Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

Sirosis Hepatis Dekompensata

Oleh:

Sessa Magabe 04054822022177


Karina Bella 04054822022204
Nurul Hidayati 04084822124050

Pembimbing:
dr. Yulianto Kusnadi, SpPD, K-EMD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Sirosis Hepatis Dekompensata

Oleh:

Sessa Magabe 04054822022177


Karina Bella 04054822022204
Nurul Hidayati 04084822124050

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Junior di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RS
Mohammad Hoesin Palembang, Periode 19 April – 22 Mei 2021.

Palembang, Mei 2021


Pembimbing

dr. Yulianto Kusnadi, SpPD, K-EMD

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
berkat-Nya case yang berjudul “Sirosis hepatis dekompensata”. ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Case ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya RS Mohammad Hoesin Palembang..
Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Yulianto Kusnadi,
SpPD, K-EMD atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan case ini. Oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih baik
di masa yang akan datang.

Palembang, Mei 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II. STATUS PASIEN .......................................................................................3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................18
BAB IV. ANALISIS KASUS...................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................34

3
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir


fibrosis hepatik yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat nekrosis hepatoselular. Lebih dari
40% pasien sirosis asimptomatik dan kebanyakan ditemukan saat pemeriksaan rutin
kesehatan atau pada waktu autopsi. 1
Secara global, tingkat kematian akibat sirosis meningkat dari 676.000 jiwa
pada tahun 1980 menjadi 1 juta jiwa pada tahun 2010. Mesir, diikuti oleh Moldova
memiliki tingkat mortalitas tertinggi yaitu 72,7 dan 71.2 per 100.000 penduduk,
sedangkan Islandia memiliki tingkat mortalitas paling rendah. Di Amerika Serikat,
sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan dan menyumbang angka kematian
1,2% dari seluruh total kematian. Sebanyak 35.000 kematian terjadi pertahun di
Amerika Serikat. Lain halnya di Indonesia, tingkat mortalitasnya sebesar 27 per
100.000 penduduk. Data yang dilaporkan dari RS. Dr. Sardjito Yogyakarta
menunjukkan jumlah pasien sirosis hari berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di
Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Kebanyakan pasien
meninggal pada usia dekade ke 5 dan ke 6 dengan perbandingan pria dan wanita yaitu
2:1.1,4,5,16
Penyebab sirosis hepatis dapat berupa infeksi seperti virus hepatitis, penyakit
herediter dan metabolic seperti defisiensi α1-antitripsin, penyakit Wilson,
hemokromatosis, akibat obat dan toksin seperti alcohol, amiodaron dan obstruksi
bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik serta sirosis bilier primer. Gejala klinis
yang ditimbulkan berupa mudah lelah, berat badan menurun, anoreksia, dyspepsia,
nyeri abdomen, ikterus, muntah darah, warna urine gelap, melena. Pada laki-laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar. Gejala yang
ditimbulkan ini tentunya menurunkan kualitas hidup penderitanya sehingga pasien
tidak beraktivitas seperti biasa.2,3

4
Pada fase awal kebanyakan sirosis hepatis tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Pasien
dengan stadium lanjut memiliki prognosis yang buruk dengan harapan hidup tidak
lebih dari 1 tahun. Oleh karena itu, diperlukan keahlian yang baik bagi seorang dokter
agar mampu mendiagnosis dan mengobati pasien sirosis hepatis sehingga angka
kejadian dan kematian penderitanya dapat menurun.

5
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Nn. RA
b Tanggal Lahir : 31 Desember 1997
c Umur : 23 tahun
d Jenis Kelamin : Perempuan
e Alamat : Dusun I, OKI
f Pekerjaan : Mahasiswi
g Agama : Islam
h Bangsa : Indonesia
i Suku Bangsa : Sumatera
j MRS : 13 April 2021
k No. RM : 0001197456

A. ANAMNESIS (Autoanamnesis 23 April 2021)


Keluhan Utama: Perut semakin membesar sejak 2 minggu SMRS
Keluhan Tambahan: Muntah darah, badan kuning, dan badan lemas.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
+ 8 bulan SMRS, pasien mengeluh sering demam. Demam dirasakan tidak
begitu tinggi, namun pasien tidak pernah mengukur suhu. Demam hilang timbul,
sering kali saat malam hari. Pasien juga mengeluh badan lemas. Sakit kepala, sakit
tenggorokan, batuk, pilek, sesak napas, dan nyeri perut disangkal. BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Pasien belum berobat karena merasa keluhan yang dirasakan
hanya karena kelelahan.
+ 4 bulan SMRS, pasien mengalami muntah darah segar, sebanyak + 1 gelas
belimbing, frekuensi 1x/hari. Badan semakin lemas dan pucat ada. Keluhan kuning
pada kulit dan bagian putih mata disangkal. Pelebaran dan penonjolan pembuluh
darah disekitar perut disangkal. Pasien kemudian berobat ke RS, dirawat selama 2

