Anda di halaman 1dari 47

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. M. ZEIN
PAINAN
Periode 04 Juli – 27 Agustus 2022

BANGSAL NEUROLOGI
“STROKE INFARK”

Preseptor :

dr. Mella Berti Adriyani, Sp.N


apt. Ida Asnalida, S. Farm

DISUSUN OLEH :

Ni Wayan Sri Tanjung S.Farm 2130122221


Noni Afriva Sari S.Farm 2130122222
Nur Aulia Batasunah S.Farm 2130122223

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Case Study
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
M. Zein Painan.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak
mendapatkanbantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Mella Berti Adriyani, Sp.N dan ibu apt. Ida Asnalida, S. Farm
selaku preseptor yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan Case Study ini dapat
diselesaikan.
2. Ibu Dr. apt. Eka Fitrianda, M. Farm selaku Dekan Fakultas Farmasi yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan
arahan sehingga laporan case study ini dapat di selesaikan.
3. Ibu apt. Sanubari Rela Tobat M.Farm dan Ibu apt. Lola Azyenela M.Farm
selaku dosen pembimbing PKPA RSUD M. Zein Painan
4. Ibu apt. Okta Fera, S.Si., M. Farm selaku ketua Progam Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Perintis Indonesia.
5. Staf instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Zein Painan
yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan laporan Case Study ini.
6. Staf perawat yang bertugas di bangsal neurologi Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. M. Zein Painan yang telah memberikan bantuan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan Case Study ini.

Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan, yang


telah diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
untuk perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya
tentang pelayanan klinis Farmasi Rumah Sakit mengenai “Stroke Infark”.

i
Penulis menyadari laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak.

Painan, Juli 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan Umum................................................................................................... 4
1.4 Tujuan Khusus .................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 5
2.1 Definisi Stroke Infark ....................................................................................... 5
2.2 Klasifikasi Stroke Infark .................................................................................. 6
2.3 Etiologi Stroke Infark ....................................................................................... 6
2.4 Faktor Resiko ................................................................................................... 6
2.4.1 Faktor Risiko Potentially Modifiable (berpotensi dapat dimodifikasi) ..................... 7
2.5 Patofisiologi Stroke Infark ............................................................................... 8
2.6 Etiologi Stroke Infark ..................................................................................... 10
2.7 Manifestasi Klinis........................................................................................... 10
2.8 Diagnosis ........................................................................................................ 11
2.9 Terapi.............................................................................................................. 12
2.9.1 Tujuan Terapi ......................................................................................................... 12
2.9.2 Pendekatan Umum ................................................................................................. 13
2.9.3 Terapi Non Farmakologi ........................................................................................ 13
2.9.4 Terapi Farmakologi ................................................................................................ 14
2.10 Tinjauan Obat ............................................................................................... 16
BAB III TINJAUAN KHUSUS ............................................................................... 25
4.1 Identitas Pasien ............................................................................................... 25
3.2 Riwayat Penyakit ............................................................................................ 25
3.2.1 Keluhan Utama ...................................................................................................... 25
3.2.2 Riwayat Pemeriksaan ............................................................................................. 25
3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu .................................................................................. 25
3.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................... 26
3.4 Data Laboratorium ......................................................................................... 26
3.4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ........................................................................... 26
3.5 Diagnosis ........................................................................................................ 27

iii
3.6 Penatalaksanaan.............................................................................................. 27
3.7 Follow up ........................................................................................................ 28
3.8 Analisa Terapi ................................................................................................. 34
3.8.1 Lembar Pengobatan Pasien di Bangsal Neurologi .................................................. 34
3.9 Analisa Drug Related Problem (DRP) ........................................................... 35
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................ 39
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................... 41
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 41
4.2 Saran ………………………………………………………………………………..41

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark

miokard dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia.

Dampak stroke tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga oleh

keluarga dan masyarakat disekitarnya. Penelitian menunjukkan kejadian

stroke terus meningkat di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.

Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit

stroke tahun 2011. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan

17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab

kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke

mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh stroke non

hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya

mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat

sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan.

Stroke adalah suatu keadaan dimana ditemukan tanda klinis yang

berkembang cepat berupa defisit neurologic fokal dan global, yang dapat

memberat dan berlangsung lama selama 24 jam atau lebih dan atau dapat

menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vascular. Selain itu, penyakit stroke juga merupakan faktor penyebab

demensia dan depresi. Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke hemoragik dan

stroke non hemoragik. Diperkirakan stroke non hemoragik (iskemik)

mencapai 85% dari jumlah stroke yang terjadi.

Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor

1
pencetus dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang

menyebabkan masalah penyakit vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi,

diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan stres. Pada kenyataannya, banyak

klien yang datang ke rumah sakit dalam keadaan kesadaran yang sudah jauh

menurun dan stroke merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan

penanganan yang cukup lama.

Pada kasus yang terjadi di Rumah Sakit tempat melaksanakan Praktek

Kerja Profesi Apoteker, terdapat pasien yang didiagnosa dokter mengalami

Stroke Non Hemoragik atau Stroke Iskemik.Stroke adalah kondisi yang

terjadi ketika sebagaian sel – sel otak mengalami kematian akibat gangguan

aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Stroke

dapat menyebabkan lumpuh sebagian tubuh, kehilangan keseimbangan,

kehilangan pengelihatan, kehilangan pendengaran, tidak mampu untuk

memahami kata-kata hingga kesulitan bicara (Yulianto, 2011). Kecelakaan

serebrovaskuler atau stroke merupakan penyebab kematian nomor dua serta

penyebab utama nomor tiga dari kelumpuhan fisik di dunia (Johson, Onuma,

Owolabi&Sachdev, 2016).

Menurut Riskesdas tahun 2013 kasus stroke tertinggi berdasar

diagnose tenaga kesehatan adalah pada usia >75 tahun sebesar (43,1%)

sedangkan menurut Riskesdas tahun 2018 kasus stroke pada usia >75 tahun

meningkat sebesar (7,1%) menjadi (50,2%). Sama hal nya dengan kasus

stroke terendah berdasar diagnosa tenaga kesehatan pada rentang usia 15-24

tahun juga mengalami peningkatan sebesar (0,4%), pada tahun 2013 sebesar

(0,2%) menjadi (0,6%) pada tahun 2018. Prevalensi stroke berdasarkan jenis

kelamin menurut Riskesdas 2013, jenis kelamin laki-laki (7,1%), jumlahnya

2
meningkat (3,9%) menjadi (11,0%) di tahun 2018, sedangkan pada

perempuan sebesar (6,8%), meningkat (4,1%) menjadi (10,9%) di tahun

2018.

Stroke dibagi menjadi dua menurut penyebabnya yaitu stroke iskemik

atau stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik disebabkan

oleh tersumbatnya pembuluh darah pada otak oleh plak (materi yang terdiri

dari protein, kalsium, serta lemak) sehingga aliran oksigen yang melewati

pembuluh arteri menjadi terhambat. Sedangkan stroke hemoragik merupakan

stroke yang disebabkan karena adanya perdarahan di otak akibat dari

pecahnya pembuluh darah otak (Lingga, 2013). Stroke termasuk penyakit

kronis degeneratif dan bukan disebabkan oleh infeksi kuman. Penyakit lain

yang termasuk adalah penyakit Jantung, Diabetes Militus, Kanker, Penyakit

Paru Obstruktif Kronik, Cedera dan Gangguan Indera dan Fungsional

(Kemenkes, 2019).

Begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stroke,

factor risiko terjadinya stroke terbagi lagi menjadi faktor risiko yang dapat

dirubah dan faktor risiko yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko yang tidak

dapat dirubah dan dikontrol pengaruhnya terhadap kejadian stroke,

diantaranya yaitu faktor keturunan, ras, umur dan jenis kelamin. Sedangkan

faktor risiko yang dapat dirubah yaitu hipertensi, penyakit kardiovaskuler,

diabetes mellitus, merokok, alcohol, peningkatan kolestrol, dan obesitas.

