SIROSIS HATI
Dokter Pendamping :
dr. Reni Hidayani, M.Kes
Disusun oleh :
dr. James Claudio Fresky
dr. Sylvia Pratiwi
SIROSIS HATI
Mengetahui :
SIROSIS HATI
Mengetahui :
Laporan kasus ini disusun sebagai upaya integrasi keilmuan terhadap kenyataan kasus
yang terjadi pada pasien di rumah sakit. Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini,
dapat dihasilkan suatu pemahaman yang utuh, integratif dan aplikatif mengenai seluk beluk
penyakit yang dibahas dalam laporan kasus ini.
Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna dari segi isi
maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan masukan berupa
kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini dapat berguna bagi kita semua.
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… v
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………... 1
3.1. Anamnesis……………………………………………………………. 22
3.1.1. Identitas Pasien………………………………………………… 22
3.1.2. Autoanamnesa………………………………………………….. 22
3.6. Penatalaksanaan……………………………………………………… 29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 36
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, yang ditandai dengan rusaknya struktur hati dan
pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hati dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian
per tahun di Amerika Serikat sejak perang dunia ke II, sehingga sirosis hati menjadi salah
satu penyebab kematian yang paling menonjol dan termasuk sepuluh besar penyebab
kematian di Amerika Serikat dan Korea. Setiap tahunnya ada tambahan 2000 kematian yang
disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure). FHF dapat disebabkan
hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita
phalloides atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai
macam penyebab lain yang jarang ditemukan.1,2
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari beberapa
laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis klinis saja dapat
dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam umumnya
berkisar antara 3,6 - 8,4% di Jawa dan Sumatera, sedang di Sulawesi dan Kalimantan di
bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien
yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47, 4% dari seluruh pasien penyakit
hati yang dirawat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karina di Rumah sakit dr.
Kariadi Semarang menunjukkan bahwa pasien laki-laki lebih banyak menderita penyakit ini
daripada perempuan.2,3
Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50 % dan virus hepatis C sebesar 30-40 %, sedangkan 10-20 %
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Alkohol sebagai
penyebab sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada
datanya. 1
Angka kesakitan dan perawatan di rumah sakit yang tinggi dengan angka kematian
yang masih tinggi pula pada pasien sirosis dekompensata sangat erat kaitannya dengan
komplikasi yang terjadi seperti perdarahan varises esofagus, ensefalopati hepatik, peritonitis
bakterial spontan, sindrom hepatorenal dan transformasi keganasan.2
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit
kronik progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak
ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para praktisi
medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala
klinis dari sirosis hati.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk memahami tinjaun ilmu teoritis penyakit Sirosis Hati
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus Sirosis
hatiserta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga
mendapatkan prognosis yang baik.
1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang penyakit Sirosis
Hati.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai penyakit Sirosis
Hati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Sirosis hati adalah suatu keadaan penyakit hati kronis, yang merupakan tahap akhir
proses difus fibrosis hati progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran morfologi sirosis hati terdiri dari fibrosis difus,
nodul regeneratif, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vascular
intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatica) dan eferen
(vena hepatica). Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular. Penyakit sirosis
hepatis memiliki periode laten yang panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan
abdomen dengan atau tanpa nyeri, hematemesis, edema dan ikterus. Pada stadium lanjut
gejala utamanya berupa asites, jaundice, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat
yang dapat berakhir menjadi koma hepatikum.1,4
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di
bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada
kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.5
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme, di inferior oleh fisura dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh
fisura dinamakan dengan ligamentum venosum. Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari
lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu: lobus kanan atas, lobus caudatus, dan
lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul Glisson dan
dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan permukaaannya.5
Hati disuplai oleh 2 pembuluh darah yaitu vena porta hepatica yang berasal dari
lambung dan usus, yang kaya akan nutrient seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral dan arteri hepatica, cabang dari arteri koliaka yang kaya akan
oksigen.5
Unit fungsional hati disebut acinus yang terdiri dari lapisan parenchym yang dialiri
oleh pembuluh darah dan limfe. Parenchym hati terdiri dari satu lapisan sel hati yang
dipisahkan oleh sinusoid. Pada sinusoid terdapat Kupffer cell yang bertindak sebagai
makrofaq dan stellate cell (lypocytes) yang berperan dalam terjadinya fibrosis. 6
1. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrisi (karbohidrat, protein, lemak)
setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna.
2. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormone serta obat dan senyawa
asing lain.
3. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk pembekuan darah
dan untuk mengangkut hormone steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah.
4. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Mengaktifkan vitamin D yang dilakukan hati Bersama dengan ginjal.
6. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya makrofag residennya.
7. Mengekresikan kolesterol dan bilirubin , bilirubin merupakan produk penguraian yang
berasal dari destruksi sel darah merah tua.
2.3. Epidemiologi
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang
berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia, sirosis
hati menempati urutan ke -7 penyebab kematian dengan penderita sirosis hati lebih banyak
dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita dengan rasio sekitar 1,6 : 1 dengan
umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 –
49 tahun. Adapun pada laporan kasus ini, pasien berjenis kelamin wanita dengan usia 57
tahun yang menderita penyakit sirosis hati.4
Insiden sirosis hati di Amerika Serikat diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebab sirosis hati sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non alkoholik
steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia, data prevalensi penderita sirosis hati secara
keseluruhan belum ada. Di Asia Tenggara, penyebab utama sirosis hati adalah hepatitiss B
(HBV) dan C (HCV). Angka kejadian sirosis hati di Indonesia akibat hepatitis B berkisar
antara 21,2 – 46,9 % dan hepatitis C berkisar 38,7 – 73,9 %. 4
2.4. Etiologi
Di negara barat, sirosis hati sering kali terjadi akibat pengkonsumsian alkohol
sedangkan di Indonesia paling sering penyebab infeksi adalah infeksi virus Hepatitis B
maupun Virus hepatitis C.1,4,7
Penyakit Infeksi
Defisiensi α1-antiripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Hemokromatosis
Penyakit Wilson
2.5. Patofisiologi
PATOFISIOLOGI
Hepa titis virus a lkoholisme
Nekrosis
pa renkim ha ti
Pembentuka n
ja ringa n ika t
Patogenesis Sirosis hepatis sangat terkait dengan proses fibrosis hati. Kondisi fibrosis
tersebut menggambarkan proses yang tidak seimbang antara produksi matriks ekstraselular
dengan proses degradasinya. Matriks ekstraselular tersebut diantaranya terdiri dari kolagen
(Tipe I, II, III, IV), glikoprotein dan proteoglikan. Sel stellate dalam ruang perisinusoidal
memiliki peran utama dalam produksi matriks ekstraselular tersebut setelah terjadi cedera
pada hepar. Aktivasi sintesis matriks ekstraselular terjadi oleh berbagai faktor parakrin. 8
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik reversible pada parenkim hati
disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cedera fibrosis), pembentukan nodul
degenerative ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis
hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat,
distorsi jaringan vascular berakibat pembentukan vascular intra hepatik antara pembuluh
darah aferen (vena porta dan arteri hepatica) dan eferen (vena hepatica) dan regenerasi
nodular parenkim hati sisanya.4
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati. Aktivasi ini
dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel Kupffer. Pembentukan matrix
ekstraselular disebabkan adanya pembentuk jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan oleh sel
stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming growth factor β (TGF -
β) dan tumor necrosis factors (TNF α ¿ .4,9
Beberapa hal yang sering menyebabkan lesi pada hati, yakni: perlemakan hati
alkoholik, sirosis alkoholik, dan hepatitis alkoholik. Cedera hati alkoholik diperkirakan
diakibatkan beberapa hal, yakni: hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol
meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah
yang jauh dari aliran darah yang teroksigensi (daerah perisentral), pelepasan intermediate
oksigen relatif, protease dan sitokin, formasi acetaldehid-protein adducts berperan sebagai
neoantigen dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang
menyerang hepatosit pembawa antigen, dan pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif
dari jalur etanol. Pathogenesis fibrosis alkoholik meliputi tumor necrosis factors (TNF α ¿ .,
interleukin-1, (platelet derived growth factor-(PDGF), dan transforming growth factor β
(TGF - β).4,8
2.6. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi menurut Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :10
Prothrombin time
> 70 40 - < 70 < 40
(Quick%)
Minimal – sedang
Std 1 dan II
Hepatic Std III dan IV
Tidak ada Terkontrol
Enchephalopathy Kurang terkontrol
dengan terapi
2.7.1. Anamnesis1
Pada pasien sirosis dapat mengalami keluhan dan gejala klinis akibat komplikasi
dari sirosis hepatis nya. Pada beberapa pasien komplikasi ini dapat menjadi gejala pertama
yang membawa pasien datang ke dokter. Pasien sirosis hepatis dapat tetap berjalan
kompensata selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata yang dapat
dikenal dari timbulnya bermacam-macam komplikasi seperti hipertensi portal yang
menyebabkan asites, ensepalopati, splenomegaly, varises esophagus yang dapat
menyebabkan hematemesis dan melena.4
S = Spider Nevi
E = Eritema Palmaris
K = Kolateral Vein
A = Asites
S = Splenomegali
I = Invers Albumin-Globulin
H = Hematemesis Melena
Status nutrisi, demam, fetor hepatikum, icterus, pigmentasi, purpura, clubbing finger,
white nails, spider naevi, eritema palmaris, ginekomastia, atrofi testis, distribusi rambut
tubuh, pembesaran kelenjar parotis, kontraktur dupuytren- (dapat ditemukan pada
sirosis akibat alkoholisme namun dapat juga idiopatik), hipogonadisme, asterixis
bilateral, tekanan darah.