6
minggu, dan didiagnosis menderita sirosis hepatis. Setelah dipulangkan dari RS,
pasien diberikan obat tenofovir, propranolol, dan phytomenadione untuk diminum
setiap hari, pasien rutin minum obat.
+ 3 bulan SMRS, pasien mengeluhkan BAB hitam dengan konsistensi cair,
frekuensi 2x/hari, berwarna hitam seperti ampas kopi sebanyak + 2 gelas belimbing.
Pasien melakukan control ke RS untuk dilakukan pemeriksaan endoskopi. Hasil
pemeriksaan menunjukkan adanya varises esofagus.
+ 2 bulan SMRS, pada awal bulan Februari, muntah darah bertambah berat
yaitu 7x/hari, sebanyak total 1/3 ember kecil. Pasien Kembali dirawat untuk yang
ketiga kali. Pada akhir bulan, pasien kembali dirawat untuk yang ketiga kali. Pada
akhir bulan, pasien kembali dirawat di RS karena muntah darah semakin memberat
yaitu 9x/hari, total + ½ ember kecil. Keluhan BAB hitam belum ada perbaikan.
Pasien mendapat transfuse 4 kantong darah dan dirawat selama 1 minggu.
+ 1 bulan SMRS, keluhan muntah darah berkurang menjadi 1x/hari, sebanyak
1 gelas belimbing, pasien juga merasa kuning pada kulit dan mata, serta penurunan
nafsu makan dan berat badan. Kemudian pasien kembali di rawat RS. Pasien
sebelumnya rutin mrlskuksn kontrol setiap bulan (total 4x kontrol) dan rutin minum
obat.
+ 2 minggu SMRS, pasien mengeluh perut semakin membesar. Pasien juga
merasakan sakit pinggang saat duduk. Pasien juga merasakan kulit dan mata semakin
kuning. Muntah darah dan BAB hitam tidak ada perbaikan. Badan semakin lemas dan
pucat ada. Pasien juga mengeluh kakinya bengak. Bengkak pada mata dan wajah di
pagi hari disangkal. Sesak napas dan nyeri dada disangkal.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat hepatitis disangkal

Riwayat penyakit dalam keluarga:

7
Riwayat sirosis hati pada ibu dan 2 kakak perempuan.
Riwayat sakit kuning pada kakak laki-laki.
Riwayat darah tinggi dan kencing manis dalam keluarga disangkal.
Riwayat sakit ginjal dalam keluarga disangkal.

Riwayat sosial ekonomi dan kebiasaan:


Riwayat sosial ekonomi baik
Riwayat merokok disangkal
Riwayat minum minuman keras disangkal

B. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 23 April 2021)


1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
a. Sensorium : Compos mentis
b. Tekanan darah : 110/70mmHg
c. Nadi : 62 kali/menit
d. Laju pernapasan : 20 kali/menit, reguler
e. Temperatur : 36,8oC
f. Berat badan : 43 kg
g. Tinggi badan : 162 cm
h. IMT : 16,4 kg/m2
i. Status gizi : Underweight

2. Keadaan Spesifik
a. Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
b. Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+), penurunan ketajaman penglihatan (-),
lensa keruh (-)

8
c. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
d. Mulut
Bibir pucat (+), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
e. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
f. Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
g. Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
● Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
● Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
● Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
● Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
● Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
● Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
● Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
● Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen
Inspeksi : Cembung, caput medusae (+), skar (-), striae (-)
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai

9
Perkusi : Redup seluruh kuadran, shifting dullness (-), nyeri
ketok CVA (-/-)
Palpasi : Tegang, nyeri tekan (-), undulasi (+), hepar dan lien
sulit dinilai, ginjal sulit dinilai.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Ekstremitas : Akral hangat, pucat (+), edema tungkai (+/+), CRT >2
detik, nyeri (-), pitting edema (+).

3. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (20 April 2021)
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 9,8 g/dL 11,48-15,40
Leukosit (WBC) 6,25 103/mm3 4,73 – 10,89
Eritrosit (RBC) 3,32 106/mm3 4,00 – 5,70
Hematokrit 30 % 35-45
Trombosit (PLT) 172 103/uL 189-436
MCV 90,1 fL 85-95
MCH 30 Pg 28-32
MCHC 33 g/dL 33-35
RDW 22,70 % 11-15
Hitung Jenis: 0/2/65/25/8 % 0-1/1-6/50-
Basofil/Eosinofil/Netr 70/20-40/2-8
ofil/Limfosit/Monosit
Hati
AST/SGOT 183 U/L 0-32
ALT/SGPT 49 U/L 0-31
Albumin 2,8 g/dL 3,5-5,0
Globulin 4,0 g/dL 2,0-3,5
Bilirubin total 16,20 mg/dl 0,1-1
Bilirubin direk 12 mg/dl 0-0,2
Bilirubin indirek 4,20 mg/dl <0,8
Ginjal
Ureum 17 Mg/dL 16,6 - 48,5
Kreatinin 0,52 Mg/dL 0,50 - 0,90
Elektrolit
Natrium (Na) 136 mEq/L 135 – 155
Kalium (K) 3,9 mEq/L 3,5-5,5

10
4. Diagnosis Kerja
- Sirosis hepatis dekompensata

5. Tatalaksana
1. Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis kepada pasien
dan keluarga
- Diet tinggi kalori, rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
2. Farmakologi
- Tenofovir 1X300mg PO
- Spironolactone 2x200 mg PO
- Propanolol 2x10 mg PO
- Furosemid 1x20 mg IV

6. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad malam
b. Quo ad functionam : dubia ad malam
c. Quo ad sanationam : dubia ad malam
7. Follow Up
FU (18 Februari 2021)
S: Perut membesar sejak 3 hari SMRS.
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70mmHg
Heart rate : 80 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
Temperature : 36,5oC
Berat badan : 36 kg
Tinggi badan : 155 cm

11
IMT : 24 kg/m2
Status gizi : Underweight
VAS : 4 / 10
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+), penurunan ketajaman penglihatan (-),
lensa keruh (-)
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 86 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan regio kanan atas (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, nyeri tekan (-), ballotement test (-/-)

12
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), edema pretibial (+), CRT >2
detik, nyeri (-).

