Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

SINDROMA NEFROTIK

Konsulen:
Dr.Indra Jaya,Sp.A

Oleh :

SYAFIRA PRATIWI

102120057

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DABO SINGKEP KABUPATEN LINGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas refarat dari  dr. Indra Jaya, Sp.A . Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Sindroma Nefrotik bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Indra Jaya, Sp.A,


selaku konsulenyang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Dabo, 19 September 2020

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

LAPORAN KASUS.................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
II.1 Identitas Pasien..............................................................................................3
II.2 Identitas Ayah................................................................................................3
II.3 Identitas Ibu...................................................................................................3
II.4 Anamnesis (aloanamnesis dengan ibu pasien)..............................................3
II.5 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................6
II.6 Pemeriksaan penunjang.................................................................................9
II.6 Diagnosis Banding.......................................................................................16
II.7 Diagnosis Sementara...................................................................................16
II.8 Penatalaksanaan...........................................................................................16
II.9 Resume........................................................................................................16
II.11Prognosis.....................................................................................................17
BAB III..................................................................................................................18
BAB IV..................................................................................................................19
BAB V....................................................................................................................22
V.1 Definisi........................................................................................................22
V.2 Klasifikasi....................................................................................................22
V.3 Batasan........................................................................................................22
V.4 Patofisiologi.................................................................................................23
V.5 Diagnosis.....................................................................................................25
V.6 Penatalaksanaan..........................................................................................26
V.8 Komplikasi..................................................................................................39
BAB VI..................................................................................................................40
LAMPIRAN.......................................................................................................41

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling
sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat
dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,1dengan prevalensi
berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.2Di negara berkembang insidensnya lebih
tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang
dari 14 tahun.3Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan
dibicarakan SN idiopatik.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat
akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai
oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit
perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia.
Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in Children),
pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan
kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.1
Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran patologi
anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus
(MPD) 2-5%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 4-6%, dan
nefropati membranosa (GNM) 1,5%.5,6,7 Pada pengobatan kortikosteroid inisial
sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada
GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid).
Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan
hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi
gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai
penurunan fungsi ginjal.Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons

1
terhadap pengobatan steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis
dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini
klasifikasi SN lebih didasarkan pada respons klinik yaituSindrom nefrotik sensitif
steroid (SNSS) dan Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS). 2

2
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 Identitas Pasien


Nama : An.F S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 10 tahun 6bulan
Tanggal lahir : 16 Februari 2010
Suku bangsa : Melayu
Alamat : Bukit Abun, Dabo Singkep
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 2 Agustus 2020
6 September 2020

II.2 Identitas Ayah


Nama : Tn. S
Umur : 38 tahun
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Buruh Swasta
II.3 Identitas Ibu
Nama : Ny. E
Umur : 33 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

II.4 Anamnesis (aloanamnesis dengan ibu pasien)


Keluhan Utama : Sesak
Keluhan Tambahan
Bengkak pada perut dan kaki bertambah besar, serta Pusing dan bicara
meracau

3
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bicara meracau sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
hanya mengeluhkan sakit kepala, masih dapat diajak bicara dan mau merespon
serta berkomunikasi namun memburuk beberapa jam terakhir. Keluhan terjadi
setelah pasien dipulangkan dari RS rujukan yakni RS Otorita Batam 7 hari
sebelumnya namun keluarga pasien awalnya tidak rutin memberikan obat yang
diberikan dan diakhir tidak memberikan obatnya sama sekali pada 2 hari terakhir.
Keluhan juga disertai dengan badan bengkak. Bengkak terjadi sejak 2 minggu
yang lalu dan semakin memburuk. Bengkak dirasakan dibagian mata, tungkai, dan
perut. bengkak tersebut menetap (tidak berpindah-pindah). Tidak ada keluhan
nyeri saat BAK. Tidak ada kelainan pada air seni seperti darah, maupun busa.
Pasien tidak ada demam (-), mual (-), muntah (-), sakit tenggorokan (-). Pasien
mengalami perubahan pada berat badan, awalnya sekitar 31 kg lalu naik menjadi
39 kg dan naik lagi menjadi 54 kg.

Riwayat PenyakitDahulu
- Sebelum masuk rumah sakit yang kedua kalinya, pasien sempat dirawat di
HCU RSUD DABO SINGKEP akibat sesak nafas yang memburuk selama 1
hari kemudian di rujuk ke RS otorita Batam dan dipulangkan untuk rawat jalan
setelahnya.
- riwayat Sakit yang sama namun tidak terkontrol dengan baik sejak 2 tahun
yang lalu.
- Penyakit lain (-)
- Riwayat alergi obat- obatan (-)
- Riwayat alergi (-)

Riwayat PenyakitKeluarga
Kakak kandung dari ayah pasien juga menderita sindrom nefrotik + SLE

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan

4
Cara persalinan Normal
Masa gestasi Aterm
Keadaan bayi o Berat lahir : 2900 gr
o Panjang : 31Cm
o Lingkar kepala : - Cm
o Langsung menangis : Ya
o Kelainan bawaan : -

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan
Berat badan lahir 2900 gram, panjang badan lahir 31 cm.
Berat badan sekarang 54 kg, tinggi badan sekarang 148 cm.
Perkembangan
Memiringkan badan : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 9 bulan

Riwayat ASI dan Makanan


Pasien mendapatkan ASI sampai usia 6 bulan, selanjutnya diatas usia 6 bulan baru
diberikan makanan pendampingASI seperti bubur susu dan bubur saring sampai
usia 2tahun.

