Oleh:
Pembimbing:
dr. Dian Puspita Sari, SpA (K)
Laporan Kasus
Oleh:
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus berjudul “Leukemia Myeloid Akut” Laporan kasus
ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang/Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Dengan selesainya penyusunan laporan kasus ini, perkenankanlah penulis
untuk menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan kepada dr. Dian Puspita
Sari, Sp.A(K) sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam pembuatan laporan kasus ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat-Nya kepada
pembimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
dengan aspirasi sumsum tulang (BMA) secara morfologi, imunofenotip dan
karakter genetik.2
Tatalaksana yang diberikan pada kasus leukemia umumnya adalah
pemberian kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang pada sebagian kasus
yang terindikasi.5 Kemoterapi leukemia akut dibagi menjadi beberapa tahap
yaitu induksi remisi, konsolidasi atau intensifikasi, profilaksis susunan saraf
pusat, dan pemeliharaan jangka panjang atau rumatan (maintenance). Pasien
leukemia akut dinyatakan remisi komplit apabila tidak terdapat lagi tanda
leukemia setelah pengobatan yang artinya sumsum tulang mengandung <5% sel
blast, jumlah sel darah dalam batas normal, dan tidak ada tanda dan gejala dari
penyakit.6
SKDI leukemia akut adalah 2, artinya lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 ANAMNESIS
Tanggal: 18/10/2021
Diberikan oleh: ibu kandung
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan utama : Benjolan di belakang telinga
2. Keluhan tambahan : Pucat, sesak
3. Riwayat perjalanan penyakit
1 bulan yang lalu pasien mengeluh demam hilang timbul. Demam
turun bila diberi obat paracetamol. Pasien juga mengeluh pucat. Anak
tampak rewel dan berat badan mulai menurun. Batuk tidak ada, pilek
tidak ada, menggigil tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening tidak
ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan
seperti muntah darah, BAB hitam, BAK berwarna merah, riwayat
trauma tidak ada.
2 minggu yang lalu pasien mengeluh sembab di mata dan benjolan
belakang telinga. Benjolan di belakang telinga sebesar kelereng, keras,
tidak dapat digerakkan, dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluh mata
tampak sembab. Pasien terlihat sedikit sesak. Batuk tidak ada, pilek
3
tidak ada, menggigil tidak ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak
terdapat keluhan perdarahan seperti muntah darah, BAB hitam, BAK
berwarna merah, riwayat trauma tidak ada. Ibu pasien membawa
pasien ke Rumah Sakit Jambi untuk diperiksa darah dan hasilnya curiga
keganasan lalu dirujukke Rumah Sakit Moh.Hoesin Palembang.
C. Riwayat Pengobatan
- Diberikan obat paracetamol saat demam
4
Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Aterm (38 minggu)
Partus : Sectio Caesaria
Tempat : Rumah Sakit Daerah
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 10 November 2020
Keadaan bayi saat lahir : Langsung menangis
BBL : 3100 g
PBL : Ibu tidak ingat
2. Riwayat Makanan
a. Usia 0 – 6 bulan
ASI eksklusif sampai 6 bulan, 8-12x/hari selama 20-25 menit
b. Usia 6 – 11 bulan
ASI, 8x/hari. MPASI, per oral, makanan utama 2-3x/hari, snacks 1-
2x/hari
3. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar
Umur Umur Umur
BCG 1 bln
DPT 1 2 bln DPT 2 3 bln DPT 3 4 bln
Hep. B1 2 bln Hep. B2 3 bln Hep. B3 4 bln
Hib 1 2 bln Hib 2 3 bln Hib 3 4 bln
POLIO 1 1 bln POLIO 2 2 bln POLIO 3 3 bln
CAMPAK 9 bln
Kesan: Imunisasi dasar lengkap
5
4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : 1 x (5 tahun)
Umur : Ibu: 28 tahun Ayah: 30 tahun
Pendidikan : Ibu: S1 Ayah: S1
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada
5. Riwayat Perkembangan
Gigi pertama : belum ada Duduk : 9 bulan
Berbalik : 3 bulan Berdiri : 11 bulan
Tengkurap : 4 bulan Berjalan : belum bisa
Merangkak : 8 bulan Berbicara : belum bisa
6
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 18/10/2021
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 7 kg
Tinggi badan : 68 cm
BB/U : -3 < Z < -2 (underweight)
TB/U : -3 < Z < -2 (stunted)
BB/TB : -2 < Z < -1 (gizi baik, perawakan
pendek)
Lingkar Kepala : 46 cm (normocephali)
LILA : 10 cm
TD : 120/60 mmHg (Hipertensi stage I)
HR : 137x/menit (normal)
Pernapasan : 31x/menit (normal)
Suhu : 37 0C (normal)
7
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut dan tidak rontok
Wajah : Dismorfik (-)
Mata : Sembab pada regio orbital (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), Pupil bulat, ditengah, diameter 3 mm,
isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : Pucat (+), hipertropi gingiva (-), atrofi papil
lidah (-), faring tidak hiperemis, tonsil T1 -T1
Telinga : Pembesaran KGB di regio retroaurikular sinistra ukuran 1 x 1
cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan tidak nyeri ,
sekret (-)
8
Abdomen
Inspeksi : Cembung, scar (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tegang, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-).