Berdasarkan uraian diatas laporan ini akan membahas tentang

penyakit Stroke Ifark , serta terapi yang tepat diberikan kepada pasien selama

mengalami perawatan di Rumah Sakit.

3
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Stroke Infark?

2. Apa saja pengobatan yang tepat bagi pasien Stroke Infark?


1.3 Tujuan Umum
Mengetahui Terapi Pengobatan yang di berikan di bangsal Neurologi RSUD
dr. M Zein Painan
1.4 Tujuan Khusus
1. Untuk mengertahui kemungkinan terjadinya Drug Relate Problem'S (DRP's)
obat-obatan yang diberikan kepada pasien.
2. Untuk mengetahui solusi jika terjadi Drug Related Problem's (DRP's) obat-
obatan yang diberikan kepada pasien.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke Infark


Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal dan atau

global, yang muncul mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi saraf pada stroke

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan saraf tersebut

menimbulkan gejala antara lain : kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak

lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan,

dan lain-lain (Riskesdas, 2013).

Stroke melibatkan onset mendadak defisit neurologis fokal yang berlangsung

setidaknya 24 jam dan diduga berasal dari pembuluh darah (Dipiro, 2015). Stroke

merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat

terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun

sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang

dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian. Gangguan peredaran darah

otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak.

Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.

Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron).

Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).

5
2.2 Klasifikasi Stroke Infark
Berdasarkan etiologinya, stroke diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan

stroke hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri serebral; trombotik atau

aterosklerotik, embolik dan oklusi mikroartik, “lacunar stroke”. Stroke hemoragik

terutama disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah atau aneurisma spontan atau sekunder

akibat trauma.

2.3 Etiologi Stroke Infark

Stroke iskemik disebabkan oleh pembentukan trombus lokal atau oleh fenomena

embolik, mengakibatkan oklusi arteri serebral. Aterosklerosis pembuluh darah serebral

merupakan penyebab utama stroke iskemik. Emboli dapat timbul baik dari arteri

intrakranial atau ekstrakranial (termasuk lengkung aorta) atau seperti halnya pada 20%

dari semua stroke iskemik. Emboli kardiogenik diduga terjadi jika pasien mengalami

fibrilasi atrium secara bersamaan, penya kit jantung valvular, atau kondisi jantung lainnya

yang dapat menyebabkan pembentukan gumpalan. Membedakan antara emboli jantung

dan penyebab lain stroke iskemik penting dalam menentukan farmakoterapi jangka

panjang pada pasien tertentu.

2.4 Faktor Resiko

Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan kelompok

faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang

normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini antara lain usia,

6
jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga, serta riwayat serangan transient

ischemic attack atau stroke sebelumnya. Kelompok faktor risiko yang dapat dimodifikasi

merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi, yang meliputi

hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung, merokok, alkohol, obesitas,

dan penggunaan kontrasepsi oral

2.4.1 Faktor Risiko Potentially Modifiable (berpotensi dapat dimodifikasi)

Sedangkan untuk faktor risiko potentially modifiable (berpotensi dapat

dimodifikasi) meliputi migrain (sakit kepala sebelah), penyalahgunaan penggunaan

narkoba dan alkohol, radang dan infeksi, dan tingginya kadar lipoprotein. (Dipiro et al.,

2017).

a) Migrain

Terjadinya migrain yang sering ini memiliki hubungan dengan faktor risiko

serangan stroke (PERDOSSI, 2011). Migrain atau sakit kepala terjadi karena tegangan

(kontraksi otot) yang disebabkan oleh hipertensi, peningkatan tekanan intrakranial, trauma

atau tumor kepala, dan perdarahan atau aneurisma intrkranial (Kowalak J, 2014).

b) Penyalahgunaan narkoba dan alkohol

Penyalahgunaan narkoba dan konsumsi alkohol dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah atau hipertensi yang dapat memicu terjadinya stroke hemoragik

(PERDOSSI, 2011). Karena terjadinya stroke hemoragik dipengaruhi oleh faktor tekanan

darah atau hipertensi (Presley, 2014).

c) Radang dan infeksi

Pasien yang mengalami inflamasi seperti halnya pada penderita rheumatoid

arthritis (RA) harus diwaspadai terkait dengan faktor risiko terjangkit stroke yang tinggi

(PERDOSSI, 2011).

7
d) Kadar lipoprotein tinggi

Pada pasien dengan kadar lipoprotein yang tinggi dengan diberikannya terapi

niacin dapat bermanfaat sebagai pencegahan stroke iskemik (PERDOSSI, 2011). Niacin

digunakan untuk penanganan aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya penyumbatan

pembuluh darah pada stroke iskemik. Niacin memiliki mekanisme kerja dengan

menghambat aktivitas enzim katalisator dalam pembentukan trigliserida yang efektif

dalam menurunkan kadar lipoprotein (Murbawani, 2017)

2.5 Patofisiologi Stroke Infark

Pada aterosklerosis karotid, akumulasi lipid dan progresif sel-sel inflamasi di

dalam arteri yang terkena, dikombinasikan dengan hipertrofi sel otot polos arteri dan

menghasilkan plak. Akhirnya, stres dapat menyebabkan pecahnya plak, paparan kolagen,

agregasi trombosit, dan pembentukan gumpalan. Jika gumpalan tetap berada didalam

pembuluh darah, maka dapat menyebabkan penyumbatan lokal atau emboli masuk

kedalam aliran darah yang akhirnya bermuara di pembuluh darah otak. Dikasus emboli

jantung, stasis darah di atrium atauventrikel jantung mengarah pada pembentukan

gumpalan lokal yang bisamenjadi lepas dan melakukan perjalanan langsung melalui aorta

kesirkulasi otak. Hasil akhir dari pembentukan kedua thrombus dan emboli adalah oklusi

arteri, mengurangi aliran darah otak dan menyebabkan iskemia distal ke oklusi.

Aliran darah otak normal rata-rata 50 mL / 100 g per menit, danini dipertahankan

melalui berbagai tekanan darah (arteri rata-rata tekanan 50 hingga 150 mmHg) dengan

proses yang disebut autoregulasi otak. Pembuluh darah otak melebar dan menyempit

sebagai respons terhadap perubahan tekanan darah, tetapi proses ini dapat terganggu oleh

aterosklerosis dan cedera akut seperti stroke. Saat aliran darah otak lokal berkurang

dibawah 20 mL / 100 g per menit, terjadi iskemia dan ketika pengurangan lebih lanjut di

bawah 12 mL / 100 g per menit bertahan. Kerusakan permanen pada otak terjadi dan ini

8
disebut infark. Jaringan yang iskemik tetapi mempertahankan integritas membran disebut

sebagai penumbra iskemik karena biasanya mengelilingi infarkinti. Penumbra ini

berpotensi diselamatkan melalui terapi intervensi.

Pengurangan dalam pemberian nutrisi ke sel iskemik akhirnya menyebabkan

penipisan fosfat berenergi tinggi misalnya adenosin triphosphate (ATP) diperlukan untuk

pemeliharaan membran integritas. Selanjutnya, kalium ekstraselular terakumulasi, disaat

yang sama natrium dan air disaring secara intraseluler, menyebabkan pembengkakan sel

dan akhirnya lisis. Ketidak seimbangan elektrolit juga menyebabkan depolarisasi sel dan

masuknya kalsium ke dalam sel. Peningkatan kalsium intraseluler menghasilkan aktivasi

lipase, protease, endonuklease dan pelepasan asam lemak bebas dari fosfolipid membran.