Abdomen : asites, pelebaran vena abdomen, ukuran hati bisa membesar/normal/kecil,
splenomegaly.
Edema perifer
Perubahan neurologis : fungsi mental, stupor, tremor.
Pada sirosis hati akan di jumpai kelainan pada pemeriksaan laboratorium terutama
pada test fungsi hati. Kelainan tersebut antara lain:1,4
1. Terjadi peningkatan tetapi tidak begitu tinggi pada pemeriksaan serum glutamil
oksalo asetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT). Biasanya
SGOT > SGPT.
2. Alkali fosfatase terjadi peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
3. Bilirubin akan meningkat pada sirosis lanjut tetapi terkadang normal pada sirosis
hati kompensata.
4. Albumin akan menurun dan globulin akan meningkat, rasio albumin dan globulin
terbalik
5. Waktu protombin akan mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, pada
sirosis maka waktu protombin akan memanjang.
6. Kadar natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan asites, periksa
ureum kreatinin, timbang setiap hari, ukur volume urin 24 jam dan ekskresi natrium
urin.
7. Adanya kelainan hematologi seperti anemia, trombositopenia, leukopenia, dan
neutropenia dikaitkan dengan hipersplenisme.
Pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari penyebabnya :4
Pada pemeriksaan USG (Ultrasonografi) pada penderita sirosis hati biasanya didapati
hati yg mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas
parenkim hati, ekostruktur kasar homogen/heterogen pada sisi superficial, sisi profunda
ekodensitas menurun, vena hepatica sempit dan berkelok-kelok. Pada pemeriksaan USG kita
juga bisa melihat apakah adanya asites, splenomegaly, thrombosis vena porta dan pelebaran
vena porta. Gambaran asites tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra
abdominal dengan dinding abdomen.1,4
Pemeriksaan MRI dan CT konvensional informasinya sama dengan hasil USG, MRI
dan CT konvensional relatif mahal, bisa digunakan untuk menentukan derajat beratnya
Sirosis hepatis dengan menilai ukuran lien, asites dan kolateral vaskuler. Ketiga alat diatas
juga dapat untuk mendeteksi adanya karsinoma hepatoseluler. Untuk skrining hepatoma
dengan mengecek AFP.1,4
2.8. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa
Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat ditegakkan
dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang telah
diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan esofagugastroduodenoskopi dilakukan untuk memeriksa
adanya varises di esofagus dan gaster pada penderita sirosis hati. Selain untuk diagnostik
dapat pula digunakan untuk pencegahan dan terapi varises esofagus. Gold standard dalam
menegakkan diagnosis sirosis hati adalah dengan melakukan biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan bila secara
klinis, pemeriksaan laboratoris, dan radiologi menunjukkan kecenderungan sirosis hati.
Walaupun biopsi hati resikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan
kematian. 4,10
Gambar 2.3. Algoritma biopsi pada pasien dengan hepatitis virus kronis (Alwi I, 2015)1
2.9. Komplikasi1,10
Morbiditas dan mortalitas sirosis hati tinggi akibat komplikasi yang ditimbulkannya.
Komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis antara lain:
2.10. Penatalaksanaan4,9,10
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba dengan interferon
alfa dan lamivudin.
Pada sirosis alkoholik, maka pengobatan utama adalah menghentikan secara total
konsumsi alkohol oleh pasien.
Pada sirosis non alkoholik dapat diterapi dengan penurunan berat badan.
Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif
Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon dan ribavirin
merupakan terapi standar.
