Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Oleh:

M. Fakhri Eliansyahputra, S.Ked 04084822124190


Rahmadiah Syifa Madinah, S.Ked 04084822124054

Pembimbing:
dr. Dian Puspita Sari, SpA (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Oleh:

M. Fakhri Eliansyahputra, S.Ked 04084822124190


Rahmadiah Syifa Madinah, S.Ked 04084822124054

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang periode 15
November – 18 Dessember 2021.

Palembang,Desember 2021

dr. Dian Puspita Sari, SpA (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus berjudul “Leukemia Limfoblastik Akut”
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang/Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Dengan selesainya penyusunan laporan kasus ini, perkenankanlah
penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan kepada dr. Dian
Puspita Sari, Sp.A(K) sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam pembuatan laporan kasus ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat-Nya kepada
pembimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca.

Palembang, Desember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................i
Halaman Pengesahan..........................................................................................ii
Kata Pengantar ...................................................................................................iii
Daftar Isi ..............................................................................................................iv
Bab I Pendahuluan..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
Bab II Status Pasien............................................................................................3
Bab III Tinjauan Pustaka...................................................................................16
3.1 Leukemia Mieloblastik Akut (AML) .............................................................16
3.1.1 Definisi .................................................................................................16
3.1.2 Epidemiologi ........................................................................................16
3.1.3 Etiologi..................................................................................................17
3.1.4 Klasifikasi..............................................................................................18
3.1.5 Manifestasi Klinis..................................................................................18
3.1.6 Patofisiologi...........................................................................................19
3.1.7 Diagnosis...............................................................................................20
3.1.8 Diagnosis Banding ...............................................................................22
3.1.9 Tatalaksana............................................................................................22
3.1.10 Prognosis.............................................................................................24
3.2 Hiperleukositosis.............................................................................................25
3.2.1 Definisi .................................................................................................25
3.2.2 Epidemiologi ........................................................................................25
3.2.3 Etiologi dan Patogenesis.......................................................................25
3.2.4 Manifestasi Klinis .................................................................................26
3.2.5 Tatalaksana ...........................................................................................26
3.2.6 Prognosis...............................................................................................26
Bab IV Analisis Kasus ........................................................................................27
Daftar Pustaka ....................................................................................................30

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah berasal dari sumsum tulang
yang ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi sel
abnormal dalam darah tepi. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya
hemostasis tubuh sehingga terjadi gangguan pada berbagai sistem organ.1
Leukemia merupakan kanker dengan insiden paling tinggi pada anak yaitu
sekitar 30% dari semua keganasan pada anak. 2 Berdasarkan data epidemiologi
WHO didapatkan insiden leukemia akut di dunia terjadi sekitar 2,4 kasus pada
setiap 100.000 populasi per tahun. Sementara di Indonesia, insiden leukemia
akut diprediksi sekitar 3,4 kasus setiap 100.000 populasi per tahun. Leukemia
menyebabkan kematian pada anak-anak.3
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel dan maturitas sel.
Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel
ganas tersebut sebagian besar bersifat immatur (blast) maka leukemia
diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka
diklasifikasikan sebagai leukemia kronik.4 Leukemia akut pada anak
mencakup 30%-40% dari keganasan pada anak, yang dapat terjadi pada semua
umur. Insidensi terbesar terjadi pada usia 2-5 tahun dengan insidens rata-rata
4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah umur 15 tahun. Jenis leukemia yang
umum terjadi pada anak adalah leukemia akut, yaitu Acute Lymphositic
Leukemia (ALL) dan Acute Myelositic Leukemia (AML).1,2
Diagnosis leukemia dapat ditegakkan melalui gejala klinis dan
pemeriksaan darah lengkap. Namun untuk memastikannya harus dilakukan
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan
rontgen dada, cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lain.
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung
jenis leukosit dan trombositopenia. Di negara berkembang, diagnosis

1
dipastikan dengan aspirasi sumsum tulang (BMA) secara morfologi,
imunofenotip dan karakter genetik.2
Tatalaksana yang diberikan pada kasus leukemia umumnya adalah
pemberian kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang pada sebagian kasus
yang terindikasi.5 Kemoterapi leukemia akut dibagi menjadi beberapa tahap
yaitu induksi remisi, konsolidasi atau intensifikasi, profilaksis susunan saraf
pusat, dan pemeliharaan jangka panjang atau rumatan (maintenance). Pasien
leukemia akut dinyatakan remisi komplit apabila tidak terdapat lagi tanda
leukemia setelah pengobatan yang artinya sumsum tulang mengandung <5%
sel blast, jumlah sel darah dalam batas normal, dan tidak ada tanda dan gejala
dari penyakit.6
SKDI leukemia akut adalah 2, artinya lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

2
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN:


Nama : An. YAR
Umur : 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Tn. S
Nama Ibu : Ny. E
Bangsa : Indonesia
Alamat : Batang Hari, Jambi
MRS tanggal : 13 Oktober 2021
No. Rekmed : 0001225753