Riwayat Imunisasi
- BCG : 1x saat usia 2 bulan.
- Hepatitis B : 3x saat usia 0, 2, 4 bulan.
- Polio : 3x saat usia 0, 2, 4 bulan.
- DPT : 3x saat usia 0, 2, 4 bulan.
- Campak : usia 18 bulan.
Kesan: Riwayat imunisasi dasar lengkap di Bidan.

5
Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara dalam keluarga. Riwayat
penyakit SLE sejak 1 tahun terakhir dan semakin memberat.

Riwayat Lingkungan dan Sanitasi Air


Berdasarkan kunjungan kerumah, tembok rumah terbuat dari batu bata, lantai
terbuatari semen, penerangan di rumah menggunakan lampu, terdapat jendela dan
ventilasi di rumah.Keluarga pasien memliki 1 kamar mandi. Rumah pasien berada
di gang. Untuk makan dan minum menggunakan air isi ulang. mencuci, dan
kebutuhan sanitasi, keluarga pasien menggunakan air dari PAM.

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien saat ini bekerja sebagai buruh serabutan bergaji <2.000.000/bulan.
sedangkan ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan pasien
yaitu KIS BPJS.

II.5 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari senin tangal 7 september 2020 pukul 13.00
WIB di ruang rawat inap anak.

Kesan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesan Sakit : Tampak sedikit sesak, perut membengkak
Kesadaran : kesadaran menurun E4V4M6 GCS 14
Kesan Gizi : Tampak seperti obesitas, edema anasarka

Tanda Vital
Nadi : 120x/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
Suhu : 37,3 °C
Pernafasaan : 60/menit
Tensi : 129/93 mmHg
Sp02 : 96 %

6
Data Antropometri
Tinggi Badan : 148 cm
Berat Badan : 54 kg
Status Gizi
Pada pasien An.feby ini, tidak dapat di ukur IMT nya karena berat badan pasien
yang bertambah akibat oedema. Jadi pengukuran berat badan pasien bisa
dilakukan dengan rumus Broca atau dengan Tinggi Badan/Umur berikut adalah
tabel TB/U :

Status Internus
1. Kepala :
Normocephali
Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
2. Mata :
- Conjungtiva anemis (+/+), Pupil bulat isokor, Reflek cahaya langsung dan tidak
langsung (+/+), edema palpebra (+/+)
3. Hidung :
- Bentuk hidung normal
- Nafas cuping hidung (-/-)
- Sekret (-/-)
4. Telinga :
- Bentuk telinga normal
5. Mulut :
- Bibir kering (-)
- Bibir sianosis (-)

7
- Sariawan (-)
6. Tenggorokan :
- Mukosa faring hiperemis (-)
- Tonsil T1-T1 normal
7. Leher :
- Kelenjar getah bening tidak teraba
- Letak trakea di tengah
- Kelenjar tiroid tidak membesar
8. Thorax :
Jantung
Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal
Perkusi : tidak ada pembesaran batas jantung
Auskultasi : Bunyi jantung I – II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Terdapat retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus taktis dan dinamis
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi :Terdengar suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (-/-)
9. Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak sedikit buncit, warna kulit Kuning langsat, tidak
Terdapat kelainan kulit.
Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit. Abdomen terlihat cembung kesan asites
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak terabaa
membesar, shifting dullness +/+.
Perkusi : Terdengar redup pada seluruh kuadran abdomen.
10. Genitalia : Dalam batas normal
11. Anus dan Rektum : Dalam batas normal
12. Ekstremitas :
Terdapat akral hangat pada ekstremitas superior dan inferior
Tidak terdapat akral sianosis
CRT kedua ekstremitas superior dan inferior < 2 detik

8
Pitting edema pretibial (+/+)

II.6 Pemeriksaan penunjang


Rontgen tanggal 20/8/2020

Kesan : Efusi Pleura Bilateral

Pemeriksaan Urinalisa (21/8/2020)


Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
Urine Zielhnelsen
Urine Lengkap Staining
Makroskopis : Zielhnelsen
Staining
Warna Kuning Visual
Kejernihan Keruh Visual
Berat Jenis 1.020 1.015-1.025 Automatic
pH/Reaksi 6 4.8-7.4 Automatic
Blood Positif 4+ Negatif -
Leukosit Esterase Positif 1+ Negatif -
Nitrit Negatif Negatif Automatic
Protein Positif 4+ Negatif Automatic
Bilirubin Negatif Negatif Automatic
Keton Negatif Negatif Automatic
Glukosa Negatif Negatif Automatic
Urobilinogen Negatif Negatif Automatic

9
Mikroskopis : Zielhnelsen
Staining
Eritrosit 30-35 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit 8-10 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel Epitel +1 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Hialin /IPK Negatif Mikroskopis
Kristal Negatif /LPB Negatif Mikroskopis
Bakteri Positif Negatif Mikroskopis

Pemeriksaan Kimia klinik dan elektrolit (21/8/2020)


Nama Test Nilai Satuan Nilai Metode
Rujukan
Kimia Klinik
Ureum 6.7 mg/dl 10-50 GLDH
Creatinin 0.45 mg/dl 0.3-0.7 Jaffe
Albumin 1.5 g/dl 3.5-5.2 BCG
Elektrolit
Natrium 133 mmol/L 132-145 ISE
Kalium 3.2 mmol/I 3.1-5.1 ISE
Chlorida 102 mmol/L 96-111 ISE

Pemeriksaan urinalisa (22/8/2020)


Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
Urine Zielhnelsen
Urine Lengkap Staining
Makroskopis : Zielhnelsen
Staining
Warna Kuning Visual
Kejernihan Keruh Visual
Berat Jenis 1.015 1.015-1.025 Automatic
pH/Reaksi 5 4.8-7.4 Automatic
Blood Positif 3+ Negatif -
Leukosit Esterase Negatif Negatif -
Nitrit Negatif Negatif Automatic
Protein Positif 4+ Negatif Automatic
Bilirubin Negatif Negatif Automatic
Keton Negatif Negatif Automatic
Glukosa Negatif Negatif Automatic
Urobilinogen Negatif Negatif Automatic

Mikroskopis : Zielhnelsen
Staining

10
Eritrosit 8-10 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit 3-5 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel Epitel +1 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Granular 2+ /IPK Negatif Mikroskopis
Kristal Negatif /LPB Negatif Mikroskopis
Bakteri Negatif Negatif Mikroskopis
Jamur Negatif Negatif Mikroskopis

Pemeriksaan urinalisa (23/8/2020)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
Urine Zielhnelsen
Urine Lengkap Staining
Makroskopis : Zielhnelsen
Staining
Warna Kuning Visual
Kejernihan Agak Visual
Berat Jenis Keruh 1.015-1.025 Automatic
pH/Reaksi 1.015 4.8-7.4 Automatic
Blood 5 Negatif -
Leukosit Esterase Positif 3+ Negatif -
Nitrit Negatif Negatif Automatic
Protein Negatif Negatif Automatic
Bilirubin Positif 4+ Negatif Automatic
Keton Negatif Negatif Automatic
Glukosa Negatif Negatif Automatic
Urobilinogen Negatif Negatif Automatic
Negatif
Mikroskopis : Zielhnelsen
Staining
Eritrosit 15-20 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit 2-4 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel Epitel +1 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Granular +2 /IPK Negatif Mikroskopis
Kristal Negatif /LPB Negatif Mikroskopis
Bakteri Negatif Negatif Mikroskopis
Jamur Negatif Negatif Mikroskopis

Pemeriksaan Urinalisa (24/8/2020)


Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
HEMATOLOGI Zielhnelsen
Darah Staining
Lengkap : Visual
12.3 g/dl 11.0-16.5 Visual
HGB 25.49 10^3/ul 4.0-11.0 Automatic

11
PLT 440 10^3/ul 150-450 Automatic
HCT 35.3 % 35.0-50.0 -
RBC 4.44 10^6/ul 3.8-5.8 -
MCV 27.7 fl 80-97 -
MCH 34.8 pg 26.5-33.5 -
MCHC 13.1 g/dl 31.5-35.0 -
RDW-CV 36.1 % 10.0-15.0 -
RDW 9.1 % 11.5-14.5 -
MPV 9.3 fl 6.5-11.5 -
PDW fl 10.0-18.0 -

Hitung Jenis Zielhnelsen


(diff): Staining
87.2 % 46.0-75.0 Flowctometri
NEUT % 9.4 % 17.0-48.0 -
LYMPH % 3.3 % 4-10 -
MONO % 0.0 % 0-5 -
EO % 0.1 % 0-1 -
BASO %
Kimia Klinik : 1.6 3.5-5.2 BCG
Albumin g/dl

Pemeriksaan Urinalisa (26/8/2020)


Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
Urine Zielhnelsen
Urine Lengkap Staining
Makroskopis : Zielhnelsen
Staining
Warna Kuning Visual
Kejernihan Agak Visual
Berat Jenis Keruh 1.015-1.025 Automatic
pH/Reaksi 1.015 4.8-7.4 Automatic
Blood 5 Negatif -
Leukosit Esterase 2+ Negatif -
Nitrit Negatif Negatif Automatic
Protein Negatif Negatif Automatic
Bilirubin Positif 4+ Negatif Automatic
Keton Negatif Negatif Automatic
Glukosa Negatif Negatif Automatic
Urobilinogen Negatif Negatif Automatic
Negatif
Mikroskopis : Zielhnelsen

12
Staining
Eritrosit 10-15 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit 2-4 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel Epitel Positif 1+ /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Hialin 1+ /IPK Negatif Mikroskopis
Kristal Negatif /LPB Negatif Mikroskopis
Bakteri Negatif Negatif Mikroskopis

Pemeriksaan USG abdomen (27/8/2020)


Hepar : Tidak membesar,sudut tajam,permukaan rata,tekstur parenkim
halus, kapsul tidak menebal, tidak tampak massa,
Vena porta tidak melebar, vena hepatika tidak melebar,
Duktus biliaris intra/extrahepatal tidak melebar. Tampak
koleksi cairan minimal di sekitar hepar.
Kantung empedu: besar normal, dinding normal, tidak tampak batu/sludge.
Pankreas : besar normal, kontur normal, tekstur parenkim homogen,
v.lienalis tidak melebar.
Ginjal kanan kiri : sedikit membesar, kontur reguler, eksogenitas parenkim sedikit
meningkat, intensitas gema ginjal. Batas corticomedulary tidak
jelas, batu (-). Sistem pelvokalises tidak melebar. Ureter tidak
terdeteksi
Vesika urinaria : Terisi penuh , dinding tidak menebal, reguler batu (-), tampak
balon kateterdi dalamnya.

Kesan :
Sugestif glomerulonefritis akut bilateral.
Hepar, kantung empedu, pankreas lien vesika urinaria tidak tampak kelainan

Pemeriksaan Urinalisa (28/8/2020)


Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
Urine Zielhnelsen
Urine Lengkap Staining
Makroskopis : Zielhnelsen
Staining
Warna Kuning Visual
Kejernihan Agak Visual
Berat Jenis Keruh 1.015-1.025 Automatic
pH/Reaksi 1.015 4.8-7.4 Automatic
Blood 5 Negatif -
Leukosit Esterase 2+ Negatif -
Nitrit Negatif Negatif Automatic
Protein Positif Negatif Automatic
Bilirubin Positif 4+ Negatif Automatic
Keton Negatif Negatif Automatic

13
Glukosa Negatif Negatif Automatic
Urobilinogen Negatif Negatif Automatic
Negatif
Mikroskopis : Zielhnelsen
Staining
Eritrosit 6-8 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit 0-1 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel Epitel 1+ /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Hialin 1+ /IPK Negatif Mikroskopis
Kristal Negatif /LPB Negatif Mikroskopis
Bakteri Negatif Negatif Mikroskopis
Jamur Negatif Negatif Mikroskopis

Pemeriksaan Urinalisa (29/8/2020)


Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
Urine Zielhnelsen
Urine Lengkap Staining
Makroskopis : Zielhnelsen
Staining
Warna Kuning Visual
Kejernihan Keruh Visual
Berat Jenis 1.015 1.015-1.025 Automatic
pH/Reaksi 6.5 4.8-7.4 Automatic
Blood Positif 3+ Negatif -
Leukosit Esterase Negatif Negatif -
Nitrit Negatif Negatif Automatic
Protein Positif 4+ Negatif Automatic
Bilirubin Negatif Negatif Automatic
Keton Negatif Negatif Automatic
Glukosa Negatif Negatif Automatic
Urobilinogen Negatif Negatif Automatic

Mikroskopis : Zielhnelsen
Staining
Eritrosit 8-10 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit 1-2 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel Epitel +1 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Granular /IPK Negatif Mikroskopis

Pemeriksaan urinalisa (30/8/2020)


Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode

14
Rujukan
Urine Zielhnelsen
Urine Lengkap Staining
Makroskopis : Zielhnelsen
Staining
Warna Kuning Tua Visual
Kejernihan Keruh Visual
Berat Jenis 1.015 1.015-1.025 Automatic
pH/Reaksi 6.5 4.8-7.4 Automatic
Blood Positif 3+ Negatif -
Leukosit Esterase Positif 1+ Negatif -
Nitrit Negatif Negatif Automatic
Protein Positif 4+ Negatif Automatic
Bilirubin Negatif Negatif Automatic
Keton Negatif Negatif Automatic
Glukosa Negatif Negatif Automatic
Urobilinogen Negatif Negatif Automatic