Pada sirosis akibat sindrom metabolik :
a. Hemachromatosis dengan phlebotomy
b. Wilson disesase dengan Copper Chelator (pengurangan tembaga)
c. Defisiensi alpha-1-antitrypsin dengan transplantasi
d. Galaktosemia dengan mengurangi produksi air susu
e. Tyrosinemia dengan mengurangi konsumsi tyrosin
d. Pengobatan fibrosis hati
Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada peradangan dan tidak
terhadap fibrosis.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti:
a. Asites
1. Tirah baring
2. Diet rendah garam sebanyak 5,2gr/hari
3. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Mengingat
salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia
(khususnya penggunaan furosemid) dan hal ini dapat mencetuskan
ensefalopati hepatik, maka pilihan utama diuretik adalah spironolakton,
dan dimulai dengan dosis rendah 100-200 mg, serta dapat dinaikkan
dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya
belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid 20-
40mg/hari (dengan pengawasan terhadap kadar kalium darah).
4. Punksi ascites. Punksi ascites dilakukan bila asites sangat besar. Dapat
dilakukan punksi ascites sebanyak 4-6 liter/hari, dengan catatan harus
dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan.
b. Ensefalopati hepatik
Suatu syndrome neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati
menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai
ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati
disebabkan adanya faktor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro
intestinal, obat-obat yang hepatotoxic. Untuk mencegah ensefalopati hepatik,
maka diberikan preparat laktulak (laktulosa) karena dapat membantu
mengeluarkan amonia dari tubuh pasien. Selain itu juga diberikan Kanamisin
untuk membunuh bakteri-bakteri yang menghasilkan amonia di dalam usus.
c. Varises esofagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat beta blocker
(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotika seperti cefotaxime intravena, atau aminoglikosida.
2.11. Prognosis1,4
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Indeks hati dapat
dipakai untuk menentukan prognosis sirosis hati dengan hematemesis melena yang mendapat
terapi medik. 1,4
Sistem penilaian Child-Turcotte -Pugh1
Kriteria 1 2 3
Klasifikasi A B C
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
3.1. ANAMNESIS
3.1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. AP
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 57 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Status : Kawin
Alamat : Jl. Bawang Putih LK. VI Bandar Sakti
Tanggal MRS : 09 Mei 2020
Pukul : 16.25 WIB
3.1.2. AUTOANAMNESA
Keluhan Utama : BAB Hitam
Telaah :
Ny. AP, umur 57 tahun datang ke IGD RSU Sri Pamela Tebing Tinggi dengan
keluhan BAB hitam yang sudah dialami os selama 3 hari SMRS dengan frekuensi
> 3x/hari, disertai muntah darah sebanyak 1 x, os tampak pucat, lemas, dan kedua
mata kuning (+), mual (+), muntah (+), demam (-), batuk (-), BAK seperti teh (+).
Os juga mengeluh dada terasa menyesak, nyeri ulu hati (+), perut semakin membesar,
disertai kedua tangan dan kaki os bengkak. Os mengaku pernah mengalami keluhan
yang sama 1 bulan yang lalu., dan os menyangkal tidak pernah meminum minuman
keras, pemakaian obat pereda nyeri dan tidak pernah menderita penyakit hepatitis.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Sirosis hepatis, DM (-), Hepatitis (-)
Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang
mengalami keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat Pemakaian Obat : Disangkal
Abdomen
Inspeksi : Perut membesar (+), venektasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastik (+), defan muskuler (-),
hepar tidak teraba, spleen tidak teraba
Perkusi : Shifting dullness (+), Ascites (+)
Auskultasi : Peristaltik usus normal, tes undulasi (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Extremitas
Atas : Kedua tangan bengkak (+), akral hangat
Bawah : Kedua kaki bengkak (+), ulcus (-)
Darah Rutin
Hematokrit 17,6 45 – 50 %
MCV 102 79 – 96 fL
MCH 34 27 – 33 pg
RDW 15,6 %
Kimia Darah
Fungsi Ginjal
Elektrolit
Tanggal 12/05/2020
Fungsi Hati
Feses Rutin
Mikroskopis
Konsistensi Lembek
Makroskopis
Eritrosit >10
Leukosit 2-3
Telur Negatif
Kista Negatif
Trich Negatif
Lemak Negatif
Bakteri Negatif
Tanggal 13/05/2020
Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hematokrit 20,4 45 – 50 %
MCV 89 79 – 96 fL
MCH 30,6 27 – 33 pg
RDW 17,1 %
Fungsi Ginjal
Elektrolit
Tanggal 15/05/2020
Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hematokrit 21,5 45 – 50 %
MCV 88,7 79 – 96 fL
MCH 30,1 27 – 33 pg
RDW 18,6 %
3.6. Penatalaksanaan :
Konsul dr. Siti Fatimah Hasibuan, Sp.PD
IVFD Dextrose 5 % 10 gtt/i mikrodrips
Inj. Omeprazole 1 amp/12 jam
Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam
Inj. Kalnex 1 amp/8 jam
Inj. Furosemid 40 mg/12 jam
Spironolactone tab 100 mg 2x1
Lactulac 3x1
Propanolol tab 10 mg 3x1
Rencana tranfusi PRC 500 cc
3.7. Pemeriksaan Anjuran
Darah lengkap
KGD Sewaktu
Faal Hati dan ginjal
Elektrolit
Feses rutin
Pemeriksaan USG abdomen , Foto thoraks PA
BAB IV
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
Tanggal Assesment
- Terapi lanjut
13/05/2020 S: Badan lemas, perut membesar, nyeri dikaki
P : - Terapi dilanjutkan
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan BAB hitam yang sudah dialami pasien selama 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa os muntah darah ,
tampak pucat dan lemas disertai mual dan muntah, dada terasa menyesak, nyeri ulu hati,
perut semakin membesar disertai kedua tangan dan kaki bengkak. Hal ini sesuai dengan
gejala klinis dari sirosis hati stadium dekompensata dengan gejala perdarahan saluran cerna,
perut membesar, mudah lelah, edema tungkai disertai dengan dyspepsia.