A:
- Sirosis hepatis dekompensata + asites masif
P:
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- IVFD RL (gtt X/ menit micro)
- Spironolactone 100 mg PO (3x1)
- Furosemid 1x40 mg PO (3x1)
- Transplantasi hati

13
FU (24 Februari 2021)
S: Perut membesar (+), Kaki sembab perbaikan
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70mmHg
Heart rate : 84 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
Temperature : 36,8oC
Lingkar perut : 85 cm
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 86 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen

14
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai
Perkusi :Redup (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Undulasi (+), hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-),
ballotement test (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-/-), edema pretibial (+/+ perbaikan)

A:
- Sirosis hepatis dekompensata
P:
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- Tenofovir 1X300mg PO
- Spironolactone 2x200 mg PO
- Propanolol 2x10 mg PO
- Furosemid 1x20 mg IV

FU 25 April 2021
S: Perut membesar (+), Kaki sembab perbaikan
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70mmHg
Heart rate : 80 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
Temperature : 36,3oC
Lingkar perut : 83 cm
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),

15
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 84 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai
Perkusi :Redup (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Undulasi (+), hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-),
ballotement test (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-/-), edema pretibial (+/+ perbaikan)

A:
- Sirosis hepatis dekompensata
P:
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga

16
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- Tenofovir 1X300mg PO
- Spironolactone 2x200 mg PO
- Propanolol 2x10 mg PO
- Furosemid 1x20 mg IV

FU 26 April 2021
S: Perut membesar (+), Kaki sembab perbaikan
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70mmHg
Heart rate : 80 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
Temperature : 36,5oC
Lingkar perut : 81 cm
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)

17
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 80 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai
Perkusi :Redup (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Undulasi (+), hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-),
ballotement test (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-/-), edema pretibial (+/+ perbaikan)

LABORATORIUM 26/4/21
Hb: 8,2 g/dL
RBC: 2,87
WBC: 6000
Ht: 25
PLT 95.000
DC 0/1/59/29/11
Ureum: 9
Kreatinin 0,54
Na: 129
K: 3,7
A:
- Sirosis hepatis dekompensata
P:
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- Tenofovir 1X300mg PO

18
- Spironolactone 2x200 mg PO
- Propanolol 2x10 mg PO
- Furosemid 1x20 mg IV

19
FU 27 April 2021
S: Perut membesar (+), Kaki sembab (-)
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70mmHg
Heart rate : 80 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
o
Temperature : 36,8 C
Lingkar perut : 81 cm
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 80 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen

20
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai
Perkusi :Redup (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Undulasi (+), hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-),
ballotement test (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-/-), edema pretibial (-/-)

A:
- Sirosis hepatis dekompensata
P:
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- Tenofovir 1X300mg PO
- Spironolactone 2x200 mg PO
- Propanolol 2x10 mg PO
- Furosemid 1x20 mg IV

FU 28 April 2021
S: Perut membesar (+), Kaki sembab (-), BAB keras (+)
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70mmHg
Heart rate : 80 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
o
Temperature : 36,8 C
Lingkar perut : 81 cm
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),

21
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 80 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai
Perkusi :Redup (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Undulasi (+), hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-),
ballotement test (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-/-), edema pretibial (-/-)

A:
- Sirosis hepatis dekompensata
P:
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga

22
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- Tenofovir 1X300mg PO
- Spironolactone 2x200 mg PO
- Propanolol 2x10 mg PO
- Furosemid 1x20 mg IV

30 April 2021
S: Perut membesar (+), Kaki sembab (-)
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70mmHg
Heart rate : 80 kali/menit
Respiratory rate : 20 kali/menit, reguler
Temperature : 36,8oC
Lingkar perut : 71 cm
Status Lokalis
Kepala
Normosefali, deformitas (-), warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut
Bibir pucat (-), kering (-), sianosis (-), sariawan (-), glositis (-), gusi
berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi papil lidah (-), tonsil T0/T0, faring
hiperemis (-)
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri
tekan mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) normal, pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thoraks : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)

23
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kanan linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : HR = 80 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus sulit dinilai
Perkusi :Redup (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Undulasi (+), hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-),
ballotement test (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-/-), edema pretibial (-/-)

LAB 28/4/21
PT+ INR: 16,1
INR : 1,21
APTT: 36,5
HbsAg: Reaktif
Anti HAV: Non Reaktif
Anti HCV: Non Reaktif

A:
- Sirosis hepatis dekompensata
P:
Non-Farmakologi
- Tirah baring
- Edukasi mengenai penyakit, tatalaksana dan prognosis
kepada pasien dan keluarga
- Diet rendah garam 2gr per hari
- Batasi cairan
Farmakologi
- Tenofovir 1X300mg PO
- Spironolactone 2x200 mg PO
- Propanolol 2x10 mg PO

24
- Furosemid 1x20 mg IV

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 Sirosis Hepatis
3.1.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat
adanya nekrosis hepatoselular.2

3.1.2 Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hepar kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan
kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit
hepar kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun
yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hepar bawaan, penyakit
metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek
toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik
yang didapat ataupun bawaan.4 Komplikasi sirosis pada dasarnya tidak terlepas dari
etiologi. Meskipun demikian, hal ini berguna untuk mengklasifikasikan pasien
dengan penyebab penyakit liver yang diderita.5
Tabel 1. Penyebab SH2
Penyebab Sirosis Hepatis
Hepatitis C kronik
Hepatitis B kronik dengan/ atau tanpa hepatitis D
Steato hepatitis non alkoholik (NASH), hepatitis tipe ini dikaitkan dengan
DM, malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koroner, pemakaian obat
kortikosteroid
Sirosis bilier primer