Depolarisasi neuron menyebabkan rangsangan pelepasan asam amino, seperti glutamat

dan aspartat yang menyebabkan kerusakan total pada neuron saat dilepaskan secara

berlebihan. Akumulasi asam lemak bebas, termasuk asam arakidonat, menghasilkan

pembentukan prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas. Pada iskemia, besarnya

produksi radikal bebas melebihi sistem pengikatan normal. Hal ini meninggalkan molekul-

molekul reaktif untuk menyerang membran sel dan berkontribusi pada asidosis intraseluler

pemasangan. Semua peristiwa ini terjadi dalam 2 hingga 3 jam sejak awal iskemia dan

berkontribusi pada kematian sel.

Target selanjutnya untuk intervensi dalam proses patofisiologis terlibat setelah

iskemia serebral termasuk teraktivasi sel inflamasi, mulai dari 2 jam setelah timbulnya

iskemia dan berlangsung selama beberapa hari. Juga, inisiasi apoptosis (kematian sel yang

diprogram), diperkirakan terjadi berjam-jam setelah akut dan dapat mengganggu

pemulihan serta perbaikan jaringan otak.

9
2.6 Etiologi Stroke Infark

Stroke infark terjadi karena adanya obstruksi pada pembuluh yang mensuplai darah

ke otak. Hal yang mendasari terjadinya obstruksi adalah peningkatan deposit lemak yang melapisi

pembuluh darah atau biasa disebut sebagai ateroskelrosis. Kondisi ini kemudian menyebabkan dua

obstruksi yaitu trombosis serebral dan emboli serebral. Trombosis serebral mengacu pada trombus

(bekuan darah) yang berkembang di bagian pembuluh darah yang tersumbat. Emboli serebral

mengacu pada bekuan darah yang umumnya terbentuk 10 pada lokasi lain pada sistem peredaran

darah, biasanya jantung dan arteri besar di dada bagian atas dan leher. Sebagian dari pecahan

bekuan darah lepas, memasuki aliran darah dan berjalan melalui pembuluh darah otak hingga

mencapai pada pembuluh darah yang lebih kecil untuk dimasuki oleh plak tersebut. Penyebab

penting kedua terjadinya emboli adalah denyut jantung yang tidak teratur, yang dikenal sebagai

fibrilasi atrium. Ini menyebabkan kondisi dimana bekuan darah terbentuk di jantung kemudian

lepas dan berjalan ke otak (American Stroke Assosiation, 2016).

2.7 Manifestasi Klinis

Pasien tidak dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya, karena

penurunan kemampuan kognitif atau bahasanya. Informasi ini di dapatkan dari anggota

keluarga dan saksi lain. Pasien mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh,

ketidakmampuan berbicara, kehilangan penglihatan, vertigo atau jatuh. Stroke iskemia

biasanya tidak menyakitkan, tapi sakit kepala dapat terjadi dan lebih parah pada stroke

pendarahan. Pasien biasanya memiliki berbagai pertanda disfungsi sistem syaraf pada

pemeriksaan fisik. Penurunan spesifik bergantung pada daerah otak yang berpengaruh.

Penurunan hemi- atau monoparesis dan hemisensori biasa terjadi. Pasien dengan pengaruh

sirkulasi posterior dapat mengalami vertigo dan diplipia. Stroke sirkulasi anterior biasanya

terjadi dalam aphasia. Pasien juga dapat mengalami dysarthria, kerusakan daerah

penglihatan dan perubahan tingkat kesadaran.

10
2.8 Diagnosis

1. Tes laboratorium untuk keadaan hiperkoagulabilitas harus dilakukan hanya ketika

penyebab stroke tidak dapat ditentukan berdasarkan adanya faktor risiko yang

diketahui. Protein C, protein S dan antitrombin III paling baik diukur pada kondisi

stabil dari pada pada tahap akut. Antibodi antifosfolipid memiliki hasil yang lebih

tinggi tetapi harus dicadangkan untuk pasien berusia kurang dari 50 tahun dan

penderita yang memiliki beberapa kejadian trombotik vena atau arteri atau livedo

reticularis.

2. Computerized tomography (CT) adalah metode pencitraan yang paling berguna

segera dalam mengidentifikasi/membedakan pendarahan otak dari infark. Namun,

selama beberapa jam pertama setelah stroke iskemik, CT dapat menunjukkan

hanya perubahan halus atau sering tidak sama sekali. Pemindaian kepala tomografi

terkomputasi (CT) akan mengungkapkan area hiperintensitas (putih) di area

perdarahan dan akan menjadi normal atau hipointense (gelap) di area infark. Area

infark mungkin tidak terlihat pada CT scan selama 24 jam (dan jarang lebih lama).

Skala penilaian stroke yang digunakan bersama dengan CT dapat membantu

menyelesaikan ketidakpastian akibat pemindaian yang tidak meyakinkan. Di sisi

lain, magnetic resonance imaging (MRI) adalah metode investigasi yang lebih

disukai untuk stroke iskemik dan TIA. Kerugian MRI termasuk kurangnya

ketersediaan penyebaran luas dan waktu yang diperlukan untuk memproses

gambar, terutama karena fakta bahwa perawatan dalam therapeutic window akut

yang tersedia saat ini sangat penting untuk hasil pasien yang baik. Angiografi MR

atau CT menunjukkan pembuluh darah otak dan dapat menambahkan informasi

lebih lanjut seperti aneurisme, penyempitan segmental atau penyumbatan lengkap

pembuluh darah.

11
3. Pencitraan resonansi magnetic kepala akan mengungkapkan area iskemia dengan

resolusi lebih tinggi dan lebih awal dari CT scan. Pencitraan dengan pembobotan

difusi akan mengungkapkan infark yang berkembang dalam beberapa menit .

4. Study Dopler karotis akan menentukan apakah ada stenosis derajat tinggi diarteri

karotis. Ultrasonografi Doppler pembuluh carotid dan vertebra di leher menambah

informasi lebih lanjut dan sangat berguna dalam merekomendasikan pasien untuk

prosedur endovaskular endaterektomi atau perawatan trombolisis intravascular.

Satu analisis menemukan bahwa keberhasilan trombolisis langsung dan jangka

panjang berkolerasi dengan tempat oklusi sebagaimana ditentukan oleh

ultrasonografi Doppler.

5. Doppler transkranial dapat menentukan adanya sklerosis intrakranial (misalnya

stenosis arteri serebral tengah) .

6. Elektrokardiogram akan menentukan apakah terdapat atrial fibrilasi

7. Elektrokardiogram transthoracic dapat mendeteksi kelainan gerakan katup atau

dinding yang merupakan sumber emboli ke otak

8. Elektrokardiogram transesofagus adalah tes yang lebih sensitif untuk trombus

atrium kiri. Ini juga efektif dalam memeriksa lengkungan aortauntukatheroma,

sumber potensial emboli lainnya.

2.9 Terapi

2.9.1 Tujuan Terapi

Mengurangi luka system syaraf yang sedang berlangsung dan menurunkan

kematian dan cacat jangka panjang. Mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan

disfungsi system syaraf. Mencegah kekambuhan stroke.

12
2.9.2 Pendekatan Umum

Memastikan dukungan pernafasan dan pemeriksan stroke secara cepat dengan

CT-scan:

1. Pasien stroke iskemia menunjukkan dalam beberapa jam terjadinya gejala

seharusnya dievaluasi untuk terapi perfus.

2. Peningkatan tekanan darah seharusnya mengingatkan tidak terobatinya periode

akut (7 hari pertama) setelah stroke iskemia karena resiko penurunan aliran darah

ke otak dan gejala yang lebih buruk. Tekanan seharusnya diturunkan jika

meningkat hingga 220/120 atau terdapat pembedahan aortic, infark miokard akut,

edema pulmonary, atau ensefalopati hipersensitif. Jika tekanan darah diobati dalam

fase akut, senyawa parenteral kerja cepat (labetalol, nikardipin, nitrofusid) lebih

baik digunakan.