Dari hasil anamnesis os tidak memiliki kebiasaan minum alkohol, tidak memiliki
riwayat menderita penyakit hati. Teori mengatakan bahwa faktor resiko dari sirosis hati
adalah memiliki riwayat kebiasaan meminum alkohol, pemakaian obat hepatotoksik, riwayat
tranfusi darah , penyakit autoimun, dan riwayat infeksi virust hepatitis B dan C kronis.
Pada pemeriksaan fisik awal di IGD didapatkan pada konjungtiva os tampak pucat,
sclera os tampak ikterik, pada abdomen didapatkan perut tampak asites, hati yang mengecil
dan juga terdapat edema perifer tangan dan kaki. Hal ini sesuai dengan temuan pada
pemeriksaan fisik pasien dengan sirosis hati yaitu icterus, abdomen tampak asites, ukuran hati
mengecil, edema perifer dan tanda -tanda khusus dari sirosis hati menurut kriteria Suharyono-
Subandiri yaitu : Spider naevi, Eritema Palmaris, Kolateral Vein, Asites, Splenomegali ,
inverted albumin/globulin dan Hematemesis-Melena.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan hasil sebagai berikut
hemoglobin 5,8, leukosit 18.700, trombosit 106.000. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada
pasien sirosis sering terjadi anemia, trombositopenia dikaitkan dengan hipersplenisme.
Pemeriksaan faal hati pasien ini dengan nilai SGOT 58 dan SGPT 22, bilirubin total 2,5 dan
bilirubin direct 1,3. Hal ini sesuai dengan teori pada pemeriksaan tes biokimia hati pada
pasien sirosis hati dengan SGOT/SGPT dapat meningkat tetapi tidak begitu tinggi, biasanya
SGOT lebih dominan meningkat dibanding SGPT, dan dapat normal. Bilirubin dapat normal
ataupun meningkat pada pasien sirosis hati. Pemeriksaan faal ginjal pasien ini didapatkan
Ureum 114, Kreatinin 1,7; Asam urat 6,2, hal ini terjadi akibat gangguan pada ginjal yang
dikaitkan dengan defisiensi hormon eritropoetin pada ginjal yang menyebabkan pasien sirosis
hati menjadi anemia.
Pada hasil USG abdomen pada pasien ini hepar ukuran mengecil dan vascular
intrahepatic masih membaik. Hal ini sesuai dengan teori hasil USG pasien sirosis lanjut pada
umumnya hati mengecil, nodular, permukaan irregular, peningkatan ekogenitas parenkim
hati, vena hepatica sempit dan berkelok-kelok.
Selama pasien menjalani perawatan di rumah sakit, pasien mendapatkan terapi infus
Dextrose 5 % 10 gtt/i mikrodrips, injeksi omeprazole 1 amp/12 jam, inj. Cefotaxime 1 gr/12
jam, inj. Kalnex 1 amp/8 jam, inj. Furosemide 40 mg/12 jam, Spironolactone 100 mg 2x1,
lactulac 3x1, Propanolol 10 mg 3x1, dan pasien mendapat tranfusi darah PRC. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa Furosemide dan spironolactone diberikan sebagai antidiuretic untuk
mengatasi komplikasi asites, Lactulac diberikan pada pasien untuk mencegah komplikasi
ensefalopati hepatikum. Terapi propanolol sebagai terapi komplikasi dari varises esophagus
dan pemberian antibiotik cefotaxime yang diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
DAFTAR PUSTAKA