25
Kolangitis sklerosing primer
Hepatitis autoimun
Hemokromatosis
Penyakit wilson
Defisiensi Alpha 1- antitrypsin
Sirosis kardiak
Galaktosemia
Fibrosis kistik
Hepatotoksik akibat obat atau toksin
Infeksi parasit tertentu (Schistomiasis)

3.1.3 Epidemiologi
Sirosis hepar mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya di
Amerika.3 Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita
berusia 45-46 tahun setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Di seluruh dunia SH
menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita SH lebih banyak laki-laki,
jika dibandingkan dengan wanita rasionnya sekitar 1,5:1. Umur rata-rata penderitanya
golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Penyebab
terbanyak yaitu pebyakit hati alkoholik dan non alkoholik steatohepatitis serta heatitis
C. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien
sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.Di Asia
Tenggara, penyebab utama SH adalah hepatitis B (HBV) dan C (HVC). Angka
kejadian SH di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9% dan hepatitis
C 38,7-73,9%.2

3.1.4 Faktor Resiko


Penyebab pasti dari sirosis hepar sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :6
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hepar. Dari hasil laporan Hadi di

26
dalam simposium Patogenesis sirosis hepar di Yogyakarta tanggal 22 Nopember
1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan
protein hewani, dan ditemukan 85 % penderita sirosis hepar yang berpenghasilan
rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar,
mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.

b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hepar, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hepar kronis, maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hepar sehingga terjadi
sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan
perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hepar secara akut dan kronis. Kerusakan hepar akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa
sirosis hepar. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Tumbuhan obat seringkali terkontaminasi oleh berbagai cendawan, yang akan
mengakibatkan pembusukan dan memproduksi mikotoksin. Beberapa tumbuhan obat
yang dipakai sebagai bahan campuran jamu di Malaysia dan Indonesia (seperti jahe,
kunyit, kencur, kayu rapat, sambiloto, dll), dideteksi mengandung aflatoksin.
Aspergillus flavus, A. parasiticus.7
Infeksi Hepatitis B kronis dan paparan aflatoksin (AFB1) berperan dalam
terjadinya Hepatocellular carcinoma (HCC) di negara-negara berkembang. 4,6-28,2%
dari semua kasus HCC mungkin disebabkan paparan AFB1. Apalagi jika individu
yang terkena virus hepatitis B kronis (HBV) dan AFB1 bersama-sama, risiko kanker
menjadi lebih serius melalui peningkatan risiko 30 kali lebih besar.8

27
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai sirosis hepar, degenerasi basal ganglia dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari
seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hepar.

e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hepar alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepar.

f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hepar terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis
sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hepar yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
4. Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50%
kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20% penyebabnya
tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.

28
3.1.5 Klasifikasi Sirosis Hepatis
Secara klinis sirosis hepar dibagi menjadi:6
1. Sirosis hepatis kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
2. Sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas. Sirosis hepar kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya
dapat dibedakan melalui biopsi hepar.

Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hepar bedasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu:
1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
2. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hepar, membagi penyakit sirosis hepar atas:
1. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
2. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis
alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai
akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
3. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.
Untuk mempermudah pembagian apakah seseorang berada di dalam stadium
sirosis hepatis kompensata ataupun dekompensata, terdapat pembagian tingkatan
sirosis hepatis menjadi 4 stadium. Pembagian ini sesuai dengan konsensus Baveno
IV, dimana klasifikasi sirosis hepatis ini berdasarkan ada tidaknya varises, asites dan
perdarahan varises:

29
 Stadium 1 : tidak ada varises, tidak ada asites
 Stadium 2 : varises (+), tidak ada asites
 Stadium 3 : asites dengan atau tanpa perdarahan varises
 Stadium 4 : perdarahan varises dengan atau tanpa asites
Stadium 1 dan 2 dimasukkan ke dalam kelompok sirosis kompensata,
sementara stadium 3 dan 4 dimasukkan ke dalam kelompok sirosis hepatis
dekompensata.15

3.1.6 Patofisiologi
Sirosis hepar memiliki beberapa etiologi yang pada akhirnya akan berakibat
kepada proses yang sama yaitu fibrosis hepar sehingga terjadi gangguan fungsi.
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi
matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks ekstraseluler yang merupakan
tempat perancah (scaffolding) normal untuk hepatosit, terdiri dari jaringan kolagen
(terutama tipe I, III, dan V), glikoprotein, dan proteoglikan. Kerusakan yang terjadi
dapat terjadi cepat maupun lambat sesuai dengan stimuli, sebagai contoh hepatitis
alkohol dan virus menyebabkan kerusakan yang lebih cepat.
Berbagai sel memiliki peranan dalam patogenesis sirosis hepar yaitu hepatosit
dan sinusoidal lining cells seperti hepatic stellate cells (HSCs), sinusoidal
endothelial cells (SECs), dan sel Kupffer (KCs). HSCs membentuk bagian dinding
dari sinusoid hepar, dan fungsinya adalah untuk menyimpan vitamin A. Sel-sel stelata
dapat mulai diaktivasi menjadi sel pembentuk kolagen oleh berbagai faktor parakrin.
Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel-sel hepatosit, sel-sel kupfer,
dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati. Sebagai contoh, peningkatan
kadar TGF-B1 (transforming growth factor B-1) dijumpai pada pasien dengan
hepatitis C kronik dan sirosis. TGF-B1 selanjutnya akan merangsang sel-sel stelata
yang aktif untuk memproduksi kolagen tipe 1. Ketika sel-sel ini terpapar sitokin
inflamasi, sel-sel ini akan teraktivasi, berubah menjadi miofibroblast, dan mulai
menyimpan kolagen yang kemudian menyebabkan terjadinya fibrosis.5,6,9,12
SECs membentuk lapisan endotel dan khasnya adalah sel-sel ini membentuk