3. Pasien pendarahan stroke seharusnya diperiksa untuk mengetahui apakah mereka

perlu dioperasi melalui endovaskuler atau 10 pendekatan kraniotomi.

4. Setelah fase hiperakut lewat, perhatian ditujukan pada pencegahan penurunan

bertahap, minimalisir komplikasi dan merancang strategi pencegahan sekunder

yang tepat.

2.9.3 Terapi Non Farmakologi

a. Terapi Akut
Intervensi pada pasien stroke iskemik akut yaitu dilakukan bedah. Dalam

beberapa kasus edema iskemik cerebral karena infark yang besar, dilakukan kraniektomi

untuk mengurangi beberapa tekanan yang meningkat. Dalam kasus pembengkakan yang

signifikan yang terkait dengan infark cerebral dekompresi bedah bisa menyelamatkan

nyawa pasien.

13
Pada fase pendarahan subarachnoid oleh rusaknya ancurisme intracranial atau

cacat arteriovenosus, operasi untuk memotong atau memindahkan pembuluh darah penting

dilakukan untuk mengurangi kematian dan pendarahan. Pada pasien hematomas

intraserebral, insersi pada saluran pembuluh darah dengan pemantauan tekanan

intrakranial umum dilakukan. Operasi dekompresi hematoma masih diperdebatkan sebagai

penyelamat terakhir dalam kondisi terancamnya hidup.

b. Terapi Pemeliharaan

Terapi non farmakologi juga diperlukan pada pasien pasca stroke pendekatan

interdisiplinier untuk penanganan stroke yang mencakup rehabilitasi awal sangat efek

dalam pengurangan stroke berulang pada pasien tertentu selain itu modifikasi gaya hidup

dan faktor resiko juga penting untuk menghindari adanya kekambuan stroke, misalnya

pada pasien yang merokok, konsumsi alkohol, dll harus dihentikan.

2.9.4 Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi stroke iskemik berdasarkan Dewan Stroke dari American

Stroke Association yaitu rekomendasi grade A adalah tPA intravena dalam waktu 3 jam

setelah onset dan aspirin dalam waktu 48 jam setelah onset. Reperfusi dini (<3 jam sejak

onset) dengan t-PA intravena telah terbukti mengurangi kecacatan utama yang disebabkan

oleh iskemik stroke. Perhatian harus dilakukan saat menggunakan terapi ini, dan

kepatuhan terhadap protokol yang ketat sangat penting untuk mencapai hasil yang positif.

Inti dari protokol pengobatan dapat diringkas sebagai aktivasi tim stroke, timbulnya gejala

dalam waktu 3 jam, CT scan untuk menyingkirkan perdarahan, memenuhi inklusi dan

eksklusi kriteria, berikan t-PA 0,9 mg / kg selama 1 jam, dengan 10% diberikan sebagai

bolus awal selama 1 menit, hindari antitrombotik (antikoagulan atau antiplatelet) selama

24 jam, dan monitor pasien dekat untuk respon dan perdarahan. Terapi aspirin dini juga

telah terbukti mengurangi jangka panjang kematian dan kecacatan tetapi tidak boleh
14
diberikan dalam waktu 24 jam dari administrasi t-PA karena dapat meningkatkan risiko

perdarahan pada pasien tersebut. Asosiasi Jantung Amerika / Asosiasi Stroke Amerika

(AHA / ASA) pedoman membahas semua farmakoterapi yang digunakan di pencegahan

sekunder stroke iskemik dan diperbarui setiap 3 tahun. Jelas bahwa terapi antiplatelet

adalah hal terpenting terapi antitrombotik untuk pencegahan sekunder iskemik stroke dan

harus digunakan pada stroke nonkardiembolik. Ketiganya agen yang saat ini digunakan,

aspirin, clopidogrel, dan pelepasan yang diperpanjang dipyridamole plus aspirin (ERDP-

ASA), dianggap sebagai lini pertama agen antiplatelet oleh American College of Chest

Physicians (ACCP). Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan dugaan jantung sumber

emboli, warfarin adalah agen antitrombotik pertama pilihan. Farmakoterapi lain yang

direkomendasikan untuk pencegahan sekunder stroke termasuk penurunan tekanan darah

dan terapi statin. Rekomendasi terkini mengenai pengobatan akut dan pencegahan

sekunder stroke diberikan pada tabel 1.

Terapi aspirin terlebih dahulu dapat mengurangi mortalitas jangka lama dan cacat,

namun pemberian t-PA tidak pernah dilakukan dalam 24 jam karena dapat meningkatkan

risiko pendarahan pada beberapa pasien. Hal ini sangat jelas bahwa terapi antiplatelet

merupakan landasan terapi antitrombotik untuk pencegahan sekunder untuk stroke iskemik

dan harus digunakan pada stroke nonkardioembolik. Tiga obat yang kini digunakan, yaitu

15
aspirin, clopidogrel, dan dipiridamole dengan pelepasan diperlambat disertai aspirin (ASA

(American Stroke Association)), merupakan antiplatelet first line yang disetujui oleh

American College of Chest Physicians (ACCP). Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan

emboli, warfarin merupakan antitrombotik pilihan pertama. Farmakoterapi lain yang

direkomendasikan untuk stroke adalah penurun tekanan darah dan statin.

2.10 Tinjauan Obat

Nama Obat 1. CITICOLINE

Komposisi Citicoline 500 mg

Kelas Terapi Neuroprotektan

Dosis Keadaan akut : 250 -500 mg


Keadaan kronik : 100 -300 mg
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Indikasi Keadaan akut ( kehilangan kesadaran akibat trauma serebral
dan operasi otak), keadaan kronik (gangguan psikiatrik atau
saraf akibat apopleksia, trauma kepala dan operasi otak),
memperbaiki sirkulasi darah otak termasuk stroke iskemik
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap citicoline (Basic Pharmacology
and Drug, 2019).
Bentuk Sediaan Tablet / kaplet 500 mg
Kaplet 1000 mg
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Mekanisme Merangsang pembentukan Phosphatidylcholine di otak,
Kerja selain itu dapat menghambat aktivasi fosfolipase
Efek Samping Ruam kulit, insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual,
anoreksia, hasil tes fungsi hati abnormal, diplopia, sensasi
hangat, perubahan tekanan darah sementara, rasa tidak enak
badan (Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Peringatan Harus diberikan bersama dengan obat yang menurunkan
tekanan intrakranial atau anti hemoragik pada kondisi yang
gawat dan akut. Jaga agar suhu tubuh tetap rendah (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Gambar Sediaan

16
Nama Obat 2. CITICOLINE INJ

Komposisi Citicoline 1000 mg/1g

Kelas Terapi Neuroprotektan

Dosis Keadaan akut : 1-2 kali sehari secara drip IV atau bolus IV
Keadaan kronik : 1-2 kali sehari secara IV atau Im
Gangguan serebrovaskular : dapat diberikan IV atau IM
sampai 1000 mg. Pemberian IV harus selambat mungkin.
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Indikasi Keadaan akut ( kehilangan kesadaran akibat trauma serebral
dan operasi otak), keadaan kronik (gangguan psikiatrik atau
saraf akibat apopleksia, trauma kepala dan operasi otak),
memperbaiki sirkulasi darah otak termasuk stroke iskemik
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap citicoline (Basic Pharmacology
and Drug, 2019).
Bentuk Sediaan Ampul 250 mg / 2 ml (Basic Pharmacology and Drug,
2019).
Mekanisme Kerja Merangsang pembentukan Phosphatidylcholine di otak,
selain itu dapat menghambat aktivasi fosfolipase
Efek Samping Ruam kulit, insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual,
anoreksia, hasil tes fungsi hati abnormal, diplopia, sensasi
hangat, perubahan tekanan darah sementara, rasa tidak enak
badan (Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Peringatan Harus diberikan bersama dengan obat yang menurunkan
tekanan intrakranial atau anti hemoragik pada kondisi yang
gawat dan akut. Jaga agar suhu tubuh tetap rendah.
Pemberian secara IV harus diberikan secara sangat perlahan
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Gambar Sediaan

17
Nama Obat 3. PARACETAMOL

Komposisi Paracetamol 500 mg

Kelas terapi Analgetik – Antipiretik (Basic Pharmacology and


Drug, 2019).
Dosis Dewasa: 500 mg -1000 mg per kali, diberikan tiap 4-6 jam,
maksimum 4 g per hari. (Basic Pharmacology and Drug,
2019).
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, Demam (Basic Pharmacology
and Drug, 2019).

