Pembengkakan pada mata sebelah kiri
atau perforasi. dan parese wajah sebelah kiri
- Tanda-tanda infeksi
seperti Thorax
demam, gingivitis, hipotensi atau Paru :
distress pernapasan.  Asukultasi : Suara napas vesikuler
- Adenopati, jarang tampak pada (+/+), Ronki (+/+), wheezing (-/-),
AML. stridor (-/-)
- Splenomegaly dan hepatomegaly Abdomen :
- Temuan pada gejala SSP meliputi  Palpasi : nyeri tekan(+), hepar dan
kelesuhan, disfungsi saraf kranial lien teraba membesar
terutama estropia dan kelumpuhan Ekstremitas :
wajah serta papilledema. Parese pada ekstremitas inferior
- Adanya nodul pada kulit biasanya
ditemukan pada pasien AML.
Nodul tampak tegas, terangkat dan
sering berwarna ungu kebiruan.

31
4.3 Pemeriksaan Penunjang

Hematologi

Teori Kasus
- Trombositopenia - Hb : 9.3 g/dl
- Eritrosit : 3.21 juta/mm3
- Jumlah eritrosit menurun atau
- Trombosit : 27.000/mm3
meningkat - Leukosit : 29.880/mm3
- Leukositosis

4.4 Penatalaksanaan

Teori Kasus
- Kemoterapi -Inf KAEN 3B 1000ml/24 jam
-inj cefotaxime 2x500 mg
- Radioterapi
-inj PCT 3x150 mg iv
- Transfusi -NAC 140 mg 3x1 pulv
-CTM 1,4 mg 3x1 pulv
- Transplantasi sumsum tulang dan
-salbutamol 1-4 mg 3x1 pulv
darah -vitamin B complex 1/3 mg 3x1 pulv
-nebu ventolin 1 amp + PZ s/d 3 cc/12
- Antibiotik
jam
- Transfusi PRC II Kolf

32
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Leukimia mieloblastik akut adalah salah satu tipe leukemia aku yang merupakan
suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastic dan gangguan diferensiasi
sel-sel progenitor dari sel myeloid.
Data di Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di Jogjakarta
adalah 8 per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia, puncaknya
pada usia ≥ 65 tahun. Usia rata-rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun. AML
sedikit lebih sering dijumpai pada pria. AML yang lebih banyak terjadi pada orang
dewasa. Namun AML juga merupakan jenis leukimia yang sering ditemukan pada anak-
anak. Risiko terjadinya. AML meningkat 10 kali lipat dari usia 30-34 tahun sampai
dengan usia 65-69 tahun. Pada otrang yang berusia leih dari 70 tahun insidennya jarang
meningkat. Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut
hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
Perawatan untuk pasien dengan leukemia myeloid akut melibatkan kemoterapi
intensif untuk menghancurkan populasi sel leukemia secepat mungkin dan untuk
mencegah munculnya klon yang resisten. Pasien secara bersamaan diberikan perawatan
suportif sampai sumsum tulang mencapai remisi hematologis dan kembali menghasilkan
sel hematopoietik normal. Rawat inap diperlukan pada pasien dengan leukemia myeloid
akut untuk mengelola kemoterapi dan untuk mengobati komplikasi yang berkaitan dengan
penyakit dan pengobatannya, biasanya infeksi atau episode neutropenik demam.
Beberapa rawat inap dapat berlangsung lama. Sejumlah perubahan dalam antibiotik
mungkin diperlukan sampai infeksi dan neutropenia sembuh.

33
BAB 6
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C., & Widyaningsih, M. (2017). Acute Myeloid Leukimia. Bali: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

Bucaneve, G., Micozzi, A., Menichetti, F., Martino, P., Dionisi, M., Martineli, G., et al.
(2005). Levofloxacin to Prevent Bacterial Infection in Patients with Cancer and
Neutropenia. N Eng J Med, 977-87.

Children's Oncology Group. (2006). Long term follow up guideliness for survivors of
childhood, adolescent, and young adult cancers. Children's Oncology Group.

Chustecka, Z. (2010). FDA Approves Mylotarg for Treatment of Acute Myeloid Leukemia.
Retrieved Desember 5, 2019, from Medscape Medical News:
http://www.medscape.com/viewarticle/885134

Gamis AS, Woods, W., Alonzo, T., Buxton , A., Lange , B., Barnard, D., et al. (2003).
Increased age at Diagnosis has a Significantly Negative Effect on Outcome in
Children with Down Syndrome and Acute Myeloid Leukemia: a Report from the
Childrens Cancer Group Study. J Clin Oncol, 3415-22.

Harding, A. (2013, May 18). One-Third Cure Rate in First Ever Pediatric Relapsed AML
Trial. Retrieved December 5, 2019, from Medscape Medical News:
http://www.medscape.com/viewarticle/777872

Hirtz D, Berg A, Bettis D, Camfield P, Crumrine P, Elteman R, dkk. (2003). Practice


parameter: treatment of the child with a first unprovoked seizure, report of the quality
standards subcommittee of the american academy of neurology and the practice
committee of the child neurology society. Neurology, 166-175.

Imamura, T., Iwamoto, S., Kanai, R., Shimada, A., Terui, K., Osugi, Y., et al. (2012).
Outcome in 146 Patients with Paediatric Acute Myeloid Leukemia Treated According
to the AML99 Protocol in the Period 2003 From Japan Association of Childhood
Leukemia Study. Br J Haematol, 23-27.

Klco, J., Miller, C., & Griffith M. (2015). Association Between Mutation Clearance After
Induction Therapy and Outcomes in Acute Myeloid Leukemia. JAMA, 811-22.

Klingebiel, T., Reinhardt, D., & Bader, P. (2008). Place of HSCT in Treatment of childhood
AML. Bone

Sjakti, H., & Windiastuti, E. (2012). Pola Infeksi pada Leukimia Mieloblastik Akut pada
Anak. Saripediatri, 424-30.

Weinblatt, M. (2019). Pediatric Acute Myeloid Leukimia. American: Medscape.

34
35

Anda mungkin juga menyukai