2.2 ANAMNESIS
Tanggal: 18/10/2021
Diberikan oleh: ibu kandung
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan utama : Benjolan di belakang telinga
2. Keluhan tambahan : Pucat, sesak
3. Riwayat perjalanan penyakit
1 bulan yang lalu pasien mengeluh demam hilang timbul. Demam
turun bila diberi obat paracetamol. Pasien juga mengeluh pucat. Anak
tampak rewel dan berat badan mulai menurun. Batuk tidak ada, pilek
tidak ada, menggigil tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening tidak
ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan
seperti muntah darah, BAB hitam, BAK berwarna merah, riwayat
trauma tidak ada.
2 minggu yang lalu pasien mengeluh benjolan di mata dan benjolan
belakang telinga. Benjolan di belakang telinga sebesar kelereng, dapat
digerakkan, dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluh kelopak mata

3
tampak bengkak. Pasien terlihat sedikit sesak. Batuk tidak ada, pilek
tidak ada, menggigil tidak ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak
terdapat keluhan perdarahan seperti muntah darah, BAB hitam, BAK
berwarna merah, riwayat trauma tidak ada. Ibu pasien membawa
pasien ke Rumah Sakit Jambi untuk diperiksa darah dan hasilnya
curiga keganasan lalu dirujuk ke Rumah Sakit Moh.Hoesin
Palembang.

B. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat sering demam hilang timbul tanpa sebab yang jelas ada
- Riwayat pucat sebelumnya tidak ada
- Riwayat anemia sebelumnya tidak ada
- Riwayat perdarahan gusi sebelumnya tidak ada
- Riwayat trauma sebelumnya tidak ada
- Riwayat BAB berdarah sebelumnya tidak ada

C. Riwayat Pengobatan
- Diberikan obat paracetamol saat demam

D. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat perokok aktif ada (Ayah)
- Tidak ada riwayat tinggal di daerah sekitar pabrik
- Tidak ada riwayat transfusi pada keluarga
- Tidak ada riwayat penyakit keganasan pada keluarga
- Tidak ada riwayat pucat pada keluarga

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah seorang pegawai swasta dan ibu seorang ibu rumah tangga. Tinggal
di rumah sendiri, rumah dihuni oleh 4 orang.
Kesan: Sosial ekonomi menengah

4
Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Aterm (38 minggu)
Partus : Sectio Caesaria
Tempat : Rumah Sakit Daerah
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 10 November 2020
Keadaan bayi saat lahir : Langsung menangis
BBL : 3100 g
PBL : Ibu tidak ingat

2. Riwayat Makanan
a. Usia 0 – 6 bulan
ASI eksklusif sampai 6 bulan, 8-12x/hari selama 20-25 menit
b. Usia 6 – 11 bulan
ASI, 8x/hari. MPASI, per oral, makanan utama 2-3x/hari, snacks
1-2x/hari

3. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar
Umur Umur Umur
BCG 1 bln
DPT 1 2 bln DPT 2 3 bln DPT 3 4 bln
Hep. B1 2 bln Hep. B2 3 bln Hep. B3 4 bln
Hib 1 2 bln Hib 2 3 bln Hib 3 4 bln
POLIO 1 1 bln POLIO 2 2 bln POLIO 3 3 bln
CAMPAK 9 bln
Kesan: Imunisasi dasar lengkap

4. Riwayat Keluarga

5
Perkawinan : 1 x (5 tahun)
Umur : Ibu: 28 tahun Ayah: 30
tahun
Pendidikan : Ibu: S1 Ayah: S1
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada

5. Riwayat Perkembangan
Gigi pertama : belum ada Duduk : 9 bulan
Berbalik : 3 bulan Berdiri : 11 bulan
Tengkurap : 4 bulan Berjalan : belum bisa
Merangkak : 8 bulan Berbicara : belum bisa

6
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 18/10/2021
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 7 kg
Tinggi badan : 68 cm
BB/U : -3 < Z < -2 (underweight)
TB/U : -3 < Z < -2 (stunted)
BB/TB : -2 < Z < -1 (gizi baik, perawakan
pendek)
Lingkar Kepala : 46 cm (normocephali)
LILA : 10 cm
TD : 120/60 mmHg (Hipertensi stage I)
HR : 137x/menit (normal)
Pernapasan : 31x/menit (normal)
Suhu : 37 0C (normal)

7
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut dan tidak rontok
Wajah : Dismorfik (-)
Mata : Sembab pada regio orbital (+), konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil bulat,
ditengah, diameter 3 mm, isokor, refleks
cahaya (+/+)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : Pucat (+), hipertropi gingiva (-), atrofi papil
lidah (-), faring tidak hiperemis, tonsil T1 -T1
Telinga : Sekret (-)
Leher : KGB teraba di regio retroaurikular dan
submandibular. KGB tidak teraba di regio
preaurikular, supraklavikular dan
infraklavikular.
Aksila : Kelenjar getah bening (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : Krepitasi (-), stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing
(-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen

8
Inspeksi : Cembung, scar (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tegang, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-).
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3 detik, memar (-),
petekie (-), purpura (-), ekimosis (-).

