Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik dan
Syarat-Syarat Mengikuti Ujian pada Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas
Kedokteran Unsyiah/ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Disusun oleh:
Farah Nabilah Awayna 2207501010057
Ghina Mardhatillah 2207501010033
Intan Qanita 2207501010079
Islam Ing Tyas 2207501010116
Khalilullah 2207501010068
Kemal Aulia Fadilla 2107501010026
Muhammad Naufal Al-Sholah 2207501010156
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, kasih
sayang, dan karunia kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “Otitis Media Akut Stadium Hiperemis”. Laporan kasus ini
disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior
pada Bagian/Ilmu Kesehatan THT-KL, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala/ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapatkan bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada dr. Fadhlia, M.Ked(ORL-HNS),
Sp.THTBKL., Subs.Onk.(K) dan dr.Darmayanti yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan
doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi
kedokteran khususnya. Semoga Allah selalu memberikan Rahmat dan Hikmah-
Nya kepada kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 Pendahuluan.....................................................................................5
1.2 Tujuan Laporan Kasus......................................................................5
1.2.1 Tujuan Umum.........................................................................5
1.2.2 Tujuan Khusus........................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
2.1 Anatomi Telinga...............................................................................6
2.2 Definisi...........................................................................................10
2.3 Etiologi...........................................................................................10
2.4 Epidemiologi..................................................................................11
2.5 Patofisiologi....................................................................................11
2.6 Manifestasi Klinis...........................................................................12
2.7 Diagnosis........................................................................................15
2.7.1 Tanda dan Gejala..................................................................15
2.7.2 Pemeriksaan Fisik.................................................................16
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang........................................................16
2.8 Tatalaksana.....................................................................................17
2.9 Komplikasi......................................................................................19
2.10Prognosis........................................................................................20
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................22
3.1 Identitas Pasien...............................................................................22
3.2 Anamnesis......................................................................................22
3.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................23
3.3.1 Status present........................................................................23
3.3.2 Status lokalisata.....................................................................23
3.4 Pemeriksaan penunjang..................................................................24
iii
3.5 Diagnosa Banding..........................................................................24
3.6 Diagnosa Kerja...............................................................................24
3.7 Tatalaksana.....................................................................................24
3.8 Edukasi...........................................................................................25
3.9 Prognosis........................................................................................25
BAB IV ANALISA KASUS.................................................................................26
BAB V KESIMPULAN........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
iv
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Otitis media akut didefinisikan sebagai infeksi pada ruang telinga tengah. Ini
adalah spektrum penyakit yang mencakup otitis media akut (OMA), otitis media
supuratif kronis (OMSK), dan otitis media dengan efusi (OME). Otitis media akut
adalah penyakit anak yang paling sering didiagnosis di unit gawat darurat, setelah
infeksi saluran pernapasan atas. Meskipun otitis media dapat terjadi pada semua
usia, namun paling sering terlihat antara usia 6 hingga 24 bulan.1
Infeksi telinga tengah dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau koinfeksi.
Organisme bakteri yang paling umum menyebabkan otitis media adalah
Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae (NTHi) yang
tidak dapat diklasifikasikan dan Moraxella catarrhalis. Setelah diperkenalkannya
vaksin pneumokokus konjugasi, organisme pneumokokus telah berevolusi
menjadi serotipe non vaksin. Patogen virus yang paling umum dari otitis media
termasuk respiratory syncytial virus (RSV), virus corona, virus influenza,
adenovirus, human metapneumovirus, dan picornavirus.2–4
Prevalensi OMA di tiap negara bervariasi, berkisar antara 2,3 – 20%. Di Asia
