Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

Oleh:

Fitri Aulia Rahmi, S.Ked 04084822124043


Sylvia Wanda Stephanie Siahaan, S.Ked 04084822124098

Pembimbing:
dr. Dian Puspita Sari, SpA (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

Oleh:

Fitri Aulia Rahmi, S.Ked 04084822124043


Sylvia Wanda Stephanie Siahaan, S.Ked 04084822124098

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang periode 11 Oktober
– 14 November 2021.

Palembang, Oktober 2021

dr. Dian Puspita Sari, SpA (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus berjudul “Leukemia Myeloid Akut” Laporan kasus
ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang/Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Dengan selesainya penyusunan laporan kasus ini, perkenankanlah penulis
untuk menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan kepada dr. Dian Puspita
Sari, Sp.A(K) sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam pembuatan laporan kasus ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat-Nya kepada
pembimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca.

Palembang, Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i


Halaman Pengesahan .......................................................................................... ii
Kata Pengantar.................................................................................................... iii
Daftar Isi .............................................................................................................. iv
Bab I Pendahuluan .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
Bab II Status Pasien ............................................................................................ 3
Bab III Tinjauan Pustaka ................................................................................... 16
3.1 Leukemia Mieloblastik Akut (AML) .............................................................. 16
3.1.1 Definisi .................................................................................................. 16
3.1.2 Epidemiologi ......................................................................................... 16
3.1.3 Etiologi .................................................................................................. 17
3.1.4 Klasifikasi ............................................................................................. 18
3.1.5 Manifestasi Klinis ................................................................................. 18
3.1.6 Patofisiologi .......................................................................................... 19
3.1.7 Diagnosis ............................................................................................... 20
3.1.8 Diagnosis Banding ................................................................................ 22
3.1.9 Tatalaksana............................................................................................ 22
3.1.10 Prognosis ............................................................................................. 24
3.2 Hiperleukositosis ............................................................................................. 25
3.2.1 Definisi .................................................................................................. 25
3.2.2 Epidemiologi ......................................................................................... 25
3.2.3 Etiologi dan Patogenesis ....................................................................... 25
3.2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................. 26
3.2.5 Tatalaksana............................................................................................ 26
3.2.6 Prognosis ............................................................................................... 26
Bab IV Analisis Kasus......................................................................................... 27
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 30

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah berasal dari sumsum tulang
yang ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi sel
abnormal dalam darah tepi. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya
hemostasis tubuh sehingga terjadi gangguan pada berbagai sistem organ. 1
Leukemia merupakan kanker dengan insiden paling tinggi pada anak yaitu
sekitar 30% dari semua keganasan pada anak.2 Berdasarkan data epidemiologi
WHO didapatkan insiden leukemia akut di dunia terjadi sekitar 2,4 kasus pada
setiap 100.000 populasi per tahun. Sementara di Indonesia, insiden leukemia
akut diprediksi sekitar 3,4 kasus setiap 100.000 populasi per tahun. Leukemia
menyebabkan kematian pada anak-anak.3
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel dan maturitas sel.
Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel
ganas tersebut sebagian besar bersifat immatur (blast) maka leukemia
diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka
diklasifikasikan sebagai leukemia kronik.4 Leukemia akut pada anak mencakup
30%-40% dari keganasan pada anak, yang dapat terjadi pada semua umur.
Insidensi terbesar terjadi pada usia 2-5 tahun dengan insidens rata-rata 4-4,5
kasus/tahun/100.000 anak di bawah umur 15 tahun. Jenis leukemia yang umum
terjadi pada anak adalah leukemia akut, yaitu Acute Lymphositic Leukemia
(ALL) dan Acute Myelositic Leukemia (AML).1,2
Diagnosis leukemia dapat ditegakkan melalui gejala klinis dan pemeriksaan
darah lengkap. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan rontgen dada,
cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Pada
pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung jenis
leukosit dan trombositopenia. Di negara berkembang, diagnosis dipastikan

1
dengan aspirasi sumsum tulang (BMA) secara morfologi, imunofenotip dan
karakter genetik.2
Tatalaksana yang diberikan pada kasus leukemia umumnya adalah
pemberian kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang pada sebagian kasus
yang terindikasi.5 Kemoterapi leukemia akut dibagi menjadi beberapa tahap
yaitu induksi remisi, konsolidasi atau intensifikasi, profilaksis susunan saraf
pusat, dan pemeliharaan jangka panjang atau rumatan (maintenance). Pasien
leukemia akut dinyatakan remisi komplit apabila tidak terdapat lagi tanda
leukemia setelah pengobatan yang artinya sumsum tulang mengandung <5% sel
blast, jumlah sel darah dalam batas normal, dan tidak ada tanda dan gejala dari
penyakit.6
SKDI leukemia akut adalah 2, artinya lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

2
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN:


Nama : An. YAR
Umur : 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Tn. S
Nama Ibu : Ny. E
Bangsa : Indonesia
Alamat : Batang Hari, Jambi
MRS tanggal : 13 Oktober 2021
No. Rekmed 0001225753

2.2 ANAMNESIS
Tanggal: 18/10/2021
Diberikan oleh: ibu kandung
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan utama : Benjolan di belakang telinga
2. Keluhan tambahan : Pucat, sesak
3. Riwayat perjalanan penyakit
1 bulan yang lalu pasien mengeluh demam hilang timbul. Demam
turun bila diberi obat paracetamol. Pasien juga mengeluh pucat. Anak
tampak rewel dan berat badan mulai menurun. Batuk tidak ada, pilek
tidak ada, menggigil tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening tidak
ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan
seperti muntah darah, BAB hitam, BAK berwarna merah, riwayat
trauma tidak ada.
2 minggu yang lalu pasien mengeluh sembab di mata dan benjolan
belakang telinga. Benjolan di belakang telinga sebesar kelereng, keras,
tidak dapat digerakkan, dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluh mata
tampak sembab. Pasien terlihat sedikit sesak. Batuk tidak ada, pilek

3
tidak ada, menggigil tidak ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak
terdapat keluhan perdarahan seperti muntah darah, BAB hitam, BAK
berwarna merah, riwayat trauma tidak ada. Ibu pasien membawa
pasien ke Rumah Sakit Jambi untuk diperiksa darah dan hasilnya curiga
keganasan lalu dirujukke Rumah Sakit Moh.Hoesin Palembang.

B. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat sering demam hilang timbul tanpa sebab yang jelas ada
- Riwayat pucat sebelumnya tidak ada
- Riwayat anemia sebelumnya tidak ada
- Riwayat perdarahan gusi sebelumnya tidak ada
- Riwayat trauma sebelumnya tidak ada
- Riwayat BAB berdarah sebelumnya tidak ada

C. Riwayat Pengobatan
- Diberikan obat paracetamol saat demam

D. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat perokok aktif ada (Ayah)
- Tidak ada riwayat tinggal di daerah sekitar pabrik
- Tidak ada riwayat transfusi pada keluarga
- Tidak ada riwayat penyakit keganasan pada keluarga
- Tidak ada riwayat pucat pada keluarga

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah seorang pegawai swasta dan ibu seorang ibu rumah tangga. Tinggal
di rumah sendiri, rumah dihuni oleh 4 orang.
Kesan: Sosial ekonomi menengah

4
Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Aterm (38 minggu)
Partus : Sectio Caesaria
Tempat : Rumah Sakit Daerah
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 10 November 2020
Keadaan bayi saat lahir : Langsung menangis
BBL : 3100 g
PBL : Ibu tidak ingat

2. Riwayat Makanan
a. Usia 0 – 6 bulan
ASI eksklusif sampai 6 bulan, 8-12x/hari selama 20-25 menit
b. Usia 6 – 11 bulan
ASI, 8x/hari. MPASI, per oral, makanan utama 2-3x/hari, snacks 1-
2x/hari

3. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar
Umur Umur Umur
BCG 1 bln
DPT 1 2 bln DPT 2 3 bln DPT 3 4 bln
Hep. B1 2 bln Hep. B2 3 bln Hep. B3 4 bln
Hib 1 2 bln Hib 2 3 bln Hib 3 4 bln
POLIO 1 1 bln POLIO 2 2 bln POLIO 3 3 bln
CAMPAK 9 bln
Kesan: Imunisasi dasar lengkap

5
4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : 1 x (5 tahun)
Umur : Ibu: 28 tahun Ayah: 30 tahun
Pendidikan : Ibu: S1 Ayah: S1
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada

5. Riwayat Perkembangan
Gigi pertama : belum ada Duduk : 9 bulan
Berbalik : 3 bulan Berdiri : 11 bulan
Tengkurap : 4 bulan Berjalan : belum bisa
Merangkak : 8 bulan Berbicara : belum bisa

6
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 18/10/2021
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 7 kg
Tinggi badan : 68 cm
BB/U : -3 < Z < -2 (underweight)
TB/U : -3 < Z < -2 (stunted)
BB/TB : -2 < Z < -1 (gizi baik, perawakan
pendek)
Lingkar Kepala : 46 cm (normocephali)
LILA : 10 cm
TD : 120/60 mmHg (Hipertensi stage I)
HR : 137x/menit (normal)
Pernapasan : 31x/menit (normal)
Suhu : 37 0C (normal)

7
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut dan tidak rontok
Wajah : Dismorfik (-)
Mata : Sembab pada regio orbital (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), Pupil bulat, ditengah, diameter 3 mm,
isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : Pucat (+), hipertropi gingiva (-), atrofi papil
lidah (-), faring tidak hiperemis, tonsil T1 -T1
Telinga : Pembesaran KGB di regio retroaurikular sinistra ukuran 1 x 1
cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan tidak nyeri ,
sekret (-)

Leher : Pembesaran KGB submandibular dekstra dan sinistra.


Benjolan di submandibular dekstra berukuran 3,5 x 1 cm,
konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan tidak nyeri.
Sedangkan benjolan di submandibular sinistra 2 x 1 cm,
konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan tidak nyeri.
Aksila : Kelenjar getah bening (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : Krepitasi (-), stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

8
Abdomen
Inspeksi : Cembung, scar (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tegang, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-).
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3 detik, memar (-), ptekie (-), purpura
(-), ekimosis (-).

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tabel 1. Hasil Laboratorium 15 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 6,7 g/dl* 11,3-14,1 g/dL
Kesan : Anemia
Eritrosit 3,27.106/mm3* 4,40-4,48.106/mm3
Leukosit 195.24.103/mm3# 4,5-13,5.103/mm3
Kesan : Hiperleuko
sitosis
Diff Count
Basofil 0% 0-1%
Eosinofil 0%* 1-6%
Neutrofil 8%* 50-70%
Limfosit 32%* 20-40%
Monosit 0%* 2-8%
Hematokrit 23%* 37-41%
Trombosit 163.103/μL 217-497. 103/μL
MCV 69,1 fl* 81-95 fl
Kesan : mikrositer
MCH 21 pg* 25-29 pg
Kesan : hipokrom
MCHC 30 g/dL 29-31 g/dL
RDW-CV 22,50%* 11-15%
LED 12 mm/jam <15 mm/jam
Kimia klinik
Kalsium (Ca) 8,2 mg/dL* 8,4-10,4 mg/dL
Kesan : Hipokalsemia
Ginjal
Ureum 2 mg/dL* 16,6-48,5 mg/dL
Kreatinin 0,44 mg/dL* 0,24-0,41 mg/dL
LFG K x TB (cm)
Kreatinin