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tabel 1. Hasil Laboratorium 15 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 6,7 g/dl* 11,3-14,1 g/dL
Kesan : Anemia
Eritrosit 3,27.106/mm3* 4,40-4,48.106/mm3
Leukosit 195.24.103/mm3# 4,5-13,5.103/mm3
Kesan : Hiperleuko
sitosis
Diff Count
Basofil 0% 0-1%
Eosinofil 0%* 1-6%
Neutrofil 8%* 50-70%
Limfosit 32%* 20-40%
Monosit 0%* 2-8%
Hematokrit 23%* 37-41%
Trombosit 163.103/μL 217-497. 103/μL
MCV 69,1 fl* 81-95 fl
Kesan : mikrositer
MCH 21 pg* 25-29 pg
Kesan : hipokrom
MCHC 30 g/dL 29-31 g/dL
RDW-CV 22,50%* 11-15%
LED 12 mm/jam <15 mm/jam
Kimia klinik
Kalsium (Ca) 8,2 mg/dL* 8,4-10,4 mg/dL
Kesan : Hipokalsemia
Ginjal
Ureum 2 mg/dL* 16,6-48,5 mg/dL
Kreatinin 0,44 mg/dL* 0,24-0,41 mg/dL

9
LFG K x TB(cm)
Kreatinin
0,45 x 68
=
0,44
30,6
=
0,44
= 69,5

Kesan :
Asam Urat 2,6 mg/dL < 8,4 mg/dL
Analisa Gas Darah
Temperatur 370C
FIO2 50%
pH 7.271 7.35-7.45
Nilai kritis : ≤7.2 or ≥7.6
pCO2 59.1 mmHg* 35-45 mmHg
Kesan : Asidosis Nilai kritis : <20 or >75
Metabolik
pO2 12.1 mmHg# 83-108 mmHg
Nilai kritis : <40
SO2% 10.4
Hct 33%* 39-49%
Hb 10.6 g/dL* 13.2-17.3 g/dL
Kesan : Anemia
Na+ 135.2 mmol/L 136-146 mmol/L
K+ 2.30 mmol/L* 3.5-5.1 mmol/L
Kesan : Hipokalemia
Ca++ 1.25 mmol/L 1.09-1.30 mmol/L
Cl- 104.7 mmol/L 98-106 mmol/L
Lactat 1.5 mmol/L 0.7-2.5 mmol/L
Nilai kritis : >4.1
pHtc 7.271
PCO2tc 59.1 mmHg
pO2tc 12.1 mmHg
TCO2 29.3 mmol/L* 22-29 mmol/L
HCO3 27.5 mmol/L 21-28 mmol/L
Nilai kritis : <10 or >40
BEecf 0.4 mmol/L
BEb 0.4 mmol/L
SBC 23.3 mmol/L
O2CT 1.6 mL/dL
RI 22.5
O2Cap 14.7mL/dL
A 284.9 mmHg
A-aDO2 272.8 mmHg

10
a/A 0.0
PO2/FIO2 24.3 mmHg
Elektrolit
Elektrolit Serum
Phospor 5,7 mg/dL* 2,5-5 mg/dL
Natrium (Na) 144 mEq/L 135-155 mEq/L
Kalium (K) 3,3 mEq/L* 3,5-5,5 mEq/L
Kesan : Hipokalemia
Klorida (Cl) 107 mmol/L* 96-106 mmol/L
Kesan: Hiperkloremia
Urinalisis
pH (urine rutin) 6,0 5-9
Kesan : Asam

Gambaran Darah Tepi – 18 Oktober 2021


Eritrosit : Normositik normokrom, ansositosis
Leukosit : Jumlah meningkat, blast (+)
Trombosit : Jumlah cukup, morfologi normal, penyebaran merata
Kesan : Suspek keganasan hematologi (AML)

2.5 RESUME
1 bulan yang lalu pasien mengeluh demam hilang timbul. Demam turun
bila diberi obat paracetamol. Pasien juga mengeluh pucat. Anak tampak rewel
dan berat badan mulai menurun. Batuk tidak ada, pilek tidak ada, menggigil
tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, keluhan kuning tidak
ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan seperti muntah darah, BAB hitam,
BAK berwarna merah, riwayat trauma tidak ada.
2 minggu yang lalu pasien mengeluh benjolan di mata dan bengkak
belakang telinga. Benjolan di belakang telinga sebesar kelereng, dapat
digerakkan, dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluh mata tampak bengkak.
Pasien terlihat sedikit sesak. Batuk tidak ada, pilek tidak ada, menggigil tidak
ada, keluhan kuning tidak ada. Tidak terdapat keluhan perdarahan seperti
muntah darah, BAB hitam, BAK berwarna merah, riwayat trauma tidak ada.
Ibu pasien membawa pasien ke Rumah Sakit Jambi untuk diperiksa darah dan

11
hasilnya curiga keganasan lalu dirujuk ke Rumah Sakit Moh.Hoesin
Palembang.
Saat ini didapatkan hasil pemeriksaan fisik berupa:
Kepala : Sembab pada regio orbital, konjungtiva anemis (-/-),
mukosa bibir pucat (-)
Leher : KGB teraba di regio retroauricular dan submandibular
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3 detik
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil
hiperleukositosis.