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3 detik, memar (-), ptekie (-), purpura
(-), ekimosis (-).
9
0,45 X 68
=
0,44
30,6
=
0,44
= 69,5
10
Elektrolit Serum
2.5 RESUME
1 bulan yang lalu pasien mengeluh demam hilang timbul. Demam turun
bila diberi obat paracetamol. Pasien juga mengeluh pucat. Anak tampak rewel
dan berat badan mulai menurun. Batuk tidak ada, pilek tidak ada, menggigil
tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, keluhan kuning tidak
ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan seperti muntah darah, BAB hitam,
BAK berwarna merah, riwayat trauma tidak ada.
2 minggu yang lalu pasien mengeluh sembab di mata dan bengkak
belakang telinga. Benjolan di belakang telinga sebesar kelereng, dapat
digerakkan, dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluh mata tampak sembab.
Pasien terlihat sedikit sesak. Batuk tidak ada, pilek tidak ada, menggigil tidak
ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan seperti
muntah darah, BAB hitam, BAK berwarna merah, riwayat trauma tidak ada.
Ibu pasien membawa pasien ke Rumah Sakit Jambi untuk diperiksa darah dan
hasilnya curiga keganasan lalu dirujuk ke Rumah Sakit Moh.Hoesin
Palembang.
11
Saat ini didapatkan hasil pemeriksaan fisik berupa:
Kepala : Sembab pada regio orbital, pembesaran KGB di regio retroaurikular
sinistra ukuran 1 x 1 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri konjungtiva anemis (-/-),mukosa bibir pucat (-)
Leher : Pembesaran KGB submandibular dekstra dan sinistra. Benjolan di
submandibular dekstra berukuran 3,5 x 1 cm, konsistensi keras,
tidak dapat digerakkan dan tidak nyeri. Sedangkan benjolan di
submandibular sinistra 2 x 1 cm, konsistensi keras, tidak dapat
digerakkan dan tidak nyeri.
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
12
2.9 TATALAKSANA
a. Planning diagnosis
- Aspirasi sumsum tulang (bone marrow puncture)
b. Terapi
- IVFD D5 ¼ NS + bicnat 5 meq kec 36 cc/ jam
- Aminofusin 250 ml IV
- Furosemide 2 x 5 mg IV
- Ceftriaxone 1 x 450 mg IV
- Captopril 2 x 3.125 mg PO
2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
2.11 FOLLOW UP
13
A: Hiperleukositosis et causa susp. Leukemia Mieloid
Akut dd/ Leukemia Limfoblastik Akut + Hipertensi
Grade I
20/10/2021 S: Sembab di mata berkurang, sesak berkurang - IVFD D5 ¼ NS + bicnat 5
meq kec 36 cc/ jam
O: Compos mentis, tekanan darah : 112/66 mmHg, nadi:
149x/menit teraba kuat (isi dan tegangan cukup), RR:- Furosemid 2 x 5 mg IV
26x/menit, suhu: 36,5ºC, SpO2 98% - Ceftriaxone 1 x 450 mgIV
Kepala: Teraba KGB di retroaurikular dengan ukuran
- Captopril 2 x 3,125 mg
1x1 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri. Teraba KGB di submandibular dekstra dan PO
sinistra. Di submandibular dekstra teraba sebesar 3,5 x
- Paracetamol 3 x 10 ml IV
1 cm , konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri. Sedangkan di submandibular sinistra- Hidroxyurea 1 x 250 mg
teraba sebesar 2 x 1 cm , konsistensi keras, tidak dapat
digerakkan dan tidak nyeri. konjungtiva anemis (-), PO
sklera ikterik (-), NCH (-), teraba pembesaran KGB di
retroauricular dan submandibular
Toraks: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Cembung, lemas, BU (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3 detik
Hasil BMP
Gambaran sumsum tulang :
- Kepadatan sel (sumsum) : hiperseluler pertikel +
globul lemak
- Trombopoesis (sumsum) : aktivitas menurun
megakariosit
- Eritropoesis (sumsum) : aktivitas menurun
normoblast 3%
- Granulopoesis (sumsum) : aktivitas meningkat
mieloblast 40%, monoblast 20%, monosit 8%, mielosit
7%
Lain-lain : limfosit 16%
Kesan : AML – M4
14
21/10/2021 S: Sesak berkurang - IVFD D5 ¼ NS + bicnat5
meq kec 36 cc/ jam
O: Compos mentis, tekanan darah: 95/64 mmHg, nadi:
140x/menit teraba kuat (isi dan tegangan cukup), RR:- Ceftriaxone 1 x 450 mgIV
20x/menit, suhu: 36,7ºC, SpO2 99% drip
Kepala: Teraba KGB di retroaurikular dengan ukuran
- Furosemide 2 x 5 mg PO
1x1 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri. Teraba KGB di submandibular dekstra dan- Hidroxyurea 1 x 250 mg
sinistra. Di submandibular dekstra teraba sebesar 3,5 x
- Nebu NaCl 0,9% /8 jam
1 cm , konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri. Sedangkan di submandibular sinistra- Rencana kemoterapi
teraba sebesar 2 x 1 cm , konsistensi keras, tidak dapat
sesuai protokol AML
digerakkan dan tidak nyeri. konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), NCH (-), stridor (+), teraba
pembesaran KGB di retroauriculardan submandibular
Toraks: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing(-)
Abdomen: Cembung, lemas, BU (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3 detik
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini
berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML merupakan 20%
kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap
tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari
leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun,
meningkat sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4
per 100.000 penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari
21 tahun menderita leukemia mielosblastik akut dan insiden ini meningkat
sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang
berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan,
setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150 kasus di
antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML.7
16
Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui pasti, namun anak-anak dengan
kelainan genetik (trisomi 21, sindrom Bloom, anemia Fanconi dan ataksia
telangiektasi) diduga mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita
leukemia.7 Menurut hasil penelitian, anak dengan faktor risiko tertentu lebih
berrisiko untuk mengalami leukemia. Faktor risiko tersebut adalah:2,3,7
Radiasi dosis tinggi
Terapi medis yang menggunakan radiasi merupakan sumber radiasi dosis
tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya
jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian
leukemia.
Kemoterapi
Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat berisiko
menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating
agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan
dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
Faktor keluarga/genetik
Pada kembar identik bila salah satu menderita AML maka kembarannya
berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada
saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita
AML.
Sindrom Down
Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan oleh
kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
Kondisi perinatal
Penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen, asfiksia post
partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu
hamil yang mengkonsumsi alkohol.2,3,7
17
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis AML adalah adanya rasa demam, penurunan berat
badan, lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan
sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi adalam bentuk purpura atau
petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis,
perdarahan gusi dan retina. Pada AML dapat terjadi limfadenopati,
splenomegali, atau hepatomegali pada sekitar 20% pasien.7
Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (>100 ribu/mm3),
sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat
aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis yang sering
dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas dan nyeri dada. Angka
leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme
berupa hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel
leukosit yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar.
Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah yang
akan diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimptomatik
karena hipoglikemia tersebut hanya terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada
tubuh pasien.7,9
Klasifikasi
Secara umum pembagian leukemia adalah akut, kronik dan kongenital.
Leukemia akut dan kronik pada awalnya dibedakan berdasarkan lama sakitnya
selama pemberian kemoterapi yang efektif, namun saat ini akut dan kronis
dibedakan berdasarkan jenis selnya dimana sel imatur ganas yang
berproliferasi mengarah pada leukemia akut dan bila terdapat lebih banyak sel
matur maka diklasifikasikan leukemia kronik, sedangkan kongenital bila
leukemia terdiagnosa selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.8,9
Klasifikasi FAB (French American British) berdasarkan morfologi sel
didukung dengan teknik immunofenotypinh menggunakan pemeriksaan flow
cytometry. Batas terendah blast pada AML menurut WHO adalah 20%, maka
diagnosis AML ditegakkan bila ditemukan sel blast seri mieloid ≥ 20%.
18
Tabel 3. Klasifikasi AML berdasarkan FAB.10
Klasifikasi
Patofisiologi
Patogenesis utama AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan
proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast)
sehingga terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam
sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada
gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone
marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia,
leukopenia dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien
mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya
trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya
leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi
19
oportunistis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain
itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar
sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang,
jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut
dengan segala akibatnya.
Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah lengkap dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis leukemia. Untuk diagnosis pasti harus
dilakukan aspirasi sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia sering tampak
pada sebagian besar pasien. Sel leukemia sering tidak tampak pada darah
perifer dalam pemeriksaan laboratorium rutin. Apabila hasil analisis darah
perifer mengarah kepada leukemia, maka pemeriksaan sumsum tulang harus
20
dilakukan dengan tepat untuk menetapkan diagnosis.7,10 Pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk mendiagnosa AML:
a. Pemeriksaan Darah
21
Gambar 2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi.10
22
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada AML sebagai berikut.
a. Leukemia Limfoblastik Akut (ALL)
b. Anemia Aplastik
c. Limfoma sel-B
d. Limfoma Non-Hodgkin.11
Tatalaksana
Penyakit ini sampai sekarang merupakan penyakit yang angka
kematiannya masih tinggi, tetapi dengan ditemukannya obat-obat sitostatika
dan penggunaanya dalam bentuk kombinasi maka prognosis penderia leukimia
menjadi lebih baik yaitu kemungkinan hidup bebas leukimia selama 5 tahun
sebesar 50%. Pada leukimia, tujuan pengobatan ialah untuk mengurangi sel-sel
leukimia dengan obat-obat anti leukimia sehingga diharapkan bahwa sumsum
tulang akan membentuk lagi sel-sel hemopoetik normal. Terapi leukimia terdiri
dari terapi spesifik dan terapi suportif, antara lain:12
1. Terapi spesifik (kemoterapi)
Terapi leukemia terbagi menjadi 2 skema berdasarkan kelompok risiko
dan Terdiri dari 3 fase (induksi, konsolidasi, pemeliharaan) untuk kelompok
SR dan 4 fase (ditambah reinduksi) untuk kelompok HR. Fase induksi
meliputi pemberian obat-obat methotrexate, vincristine, L-asparaginase,
daunorubicin, dan kortikosteroid selama 6 minggu.12
a. Fase Induksi
23
6000 U/m² secara intravena pada minggu ke 4 dan 5. Daunorubicine
diberikan secara intravena pada minggu 1-4 dengan dosis 30 mg/m².10,12
b. Fase Konsolidasi
Tahap ini terdiri dari 6-Merkaptopurine dan metotrexate. 6-
Merkaptopurine diberikan per oral dengan dosis 50 mg/m² pada minggu
ke-8 sampai minggu ke-12. Metotrexate diberikan secara intratekal
dengan dosis tergantung umur pada minggu ke 8, 10, dan 12.
Metotrexate dosis tinggi diberikan bersama dengan Leucovorin rescue,
diberikan pada minggu ke 8, 10 dan 12.12
c. Fase Re-Induksi
Tahap ini hanya diberikan pada pasien resiko tinggi yang terdiri dari
Metotrexate yang diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung
umur dan diberikan pada minggu ke-15 dan ke- 17. Vincristine
diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena, diberikan pada
minggu ke-14 sampai minggu ke-17. Dexametasone diberikan per oral
dengan dosis 6 mg/m² pada minggu ke-14 sampai 17. Daunorubicine
diberikan secara intravena dalam dosis 75 mg/m² diberikan secara
intravena empat kali pada minggu ke-15 dan empat kali pada minggu
ke-17. L-Asparaginase diberikan secara intravena empat kali pada
minggu ke-15 dan 17.12
d. Fase Maintenance
Pengobatan pada tahap ini dengan 6-Merkaptopurine dan
Metotrexate. Dexametasone diberikan per oral dalam dosis 6 mg/m²
pada minggu-minggu yang tidak diberikan 6- Merkaptopurine dan
Metotrexate bersama dengan Vincristine, diberikan dalam dosis 1,5
mg/m² secara intravena.12
2. Terapi suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang
ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat,
misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik
untuk mengatasi infeksi.11,12
24
Kualitas remisi harus diperbaiki dengan terapi konsolidasi intensif.
Tiga metode terapi konsolidasi yang dapat dilakukan adalah kemoterapi,
transplantasi sumsum tulang atau autogenik dari donor yang identif.12
Prognosis
Hiperleukositosis
Definisi
25
Epidemiologi
Manifestasi Klinis
26
Tatalaksana
Komplikasi
Prognosis
Pasien AML dengan hiperleukositosis termasuk dalam golongan risiko tinggi sehingga
prognosis lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang mempunyai jumlah leukosit
<50 000/ul. Selain prognosis dipengaruhi oleh jumlah leukosit, ada beberapa faktor
lain yang juga berperan seperti usia, fenotip, sitogenetik dan respons terhadap
pemberian prednison. Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien dengan
leukosit >50.000/ul dan sebagai penyebab kematian yang terjadi pada fase induksi
kemoterapi umumnya oleh karena sepsis dan perdarahan hebat.13
27
BAB IV
ANALISIS KASUS
Berdasarkan teori manifestasi klinis yang biasa timbul pada pasien AML
adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan
sumsum tulang. Namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya perdarahan.