9
0,45 X 68
=
0,44
30,6
=
0,44
= 69,5

Kesan : Kerusakan ginjal dengan penurunan


LFG ringan
Asam Urat 2,6 mg/dL < 8,4 mg/dL
Analisa Gas Darah (Arteri)
Temperatur 370C
FIO2 50%
pH 7.271 7.35-7.45
Nilai kritis : ≤7.2 or ≥7.6
pCO2 59.1 mmHg* 35-45 mmHg
Kesan : Asidosis Nilai kritis : <20 or >75
Metabolik
pO2 12.1 mmHg# 83-108 mmHg
Nilai kritis : <40
SO2% 10.4
Hct 33%* 39-49%
Hb 10.6 g/dL* 13.2-17.3 g/dL
Kesan : Anemia
Na+ 135.2 mmol/L* 136-146 mmol/L
K+ 2.30 mmol/L* 3.5-5.1 mmol/L
Kesan : Hipokalemia
Ca++ 1.25 mmol/L 1.09-1.30 mmol/L
Cl- 104.7 mmol/L 98-106 mmol/L
Lactat 1.5 mmol/L 0.7-2.5 mmol/L
Nilai kritis : >4.1
pHtc 7.271
PCO2tc 59.1 mmHg
pO2tc 12.1 mmHg
TCO2 29.3 mmol/L* 22-29 mmol/L
HCO3 27.5 mmol/L 21-28 mmol/L
Nilai kritis : <10 or >40
BEecf 0.4 mmol/L
BEb 0.4 mmol/L
SBC 23.3 mmol/L
O2CT 1.6 mL/dL
RI 22.5
O2Cap 14.7mL/dL
A 284.9 mmHg
A-aDO2 272.8 mmHg
a/A 0.0
PO2/FIO2 24.3 mmHg
Elektrolit

10
Elektrolit Serum

Phospor 5,7 mg/dL* 2,5-5 mg/dL


Natrium (Na) 144 mEq/L 135-155 mEq/L
Kalium (K) 3,3 mEq/L* 3,5-5,5 mEq/L
Kesan : Hipokalemia
Klorida (Cl) 107 mmol/L* 96-106 mmol/L
Kesan : Hiperkloremia
Urinalisis
pH (urine rutin) 6,0 5-9
Kesan : Asam

Gambaran Darah Tepi – 18 Oktober 2021


Eritrosit : Normositik normokrom, ansositosis
Leukosit : Jumlah meningkat, blast (+)
Trombosit : Jumlah cukup, morfologi normal, penyebaran merata
Kesan : Suspek keganasan hematologi (AML)

2.5 RESUME
1 bulan yang lalu pasien mengeluh demam hilang timbul. Demam turun
bila diberi obat paracetamol. Pasien juga mengeluh pucat. Anak tampak rewel
dan berat badan mulai menurun. Batuk tidak ada, pilek tidak ada, menggigil
tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, keluhan kuning tidak
ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan seperti muntah darah, BAB hitam,
BAK berwarna merah, riwayat trauma tidak ada.
2 minggu yang lalu pasien mengeluh sembab di mata dan bengkak
belakang telinga. Benjolan di belakang telinga sebesar kelereng, dapat
digerakkan, dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluh mata tampak sembab.
Pasien terlihat sedikit sesak. Batuk tidak ada, pilek tidak ada, menggigil tidak
ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan seperti
muntah darah, BAB hitam, BAK berwarna merah, riwayat trauma tidak ada.
Ibu pasien membawa pasien ke Rumah Sakit Jambi untuk diperiksa darah dan
hasilnya curiga keganasan lalu dirujuk ke Rumah Sakit Moh.Hoesin
Palembang.

11
Saat ini didapatkan hasil pemeriksaan fisik berupa:
Kepala : Sembab pada regio orbital, pembesaran KGB di regio retroaurikular
sinistra ukuran 1 x 1 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri konjungtiva anemis (-/-),mukosa bibir pucat (-)
Leher : Pembesaran KGB submandibular dekstra dan sinistra. Benjolan di
submandibular dekstra berukuran 3,5 x 1 cm, konsistensi keras,
tidak dapat digerakkan dan tidak nyeri. Sedangkan benjolan di
submandibular sinistra 2 x 1 cm, konsistensi keras, tidak dapat
digerakkan dan tidak nyeri.
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3 detik


Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil
hiperleukositosis.

2.6 DAFTAR MASALAH


1. AML
2. Hiperleukositosis
3. Limfadenopati multipel
4. Sembab di regio orbital
5. Pucat
6. Demam 1 bulan lalu
7. Penurunan berat badan
8. Hipertensi stage I
9. Sesak

2.7 DIAGNOSIS BANDING


1. Leukemia Limfoblastik Akut (ALL)
2. Limfoma Non-Hodgkin

2.8 DIAGNOSIS SEMENTARA


Hiperleukositosis et causa susp. Leukemia Mieloid Akut dd/ Leukemia
Limfoblastik Akut + Hipertensi Grade I

12
2.9 TATALAKSANA
a. Planning diagnosis
- Aspirasi sumsum tulang (bone marrow puncture)
b. Terapi
- IVFD D5 ¼ NS + bicnat 5 meq kec 36 cc/ jam
- Aminofusin 250 ml IV
- Furosemide 2 x 5 mg IV
- Ceftriaxone 1 x 450 mg IV
- Captopril 2 x 3.125 mg PO