2.6 DAFTAR MASALAH


1. AML
2. Hiperleukositosis
3. Limfadenopati multipel
4. Sembab di regio orbital
5. Pucat
6. Demam 1 bulan lalu
7. Penurunan berat badan
8. Hipertensi stage I
9. Sesak

2.7 DIAGNOSIS BANDING


1. Leukemia Limfoblastik Akut (ALL)
2. Limfoma Non-Hodgkin

2.8 DIAGNOSIS SEMENTARA


Hiperleukositosis et causa susp. Leukemia Mieloid Akut dd/ Leukemia
Limfoblastik Akut + Hipertensi Grade I

2.9 TATALAKSANA

12
a. Planning diagnosis
- Aspirasi sumsum tulang (bone marrow puncture)
b. Terapi
- IVFD D5 ¼ NS + bicnat 5 meq kec 36 cc/ jam
- Aminofusin 250 ml IV
- Furosemide 2 x 5 mg IV
- Ceftriaxone 1 x 450 mg IV
- Captopril 2 x 3.125 mg PO

2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

2.11 FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan Terapi

19/10/202 S: Sembab di mata berkurang, sesak berkurang - IVFD D5 ¼ NS + bicnat


1
5 meq kec 36 cc/ jam
O: Compos mentis, nadi: 138x/menit, RR: 21x/menit,
suhu: 36,6ºC, SpO2 99% - Furosemide 2 x 5mg IV
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), - Captopril 2 x 3.125 IV
NCH (-) - Paracetamol 3 x 10 ml
Toraks: Simetris, retraksi dinding dada (-)
- PASI 8 x 45 ml IV
Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing(-) - Dilakukan aspirasi
Abdomen: Cembung , lemas, BU (+) normal, hepar sumsum tulang (bone
dan lien tidak teraba
marrow puncture)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3 detik

A: Hiperleukositosis et causa susp. Leukemia Mieloid


Akut dd/ Leukemia Limfoblastik Akut + Hipertensi
Grade I

20/10/202 S: Sembab di mata berkurang, sesak berkurang - IVFD D5 ¼ NS +

13
1 bicnat 5 meq kec 36 cc/
O: Compos mentis, tekanan darah : 112/66 mmHg,
jam
nadi: 149x/menit teraba kuat (isi dan tegangan cukup),
RR: 26x/menit, suhu: 36,5ºC, SpO2 98% - Furosemid 2 x 5 mg IV
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), NCH - Ceftriaxone 1 x 450 mg
(-), teraba pembesaran KGB di retroauricular dan
IV
submandibular
Toraks: Simetris, retraksi dinding dada (-) - Captopril 2 x 3,125 mg
Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-) PO
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
- Paracetamol 3 x 10 ml
Abdomen: Cembung, lemas, BU (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba IV
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3 detik - Hidroxyurea 1 x 250

Hasil BMP mg PO
Gambaran sumsum tulang :
- Kepadatan sel (sumsum) : hiperseluler pertikel +
globul lemak
- Trombopoesis (sumsum) : aktivitas menurun
megakariosit
- Eritropoesis (sumsum) : aktivitas menurun
normoblast 3%
- Granulopoesis (sumsum) : aktivitas meningkat
mieloblast 40%, monoblast 20%, monosit 8%,
mielosit 7%
Lain-lain : limfosit 16%
Kesan : AML – M4

Immunophenotyping : gating daerah blast


ditemukan cyMPO(+) kesan M lineage

A: Hiperleukositosis et causa Leukemia Mieloid Akut


+ Hipertensi Grade I

21/10/202 S: Sesak berkurang - IVFD D5 ¼ NS +


1
bicnat 5 meq kec 36 cc/
O: Compos mentis, tekanan darah: 95/64 mmHg, nadi:
140x/menit teraba kuat (isi dan tegangan cukup), RR: jam
20x/menit, suhu: 36,7ºC, SpO2 99% - Ceftriaxone 1 x 450 mg
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), NCH
IV drip
(-), stridor (+), teraba pembesaran KGB di

14
retroauricular dan submandibular - Furosemide 2 x 5 mg
Toraks: Simetris, retraksi dinding dada (-) PO
Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
- Hidroxyurea 1 x 250
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing(-)
Abdomen: Cembung, lemas, BU (+) normal, hepar dan mg
lien tidak teraba - Nebu NaCl 0,9% /8
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <3 detik
jam
A: Hiperleukositosis et causa Leukemia Mieloid Akut - Rencana kemoterapi
+ Hipertensi Grade I sesuai protokol AML

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

15
Leukemia Mieloblastik Akut (AML)
Definisi
Leukemia Mieloblastik Akut atau Acute Myeloblastic Leukemia merupakan
penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi
abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan
melakukan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian
komponen sumsum tulang belakang yang normal.3 Pada kebanyakan kasus
AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut
mieloblast yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak
sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada
AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit)
berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal
di sumsum tulang.1,7

Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini
berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML merupakan 20%
kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap
tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari
leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun,
meningkat sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4
per 100.000 penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari
21 tahun menderita leukemia mielosblastik akut dan insiden ini meningkat
sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang
berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan Onkologi Anak Indonesia
menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh
Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38%
menderita jenis AML.7

Etiologi

16
Penyebab leukemia masih belum diketahui pasti, namun anak-anak dengan
kelainan genetik (trisomi 21, sindrom Bloom, anemia Fanconi dan ataksia
telangiektasi) diduga mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita
leukemia.7 Menurut hasil penelitian, anak dengan faktor risiko tertentu lebih
berrisiko untuk mengalami leukemia. Faktor risiko tersebut adalah:2,3,7
 Radiasi dosis tinggi
Terapi medis yang menggunakan radiasi merupakan sumber radiasi dosis
tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya
jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian
leukemia.
 Kemoterapi
Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat berisiko
menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis
alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh
diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
 Faktor keluarga/genetik
Pada kembar identik bila salah satu menderita AML maka kembarannya
berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia
pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya
menderita AML.
 Sindrom Down
Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan
oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
 Kondisi perinatal
Penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen, asfiksia post
partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu
hamil yang mengkonsumsi alkohol.2,3,7