Mikroskopis : Zielhnelsen
Staining
Eritrosit 25-30 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit 8-10 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel Epitel +1 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Granular /IPK Negatif Mikroskopis
Kristal Negatif /LPB Negatif Mikroskopis
Bakteri Negatif Negatif Mikroskopis
Jamur Negatif Negatif Mikroskopis

II.6 Diagnosis Banding


Lupus Nefritis

II.7 Diagnosis Sementara


Sindrom nefrotik idiopatik

II.8 Penatalaksanaan
- Konsul dr Indra Sp.A
- Inf. D5 ¼ NS tetes lambat
- Parasetamol sirup 240 mg (2 cth)/8 jam PO
- Metilprednisolone 16 mg/8 jam PO
- Captopril 7,5 mg/8 jam PO
- Cotrimoxazole 720 mg/12 jam PO

15
- Elkana multivitamin syrup 2x1C

II.9 Resume
Pasien An. FS datang ke RSUD Dabo Singkep dengan keluhan sesak. Pasien juga
mengeluhkan kelopak mata dan kaki bengkak disertai perut juga membesar. Sakit
kepala dan bicara meracau yang memburuk s nejak 4 jam SMRS. Pasien memiliki
riwayat sakit seperti ini sejak 2 tahun yang lalu tidak terkontrol. Riwayat kakak
kandung dari ayah pasien juga penderita sindrom nefrotik + SLE. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang pasien kemudian didiagnosis dengan
sindrom nefrotik dan diberikan terapi kombinasi kortikosteroid dengan diuretik
anti hipertensi dan multivitamin.

II.10 Follow Up
Pemeriksaan Tanggal
6/9/20 7/9/20 8/9/20 9/9/20 10/9/20
S Nyeri kepala, Kelopakmata, Keluhan Keluhan Keluhan berkurang
bicara sedikit perut dan berkurang berkurang
tidak tungkaibengkak
nyambung, berkurang
Keluhan
Kelopakmata, Nyeri kepala
perut, dan berkurang
tungkaibengka Pasien sudah
k mulai tenang
O KU Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Kesadaran Compos Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
mentis
Tanda Td 127/90 Td 120/80 mmHg Td 110/70 mmHg Td 110/70 Td 110/70 mmHg
Vital mmHg HR 108x/m HR 112x/m mmHg HR 115x/m
HR 102x/m RR 29x/m RR 28x/m HR 128x/m RR 26x/m
RR 22x/m Suhu 36,2 C Suhu 37,2 C RR 28x/m Suhu 36,2 C
Suhu 35,6 C Suhu 36,4 C
Kepala Normochepale Normochepale Normochepale Normochepale Normochepale
Mata SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/-
edema edema palpebra +/ edema palpebra +/ edema edema palpebra +/+
palpebra +/+ + + palpebra +/+ (berkurang)
(berkurang) (berkurang)
THT POC - PCH - POC - PCH - POC - PCH - POC - PCH - POC - PCH -
Thorax SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi -

Cor S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler,
Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/-
Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/-
Pulmo Vesikuler+/+ Vesikuler+/+ Vesikuler+/+ Vesikuler+/+ Vesikuler+/+
Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/-
Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/-
Abdomen BU +, BU +, cembung BU +, cembung BU +, BU +, cembung

16
cembung, Perkusi :redup Perkusi :redup cembung Perkusi :redup
Perkusi :redup Shifting dullness Perkusi :redup
Shifting (+/+)
dullness (+/+)
Extremitas AkralHangat AkralHangat AkralHangat AkralHangat AkralHangat
CRT <2, CRT <2, edema CRT <2, edema CRT <2, CRT <2, edema
edema pretibial +/+ pretibial +/+ edema pretibial +/+
pretibial +/+ (berkurang) pretibial +/+ (berkurang)
(berkurang)

A SindromNefro SindromNefrotik SindromNefrotik SindromNefro SindromNefrotik


tik + SLE tik
P -Bed Rest -Bed Rest Bed Rest -Bedrest -Bed Rest
-PCT 3x2cth - PCT 3x2cth - PCT 3x2cth Prednisone -Prednisone 3x2 tab
Metilpredniso Metilprednisoone Metilprednisoone 3x2 tab - Mucos 2x1/2 cth
one 3x16 mg 3x8 mg 3x8 mg - Mucos 2x1/2 -Cefixim 2x1/2 cth
- captopril - captopril 3x7,5 - captopril 3x7,5 cth -Zink 1x1 tab
3x7,5 mg mg mg -Cefixim
- simvastatin - simvastatin 1x10 - simvastatin 1x10 2x1/2 cth
1x10 mg mg mg -Resomal 50
- -cotrimoxazole -cotrimoxazole cc/
cotrimoxazole 2x750 mg 2x750 mg babmencret
2x750 mg -elkana syrup2x1 -elkana syrup2x1 -Zink 1x1 tab
-elkana - inj.furosemid - inj.furosemid
syrup2x1 2x15 mg 2x15 mg
Candistatin 2x0,5
ml