2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

2.11 FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan Terapi

19/10/2021S: Sembab di mata berkurang, sesak berkurang - IVFD D5 ¼ NS + bicnat 5


meq kec 36 cc/ jam
O: Compos mentis, nadi: 138x/menit, RR: 21x/menit,
suhu: 36,6ºC, SpO2 99% - Furosemide 2 x 5mg IV
Kepala: Teraba KGB di retroaurikular dengan - Captopril 2 x 3.125 IV
ukuran 1x1 cm, konsistensi keras, tidak dapat - Paracetamol 3 x 10 ml
digerakkan dan tidak nyeri. Teraba KGB di
- PASI 8 x 45 ml IV
submandibular dekstra dan sinistra. Di
submandibular dekstra teraba sebesar 3,5 x 1 cm - Dilakukan aspirasi
, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan sumsum tulang (bone
tidak nyeri. Sedangkan di submandibular sinistra
marrow puncture)
teraba sebesar 2 x 1 cm , konsistensi keras, tidak
dapat digerakkan dan tidak nyeri. Konjungtiva
anemis (-), sklera ikterik (-),NCH (-)
Toraks: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing(-)
Abdomen: Cembung , lemas, BU (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3 detik

13
A: Hiperleukositosis et causa susp. Leukemia Mieloid
Akut dd/ Leukemia Limfoblastik Akut + Hipertensi
Grade I
20/10/2021 S: Sembab di mata berkurang, sesak berkurang - IVFD D5 ¼ NS + bicnat 5
meq kec 36 cc/ jam
O: Compos mentis, tekanan darah : 112/66 mmHg, nadi:
149x/menit teraba kuat (isi dan tegangan cukup), RR:- Furosemid 2 x 5 mg IV
26x/menit, suhu: 36,5ºC, SpO2 98% - Ceftriaxone 1 x 450 mgIV
Kepala: Teraba KGB di retroaurikular dengan ukuran
- Captopril 2 x 3,125 mg
1x1 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri. Teraba KGB di submandibular dekstra dan PO
sinistra. Di submandibular dekstra teraba sebesar 3,5 x
- Paracetamol 3 x 10 ml IV
1 cm , konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri. Sedangkan di submandibular sinistra- Hidroxyurea 1 x 250 mg
teraba sebesar 2 x 1 cm , konsistensi keras, tidak dapat
digerakkan dan tidak nyeri. konjungtiva anemis (-), PO
sklera ikterik (-), NCH (-), teraba pembesaran KGB di
retroauricular dan submandibular
Toraks: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Cembung, lemas, BU (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3 detik

Hasil BMP
Gambaran sumsum tulang :
- Kepadatan sel (sumsum) : hiperseluler pertikel +
globul lemak
- Trombopoesis (sumsum) : aktivitas menurun
megakariosit
- Eritropoesis (sumsum) : aktivitas menurun
normoblast 3%
- Granulopoesis (sumsum) : aktivitas meningkat
mieloblast 40%, monoblast 20%, monosit 8%, mielosit
7%
Lain-lain : limfosit 16%
Kesan : AML – M4

Immunophenotyping : gating daerah blast ditemukan


cyMPO(+) kesan M lineage

A: Hiperleukositosis et causa Leukemia Mieloid Akut


+ Hipertensi Grade I

14
21/10/2021 S: Sesak berkurang - IVFD D5 ¼ NS + bicnat5
meq kec 36 cc/ jam
O: Compos mentis, tekanan darah: 95/64 mmHg, nadi:
140x/menit teraba kuat (isi dan tegangan cukup), RR:- Ceftriaxone 1 x 450 mgIV
20x/menit, suhu: 36,7ºC, SpO2 99% drip
Kepala: Teraba KGB di retroaurikular dengan ukuran
- Furosemide 2 x 5 mg PO
1x1 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri. Teraba KGB di submandibular dekstra dan- Hidroxyurea 1 x 250 mg
sinistra. Di submandibular dekstra teraba sebesar 3,5 x
- Nebu NaCl 0,9% /8 jam
1 cm , konsistensi keras, tidak dapat digerakkan dan
tidak nyeri. Sedangkan di submandibular sinistra- Rencana kemoterapi
teraba sebesar 2 x 1 cm , konsistensi keras, tidak dapat
sesuai protokol AML
digerakkan dan tidak nyeri. konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), NCH (-), stridor (+), teraba
pembesaran KGB di retroauriculardan submandibular
Toraks: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing(-)
Abdomen: Cembung, lemas, BU (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3 detik

A: Hiperleukositosis et causa Leukemia Mieloid Akut


+ Hipertensi Grade I

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Leukemia Mieloblastik Akut (AML)


Definisi
Leukemia Mieloblastik Akut atau Acute Myeloblastic Leukemia merupakan
penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal
sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan
transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen
sumsum tulang belakang yang normal.3 Pada kebanyakan kasus AML, tubuh
memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut mieloblast yang
masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih
yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada AML, mielosit (yang
dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi
ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum
tulang.1,7

Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini
berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML merupakan 20%
kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap
tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari
leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun,
meningkat sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4
per 100.000 penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari
21 tahun menderita leukemia mielosblastik akut dan insiden ini meningkat
sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang
berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan,
setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150 kasus di
antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML.7