Manifestasi Klinis

17
Tanda dan gejala klinis AML adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan
infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan
biasanya terjadi adalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di
ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina.7

Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (>100 ribu/mm3),
sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang
menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis
yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas dan nyeri dada.
Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan gangguan
metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi
akibat sel-sel leukosit yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang
besar. Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah
yang akan diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang
asimptomatik karena hipoglikemia tersebut hanya terjadi in vitro tetapi tidak
in vivo pada tubuh pasien.7,9

Klasifikasi
Secara umum pembagian leukemia adalah akut, kronik dan kongenital.
Leukemia akut dan kronik pada awalnya dibedakan berdasarkan lama
sakitnya selama pemberian kemoterapi yang efektif, namun saat ini akut dan
kronis dibedakan berdasarkan jenis selnya dimana sel imatur ganas yang
berproliferasi mengarah pada leukemia akut dan bila terdapat lebih banyak sel
matur maka diklasifikasikan leukemia kronik, sedangkan kongenital bila
leukemia terdiagnosa selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.8,9
Klasifikasi FAB (French American British) berdasarkan morfologi sel
didukung dengan teknik immunofenotypinh menggunakan pemeriksaan flow
cytometry. Batas terendah blast pada AML menurut WHO adalah 20%, maka
diagnosis AML ditegakkan bila ditemukan sel blast seri mieloid ≥ 20%.
Klasifikasi AML menurut FAB:
Tabel 3. Klasifikasi AML berdasarkan FAB.10
Klasifikasi

18
AML dengan displasia multilineage
Dengan sindrom mielodisplasia sebelumnya
Tanpa sindrom mielodisplasia sebelumnya
AML dan sindrom mielodisplasia, terkait terapi
Terkait agen alkilasi
Terkait epipodofilotoksin (sebagian dapat bersifat limfoid)
Jenis lain
AML yang tidak masuk dalam kategori lain
LMA diferensiasi minimal (M1)
LMA tanpa maturasi (M0)
LMA dengan maturasi (M2)
Leukemia mielomonositik akut (M4)
Leukemia monositik akut (M5)
Leukemia eritroid akut (M6)
Leukemia megakariositik akut (M7)
Leukemia basofilik akut
Panmielosis akut dengan myelofibrosis

Patofisiologi
Patogenesis utama AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan
proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast)
sehingga terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam
sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada
gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone
marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia,
leukopenia dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien
mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya
trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya
leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk
infeksi oportunistis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh
manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan

19
untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain
seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak
organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.

Gambar 1. Patogenesis dan manifestasi klinis AML.11

Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah lengkap dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis leukemia. Untuk diagnosis pasti
harus dilakukan aspirasi sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia sering
tampak pada sebagian besar pasien. Sel leukemia sering tidak tampak pada
darah perifer dalam pemeriksaan laboratorium rutin. Apabila hasil analisis
darah perifer mengarah kepada leukemia, maka pemeriksaan sumsum tulang
harus dilakukan dengan tepat untuk menetapkan diagnosis.7,10 Pemeriksaan
yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa AML:

20
a. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan
darah didapatkan
anemia,
trombositopenia dan neutropenia. Jumlah leukosit adalah hasil yang
paling bermakna pada leukemia dimana terjadi peningkatan masif
hingga lebih dari 200.000/mm3 pada keadaan tertentu seperti AML
yang telah mengalami DIC dan leukostasis Untuk mengetahui keadaan
DIC pada kasus AML juga perlu dilakukan tes waktu perdarahan dan
waktu pembekuan.8

b. Pemeriksaan Fungsi Hati dan Ginjal


Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum
memulai pengobatan.8,11

c. Pemeriksaan Aspirasi Sumsum Tulang


Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada penderita leukemia akut
ditemukan adanya keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari
sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap).7,10
d. Pemeriksaan Apusan Darah Tepi
Anemia normositik normokrom umumnya terjadi pada kasus leukemia
dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai adanya
kelainan struktur.9

21
Gambar 2. Apusan darah tepi AML.9

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada AML sebagai berikut.
a. Leukemia Limfoblastik Akut (ALL)
b. Anemia Aplastik
c. Limfoma sel-B
d. Limfoma Non-Hodgkin.11