II.11Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

BAB III
KUNJUNGAN DAN ANALISA LAPANGAN

Kunjungan lapangan dilakukan pada hari minggu tanggal 16 september 2020,


bertempat di rumah pasien di Bukit Abun, Dabo Singkep. Kunjungan mendapat
sambutan baik oleh pasien dan ibu pasien. Tunjuan diadakannya kunjungan
lapangan ini adalah untuk mengenal lebih dekat kehidupan pasien, serta
mengidentifikasi masalah dan faktor risiko yang ada pada pasien. Selain itu
kunjungan lapangan ini juga bertujuan untuk memberikan edukasi tentang
penyakit yang dimiliki oleh pasien.
Kegiatan yang dilakukan ketika berkunjung :

17
1. Edukasi Keluarga Dalam hal ini memberikan penjelasan mengenai kondisi
pasien baik dari segi dampak yang ditimbulkan apabila pasien tidak rutin kontrol
dan minum obat.
2. Obesrvasi keadaan lingkungan rumah dalam keadaan bersih dan sirkulasi
ventilasi udara baik. Posisi rumah dekat sungai dan jembatan sehingga banyak
nyamuk. Air minum isi ulang,dan sumber air dari pam.
3. pemeriksaan vital sign dan pengukuran antroprometri

Denah Rumah pasien

BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka


diagnosa yang ditegakkan pada pasien ini ialah : Sindrom Nefrotik
Anamnesa
Bengkak pada palpebra, perut, dan tungkai
Pemeriksaan Fisik

18
Ditemukan adanya edema palpebra (+/+) , edema pretibial (+/+), dan asites pada
abdomen, perkusi abdomen : redup, shifting dullness (+/+)
Pada pasien diketahui td nya 140/90 mmHg, berdasarkan grafik the 4th task force
untuk hipertensi anak dan remaja, tentukan dahulu tinggi badan banding usia
berdasarkan grafik CDC sebagai berikut :

Pasien masuk dalam persentil 90 berdasarkan grafik CDC. Kemudian disesuaikan


dengan tabel 4th task force sebagai berikut :

19
Tekanan darah pada pasien 140/90 mmhg, baik sistolik maupun diastolik berada
diatas persentil 99%, artinya pasien mengalami hipertensi grade II.
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil laboratorium pada pasien ditemukan penurunan pada albumin,
penurunan protein total, peningkatan kolesterol total pada darah dan proteinuria
masiv (+++) pada urin. adanya penurunan albumin menyebabkan pasien alami
bengkak pada punggung kaki dan mata serta bocornya cairan ke ruang abdomen
sehingga sebabkan asites dan sesak nafas. Penurunan protein pada pasien juga
menyebabkan pasien rentan alami infeksi sekunder karena protein sebagai bahan
baku pembuatan sel leukosit dan sel pertahanan tubuh menjadi berkurang.
Pasien kemudian diterapi dengan kortikosteroid, obat antihipertensi dan diuretik
serta dikombinasikan dengan modifikasi diet tinggi protein untuk memperbaiki
keadaan klinisnya.

20
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA

21
V.1 Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.

V.2 Klasifikasi
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik
terdiri dari:
 Minimal Changes Nephrotic Syndrome (MCNS)
 Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)
 Mesangial Proliferative Diffuse (MPD)
 Membranoploriferative Glomerulonephritis (MPGN)
 Membranous Nephropathy (MN)

V.3 Batasan
Batasan yang digunakan pada sindrom nefrotik :
Tabel 1. Istilah yang menggambarkanresponsterapi steroid pada
anakdengansindroma nefrotik4
1 Remisi Proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu
2 Relaps Proteinuria ≥2+ (>40mg/m2LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg) 3 hari berturut
dalam satu minggu
3 Sensitif steroid Sindrom nefrotik yang remisi setelah pemberian prednison
(SNSS) dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu
4 Resisten Tidak mengalami remisi setelah pemberian prednison dosis
steroid penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu
(SNRS)
5 Relaps jarang Relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4x per tahun
6 Relaps sering Relaps ≥ 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal ≥

22
4x dalam periode satu tahun
7 Dependen Relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
steroid (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan

V.4 Patofisiologi
Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dinding
kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia.
Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem
imun, terutama imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit
yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding
kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4) dan MYH9
(gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS).
Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi kunci gen koding
protein podosit antara lain inter alia NPHS1, NPHS2, CD2AP, TRCP6 dan
ACTN4.

1) Edema
Edema merupakan manifestasi klinik yang pertama kali muncul pada pasien-
pasien dengan sindrom nefrotik. Biasanya, muncul edema ringan dan muncul di
tempat-tempat tertentu seperti di daerah periorbital pada pagi hari yang menjadi
lebih luas jika pasien beraktivitas. Edema disebabkan oleh menurunnya tekanan
onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan intravaskular berpindah ke ruang
interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan
albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagai
akibatnya, volume cairan intravaskular berkurang sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal. Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH)
dan sekresi aldosteron yang menyebabkan retensi natrium dan air dan terjadinya
edema. Pada tingkat yang lebih parah, edema dapat menyebabkan berbagai gejala
yang berhubungan dengan asites, efusi pleura, dan edema scrotal atau vulva.