16
Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui pasti, namun anak-anak dengan
kelainan genetik (trisomi 21, sindrom Bloom, anemia Fanconi dan ataksia
telangiektasi) diduga mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita
leukemia.7 Menurut hasil penelitian, anak dengan faktor risiko tertentu lebih
berrisiko untuk mengalami leukemia. Faktor risiko tersebut adalah:2,3,7
 Radiasi dosis tinggi
Terapi medis yang menggunakan radiasi merupakan sumber radiasi dosis
tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya
jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian
leukemia.
 Kemoterapi
Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat berisiko
menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating
agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan
dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
 Faktor keluarga/genetik
Pada kembar identik bila salah satu menderita AML maka kembarannya
berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada
saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita
AML.
 Sindrom Down
Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan oleh
kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
 Kondisi perinatal
Penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen, asfiksia post
partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu
hamil yang mengkonsumsi alkohol.2,3,7

17
Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis AML adalah adanya rasa demam, penurunan berat
badan, lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan
sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi adalam bentuk purpura atau
petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis,
perdarahan gusi dan retina. Pada AML dapat terjadi limfadenopati,
splenomegali, atau hepatomegali pada sekitar 20% pasien.7

Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (>100 ribu/mm3),
sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat
aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis yang sering
dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas dan nyeri dada. Angka
leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme
berupa hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel
leukosit yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar.
Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah yang
akan diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimptomatik
karena hipoglikemia tersebut hanya terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada
tubuh pasien.7,9

Klasifikasi
Secara umum pembagian leukemia adalah akut, kronik dan kongenital.
Leukemia akut dan kronik pada awalnya dibedakan berdasarkan lama sakitnya
selama pemberian kemoterapi yang efektif, namun saat ini akut dan kronis
dibedakan berdasarkan jenis selnya dimana sel imatur ganas yang
berproliferasi mengarah pada leukemia akut dan bila terdapat lebih banyak sel
matur maka diklasifikasikan leukemia kronik, sedangkan kongenital bila
leukemia terdiagnosa selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.8,9
Klasifikasi FAB (French American British) berdasarkan morfologi sel
didukung dengan teknik immunofenotypinh menggunakan pemeriksaan flow
cytometry. Batas terendah blast pada AML menurut WHO adalah 20%, maka
diagnosis AML ditegakkan bila ditemukan sel blast seri mieloid ≥ 20%.

18
Tabel 3. Klasifikasi AML berdasarkan FAB.10
Klasifikasi

AML dengan displasia multilineage


Dengan sindrom mielodisplasia sebelumnya
Tanpa sindrom mielodisplasia sebelumnya
AML dan sindrom mielodisplasia, terkait terapi
Terkait agen alkilasi
Terkait epipodofilotoksin (sebagian dapat bersifat limfoid)
Jenis lain
AML yang tidak masuk dalam kategori lain
LMA diferensiasi minimal (M1)
LMA tanpa maturasi (M0)
LMA dengan maturasi (M2)
Leukemia mielomonositik akut (M4)
Leukemia monositik akut (M5)
Leukemia eritroid akut (M6)
Leukemia megakariositik akut (M7)
Leukemia basofilik akut
Panmielosis akut dengan myelofibrosis

Patofisiologi
Patogenesis utama AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan
proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast)
sehingga terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam
sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada
gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone
marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia,
leukopenia dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien
mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya
trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya
leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi

19
oportunistis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain
itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar
sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang,
jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut
dengan segala akibatnya.

Gambar 1. Patogenesis dan manifestasi klinis AML.11

Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah lengkap dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis leukemia. Untuk diagnosis pasti harus
dilakukan aspirasi sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia sering tampak
pada sebagian besar pasien. Sel leukemia sering tidak tampak pada darah
perifer dalam pemeriksaan laboratorium rutin. Apabila hasil analisis darah
perifer mengarah kepada leukemia, maka pemeriksaan sumsum tulang harus

20
dilakukan dengan tepat untuk menetapkan diagnosis.7,10 Pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk mendiagnosa AML:

a. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit (differential


count) untuk mengevaluasi garis sel hematopoietik lainnya, profil
koagulasi dan kimia serum. Asam urat, kalsium, fosfat dan laktat
dehidrogenase dapat digunakan sebagai memantau sindrom lisis
tumor,Pada pemeriksaan darah didapatkan anemia, trombositopenia
dan neutropenia. Jumlah leukosit adalah hasil yang paling bermakna
pada leukemia dimana terjadi peningkatan masif hingga lebih dari
200.000/mm3 pada keadaan tertentu seperti AML yang telah
mengalami DIC dan leukostasis Untuk mengetahui keadaan DIC pada
kasus AML juga perlu dilakukan tes waktu perdarahan dan waktu
pembekuan.8

b. Pemeriksaan Fungsi Hati dan Ginjal


Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum
memulai pengobatan.8,11

c. Pemeriksaan Aspirasi Sumsum Tulang


Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada penderita leukemia akut
ditemukan adanya keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel
muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap).7,10

21
Gambar 2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi.10

d. Pemeriksaan Apusan Darah Tepi


Anemia normositik normokrom umumnya terjadi pada kasus leukemia
dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai adanya
kelainan struktur.9

Gambar 3. Pemeriksaan darah tepi pada AML

22
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada AML sebagai berikut.
a. Leukemia Limfoblastik Akut (ALL)
b. Anemia Aplastik
c. Limfoma sel-B
d. Limfoma Non-Hodgkin.11