Kontra Indikasi Hipersensitif, gangguan hati (Basic Pharmacology


and Drug, 2019).
Bentuk sediaan Tablet / kaplet 500 mg (Basic Pharmacology and Drug,
2019).

Mekanisme kerja Bekerja pada hipotalamus untuk menghasilkan antipiresis,


dapat bekerja secara perifer untuk memblokir generasi
impuls nyeri, juga dapat menghambat sintesis prostaglandin
(Medscape).
Efek samping Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urikaria,
kelainan darah, hipotensi, kerusakn hati (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Peringatan Gangguan fungsi hati, ginjal, ketergantungan Alkohol
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Gambar sediaan

Nama Obat 4. OMEPRAZOL

Komposisi Omeprazole 20 mg

Kelas Terapi Proton Pump Inhibitor (PPI)

Dosis Tukak lambung dan doudenum : dosis awal 1x20 mg/ hari

18
selama 4-8 minggu dapat ditingkatkan menjadi 40 mg/hari
pada kasus berat atau kambuh. Dosis pemeliharaan 1x20
mg/hari
Refluks gastroesofageal: 1x20 mg sehari selama 4-8 minggu
Sindroma Zollinger – Ellison : 1x60 mg sehari (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Indikasi Tukak lambung, tukak duodenum GERD, hipersekresi
patologis (misal: sindroma Zollinger Ellison) (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Kontra Indikasi Penderita yang hipersensitivitas terhadap Omeprazole
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Bentuk Sediaan Kapsul 20 mg (Basic Pharmacology and Drug, 2019).

Mekanisme Kerja Bekerja dengan cara mengurangi produksi asam lambung


Efek Samping Urtikaria, mual dan muntah, konstipasi, kembung, nyeri
abdomen, lesu, paraestesia, nyeri otot dan sendi, pandangan
kabur, edema perifer, perubahan hematologik (termasuk
eosinofilia, trombositopenia, leukopenia), perubahan enzim
hati dan gangguan fungsi hati, depresi, mulut kering (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Peringatan Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.
Singkirkan terlebih dahulu kemungkinan kanker lambung
sebelum pemberian omeprazole (Basic Pharmacology and
Drug, 2019).
Gambar Sediaan

Nama Obat 5. OMEPRAZOL INJ

Kelas Terapi Proton Pump Inhibitor (PPI)

Dosis Dewasa: 40 mg sekali sehari diberikan melalui infus selama


20-30 menit sampai pemberian oral dimungkinkan. Dewasa:
20 mg sekali sehari hingga 8 minggu.

19
Indikasi Tukak lambung, tukak duodenum GERD, hipersekresi
patologis (misal: sindroma Zollinger Ellison) (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Kontra Indikasi Penderita yang hipersensitivitas terhadap Omeprazole
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Bentuk Sediaan Sediaan injeksi (vial) 40 mg (Basic Pharmacology and
Drug, 2019).
Mekanisme Kerja Bekerja dengan cara mengurangi produksi asam lambung
Efek Samping Urtikaria, mual dan muntah, konstipasi, kembung, nyeri
abdomen, lesu, paraestesia, nyeri otot dan sendi, pandangan
kabur, edema perifer, perubahan hematologik (termasuk
eosinofilia, trombositopenia, leukopenia), perubahan enzim
hati dan gangguan fungsi hati, depresi, mulut kering (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Peringatan Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.
Singkirkan terlebih dahulu kemungkinan kanker lambung
sebelum pemberian omeprazole (Basic Pharmacology and
Drug, 2019).
Gambar Sediaan

Nama Obat 6. ASPILET

Komposisi Asam asetilsalisilat 80 mg

Kelas Terapi Anti platelet


Dosis Sindrom koroner akut :
Dosis loading 150-300 mg
Dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka
panjang (Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Indikasi Profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Kontra Indikasi Hipersensitivitas, asma, tukak peptik yang aktif; hemofilia
20
dan gangguan perdarahan lain, hamil, menyusui (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Bentuk Sediaan Tablet 80 mg, tablet 100 mg (Basic Pharmacology and

Drug, 2019).

Mekanisme Kerja Terkait dengan penghambatan aktivitas COX-1, yang


berperan untuk metabolisme enzim utama dari asam
arakidonat yang merupakan prekursor prostaglandin yang
memainkan peran utama dalam patogenesis peradangan,
nyeri dan demam.
Efek Samping Bronkospasme, mual, muntah, nyeri, ulserasi, dan
pendarahan saluran cerna, perdarahan lain, trombositopenia,
tinnitus (Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Peringatan Riwaya menderita ulkus peptik, gangguan hati, gangguan
ginjal, hentikan penggunaan bila terjadi tinnitus (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).

Gambar Sediaan

Nama Obat 7. PIRACETAM

Komposisi Piracetam 800 mg

Kelas Terapi Nootropik dan Neurotonik


Dosis Gajala pasca trauma : dewasa 800 mg, 3x sehari. Bila sudah
didapat efek yang diinginkan, kurangi dosis secara bertahap
sampai 400 mg, 3x sehari. Anak 30 – 50 mg/KgBB/hari
dalam 3 dosis terbagi
Gejala psiko-organik sehubungan usia lanjut :
Dosis awal: 2,4 g sehari selama 6 minggu dilanjutkan
dengan 1,2 g sehari (dosis pemeliharaan)
Indikasi Gejala-gejala involusi yang berhubungan dengan usia lanjut
(kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, reaksi
psikomotorik yang terganggu) alkoholisme kronik dan
adiksi, gejala pasca trauma (disfungsi serebral sehubung
dengan akibat pasca trauma seperti sakit kepala, vertigo,
21
agitasi, gangguan ingatan dan astenia) (Basic Pharmacology
and Drug, 2019).
Kontra Indikasi Hipersensitifitas terhadap piracetam
Gangguan gnjal berat (bersihan kreatinin <20 ml/menit)
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Bentuk Sediaan Kapsul / kaplet 400 mg
Kapsul / kaplet 800 mg
Kapsul / kaplet 1200 mg (Basic Pharmacology and Drug,
2019).
Mekanisme Kerja Melancarkan aliran darah dan oksigen ke otak, khususnya
ke bagian otak bernama korteks.
Efek Samping Rasa gugup, agitasi, iritabilitas, rasa lelah dan gangguan
tidur. Gangguan saluran cerna (misalnya nausea, muntah,
diare). Yang jarnag terjadi adalah pusing, sakit kepala,
tremor, peningkatan libido. Mulut kering, penambahan berat
badan dan umumnya reaksi hipersensitivitas dermatologik
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Peringatan HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
Gangguan fungsi ginjal, Hamil dan laktasi
Kategori Kehamilan : B
Gambar Sediaan

Nama Obat 8. PIRACETAM INJ

Komposisi Piracetam 3 gr

Kelas Terapi Nootropik dan Neurotonik

Dosis Untuk infark cerebral (sediaan injeksi) :