Pada pasien dengan leukosit yang sangat tinggi (>100 ribu/mm 3), sering
terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran
pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis yang sering dijumpai
adalah gangguan kesadaran, sesak nafas dan nyeri dada. Namun pada follow up
tanggal 21 Oktober 2021 pada pemeriksaan fisik ditemukan stridor (+) sehingga
sesak pada pasien karena obstruksi parsial akibat pembesaran kelenjar getah
bening.
28
Dari pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (bone marrow puncture)
didapatkan hasil kepadatan sel (sumsum) : hiperseluler pertikel + globul lemak,
trombopoesis (sumsum) : aktivitas menurun megakariosit, eritropoesis (sumsum) :
aktivitas menurun normoblast 3%, granulopoesis (sumsum) : aktivitas meningkat
mieloblast 40%, monoblast 20%, monosit 8%, mielosit 7%. Lain-lain : limfosit
16%. Dengan kesan : AML – M4 (Menurut klasifikasi FAB). Dari pemeriksaan
immunophenotyping didapatkan hasil gating daerah blast ditemukan cyMPO(+)
kesan M lineage.
Pada kasus ini telah ditegakkan diagnosis leukemia mieloblastik akut (AML),
maka dilakukan tatalaksana sesuai diagnosis tersebut. Pada pasien ini diberikan D5
¼ NS + bicnat 10 meq kec 36 cc/jam IV. Pemberian bicnat pada pasien ini
digunakan untuk hidrasi alkalisasi dikarenakan pada kondisi hiperleukositosis sel-
sel yang keluar bersifat asam sehingga dibutuhkan bicnat. Pada pasien juga
diberikan furosemide sebagai diuretic karena mata pasien sembab. Captopril
diberikan dikarenakan tekanan darah pasien cukup tinggi. Hidroxyurea diberikan
karena leukosit tidak turun sehingga diperlukan hidroxyurea sebagai leukoreduksi.
Dan pasien rencana diberikan kemoterapi sesuai protokol AML.
Edukasi yang dapat diberikan kepada keluarga pasien adalah memberi
dukungan emosional bahwa leukemia masih memiliki angka harapan hidup dan
bahkan bisa sembuh dengan tindakan pengobatan yang tersedia saat ini.
Beberapa poin penting yang bisa diikuti oleh pasien:
Minumlah obat secara teratur: Pasien harus mengetahui dosis dan efek
samping dari berbagai macam obat (obat kemoterapi atau antibiotik). Ikuti
petunjuk yang diberikan oleh dokter. Jangan menghentikan konsumsi obat
atas dasar pertimbangan diri sendiri.
29
Menghadiri pemeriksaan tindak lanjut secara berkala: mematuhi jadwal
pemeriksaan tindak lanjut setelah menerima tindakan pengobatan.
Pemeriksaan fisik dan tes darah secara rutin sangat penting untuk
mengevaluasi kondisi kesehatan pasien.
Kebersihan rumah tangga dan pribadi: Pasien penderita leukemia akut atau
leukemia kronis lanjutan rentan terhadap infeksi yang bisa terjadi. Anda
harus memperhatikan kebersihan rumah tangga dan pribadi. Kamar,
pakaian, dan peralatan rumah tangga harus selalu dirapikan dan dijaga
kebersihannya. Hindari pergi ke tempat yang ramai atau berhubungan
dengan teman-teman yang sakit. Memakai masker saat keluar ruangan.
Menghindari pendarahan: jaga tingkat kelembapan yang memadai di
lingkungan rumah, karena kekeringan pada mukosa hidung bisa memicu
pendarahan pada hidung pasien dengan jumlah trombosit yang rendah.
Berhati-hatilah saat melakukan aktivitas sehari-hari karena luka yang
ringan sekalipun bisa mengakibatkan pendarahan yang serius.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
12. Löwenberg B, Downing JR, Burnett A. Acute myeloid leukimia. The New
England Journal of Medicine. 1999;341(14):1051-1062.
13. Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik
akut dengan hiperleukositosis. Sari Pediatri. 2002;4(1):31-5.
14. Edwin GWP, Bagus R. Hiperleukositosis pada oasien anak 7 bulan dengan
Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) Tipe L1. Medula. 2020. 10(3):520-5.
32