Tatalaksana
Penyakit ini sampai sekarang merupakan penyakit yang angka
kematiannya masih tinggi, tetapi dengan ditemukannya obat-obat sitostatika
dan penggunaanya dalam bentuk kombinasi maka prognosis penderia leukimia
menjadi lebih baik yaitu kemungkinan hidup bebas leukimia selama 5 tahun
sebesar 50%. Pada leukimia, tujuan pengobatan ialah untuk mengurangi sel-sel
leukimia dengan obat-obat anti leukimia sehingga diharapkan bahwa sumsum
tulang akan membentuk lagi sel-sel hemopoetik normal. Terapi leukimia terdiri
dari terapi spesifik dan terapi suportif, antara lain:12
1. Terapi spesifik (kemoterapi)
Terapi leukemia terbagi menjadi 2 skema berdasarkan kelompok risiko
dan Terdiri dari 3 fase (induksi, konsolidasi, pemeliharaan) untuk kelompok
SR dan 4 fase (ditambah reinduksi) untuk kelompok HR. Fase induksi
meliputi pemberian obat-obat methotrexate, vincristine, L-asparaginase,
daunorubicin, dan kortikosteroid selama 6 minggu.12

a. Fase Induksi

Pengobatan spesifik diawali dengan tahap induksi. Tahap ini diberikan


prednison, vincristin, metotrexate, 6-merkaptopurin, L-Asparaginase,
dan Daunorubicine. Prednison untuk resiko standar diberikan dengan
dosis 40 mg/m², untuk resiko tinggi diberikan Dexametasone dengan
dosis 6 mg/m², diberikan per oral pada minggu ke-0 sampai minggu ke
6. Vincristine diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena.
Diberikan pada minggu pertama sampai minggu ke enam. Metotrexate
diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung dari umur pada
minggu ke 0, 2, dan 4. L-Asparagine diberikan enam kali dalam dosis

23
6000 U/m² secara intravena pada minggu ke 4 dan 5. Daunorubicine
diberikan secara intravena pada minggu 1-4 dengan dosis 30 mg/m².10,12
b. Fase Konsolidasi
Tahap ini terdiri dari 6-Merkaptopurine dan metotrexate. 6-
Merkaptopurine diberikan per oral dengan dosis 50 mg/m² pada minggu
ke-8 sampai minggu ke-12. Metotrexate diberikan secara intratekal
dengan dosis tergantung umur pada minggu ke 8, 10, dan 12.
Metotrexate dosis tinggi diberikan bersama dengan Leucovorin rescue,
diberikan pada minggu ke 8, 10 dan 12.12
c. Fase Re-Induksi
Tahap ini hanya diberikan pada pasien resiko tinggi yang terdiri dari
Metotrexate yang diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung
umur dan diberikan pada minggu ke-15 dan ke- 17. Vincristine
diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena, diberikan pada
minggu ke-14 sampai minggu ke-17. Dexametasone diberikan per oral
dengan dosis 6 mg/m² pada minggu ke-14 sampai 17. Daunorubicine
diberikan secara intravena dalam dosis 75 mg/m² diberikan secara
intravena empat kali pada minggu ke-15 dan empat kali pada minggu
ke-17. L-Asparaginase diberikan secara intravena empat kali pada
minggu ke-15 dan 17.12

d. Fase Maintenance
Pengobatan pada tahap ini dengan 6-Merkaptopurine dan
Metotrexate. Dexametasone diberikan per oral dalam dosis 6 mg/m²
pada minggu-minggu yang tidak diberikan 6- Merkaptopurine dan
Metotrexate bersama dengan Vincristine, diberikan dalam dosis 1,5
mg/m² secara intravena.12

2. Terapi suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang
ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat,
misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik
untuk mengatasi infeksi.11,12
24
Kualitas remisi harus diperbaiki dengan terapi konsolidasi intensif.
Tiga metode terapi konsolidasi yang dapat dilakukan adalah kemoterapi,
transplantasi sumsum tulang atau autogenik dari donor yang identif.12

Prognosis

Kemoterapi multiagen agresif berhasil menginduksi remisi pada sekitar 85-


90% pasien. Kelangsungan hidup pasien dengan AML telah meningkat secara
dramatis sejak tahun 1970-an, ketika hanya 15% dari pasien yang baru
didiagnosis dapat bertahan, dibandingkan dengan tingkat kelangsungan hidup
saat ini sebesar 60-70% dengan terapi modern. Beberapa ahli berteori bahwa
terapi yang menargetkan penanda genetik mungkin bermanfaat. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa sekitar 5% pasien AML meninggal karena
infeksi atau perdarahan sebelum remisi dapat dicapai. Transplantasi sumsum
atau sel induk dari saudara kandung pasien yang cocok dapat memperpanjang
kelangsungan hidup pada sekitar dua pertiga pasien. Kemoterapi lanjutan untuk
pasien yang tidak memiliki donor dari saudara kandung yang cocok umumnya
kurang efektif dibandingkan transplantasi sumsum, namun demikian dapat
bersifat kuratif pada sekitar 50% pasien. Agar pasien memiliki prognosis yang
lebih baik, dianjurkan transplantasi sel induk dari saudara dilakukan hanya
setelah kambuh.9,12

Hiperleukositosis

Definisi

Hiperleukositosis adalah peningkatan jumlah sel leukosit darah tepi melebihi


100 000/ul. Hiperleukositosis merupakan salah satu kegawatan onkologi yang
memerlukan penanganan segera. Meningkatnya morbiditas dan mortalitas
pada pasien leukemia seringkali ditemukan pada keadaan hiperleukositosis.
Apabila keadaan ini tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan kematian akibat perdarahan intrakranial dan atau pulmonal, serta
gangguan metabolik karena lisisnya sel leukemia.13

25
Epidemiologi

Hiperleukositosis dapat ditemukan pada 6-15% pasien leukemia limfositik akut


(ALL), 13-22% pasien leukemia non-limfositik akut dan pada hampir semua
pasien mielogenus kronis.13