23
2) Hipoalbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah
hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak
terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada
keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg)
dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.
Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah
difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi
dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme
albumin. Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat meningkat
hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik dengan
hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya sedikit
di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Hal ini
mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat.

3) Proteinuria
Protenuria sebagia besar berasal dari kebocoran glomerulus dan hanya sebagian
kecil dari sekresi tubulus. Perubahan integritas membrana basalis glomerulus
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
albumin. Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan
kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70kD melalui
membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier
( suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier.

4) Hiperkolesterolemia
Tingkat kolesterol dalam darah pada pasien steroid-responsive NS dapat
ditemukan dalam kadar yang tinggi (kolesterol level serum ≥300-500 mg/dL).
Peningkatan kolestrol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL),trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer. Peningkatan sintesis

24
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan perubahan
tekanan onkotik.

V.5 Diagnosis
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, 1.1 trombosit,
hematokrit, LED)
Albumin dan kolesterol serum.
Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA
BATASAN
Remisi. : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps. : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu
Relaps jarang. : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
Relaps sering. (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun

25
Dependen steroid. : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
Resisten steroid. : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh
(full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
Sensitif steroid. : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4
minggu

V.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana umum
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
berikut:
Pengukuran berat badan dan tinggi badan1.
Pengukuran tekanan darah
Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan
dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.

Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan

26
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit
kalium dan natrium darah. Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema
refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1
g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4
jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian
furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat
diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk
mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi
albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran
cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga
mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema
pemberian diuretik untuk mengatasi edema tampak pada Gambar 1.

Imunisasi

27
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari
atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais.11 Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah
obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated
polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan
vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak
dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
pneumokokus dan varisela.12

Kortikosteroid
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.
Terapi Inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison 60 mg/m2
LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk
menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal
(berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial
diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid (Gambar 2).

Terapi Relaps
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan prednison
dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis
alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria
kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih
dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi
diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak
perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++

28
disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai
diberikan.

SN relaps atau dependent Steroid


Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi 4. terakhir)
3. Selain itu, perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi,
radang telinga tengah, atau kecacingan

Steroid jangka panjang


Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah
remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5
mg/kgbb secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2
mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis
terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb

29
alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-
12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat
bertoleransi dengan prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah
sampai 1 mg/kgbb secara alternating. Bila relaps terjadi pada dosis prednison
antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating, maka relaps tersebut diterapi dengan
prednison 1 mg/kgbb dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi
remisi. Setelah remisi maka prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb diberikan
secara alternating, kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai
satu tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang
sebelumnya atau relaps yang terakhir.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating,
tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba
dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan,
atau langsung diberikan siklofosfamid (CPA).
Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:
1. Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb alternating atau
2. Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:
a. Efek samping steroid yang berat
b. trombosis, dan sepsis
diberikan siklofosfamid (CPA) dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12
minggu.

2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.Levamisol diberikan
dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek
samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan
neutropenia yang reversibel.

3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.

30
Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam
dosis tunggal (Gambar 4), maupun secara intravena atau puls (Gambar 5). CPA
puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml
larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7
dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).
Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis
hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar
hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit
<3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit <100.000/uL, obat dihentikan
sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8
g/dL, trombosit >100.000/uL.
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif
mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai
dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak.14
Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu.
Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa
kejang dan infeksi.

31
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik
dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150
mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah
berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid,
CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian
steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan
relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian
CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)


Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat
diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau 25-
30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.16
Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.
Ringkasan tata laksana anak dengan SN relaps sering atau dependen steroid dapat
dilihat pada Gambar 6.

32
Keterangan: 1.Pengobatan steroid jangka panjang 2.Langsung diberi CPA
3.Sesudah prednison jangka panjang, dilanjutkan dengan CPA 4.Sesudah jangka
panjang dan levamisol, dilanjutkan dengan CPA 11
Gambar 6. Diagram pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Keterangan:
1. Pengobatan steroid jangka panjang
2. Langsung diberi CPA
3. Sesudah prednison jangka panjang, dilanjutkan dengan CPA
4. Sesudah jangka panjang dan levamisol, dilanjutkan dengan CPA

SN kontraindikasi Steroid
Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti
tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka
dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat
diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara
intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan
dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL

33
0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).