30
fenestrasi di dalam dinding sinusoid sehingga memungkinkan untuk terjadinya
pertukaran cairan dan nutrien antara sinusoid dan hepatosit. Defenestrasi dinding
sinusoid dapat terjadi karena penggunaan alkohol yang bersifat kronis atau lama dan
dapat menunjang terjadinya fibrosis perisinusoidal. KCs adalah makrofag satelit yang
juga melapisi dinding sinusoid. Berdasarkan penelitian, KCs berperan dalam
terbentuknya fibrosis hepar dengan cara melepaskan mediator-mediator berbahaya
ketika terpapar agen-agen cidera dan berperan sebagai sel antigen-presenting untuk
virus.6,9
Hepatosit juga berperan dalam patogenesis sirosis, hepatosit yang rusak akan
melepaskan spesies oksigen reaktif dan mediator-mediator inflamasi yang menunjang
aktivasi HSCs dan fibrosis hepar. Sel-sel inflamasi menyebabkan fibrosis akibat
sekresi sitokin. Kolagen (tipe I dan III) dan fibronektin/matriks ekstraseluler (ECM)
menggantikan matriks normal di dalam space of Disse. Deposit ECM di space of
Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu kapilaritas pembuluh darah.
Kapilaritas sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan
hepatosit, sehingga material yang seharusnya dimetabolisme oleh hepatosit akan
langsung masuk ke aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi
hati masuk ke darah. Proses ini kemudian akan menimbulkan hipertensi portal dan
penurunan fungsi hepatoseluler.5,6,9,12

3.1.7 Patogenesis
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cidera kronik-reversibel pada parenkim
hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis),
pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini
disebabkan oleh adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin,
disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular berakibat
pembentukan vaskular intra hepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta
dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika), dan regenerasi nodular parenkim hati
sisanya.2

31
Sirosis hepatis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis), sesuai
dengan etiologinya. Jika etiologinya ditangani pada tahap ini, perubahan tersebut
masih sepenuhnya reversibel. Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan
jaringan parut yang menggantikan parenkim normal, memblokir aliran darah ke portal
melalui organ dan mengganggu fungsi organ normal. Penelitian terbaru menunjukkan
peran penting sel stellata, tipe sel yang biasanya menyimpan vitamin A dalam
pengembangan sirosis. Kerusakan parenkim hepar menyebabkan sel stellata menjadi
kontraktil (miofibroblast) dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini
mengeluarkan TFG-β1 yang mengarah pada respon fibrosis dan proliferasi jaringan
ikat. Selain itu, juga mengganggu keseimbangan antara matriks metalloproteinase
dan inhibitor alami (TIMP 1dan 2) yang menyebabkan kerusakan matriks. Pita
jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit yang pada akhirnya
menggantikan arsitektur seluruh hepar yang berujung pada penurunan aliran darah di
seluruh hepar. Limpa menjadi terbendung mengarah ke hipersplenisme dan
peningkatan sekuesterasi platelet. Hipertensi portal bertanggung jawab atas sebagian
besar komplikasi parah sirosis.9

3.1.7 Manifestasi Klinis


Perjalanan penyakit SH lambat, asimptomatis dan seringkali idak dicurigai
sampai adanya komplikasi penyakit hati. Banyak pendertita ini sering tidak
terdiagnosis sebagai SH sebelumnya dan sering ditemukan pada waktu autopsi.
Diagnosis SH asimptomatis biasanya dibuat secara insidental ketika tes pemeriksaan
fungsi hati (transaminase) atau penemuan radiologi, sehingga kemudian penderita
melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan biopsi hati. Sebagian besar penderita datang
biasanya sudah dalam stadium dekompensatam disertai adanya komplikasi
perdarahan varices, disertai adanya komplikasi seperti perdarahan varices, peritonitis
bakterial spontan, atau ensefalopati hepatis. Gambaran klinis yaitu mudah lelah,
anoreksi, berat badan menurun, atropi otot, ikterus, spider angiomata, splenomegali,
ascites, caput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomastia, hilangnya rambut

32
pubis dan ketiak pada waita, asterixis (flapping tremor), foetor hepaticus,
dupuytren’s contracture (sirosis akibat alkohol).2
Sirosis hepar, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan
fungsi hepar dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda - tanda klinis ini
pada penderita sirosis hepar ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental
tersebut. Kegagalan fungsi hepar akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan
pada jaringan parenkim hepar menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi
jaringan hepar sehingga mengakibatkan nekrosis pada hepar. Hipertensi porta
merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan
peningkatan aliran darah melalui sistem porta.
Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan
dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis,
sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek
sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan
sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh
vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan
diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis
peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan
antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi
yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi
porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vascular
sistemik.2

3.1.8 Diagnosis
Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sulit menegakkan
diagnosis SH. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa ditegakkan dengan
bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia dan pemeriksaan
pencitraan lainya. Pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena
gejala dan tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi.