Etiologi dan Patofisiologi

Peningkatan berlebihan sel leukosit ini terjadi akibat gangguan pengaturan


pelepasan sel leukosit dari sumsum tulang sehingga leukosit yang beredar
dalam sirkulasi berlebihan. Hiperleukositosis dapat menyebabkan viskositas
darah meningkat, terjadi agregasi serta trombus sel blast pada mikrosirkulasi.
Selain itu akibat ukuran sel blast yang lebih besar dibanding sel leukosit matur,
serta tidak mudah berubah bentuk menyebabkan sel blast akan mudah
terperangkap dan menimbulkan oklusi pada mikrosirkulasi. Keadaan ini
disebut dengan leukostasis. Organ tubuh yang paling sering mengalami
leukostasis adalah susunan saraf pusat dan paru. Leukostasis akan
menyebabkan perfusi yang buruk dan terjadi hipoksia, metabolisme anaerob,
asidosis laktat, akhirnya akan menimbulkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan perdarahan. Penghancuran sel abnormal berlebihan pada
keadaan hiperleukositosis bisa berlangsung secara spontan atau setelah
terapi sitostatika. Pada keadaan ini harus dipantau terjadinya sindrom
lisis tumor yang dapat mengakibatkan gangguan metabolik dan gagal
ginjal akut.13

Manifestasi Klinis

Manifestasi yang tampak adalah keadaan pusing, penglihatan kabur, tinitus,


ataksia, delirium dan perdarahan retina apabila leukostasis terjadi pada
susunan saraf.14

26
Tatalaksana

Mengingat terjadinya gangguan metabolik pada pasien leukemia dengan


hiperleukositosis dapat berakibat fatal, maka intervensi dini dan adekuat harus
segera dilakukan untuk menurunkan jumlah leukosit. Bila dijumpai keadaan
hiperleukositosis, maka harus segera dilakukan tindakan yang meliputi hidrasi
yang agresif, alkalinisasi urin dan pemberian allopurinol. Allopurinol sebagai
analog hipoxantin, bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi asam urat
dengan menginhibisi xantin oksidase, sehingga konversi dari hipoxantin dan
xantin menjadi asam urat tidak terjadi. Tidak kalah penting adalah pemantauan
ketat dari zat-zat metabolik serta pH urin, sehingga kita tahu sampai kapan
hidrasi dan alkalinisasi dilakukan, dan kapan terapi sitostatik dimulai. 13,14

Komplikasi

Apabila hiperleukositosis tidak ditangani dapat meningkatkan risiko terjadinya sindrom


lisis tumor. Sindrom lisis tumor merupakan sekumpulan kelainan metabolik akibat nekrosis
sel-sel tumor atau apoptosis fulminan secara cepat. Saat sel kanker lisis, terjadi pelepasan
kalium, fosfat dan asam nukleat yang akan dimetabolisme menjadi xantin dan akhirnya menjadi
asam urat. Gangguan metabolik yang sering ditemukan pada keadaan sindrom lisis
tumor adalah hiperurisemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia serta dapat
juga terjadi asidosis laktat. Hiperkalemia dapat menyebabkan disritmia. Hiperfosfatemia
dapat menyebabkan iritabilitas neuromuskular.13,14

Prognosis

Pasien AML dengan hiperleukositosis termasuk dalam golongan risiko tinggi sehingga
prognosis lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang mempunyai jumlah leukosit
<50 000/ul. Selain prognosis dipengaruhi oleh jumlah leukosit, ada beberapa faktor
lain yang juga berperan seperti usia, fenotip, sitogenetik dan respons terhadap
pemberian prednison. Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien dengan
leukosit >50.000/ul dan sebagai penyebab kematian yang terjadi pada fase induksi
kemoterapi umumnya oleh karena sepsis dan perdarahan hebat.13

27
BAB IV
ANALISIS KASUS

An. Y, 11 bulan, datang dengan keluhan bengkak di regio retroaurikular dan


penurunan berat badan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien pernah mengalami demam
namun membaik setelah diberikan parasetamol. Pasien juga terlihat lesu dan pucat.
Pasien juga terlihat sedikit sesak.

Berdasarkan teori manifestasi klinis yang biasa timbul pada pasien AML
adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan
sumsum tulang. Namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya perdarahan.

Pada pasien dengan leukosit yang sangat tinggi (>100 ribu/mm 3), sering
terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran
pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis yang sering dijumpai
adalah gangguan kesadaran, sesak nafas dan nyeri dada. Namun pada follow up
tanggal 21 Oktober 2021 pada pemeriksaan fisik ditemukan stridor (+) sehingga
sesak pada pasien karena obstruksi parsial akibat pembesaran kelenjar getah
bening.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di regio


retroaurikular dan submandibular. Berdasarkan teori limfadenopati multipel bisa
terjadi pada pasien AML namun manifestasi klinis ini jarang ditemukan karena
manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien AML adalah pucat, lelah,
gangguan perdarahan dan infeksi.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperleukositosis, anemia dan


trombositopenia. Berdasarkan teori, pada pasien AML biasanya didapatkan kondisi
pansitopenia yaitu leukopenia, anemia dan trombositopenia. Namun pada pasien ini
terjadi hiperleukositosis. Pada pemeriksaan apusan darah tepi juga didapatkan
kesan anemia normositik normokrom dan berdasarkan teori pada apusan darah tepi
terjadi penurunan jumlah eritrosit tanpa perubahan morfologi.

28
Dari pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (bone marrow puncture)
didapatkan hasil kepadatan sel (sumsum) : hiperseluler pertikel + globul lemak,
trombopoesis (sumsum) : aktivitas menurun megakariosit, eritropoesis (sumsum) :
aktivitas menurun normoblast 3%, granulopoesis (sumsum) : aktivitas meningkat
mieloblast 40%, monoblast 20%, monosit 8%, mielosit 7%. Lain-lain : limfosit
16%. Dengan kesan : AML – M4 (Menurut klasifikasi FAB). Dari pemeriksaan
immunophenotyping didapatkan hasil gating daerah blast ditemukan cyMPO(+)
kesan M lineage.