Tatalaksana
Penyakit ini sampai sekarang merupakan penyakit yang angka
kematiannya masih tinggi, tetapi dengan ditemukannya obat-obat sitostatika
dan penggunaanya dalam bentuk kombinasi maka prognosis penderia
leukimia menjadi lebih baik yaitu kemungkinan hidup bebas leukimia selama
5 tahun sebesar 50%. Pada leukimia, tujuan pengobatan ialah untuk
mengurangi sel-sel leukimia dengan obat-obat anti leukimia sehingga
diharapkan bahwa sumsum tulang akan membentuk lagi sel-sel hemopoetik
normal. Terapi leukimia terdiri dari terapi spesifik dan terapi suportif, antara
lain:12
1. Terapi spesifik (kemoterapi)
Terapi leukemia terbagi menjadi 2 skema berdasarkan kelompok
risiko dan Terdiri dari 3 fase (induksi, konsolidasi, pemeliharaan) untuk
kelompok SR dan 4 fase (ditambah reinduksi) untuk kelompok HR. Fase
induksi meliputi pemberian obat-obat methotrexate, vincristine, L-
asparaginase, daunorubicin, dan kortikosteroid selama 6 minggu.12

a. Fase Induksi

22
Pengobatan spesifik diawali dengan tahap induksi. Tahap ini diberikan
prednison, vincristin, metotrexate, 6-merkaptopurin, L-Asparaginase,
dan Daunorubicine. Prednison untuk resiko standar diberikan dengan
dosis 40 mg/m², untuk resiko tinggi diberikan Dexametasone dengan
dosis 6 mg/m², diberikan per oral pada minggu ke-0 sampai minggu
ke 6. Vincristine diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena.
Diberikan pada minggu pertama sampai minggu ke enam. Metotrexate
diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung dari umur pada
minggu ke 0, 2, dan 4. L-Asparagine diberikan enam kali dalam dosis
6000 U/m² secara intravena pada minggu ke 4 dan 5. Daunorubicine
diberikan secara intravena pada minggu 1-4 dengan dosis 30
mg/m².10,12
b. Fase Konsolidasi
Tahap ini terdiri dari 6-Merkaptopurine dan metotrexate. 6-
Merkaptopurine diberikan per oral dengan dosis 50 mg/m² pada
minggu ke-8 sampai minggu ke-12. Metotrexate diberikan secara
intratekal dengan dosis tergantung umur pada minggu ke 8, 10, dan
12. Metotrexate dosis tinggi diberikan bersama dengan Leucovorin
rescue, diberikan pada minggu ke 8, 10 dan 12.12
c. Fase Re-Induksi
Tahap ini hanya diberikan pada pasien resiko tinggi yang terdiri dari
Metotrexate yang diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung
umur dan diberikan pada minggu ke-15 dan ke- 17. Vincristine
diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena, diberikan pada
minggu ke-14 sampai minggu ke-17. Dexametasone diberikan per oral
dengan dosis 6 mg/m² pada minggu ke-14 sampai 17. Daunorubicine
diberikan secara intravena dalam dosis 75 mg/m² diberikan secara
intravena empat kali pada minggu ke-15 dan empat kali pada minggu
ke-17. L-Asparaginase diberikan secara intravena empat kali pada
minggu ke-15 dan 17.12

d. Fase Maintenance

23
Pengobatan pada tahap ini dengan 6-Merkaptopurine dan
Metotrexate. Dexametasone diberikan per oral dalam dosis 6 mg/m²
pada minggu-minggu yang tidak diberikan 6- Merkaptopurine dan
Metotrexate bersama dengan Vincristine, diberikan dalam dosis 1,5
mg/m² secara intravena.12

2. Terapi suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang
ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat,
misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik
untuk mengatasi infeksi.11,12
Kualitas remisi harus diperbaiki dengan terapi konsolidasi intensif.
Tiga metode terapi konsolidasi yang dapat dilakukan adalah kemoterapi,
transplantasi sumsum tulang atau autogenik dari donor yang identif.12

Prognosis
Kemoterapi multiagen agresif berhasil menginduksi remisi pada sekitar 85-
90% pasien. Kelangsungan hidup pasien dengan AML telah meningkat secara
dramatis sejak tahun 1970-an, ketika hanya 15% dari pasien yang baru
didiagnosis dapat bertahan, dibandingkan dengan tingkat kelangsungan hidup
saat ini sebesar 60-70% dengan terapi modern. Beberapa ahli berteori bahwa
terapi yang menargetkan penanda genetik mungkin bermanfaat. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa sekitar 5% pasien AML meninggal karena
infeksi atau perdarahan sebelum remisi dapat dicapai. Transplantasi sumsum
atau sel induk dari saudara kandung pasien yang cocok dapat memperpanjang
kelangsungan hidup pada sekitar dua pertiga pasien. Kemoterapi lanjutan
untuk pasien yang tidak memiliki donor dari saudara kandung yang cocok
umumnya kurang efektif dibandingkan transplantasi sumsum, namun
demikian dapat bersifat kuratif pada sekitar 50% pasien. Agar pasien

24
memiliki prognosis yang lebih baik, dianjurkan transplantasi sel induk dari
saudara dilakukan hanya setelah kambuh.9,12

Hiperleukositosis

Definisi
Hiperleukositosis adalah peningkatan jumlah sel leukosit darah tepi melebihi
100 000/ul. Hiperleukositosis merupakan salah satu kegawatan onkologi yang
memerlukan penanganan segera. Meningkatnya morbiditas dan mortalitas
pada pasien leukemia seringkali ditemukan pada keadaan hiperleukositosis.
Apabila keadaan ini tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan kematian akibat perdarahan intrakranial dan atau pulmonal,
serta gangguan metabolik karena lisisnya sel leukemia.13

Epidemiologi
Hiperleukositosis dapat ditemukan pada 6-15% pasien leukemia limfositik
akut (ALL), 13-22% pasien leukemia non-limfositik akut dan pada hampir
semua pasien mielogenus kronis.13