SN Resisten Steroid
Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum memuaskan. Pada
pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal
untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi
mempengaruhi prognosis.
Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan
remisi.16 Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian
CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang
resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada pemberian
steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi
dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. Skema pemberian CPA
oral dan puls dapat dilihat pada Gambar 7.
Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.Efek samping CyA
adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, dan juga bersifat
nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada
pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:
Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 1. nanogram/mL
Kadar kreatinin darah berkala
Biopsi ginjal setiap 2 tahun
Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam
literatur, tetapi karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau
sangat selektif.

34
Keterangan:
• Sitostatik oral: siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 3-6 bulan
• Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian siklofosfamid
oral. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1
bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2
bulan).
Atau
- Siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui
infus satukali sebulan selama 6 bulan yang dapat dilanjutkan tergantung
keadaan pasien.
- Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian
siklofosfamidpuls (6 bulan). Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis
1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama
1 bulan (lama tapering off 2 bulan).

3. Metilprednisolon puls
Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon
puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12
minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan
dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam.19 (Tabel 1)

35
Obat imunosupresif lain
Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah
vinkristin,20 takrolimus,21 dan mikofenolat mofetil.22 Karena laporan dalam
literatur yang masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat
ini belum direkomendasi di Indonesia.
Skema tata laksana sindrom nefrotik selengkapnya seperti terlihat pada Gambar 8.

pemberian obat non-imunosupresif untuk mengurangi proteinuria


Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor
blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja
kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan
tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. ACEI juga
mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth
factor (TGF)-β1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya
merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis.
Pada SNSS relaps, kadar TGF-β1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada SNRS,
berarti anak dengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai
risiko untuk terjadi glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS. Dalam
kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan
hasil penurunan proteinuria lebih banyak.
Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan
untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan
steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah:

36
Golongan 1. ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril
0.5mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis,26 lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal
Go2. longan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal

Penatalaksanaan Komplikasi
Infeksi
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat infeksi perlu
segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama adalah selulitis
dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh
kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan
penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu
sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari.12 Infeksi lain yang sering
ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran napas atas
karena virus.
Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien varisela. Bila
terjadi kontak diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicella-zoster, dalam
waktu kurang dari 96 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan
dosis tunggal imunoglobulin intravena (400mg/kgbb).28 Bila sudah terjadi infeksi
perlu diberi obat asiklovir intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau
asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 – 10 hari,9
dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.

37
Trombosis
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan bukti
defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat
trombosis pembuluh vaskular paru yang asimtomatik.29 Bila diagnosis trombosis
telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin
secara subkutan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih.
Pencegahan tromboemboli dengan pemberian aspirin dosis rendah, saat ini tidak
dianjurkan.12

hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan VLDL
kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL
menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik,
sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan progresivitas
glomerulosklerosis.Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut
bersifat sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk
mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah
lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin).

hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan
1. osteoporosis dan osteopenia
Kebocoran metabolit vitamin D2.
Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama (lebih
dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan
vitamin D (125-250 IU).32 Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium
glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena

38
hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat terjadi
hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering
disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat
sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1
g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila
hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2
mg/kgbb intravena.

hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit
SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE
(angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium
channel blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai tekanan darah di bawah
persentil

V.8 Komplikasi
Komplikasi pada sindrom nefrotik dapat berasal dari penyakitnya sendiri ataupun
sekunder dari pengobatannya. Lima komplikasi utama yang berhubungan dengan
sindrom nefrotik idiopatik pada anak adalah infeksi, tromboembolisme, gangguan
ginjal, anasarka, hipovolemia dan retardasi pertumbuhan. Anak dengan sindrom
nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan lebih tinggi untuk menderita infeksi
bakteri karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin,
kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema
atau asites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi,
walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin
terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering
penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga
ditemukan sebagai penyebab.

39
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic


syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and
laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int  13 : 159.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
3. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease :
Clinical Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive
Clinical Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-13
4. Travis L, 2018. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 3 [(20) : screens].
Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm
5. Saing et. al 2015 hipertensi pada anak dan remaja, Sari pediatri vol.6 no.4
maret hal 159-165
6. Trihono dkk 2012, Konsesus tatalaksana sindrom nefrotik pada anak
IDAIedisi ke dua
7. Fitzpatrick, M. M. (2007). Clinical Pediatric Nephrology. BJU
International, 99(4), 938–938. https://doi.org/10.1111/j.1464-
410x.2007.06821.x
8. Netter,et al.(2013). Renal System: Systemic Lupus Erythematosus
9. Indonesia Rheumatology Association(2018).Konsensus Lupus
10. Maxine A,Papadis,MD.C urrent Medical Treatment (2020), 113-16

40
LAMPIRAN

Saat pasien di HCU RSUD Dabo Singkep kondisi pasien saat kunjungan rumah

Lingkungan dan Rumah Pasien, tampak got besar disisi rumah dan tanpa teras.

41

Anda mungkin juga menyukai