33
Baku emas untuk diagnosis SH adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan bila
secara klinis, pemeriksaan laboratoris dan radiologi menunjukkan kencenderungan
SH. Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya
perdarahan dan kematian.2

3.1.9 Komplikasi
Perjalanan klinis pasien dengan sirosis tidak terlepas dari penyebab yang
mendasari penyakit hepar. Ini termasuk Portal hipertensi dan efek dari
gastroesophageal varises perdarahan, splenomegali, asites, ensefalopati hepar,
spontan peritonitis bakteri (SBP), sindrom hepatorenal, dan karsinoma hepatoseluler.5

3.1.10 Tatalaksana
Sirosis hati secara klinis fungsional dibagi atas:
1. Sirosis hati kompensata
2. Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal.
Penanganan SH kompensata ditunjukkan pada penyebab hepatitis kronis. Hal
ini ditujukan untuk mengurangi progresifitas penyakit SH agar tidak semakin lanjut
dan menurunkan terjadinya karsinoma hepatoselular. Di Asia Tenggara penyebab
yang tersering adalah HBV dan HCV. Untuk HBV kronis bisa diberikan preparat
interferon secara injeksi atau secara oral dengan preparat analog nukleosida jangka
panjang. Preparat nukelosida analog ini juga bisa diberikan pada SH dekompensata
akibat HBV kronis selain penanganan untuk komplikasinya. Sedang untuk SH akibat
HCV kronis diberikan preparat interferon. Namun pada SH dekompensata pemberian
preparat interferon ini tidak direkomondasikan.2

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 17,18


1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup

34
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori,
protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin. NB : diet hati III (masih baik dalam
penerimaan protein, lemak, mineral dan vitamin). Diet rendah garam I
(jika asites).
c. Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus hepatitis C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang
telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan
IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c)
terapi dosis IFN tiap hari
a) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit
3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat
badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang
diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.
b) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu
dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap
hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti.17,18
1) Asites
2) Spontaneous bacterial peritonitis
3) Hepatorenal syndrome
4) Perdarahan karena pecahnya varises esofagus
5) Ensefalopati Hepatikum

Asites

35
Penyebab ascites yang banyak pada SH adalah HP, disamping adanya
hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan disfungsi ginjal yang akan
mengakibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum. Penanganan ascites yaitu tirah
baring, diet rendah garam yaitu konsumsi garam 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Bila
tidak berhasil dapat dikombinassikan dengan spironolakton 100-200 mg/hari. Respon
diuretik bisa dimonitor dengan adanya penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa
edema dan 1 kg/hari bila ada edema. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat,
bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40mg/hari dengan dosis
maksimal 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila ascites sangat besar. Pengeluaran
ascites sampai 3-6 liter perlu diserti dengan pemberian albumin.2
Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif.
Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis
cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan
infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata
parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan
pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit <
40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. 17,18

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)


Peritonitis bakterial spontan (SBP) merupakan komplikasi berat dan sering
terjadi pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya
fokus infeksi intraabdominal. Pada penderita SH dan asites berat, frekuensi SBP
berkisar 30 % dan angka mortalitas 25%. Escheria coli merupakan bakteri usus yang
sering menyebabkan SBP, namun bakteri gram positif seperti Streptococcus
viridians, Staphylococcus amerius bisa ditemukan. Diagnosis SBP ditegakkan bila
pada sampel cairan asites ditemukan angka sel netrofil > 250/mm3. Untuk
penanganan SBP diberikan antibiotika golongan sefalosporin generasi kedua atau
cefotaxim, dengan dosis 2 gram intravena tiap 8 jam selama 5 hari.2

36
Hepatorenal Syndrome17,18
Kriteria Mayor
Penyakit hati kronis dengan asites
Rendahnya glomerular fitration rate (GFR)
Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
Creatine clearance (24 hour) < 4,0ml/menit
Absence of shock, severe infection, fluid losses and Nephrotoxic drugs
Proteinuria < 500 mg/day
No improvement following plasma volume expansion

Minor
Volume urin< 1liter / hari
Sodium urin < 10 mmol/liter
Osmolaritas urin>osmolaritas plasma
Konsentrasi serum sodium < 13 mmol / liter

Sindrom hepatorenal (SHR) merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan


organik ginjal, yang ditemukan pada SH tahap lanjut. Sindroma ini sering dijumpai
pada penderita SH dengan asites refrakter. Sindroma hepatorenal tipe 1 diandai
dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin secara
bermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurnan filtrasi glomerulus
dengan peningkatan serum kreatinin. Tipe ini lebih baik prognosisnya daripada tipe 1.
Penanganan SHR yang terbaik adalah dengan transplantasi hati. Belum banyak
dengan pemberian preparat somatostatin, terlipressin. Untuk prevensi terjadinya SHR
perlu dicegah terjadinya hipovolemia pada penderita SH, dengan menghentikan
pemberian diuretik, rehidrasi dan infus albumin.2

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus


Pencegahan untuk terjadinya perdarahan VE adalah dengan pemberian obat
golongan beta blocker (propranolol) maupun ligasi varises. Bila sudah terjadi

37
perdarahan dalam keadaan akut, bisa dilakukan resusitasi dengan cairan
kristaloid/koloid/penggantian produk darah. Untuk menghentikan perdarahan
digunakan preparat vasokonstriktor splanchnic, somatostatin atau ocreotide.
Octreotide bisa diberikan dengan dosis 50-100 mikrogram/h dengan infus kontinu.
Setelah itu dilakukan skleroterapi atau ligasi varises. Tindakan endoskopi terapetik
dilakukan untuk menghentikan perdarahan berulang. Transjugular intrahepatic
portosistemic (TIPS) dan pembedahan shunt bisa dilakukan namun sebagai efek
samping dapat terjadi ensefalopati hepatik.2