Etiologi dan Patofisiologi


Peningkatan berlebihan sel leukosit ini terjadi akibat gangguan pengaturan
pelepasan sel leukosit dari sumsum tulang sehingga leukosit yang beredar
dalam sirkulasi berlebihan. Hiperleukositosis dapat menyebabkan viskositas
darah meningkat, terjadi agregasi serta trombus sel blast pada mikrosirkulasi.
Selain itu akibat ukuran sel blast yang lebih besar dibanding sel leukosit
matur, serta tidak mudah berubah bentuk menyebabkan sel blast akan mudah
terperangkap dan menimbulkan oklusi pada mikrosirkulasi. Keadaan ini
disebut dengan leukostasis. Organ tubuh yang paling sering mengalami
leukostasis adalah susunan saraf pusat dan paru. Leukostasis akan
menyebabkan perfusi yang buruk dan terjadi hipoksia, metabolisme anaerob,

25
asidosis laktat, akhirnya akan menimbulkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan perdarahan. Bila leukostasis terjadi pada susunan saraf
pusat maka akan terdapat gejala klinis berupa pusing, penglihatan kabur,
tinitus, ataksia, delirium, perdarahan retina dan perdarahan intra kranial.13

Manifestasi Klinis
Manifestasi yang tampak adalah keadaan hiperurikemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia dan kadang dapat ditemukan asidosis laktat.14

Tatalaksana
Mengingat terjadinya gangguan metabolik pada pasien leukemia dengan
hiperleukositosis dapat berakibat fatal, maka intervensi dini dan adekuat
harus segera dilakukan untuk menurunkan jumlah leukosit. Bila dijumpai
keadaan hiperleukositosis, maka harus segera dilakukan tindakan yang
meliputi hidrasi yang agresif, alkalinisasi urin dan pemberian allopurinol.
Allopurinol sebagai analog hipoxantin, bekerja dengan cara mengurangi
konsentrasi asam urat dengan menginhibisi xantin oksidase, sehingga
konversi dari hipoxantin dan xantin menjadi asam urat tidak terjadi. Tidak
kalah penting adalah pemantauan ketat dari zat-zat metabolik serta pH urin,
sehingga kita tahu sampai kapan hidrasi dan alkalinisasi dilakukan, dan kapan
terapi sitostatik dimulai. 13,14

Prognosis
Pasien AML dengan hiperleukositosis termasuk dalam golongan risiko
tinggi sehingga prognosis lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang
mempunyai jumlah leukosit <50 000/ul. Selain prognosis dipengaruhi oleh
jumlah leukosit, ada beberapa faktor lain yang juga berperan seperti usia,
fenotip, sitogenetik dan respons terhadap pemberian prednison. Morbiditas
dan mortalitas lebih tinggi pada pasien dengan leukosit >50.000/ul dan
sebagai penyebab kematian yang terjadi pada fase induksi kemoterapi
umumnya oleh karena sepsis dan perdarahan hebat.13

26
BAB IV
ANALISIS KASUS

An. Y, 11 bulan, datang dengan keluhan bengkak di regio retroaurikular dan


penurunan berat badan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien pernah mengalami
demam namun membaik setelah diberikan parasetamol. Pasien juga terlihat lesu
dan pucat. Pasien juga terlihat sedikit sesak.

Berdasarkan teori manifestasi klinis yang biasa timbul pada pasien AML
adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang. Namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya
perdarahan.

Pada pasien dengan leukosit yang sangat tinggi (>100 ribu/mm3), sering
terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran
pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis yang sering dijumpai
adalah gangguan kesadaran, sesak nafas dan nyeri dada. Namun pada follow up
tanggal 21 Oktober 2021 pada pemeriksaan fisik ditemukan stridor (+) sehingga
sesak pada pasien karena obstruksi parsial akibat pembesaran kelenjar getah
bening.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di


regio retroaurikular dan submandibular. Berdasarkan teori limfadenopati multipel
bisa terjadi pada pasien AML namun manifestasi klinis ini jarang ditemukan
karena manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien AML adalah pucat, lelah,
gangguan perdarahan dan infeksi.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperleukositosis, anemia dan


trombositopenia. Berdasarkan teori, pada pasien AML biasanya didapatkan
kondisi pansitopenia yaitu leukopenia, anemia dan trombositopenia. Namun pada
pasien ini terjadi hiperleukositosis. Pada pemeriksaan apusan darah tepi juga
didapatkan kesan anemia normositik normokrom dan berdasarkan teori pada
apusan darah tepi terjadi penurunan jumlah eritrosit tanpa perubahan morfologi.

27
Dari pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (bone marrow puncture)
didapatkan hasil kepadatan sel (sumsum) : hiperseluler pertikel + globul lemak,
trombopoesis (sumsum) : aktivitas menurun megakariosit, eritropoesis (sumsum) :
aktivitas menurun normoblast 3%, granulopoesis (sumsum) : aktivitas meningkat
mieloblast 40%, monoblast 20%, monosit 8%, mielosit 7%. Lain-lain : limfosit
16%. Dengan kesan : AML – M4 (Menurut klasifikasi FAB). Dari pemeriksaan
immunophenotyping didapatkan hasil gating daerah blast ditemukan cyMPO(+)
kesan M lineage.

Berdasarkan teori , pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (bone marrow


puncture) pada penderita leukemia akut ditemukan adanya keadaan hiperselular.
Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan
tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap).