Dosis umum: 1 gram 3x sehari IV atau IM (Basic


Pharmacology and Drug, 2019).
Indikasi Sediaan ampul : pengobatan infark serebral (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Kontra Indikasi Hipersensitifitas terhadap piracetam
Gangguan gnjal berat (bersihan kreatinin <20 ml/menit)
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Bentuk Sediaan Ampul 1 gr / 5 ml
Ampul 3 gr / 15 ml
22
Larutan infus 12 g/60 ml (Basic Pharmacology and Drug,
2019).
Mekanisme Kerja Melancarkan aliran darah dan oksigen ke otak, khususnya
ke bagian otak bernama korteks.
Efek Samping Rasa gugup, agitasi, iritabilitas, rasa lelah dan gangguan
tidur. Gangguan saluran cerna (misalnya nausea, muntah,
diare). Yang jarnag terjadi adalah pusing, sakit kepala,
tremor, peningkatan libido. Mulut kering, penambahan berat
badan dan umumnya reaksi hipersensitivitas dermatologik
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Peringatan HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
Gangguan fungsi ginjal, Hamil dan laktasi
Kategori Kehamilan : B
Gambar Sediaan

Nama Obat 9. ASERING

Komposisi Calcium chloride, potassium chloride, sodium chloride,


sodium acetate, anhydrous dextrose.
Kelas Terapi Solusi intravena dan steril lainnya

Indikasi Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:


gastroenteriis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka
bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Kontra Indikasi Hindari penggunaan Asering Infus pada pasien dengan
riwayat:

 Gagal jantung kongestif


 Kerusakan ginjal
 Edema paru yang disebabkan oleh retensi kandungan Na
 Hiperhidrasi dan hiperkloremia
 Hipernatremia dan hiperproteinemia
 Disosiasi elektromekanis
 Jantung resustan
 Sirosis hati dan retensi cairan

23
 Toksisitas digitalis

Bentuk Sediaan Cairan

Efek Samping Hiperglikemia (kadar gula darah lebih tinggi dari nilai
normal), anuria (tubuh tidak mampu memproduksi urine),
oliguria (jumlah urine yang keluar sedikit),
tromboflebitis (peradangan pada pembuluh darah vena),
edema (pembengkakan pada anggota tubuh yang terjadi
karena penimbunan cairan di dalam jaringan),
hipokalemia (kekurangan kalium dalam darah),
hipomagnesemia (kadar magnesium dalam tubuh rendah),
hipofosfatemia (kadar fosfat yang terlalu tinggi dalam
darah)
Peringatan  Jangan menggandakan dosis penggunaan Asering tanpa
anjuran dari dokter atau tenaga ahli medis lainnya.
 Tidak diperbolehkan membuang Asering di saluran
pembuangan karena dapat merusak lingkungan, kecuali
diinstruksikan untuk membuangnya lewat drainase.
 Hindari mengonsumsi minuman alkohol selama
menggunakan Asering.
 Larutan ini tidak boleh digunakan dalam jangka waktu
yang panjang atau lama.
 Informasikan dokter jika akan menggunakan obat ini
untuk pengguna lanjut usia dan anak-anak. Penggunaan
harus dilakukan hati-hati dengan pengawasan penuh.

Infus Asering aman untuk ibu hamil. Namun, perlu


perhatian khusus pada ibu hamil yang memiliki riwayat
hipertensi selama kehamilan.

Peringatan Menyusui: Informasikan dokter jika Anda akan


menggunakan infus asering saat Anda menyusui.

Gambar Sediaan

24
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

4.1 Identitas Pasien


Data Umum
No. RM XXX785
Nama Pasien Tn. S
Alamat Lengayang, Pessel
Agama Islam
Jenis Kelamin Laki-laki
Umur 74 tahun
Pekerjaan Tani
Jenis pembiayaan BPJS
Ruangan Rawatan Neurologi
Diagnosa Stroke Infark
Mulai Perawatan 04-07-2022
Dokter Yang Merawat dr. Mella Berti Adriyani, Sp.N
Farmasis Apt. Ida Asnida, S.Farm

3.2 Riwayat Penyakit

3.2.1 Keluhan Utama

- Kelemahan anggota gerak sebelah kiri, dan sulit bicara

3.2.2 Riwayat Penyakit sekarang

- Tidak bisa berkomunikasi, sulit menelan dan kaku anggota gerak kiri

3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu

- Hipertensi (+)

25
3.3 Pemeriksaan Fisik
Tanggal Pemeriksaan Hasil Keterangan
Tanda Vital
04-07-2022 Nadi 97x/menit Normal
Pernapasan 20x/menit Normal
T (Suhu ᵒC) 36,5oC Normal

TD (mmHg) 124/71 Tinggi

3.4 Data Laboratorium

3.4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Nilai Rujukan Tanggal


04-07-2022 06-07-22
Haematokrit 40 - 48 (%) 37 -
Haemoglobin dengan 14-16 (g/dL) 12.6 -
Spektrofoto
Trombosit 150000 - 400000 285000 -
(mm3)
Leukosit 5000 - 10000 7500
(mm3)

Gula Darah Puasa 80-110 (mg/dL) - 85


Gula Darah 2 Jam 0-140 (mg/dL) - 137
Setelah Puasa
Gula Darah Sewaktu < 200 (mg/dL) 91 70
Kolesterol <200 (mg/dL) - 134
Trigliserida 0 – 150 (mg/dL) - 81
HDL > 60 (mg/dL) - 19
LDL 0 – 150 (mg/dL) - 99
Asam Urat 3,0 - 7,0 (mg/dL) - 7.1
Ureum 10 – 50 19 -
Kreatinin 0,6 – 1,1 (mg/dL) 0.8 -
Natrium 139 - 145(mmol/l) 135 -
Kalium 3,5 – 5,1 (mmol/l) 4.0 -
Klorida 97 - 111(mmol/l) 102 -

26
3.5 Diagnosis
Diagnosa Utama : Stroke infark

3.6 Penatalaksanaan
1. Terapi di IGD
- Asering 12 j/kolf
- Injeksi Omeprazol 2x1 (IV)
- Injeksi Citicoline 2x1g (IV)
- Paracetamol 3x500 mg (PO)
- Aspilet 2x80 mg (PO)
2. Terapi di Bangsal Neuro
- Asering 12 j/kolf
- Injeksi Omeprazol 2x1 IV
- Injeksi Citicoline 2x1 g IV
- Paracetamol 3x500 mg (PO)
- Aspilet 2x80 mg (PO)
- Injeksi Piracetam 4x3 g (IV)
3. Terapi Pulang
- Citicoline 4x500 mg (PO)
- Omeprazol 2x20 mg (PO)
- Aspilet 2x80 mg (PO)
- Paracetamol 2x500 mg (PO)
- Piracetam 3x800 mg (PO)

27
3.7 Follow up
Nama: Tn. Sy Diagnosa: Stroke Infark Dokter : dr. Mella Berti Adriyani, Sp.N
Umur :74 th Ruangan: Neurologi Apoteker: apt. Ida Asnalida, S. Farm

Tanggal S O A P
04-07-2022 Keluarga mengatakan - KU : Sedang - Pemberian asering - Monitoring
anngota gerak terasa agak - Kes : cmc untuk melancarkan keadaan pasien
berat / kebas - TD: 107/60 penyumbatan aliran - Monitering efek
mmHg darah samping obat
- Nafas: 20 - Injeksi Omeprazol
- Nadi: 81 diberikan untuk
- Suhu: 36,7ᵒC mengatasi Stres Ulcer