Berdasarkan teori , pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (bone marrow


puncture) pada penderita leukemia akut ditemukan adanya keadaan hiperselular.
Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan
tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap).

Pada kasus ini telah ditegakkan diagnosis leukemia mieloblastik akut (AML),
maka dilakukan tatalaksana sesuai diagnosis tersebut. Pada pasien ini diberikan D5
¼ NS + bicnat 10 meq kec 36 cc/jam IV. Pemberian bicnat pada pasien ini
digunakan untuk hidrasi alkalisasi dikarenakan pada kondisi hiperleukositosis sel-
sel yang keluar bersifat asam sehingga dibutuhkan bicnat. Pada pasien juga
diberikan furosemide sebagai diuretic karena mata pasien sembab. Captopril
diberikan dikarenakan tekanan darah pasien cukup tinggi. Hidroxyurea diberikan
karena leukosit tidak turun sehingga diperlukan hidroxyurea sebagai leukoreduksi.
Dan pasien rencana diberikan kemoterapi sesuai protokol AML.
Edukasi yang dapat diberikan kepada keluarga pasien adalah memberi
dukungan emosional bahwa leukemia masih memiliki angka harapan hidup dan
bahkan bisa sembuh dengan tindakan pengobatan yang tersedia saat ini.
Beberapa poin penting yang bisa diikuti oleh pasien:
 Minumlah obat secara teratur: Pasien harus mengetahui dosis dan efek
samping dari berbagai macam obat (obat kemoterapi atau antibiotik). Ikuti
petunjuk yang diberikan oleh dokter. Jangan menghentikan konsumsi obat
atas dasar pertimbangan diri sendiri.

29
 Menghadiri pemeriksaan tindak lanjut secara berkala: mematuhi jadwal
pemeriksaan tindak lanjut setelah menerima tindakan pengobatan.
Pemeriksaan fisik dan tes darah secara rutin sangat penting untuk
mengevaluasi kondisi kesehatan pasien.
 Kebersihan rumah tangga dan pribadi: Pasien penderita leukemia akut atau
leukemia kronis lanjutan rentan terhadap infeksi yang bisa terjadi. Anda
harus memperhatikan kebersihan rumah tangga dan pribadi. Kamar,
pakaian, dan peralatan rumah tangga harus selalu dirapikan dan dijaga
kebersihannya. Hindari pergi ke tempat yang ramai atau berhubungan
dengan teman-teman yang sakit. Memakai masker saat keluar ruangan.
 Menghindari pendarahan: jaga tingkat kelembapan yang memadai di
lingkungan rumah, karena kekeringan pada mukosa hidung bisa memicu
pendarahan pada hidung pasien dengan jumlah trombosit yang rendah.
Berhati-hatilah saat melakukan aktivitas sehari-hari karena luka yang
ringan sekalipun bisa mengakibatkan pendarahan yang serius.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Widiaskara IM, Permono B, Ugrasena IDG, Ratwita M. Luaran pengobatan


fase induksi pasien leukemia limfoblastik akut pada anak di Rumah Sakit
Umum Dr. Soetomo Surabaya. Sari Pediatri. 2010. 12(2):128-34.
2. Hariani E. Hubungan jumlah leukosit dengan gambaran kelainan kulit pada
pasien Leukimia Limfositik Akut (LLA) dan Leukemia Mielositik Akut
(LMA) anak di RSUP Haji Adam Malik Medan [Tesis]. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara;2018.
3. Aulya AV, Arthamin MZ, Chilmi S, Widodo MA, Sujuti H. Kombinasi
elektroporasi dan aspirin menghambat aktivasi Nuclear Factor Kappa B
(NFkB) pada kultur sel mononuklear darah tepi pasien leukemia akut.
Majalah Kesehatan FKUB. 2016. 1(1):10-5.
4. Rofinda ZD. Kelainan hemostasis pada leukemia. JKA. 2012. 1(2):68-74.
5. Sjakri HA, Gatot D, Windiastuti E. Hasil pengobatan leukemia mieloblastik
akut pada anak. Sari Pediatri. 2012. 14(1):40-5.
6. Liem EF, Mantik M, Rampengan N. Hubungan kadar hemoglobin dan
tercapainya remisi pada anak penderita leukemia akut. JMR. 2019. 1(3):1-
7.
7. Rudolph MA, JIE Hoffman, CD Rudolph, Leukemia in Rudolph’s Pediatrics
20th Edition: 1269–78.
8. Kliegman MR, RE Bhermann, HB Jenson, The Leukemias in Nelson
Textbook of Pediatrics 18th Edition : 2116-22.
9. McKenzie SB. Text book of hematology, 2nd edition. Baltimore: William &
Wilkins. 2011.309- 417.
10. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial Edisi Update Keenam oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Singapura: Elsevier. 2018.
11. Yu, Y. & Lin, K. Acute Myeloid Leukemia (AML): Pathogenesis and
Clinical Presentation. The Calgary Guide. 2019.

31
12. Löwenberg B, Downing JR, Burnett A. Acute myeloid leukimia. The New
England Journal of Medicine. 1999;341(14):1051-1062.
13. Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik
akut dengan hiperleukositosis. Sari Pediatri. 2002;4(1):31-5.
14. Edwin GWP, Bagus R. Hiperleukositosis pada oasien anak 7 bulan dengan
Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) Tipe L1. Medula. 2020. 10(3):520-5.

32

Anda mungkin juga menyukai