Ensefalopati Hepatikum
Sekitar 28% penderita SH dapat mengalami komplikasi ensefalopati
hepatikum (EH). Mekanisme terjadinya EH adalah akibat hiperammonia, terjadi
penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic portal sistemik shunts
dan/atau penurunan sintesis urea dan glutamik. Beberapa faktor merupakan sintesis
urea dan glutamik. Beberapa faktor merupakan presipitasi timbulnya EH diantaranya
injeksi, perdarahan, ketidakseimbangan elektrolit, pemberian obat-obat sedatif dan
protein porsi tinggi. Dengan mencegah ataupun menangani faktor-faktor presipitasi,
EH dapat diturunkan risikonya. Di samping itu pemberian laktulosa, neomisin
(antibiotika yang tidak diabsorbsi mukosa usus) cukup efektif mencegah terjadinya
EH.2
Tabel 2. Tatalaksana Sirosis hepatis hati dengan komplikasi 2
Komplikasi Terapi Dosis
Asites  Tirah baring  5,2 gram atau 90 mmol/hari
 Diet rendah garam  100-200 mg sekali sehari
 Obat antidiuretik : Spironolakton, bila maksimal 400 mg
respons tidak adekuat dikombinasi  20-40mg/hari maksima 160
Furosemid mg/ hari
 Parasintesis bila asites sangat besar,  8-10 g IV per liter cairan
hingga 4-6 Liter dan dilindungi parasintesis jika >5 L
pemberian albumin
 Retriksi cairan  Direkomendasikan jika
natrium serum kurang 120-
125mmol/L

38
Ensefalopati  Laktulosa  30-45 mL sirup oral 3-4
hepatikum kal/hari atau 300 mL enema
sampai 2-4 kali BAB/hari
dan perbaikan status mental
 Neomisin  4-12 goral/hari dibagi 6-8
jam; dapat ditambahkan
pada pasien yang refrakter
laktulosa
Varises  Propranolol  40-80 mg oral 2 kali/hari
esofagus  Isosorbid mononitrat  20 mg oral 2 kali/ hari
 Saat perdarahan akut diberikan
somtatostatin atau okreotid diteruskan
skleroterapi atau ligasi endoskopi
Peritonitis  Pasien asites dengan jumlah sel PMN
Bakterial >250/mm3 mendapat profilaksis untuk
Spontan mencegah PBS dengan Sefotaksim dan
Albumin
 Albumin  2 g IV tiap 8 jam
 Norflokasin  1,5 g per Kg IV dalam 6 jam,
 Trimethoprim/Sulfamethoxazole 1 g per kg IV hari ke 3
 400 mg oral 2 kali/hari selama
7 hari untuk perdarahan
gastrointestinal, 400 mg ral
per hari untuk profilaksis
1 tablet oral/hr untuk
profilaksis, 1 tabet oral 2
kali/hr selama 7 hari untuk
perdarahan gastrointestinal
Sindrom Transjugular intrahepatic portosystemic
hepatorenal shunt efektif menurunkan hipertensi porta
(HRS) dan memperbaiki HRs, serta menurunkan
perdarahan gastrointestinal. Bila terapi
medis gagal dipertimbangkan untuk
transplantasi hati merupakan terapi definitif

39
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien ini merupakan seorang perempuan berusia 23 tahun dengan pekerjaan


sebagai mahasiswi. Keluhan utama yang diungkapkan pasien adalah Perut semakin
membesar sejak 2 minggu SMRS. Riwayat perjalanan penyakit pasien ini yaitu sejak
8 bulan SMRS pasien mengeluhkan demam yang dirasakan tidak begitu tinggi,
Pasien juga mengeluh badan lemas. Dua dari gejala ini dapat menunjukkan terjadi
suatu infeksi pada pasien. Sejak 4 bulan SMRS, pasien mengalami muntah darah
segar, sebanyak + 1 gelas belimbing, frekuensi 1x/hari. Badan semakin lemas dan
pucat ada. dari keluhan muntah darah segar dapat kita pikirkan beberapa diagnosis
banding seperti pecahnya varises esofagus, perdarahan saluran cerna atas seperti
gastritis erosif. Sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluhkan BAB hitam dengan
konsistensi cair, frekuensi 2x/hari, berwarna hitam seperti ampas kopi sebanyak + 2
gelas belimbing. Dari keluhan BAB hitam dengan frekuensi cair dengan adanya
riwayat keluhan muntah darah segar, ini masih belum dapat disingkirkan diagnosis
banding sebelumnya namun saat melakukan control ke RS pasien ini dilakukan
pemeriksaan endoskopi dengan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya varises
esofagus. Dari anamnesis lebih lanjut, sejak 1 bulan SMRS pasien juga merasa
kuning pada kulit serta penurunan nafsu makan dan berat badan ada dan 2 minggu