Terapi IGD - Citicolin diberikan

- IVFD Asering 12j/k sebagai neuroprotector

- Injeksi Omeprazol - Paracetamol diberikan


2x1(IV) untuk analgesik pada
- Injeksi Citicoline saraf tepi
2x1g (IV)
- Paracetamol 3x500 - Aspilet diberikan
mg (PO) untuk Antiplatelet
- Aspilet 2x80 mg (PO)

28
05-07-2022 - Pasien sadar - KU : Sedang - Pemberian asering - Monitoring
- Lemah anggota gerak - TD: 104/62 mmHg untuk melancarkan keadaan pasien
kiri - Nafas: 20 penyumbatan aliran - Monitoring efek
- Nadi: 75 darah samping obat
- Suhu: 36,6ᵒC - Injeksi Omeprazol

- Pupil isokor d 3m/3m diberikan untuk

Terapi mengatasi Stres Ulcer

- IVFD Asering 12j/k - Injeksi Citicolin dan

- Injeksi Omeprazole Piracetam diberikan

2x1 IV sebagai neuroprotector

- Injeksi Citicolin 2x1 g - Paracetamol diberikan

IV untuk analgesik pada

- Paracetamol 3x500 saraf tepi

mg PO - Aspilet diberikan

- Aspilet 2x80mg PO untuk Antiplatelet

- Injeksi Piracetam
4x3g IV
06-07-2022 - Pasien sadar - KU : sedang - Pemberian asering - Monitoring efek
- Lemah anggota gerak - Kes : CMC untuk melancarkan samping obat
kiri - TD: 104/62 mmHg penyumbatan aliran - Monitoring keadaan
- Tidak bisa bicara - Nafas: 20 darah pasien

29
- Nadi: 75 - Injeksi Omeprazol
- Suhu: 36,6ᵒC diberikan untuk

- Pupil isokor d 3m/3m mengatasi Stres Ulcer


- Injeksi Citicolin dan

Terapi Piracetam diberikan

- IVFD Asering 12j/k sebagai

- Injeksi Omeprazole neuroprotector

2x1 IV - Paracetamol diberikan

- Injeksi Citicolin 2x1 untuk analgesik pada

g IV saraf tepi

- Paracetamol 3x500 - Aspilet diberikan

mg PO untuk Antiplatelet

- Aspilet 2x80mg PO
- Injeksi Piracetam
4x3g IV
- Fisioterapi
07-07-2022 - Pasien sadar - KU : Sedang - Pemberian asering - Monitoring efek
- Tidak bisa bicara - Kes : CMC untuk melancarkan samping obat
- lemah anggota gerak - TD: 119/73mmHg penyumbatan aliran - Pantau keadaan pasien
kiri - Nafas: 22 darah
- Nadi: 76 - Injeksi Omeprazol

30
- Suhu: 36,5ᵒC diberikan untuk

- Pupil isokor d 3m/3m mengatasi Stres Ulcer

- - Injeksi Citicolin dan

Terapi Piracetam diberikan

- IVFD Asering 12j/k sebagai

- Injeksi Omeprazole neuroprotector

2x1 IV - Paracetamol diberikan

- Injeksi Citicolin 2x1 untuk analgesik pada

g IV saraf tepi

- Paracetamol 3x500 - Aspilet diberikan

mg PO untuk Antiplatelet

- Aspilet 2x80mg PO
- Injeksi Piracetam
4x3g IV
08-07-2022 - Pasien sadar - KU : sedang - Pemberian asering - Monitoring efek
- Bicara masih sulit, - Kes : CMC untuk melancarkan samping obat
sesekali bisa - TD: 112/67mmHg penyumbatan aliran - Monitoring keadaan
- Nafas: 20 darah pasien
- Nadi: 74 - Injeksi Omeprazol
- Suhu: 36,5ᵒC diberikan untuk

- Pupil isokor d 3m/3m mengatasi Stres Ulcer

31
- Injeksi Citicolin dan
Terapi Piracetam diberikan
- IVFD Asering 12j/k sebagai
- Injeksi Omeprazole neuroprotector
2x1 IV - Paracetamol diberikan
- Injeksi Citicolin 2x1 untuk analgesik pada
g IV saraf tepi
- Paracetamol 3x500 - Aspilet diberikan
mg PO untuk Antiplatelet
- Aspilet 2x80mg PO
- Injeksi Piracetam
4x3g IV
08-07-2022 - Pasien sadar Terapi Pulang - Terapi dilanjutkan - Pasien diberikan
- Keluarga mengatakan - Citicolin 4x500 mg dengan : edukasi terkait
pasien bisa bicara PO - Citicolin & piracetam paracetamol digunakan
- Omeprazole 2x20 mg PO untuk bila nyeri/demam
PO neuroprotector - Diberikan edukasi
- Aspilet 2x80mg PO - Omeprazole PO kepada pasien terkait
- Paracetamol 2x500 diberikan untuk obat citicolin,
mg PO mengatasi stres ulcer omeprazole, aspilet,
- Piracetam 3x800 mg - Aspilet PO diberikan paracetamol,

32
PO untuk antiplatelet piracetam.
- Paracetamol PO
diberikan untuk
analgesik pada saraf
tepi

33
3.8 Analisa Terapi

3.8.1 Lembar Pengobatan Pasien di Bangsal Neurologi

Tanggal Pemberian Obat


No Nama Dosis/ Rute
04/07/2022 05/07/2022 06/07/2022 07/07/2022 08/07/2022
Dagang/Gener Frekuen
Senin (IGD) Selasa Rabu Kamis Jumat
ik si

S S S S
P S M P S M P S Sr M P S M P S M
r r r r
1 IVFD 12 j/k IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asering
2 Injeksi 2x1 IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Omeprazole
3 Injeksi 2x1 g IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Citicolin
4 Paracetamol 3x500 PO √ √ √√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg √

5 Aspilet 2x80 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
6 Injeksi 4x3g IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Piracetam
4x3g IV

34
3.9 Analisa Drug Related Problem (DRP)

Check
No Drug Therapy Problem Rekomendasi
List
1. Terapi obat yang tidak diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi medis - Pasien telah mendapat terapi sesuai dengan indikasi.
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak Pasien tidak memerlukan terapi tambahan, pasien telah mendapatkan
-
diperlukan terapi sesuai dengan kondisi medis.
Pasien masih memungkinkan menjalani terapi non Pasien diobati dengan terapi farmakologi
-
farmakologi
Terdapat duplikasi terapi Terdapat duplikasi terapi yaitu obat citicolin dan piracetam yang
merupakan neuroprotector, namun kedua obat ini bekerja secara

sinergis, dan piracetam merupakan drug of choice untuk afasia pada
pasien.
Pasien mendapat penanganan terhadap efek Pasien tidak mendapatkan penanganan terhadap efek samping yang
samping yang seharusnya dapat dicegah. - seharusnya dapat dicegah, karena pasien tidak mengalami efek samping
yang signifikan.
2. Kesalahan obat

Bentuk sediaan tidak tepat - Bentuk sediaan yang diberikan pada saat rawatan sudah tepat.
Terdapat kontra indikasi - Tidak ditemukan adanya kontra indikasi pada terapi pengobatan.