Pada kasus ini telah ditegakkan diagnosis leukemia mieloblastik akut


(AML), maka dilakukan tatalaksana sesuai diagnosis tersebut. Pada pasien ini
diberikan D5 ¼ NS + bicnat 10 meq kec 36 cc/jam IV. Pemberian bicnat pada
pasien ini digunakan untuk hidrasi alkalisasi dikarenakan pada kondisi
hiperleukositosis sel-sel yang keluar bersifat asam sehingga dibutuhkan bicnat.
Pada pasien juga diberikan furosemide sebagai diuretic karena mata pasien
sembab. Captopril diberikan dikarenakan tekanan darah pasien cukup tinggi.
Hidroxyurea diberikan karena leukosit tidak turun sehingga diperlukan
hidroxyurea sebagai leukoreduksi. Dan pasien rencana diberikan kemoterapi
sesuai protokol AML.
Edukasi yang dapat diberikan kepada keluarga pasien
adalah memberi dukungan emosional bahwa leukemia masih
memiliki angka harapan hidup dan bahkan bisa sembuh
dengan tindakan pengobatan yang tersedia saat ini.
Beberapa poin penting yang bisa diikuti oleh pasien:
 Minumlah obat secara teratur: Pasien harus mengetahui dosis dan efek
samping dari berbagai macam obat (obat kemoterapi atau antibiotik).
Ikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter. Jangan menghentikan

28
konsumsi obat atas dasar pertimbangan diri sendiri.
 Menghadiri pemeriksaan tindak lanjut secara berkala: mematuhi jadwal
pemeriksaan tindak lanjut setelah menerima tindakan pengobatan.
Pemeriksaan fisik dan tes darah secara rutin sangat penting untuk
mengevaluasi kondisi kesehatan pasien.
 Kebersihan rumah tangga dan pribadi: Pasien penderita leukemia akut
atau leukemia kronis lanjutan rentan terhadap infeksi yang bisa terjadi.
Anda harus memperhatikan kebersihan rumah tangga dan pribadi. Kamar,
pakaian, dan peralatan rumah tangga harus selalu dirapikan dan dijaga
kebersihannya. Hindari pergi ke tempat yang ramai atau berhubungan
dengan teman-teman yang sakit. Memakai masker saat keluar ruangan.
 Menghindari pendarahan: jaga tingkat kelembapan yang memadai di
lingkungan rumah, karena kekeringan pada mukosa hidung bisa memicu
pendarahan pada hidung pasien dengan jumlah trombosit yang rendah.
Berhati-hatilah saat melakukan aktivitas sehari-hari karena luka yang
ringan sekalipun bisa mengakibatkan pendarahan yang serius.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Widiaskara IM, Permono B, Ugrasena IDG, Ratwita M. Luaran


pengobatan fase induksi pasien leukemia limfoblastik akut pada anak di
Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya. Sari Pediatri. 2010.
12(2):128-34.
2. Hariani E. Hubungan jumlah leukosit dengan gambaran kelainan kulit
pada pasien Leukimia Limfositik Akut (LLA) dan Leukemia Mielositik
Akut (LMA) anak di RSUP Haji Adam Malik Medan [Tesis]. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara;2018.
3. Aulya AV, Arthamin MZ, Chilmi S, Widodo MA, Sujuti H. Kombinasi
elektroporasi dan aspirin menghambat aktivasi Nuclear Factor Kappa B
(NFkB) pada kultur sel mononuklear darah tepi pasien leukemia akut.
Majalah Kesehatan FKUB. 2016. 1(1):10-5.
4. Rofinda ZD. Kelainan hemostasis pada leukemia. JKA. 2012. 1(2):68-74.
5. Sjakri HA, Gatot D, Windiastuti E. Hasil pengobatan leukemia
mieloblastik akut pada anak. Sari Pediatri. 2012. 14(1):40-5.
6. Liem EF, Mantik M, Rampengan N. Hubungan kadar hemoglobin dan
tercapainya remisi pada anak penderita leukemia akut. JMR. 2019. 1(3):1-
7.
7. Rudolph MA, JIE Hoffman, CD Rudolph, Leukemia in Rudolph’s
Pediatrics 20th Edition: 1269–78.
8. Kliegman MR, RE Bhermann, HB Jenson, The Leukemias in Nelson
Textbook of Pediatrics 18th Edition : 2116-22.
9. McKenzie SB. Text book of hematology, 2nd edition. Baltimore: William &
Wilkins. 2011.309- 417.
10. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial Edisi Update Keenam oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Singapura: Elsevier. 2018.
11. Yu, Y. & Lin, K. Acute Myeloid Leukemia (AML): Pathogenesis and
Clinical Presentation. The Calgary Guide. 2019.

30
12. Löwenberg B, Downing JR, Burnett A. Acute myeloid leukimia. The New
England Journal of Medicine. 1999;341(14):1051-1062.
13. Windiastuti E, Mulawi C. Gangguan metabolik pada leukemia limfositik
akut dengan hiperleukositosis. Sari Pediatri. 2002;4(1):31-5.
14. Edwin GWP, Bagus R. Hiperleukositosis pada oasien anak 7 bulan dengan
Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) Tipe L1. Medula. 2020. 10(3):520-5.

31

Anda mungkin juga menyukai