40
SMRS pasien ini mengeluh perut semakin membesar dan merasa kuning pada mata
dan kulit semakin kuning, sehingga diagnosis banding perdarahan saluran cerna atas
seperti gastritis erosif dapat disingkirkan.
Dari anamnesis riwayat penyakit dalam keluiarga didapatkan ibu dan 2
saudara perempuan menderita sirosis hepatis dan pada kakak laki-laki pasien
menderita sakit kuning, sehingga diagnosis banding gastritis erosif dapat disingkirkan
dan diikuti dengan penjelasan bahwa pasien sejak 3 bulan SMRS telah mengalami
varises esofagus dan dari keluhan dan Riwayat penyakit dalam keluarga dapat
mengacu pada sirosis hepatis yang mana pasien dapat tertular hepatitis dari ibu pasien
dengan cara penularan vertikal, hal ini dapat mendukung kita untuk memikirkan
kemungkinan terjadinya pecah varises esophagus. Pecah varises esophagus yang
terjadi pada sirosis hepatis diakibatkan oleh hipertensi porta.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang
dengan tekanan darah dalam rentang normal (110/70 mmHg) dan afebris (36,8oC),
nadi 63x/menit, RR 20x/menit, VAS Score 5 dan akral hangat. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien belum masuk kedalam fase syok. Pada pemeriksaan mata didapatkan
gambaran konjungtiva palpebra anemis pada kedua mata didapatkan sklera ikterik
pada kedua mata. Pada pemeriksaan mulut didapatkan bibir pucat ada. Pada
pemeriksaan thoraks, saat inspeksi tidak tampak spider naevi. Pada pemeriksaan
abdomen, pada inspeksi tampak bentuk abdomen cembung dan caput medusae (+).
Pada palpasi abdomen, terasa tegang, undulasi (+), nyeri tekan (-), hepar, lien dan
ginjal sulit dinilai. Pada perkusi abdomen didapatkan redup diseluruh kuadran dan
auskultasi bising usus sulit dinilai. Pada pemeriksaan ekstremitas, tidak didapatkan
gambaran palmar eritema, pucat (+), CRT >2 detik, edema pretibia (+/+) dan pitting
edema (+). Secara umum, dari hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda sirosis
hepatis pada fase akut seperti asites, sclera ikterik, edema pretibia hal ini mungkin
dikarenakan proses sirosis hepatis yang terjadi telah bersifat kronis dan pasien
diketahui meminum obat dengan teratur.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia yang dilihat dari
penurunan Hb (9,8 g/dL) dan penurunan eritrosit (3,32 106/mm3) hal ini mengarahkan

41
pada kejadian anemia penyakit kronis yang mungkin disebabkan oleh pecah varises
esophagus. Dari hasil pemeriksaan fungsi hepar didapatkan SGOT dan SGPT terjadi
peningkatan. Perbandingan albumin dan globulin yang terbalik mengarahkan pada
kelainan primer di hepar.
Pada keadaan sirosis hepatis, terjadi penumpukan jaringan fibrosis sehingga
menekan vena porta, hal ini akan menyebabkan hipertensi porta. Hipertensi porta
kemudian akan mengakibatkan aliran darah balik, sehingga darah akan kembali ke
limpa dan dapat ditemukan splenomegali. Hepar yang tadinya berfungsi untuk
menghasilkan faktor-faktor koagulasi juga dapat mengalami gangguan, sehingga
perlu untuk diperiksa faal hemostatis pada pasien ini. Fungsi ginjal perlu diperiksa
juga terkait keadaan sindroma hepatorenal yang terjadi pada sirosis hepatis.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolf DC. Cirrhosis. Medscape. 2015. (http://emedicine.medscape.com/


article/185856-overview#a3 diakses pada 11 Oktober 2019).
2. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 6th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2014.h. 1978.
3. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-
302.
4. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And
Cirrhosis.http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/97814160
32588/9781416032588.pdf. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2019
5. Harrison’s. 2013. Principles of Internal Medicine, 18h Edition. USA: McGraw-
Hill.
6. Malau AS. 2012. Karakteristik penderita sirosis hati yang dirawat inap di
Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2006-2010. Artikel karya tulis ilmiah
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
7. Noveriza, R. 2008. Kontaminasi Cendawan dan Mikotoksin pada Tumbuhan
Obat. Perspektif ; 7 (1)h. 35 - 46
8. Basak, K and Zehra , H. 2015. Challenging Role of Dietary Aflatoxin B1
Exposure and Hepatitis B Infection on Risk of Hepatocellular Carcinoma. Open
Access Macedonian Journal of Medical Sciences; 3(2):363-369.
9. Jagiello, J.Z.,Simon, M.P., Simon, K., Warwas, M. 2011. Advanced Oxidation
Protein Product and Inflamatory Markers in Liver Cirrhosis : A Comparison
Between Alcohol Related and HCV related cirrhosis : Acta Biochimica
Polonica: 58 (1) 59 - 65.

43
10. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.
102:2086–2102.
11. Kesuma, DG. 2014. A Women 51 Years With Decompensated Liver Cirrhosis
With Gastritis Chronic And Kidney Chronic Disease Stage III. J medula unila;
3(1).h.151-159
12. Ersley AJ. 2001. Anemia of Chronic Disease. In: Beutler E, Lichtman AM,
Coller SB, Kipps JT, Seligsohn U, editors. Williams Hematology. 6 th ed. vol
1. New York: McGraw Hill. p. 481–7
13. Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Buku Ajar
Patologi.Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,;h.463.
14. Cohen HJ. 1986. Crawford J. Hematologic Problems. In: Calkins E, Davis PJ,
Ford AB, editors. The Practice of Geriatrics. Philadelphia: WB Saunders
Company. p. 519–31.
15. Mokdad AA, Lopez AD, Shahraz S, et al. Liver Cirrhosis Mortality in 187
Countries between 1980 and 2010: a Systematic Analysis. BioMed Central.
2014;12:145
16. WHO in World Health Rankings. Liver Disease. 2014.
(http://www.worldlifeexpectancy.com/cause-of-death/liver-disease/by-country/
diakses pada tanggal 11 Oktober 2019).
17. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati,
edisi I, Jakarta, Jayabadi, 2007, hal 335-45
18. Tjokroprawiro, A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas Kedokteran
UNAIR. Airlangga University Press: 2010.

44

Anda mungkin juga menyukai