35
Kondisi pasien tidak dapat Kondisi pasien masih bisa disembuhkan dengan obat dengan syarat
disembuhkan oleh obat pasien rajin untuk kontrol kondisinya secara berkala, teratur dan disiplin
-
mengkonsumsi obat, dan menghindari faktor-faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan pasien.
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien Setiap obat yang diberikan sudah sesuai dengan indikasi suatu penyakit
-
yang diderita pasien.
Terdapat obat lain yang lebih efektif Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses penyembuhan
- dimana terapi obat yang diberikan telah sesuai dengan literatur pada
terapi Stroke Infark.
3. Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah - Dosis telah sesuai
Dosis terlalu tinggi - Dosis yang diberikan sudah tepat.
Frekuensi penggunaan tidak tepat Frekuensi penggunaan sudah tepat.
-

Penyimpanan tidak tepat Penyimpanan obat sudah tepat karena telah disimpan pada suhu ruangan,
- kering dan terhindar dari matahari. Obat yang diserahkan disertai dengan
informasi penggunaan obat.
Administrasi obat tidak tepat - Administrasi sudah tepat.
Terdapat interaksi obat Lihat pada tabel 2.
-

36
4. Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk pasien Pemberian terapi pada pasien telah disesuaikan dengan dosis yang tepat
untuk pasien. Obat yang diberikan telah aman digunakan pada pasien.
-
Pemberian terapi pada pasien telah disesuaikan dengan dosis yang tepat
untuk pasien.
Terjadi reaksi alergi - Pasien tidak mengalami alergi selama pengobatan.

5. Ketidak sesuaian kepatuhan pasien


Obat tidak tersedia Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang
-
dibutuhkan pasien telah tersedia di apotek rumah sakit.
Pasien tidak mampu menyediakan Obat Pasien tidak mampu menyediakan obat. Karena itu dibantu dengan
-
apoteker dan perawat.
Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obat - Pasien bisa meminum obat

Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan obat - Keluarga pasien mengerti instruksi penggunaan obat.

Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak


- Pasien patuh menggunakan obat.
menggunakan obat
6. Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi Pasien telah mendapatkan terapi sesuai indikasi, karena obat yang
-
digunakan telah tepat untuk terapi penyakit

37
Tabel 4. Interaksi Obat
Interaksi obat Jenis Interaksi Efek Management
Aspilet + = Minor Aspilet+omeprazole bila Monitoring kondisi
Omeprazole digunakan bersama-sama klinis pasien.
maka aspilet dapat
mengiritasi lambung
karena omeprazole
belum bekerja dengan
baik, sehingga
omeprazole harus
diberikan terlebih dahulu
untuk melindungi
lambung dari aspilet.
Sumber: drugs.com/interactions

38
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada tanggal 4 Juli 2022 Pukul 12.45 WIB, seorang pasien neurologi berinisial Tn.

Sy berumur 74 tahun masuk IGD di RSUD Dr. M Zein Painan dengan keluhan utama

pasien adalah anggota gerak sebelah kiri terasa agak berat/tebal dan pasien mengalami

kesulitan dalam bicara. Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit sebelumnya adalah

hipertensi dan langsung dilakukan pemeriksaan laboratorium, dari data yang diperoleh

hasil laboratorium semua normal tetapi tekanan darah pada pasien diatas batas normal

dengan nilai 124/71 mmHg dan kadar natrium pasien di bawah batas normal yaitu 135

mmol/l. Pasien diperiksa kembali ke laboratorium pada tanggal 6 Juli, data yang didapat

semua normal tetapi kadar asam urat pasien di atas dengan nilai 7,1 mg/dL.

Di IGD pada tanggal 4 Juli pasien mendapat pengobatan Infus Asering 12j/kolf

yaitu cairan calcium chloride yang bertujuan untuk memperlancar penyumbatan aliran

darah yang beku, Injeksi Omeprazole 2 x 20 mg IV diberikan oleh dokter untuk

menangani stres ulcer karena penggunaan aspilet dan piracetam yang merupakan obat

yang dapat mengiritasi lambung dan pemberian Citicolin injeksi 2x1 g IV kepada pasien

berfungsi untuk mencegah kerusakan (neuroproteksi) dan membantu pembentukan

membran sel di otak (neurorepair), citicolin dapat bermanfaat dalam terapi stroke infark

yaitu dengan memperbaiki sirkulasi darah otak dan membantu dalam memperbaiki

penurunan daya pikir setelah serangan stroke (Basic Phamacology and Drug, 2019).

. Pemberian Paracetamol 3x500 mg (PO) untuk analgesik pada saraf tepi pasien.

Paracetamol bekerja pada pusat pengatur suhu dihipotalamus untuk menurunkan suhu

tubuh (antipiretik) dan bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat

mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Sedangkan aspilet diberikan per oral untuk terapi

antiplatelet yang dapat meredakan nyeri ringan sampai sedang, dan membantu mencegah

infark miokard atau kerusakan pada otot jantung dengan cara menghambat aktivitas COX-
39
1 yang berperan untuk metabolisme enzim utama dari asam arakidonat yang merupakan

prekursor prostaglandin yang memainkan peran utama dalam patogenesis peradangan,

nyeri, dan demam (Basic Phamacology and Drug, 2019).

Lalu pasien dipindahkan ke ruang perawatan Neurologi setelah dilakukan

pemeriksaan laboratorium dan pemberian terapi di IGD, dan diberikan terapi tambahan

berupa Injeksi Piracetam 4x3 g IV dengan tujuan untuk mengatasi keadaan susah bicara

pada pasien (afasia motorik) karena piracetam adalah drug of choice untuk terapi afasia

motorik. Selain itu piracetam juga merupakan nootropik dan neurotropik untuk pasien

dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan dapat mengatasi kedutan pada otot,

disleksia, vertigo, serta cedera pada kepala dengan mekanisme kerja melancarkan aliran

darah dan oksigen ke otak khsus nya ke bagian otak bernama korteks.

Setelah menerima terapi di bangsal neurologi, pasien mengalami perkembangan

yang baik. Pasien mulai dapat bicara sedikit,dan tanda tanda vital membaik serta anggota

gerak bagian kiri mulai dapat digerakan. Dan setelah diperiksa oleh dokter, pasien

dinyatakan membaik dan sehat sehingga di izinkan untuk pulang dan melanjutkan

perawatan di rumah dengan diberikan obat terapi pulang berupa Citicolin 4x 500 mg PO,

Omeprazole 2x20 mg PO, Aspilet 2x80 mg PO, Paracetamol 2x500 mg PO dan piracetam

3x800 mg PO.

40
BAB V
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Dari laporan kasus pasien bangsal neurologi ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil dari diagnosa dokter, pasien mengalami stroke infark.

2. Dari pengobatan yang diterima pasien tidak terdapat Drug Relatade Problem

(DRP). Namun terdapat interaksi antara Aspilet dan omeprazole, interaksi

ini adalah interaksi minor.

4.2 Saran

1. Kondisi Pasien harus terus dimonitoring secara rutin

2. Kepada keluarga pasien disarankan untuk memantau pasien agara meminum

obat yang diberikan sesuai dengan aturan pakai

3. Dilakukan pemantauan efek samping dari pengobatan yang diterima.

41
DAFTAR PUSTAKA

Bakara, D.M dan Warsito, S. 2016. Latihan Range of Motion (ROM) Pasif Terhadap
Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke Exercise Range of Motion (ROM) Passive to
Increase Joint Range of Post-Stroke Patients. Idea Nursing Journal, VII (2)

Basic Pharmacology & Drug Notes. 2011. Jakarta; Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Pharmaceutical Care untuk Penyakit


Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Pasien Penyakit Jantung Koroner,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Jakarta.

Departemen farmakologi dan terapeutik.2012. Farmakologi dan terapi. edisi V. Jakarta:


Fakultas kedokteran UI. Hal 341-372.
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L. 2008. Pharmacoteraphy
Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill Company.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.
Dipiro, Joseph T., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer. 2015. Pharmacotherapy
HandbookNinth Edition. USA: McGraw-Hill Education.
Guideline Stroke Tahun 2011. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI). Jakarta. 2011.
Warlow C, van Gijn J, Dennis M, Wardlaw J, Bamford J, Hankey G. Stroke Practical
Management. 3th Ed. 2008. Blackwell Publishing. p.39-40.
Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th Ed. New

York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2005. Chapter 34, Cerebrovascular Disease; p.660-

770

Anda mungkin juga menyukai