Tenggara, Indonesia menduduki peringkat keempat negara dengan prevalensi
penyakit telinga tertinggi (4,6%). Belum ada data baku nasional mengenai
prevalesi OMA di Indonesia. Namun dari beberapa penelitian yang dilakukan di
beberapa daerah, prevalensi OMA di Sumetera Utara yaitu 2,2%, dan di Jakarta
Timur yaitu 5,38%. OMA biasanya terjadi pada anak dengan rentan usia 3 bulan
dan 3 tahun, dengan puncak insiden usia 6 hingga 11 bulan. Pada usia 3 tahun,
80% semua anak telah menderita setidaknya satu kali episode OMA. Sekitar 40%
telah memiliki enam atau lebih episode OMA pada tujuh tahun pertama kehidupan
13,14. Menurut penelitian Umar (2013) dan Simbolon (2018), anak dengan usia 2
– 5 tahun paling sering mengalami OMA. Sedangkan menurut penelitian Ravinder
(2018) mengatakan anak usia 6 – 12 bulan paling sering mengalami OMA.5
6
Meskipun anak kecil sangat rentan mengalami otitis media akut (OMA), otitis
media akut juga dapat terjadi pada orang dewasa. Faktor-faktor yang terkait
dengan insiden yang relatif tinggi pada anak-anak adalah ketidakmatangan sistem
kekebalan tubuh dan tuba Eustachius, bersama dengan faktor inang dan
lingkungan lainnya seperti diatesis atopik dan paparan asap tembakau. Komplikasi
OMA jarang terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi, tetapi termasuk
entitas penyakit yang serius dan berpotensi mematikan seperti meningitis dan
abses otak. Hingga saat ini, data langsung mengenai beban AOM pada orang
dewasa masih langka; oleh karena itu, sebuah tinjauan sistematis pada tahun 2012,
memberikan insiden OMA berbasis pemodelan pada populasi ini. Sebuah
publikasi baru-baru ini tentang OMA di layanan primer dan gawat darurat di
antara kelompok veteran Amerika Serikat yang sebagian besar laki-laki
melaporkan tingkat kejadian rata-rata 2,7/1000 orang/tahun. Selain itu, bukti
mengenai prognosis dan manajemen OMA masih kurang, yang membuat dokter
umum tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk merawat pasien AOM dewasa
dalam praktik sehari-hari. Akibatnya, dokter umum dapat mendasarkan keputusan
pengobatan mereka pada pedoman klinis OMA yang tersedia, yang semata-mata
berasal dari penelitian pada anak-anak.6
Otitis media didiagnosis secara klinis melalui temuan obyektif pada
pemeriksaan fisik (otoskopi) yang dikombinasikan dengan riwayat pasien serta
tanda dan gejala yang muncul. Beberapa alat diagnostik tersedia seperti otoskop
pneumatik, timpanometri, dan reflektometri akustik, untuk membantu diagnosis
otitis media. Otoskopi pneumatik adalah yang paling dapat diandalkan dan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
otoskopi biasa, meskipun timpanometri dan modalitas lainnya dapat memfasilitasi
diagnosis jika otoskopi pneumatik tidak tersedia.4
7
8
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida
9
10
timpani pada bayi. Tuba Eustachius terdiri dari dua bagian yaitu pars oseus dan
pars kartilaginus. Pars oseus bermuara ke kavum timpani dan pars kartilaginus
bermuara ke nasofaring. Lumen dari kedua bagian tuba Eustachius ini
berbentuk kerucut, kedua puncaknya bertemu pada suatu bagian yang sempit
disebut ismus. 11
2.2 Definisi
Otitis media adalah peradangan yang terjadi pada sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
Otitis media dibagi menjadi otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif (nama lainnya otitis media serosa, sekretoria, otitis media musinosa,
mucoid, dan otitis media efusi. Otitis media akut termasuk ke dalam jenis
otitis media supuratif. 13
horizontal, sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, adenoid pada
anak relatif lebih besar, posisi dekat muara tuba sehingga mengganggu terbukanya
tuba. Infeksi adenoid juga dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba
eustachius.14,15
Kuman penyebab utama OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Haemophilus influenzae (16-52%), Staphylococcus
aureus (2%), Streptococcus pneumoniae (27-52%), Moraxella catarrhalis (2-15%).
Haemophilus influenzae adalah bakteri patogen yang sering ditemukan pada anak-
anak di bawah usia 5 tahun.13,15 Selain itu, kadang-kadang ditemukaan juga
Escherichia colli, Streptococcus anhemoliticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas
aeruginosa.
2.4 Epidemiologi
Otitis media akut (OMA) merupakan infeksi yang umum terjadi,
diperkirkan 5,8% pasien yang mengunjungi tenaga klinis kesehatan mengalami
OMA.16 OMA sering terjadi pada anak-anak. Jika anak sering mengalami infeksi
saluran napas atas, maka kemungkinan terjadinya OMA semakin besar. Hal ini
karena bentuk tuba eustachius pada anak lebih pendek, lebar dan letaknya lebih
horizontal dibandingkan dengan orang dewasa.13 Di Amerika Serikat diperkirakan
sekitar 75% anak mengalami otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Risiko terjadinya OMA
karena beberapa faktor, antara lain usia <6 tahun, otitis prone (mengalami otitis
pertama kali pada usia sekitar 6 bulan), infeksi saluran napas atas, terpapar asap
rokok, alergi, menyusui saat anak posisi berbaring, dan imunodefisiensi.14
2.5 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi.
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. 13 Sebagai
pelengkap mekanisme pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler subepitel
yang penting menyediakan pula faktor-faktor humoral, leukosit PMN dan sel
fagosit lainnya.
15
telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat
batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-
tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak
memegang telinganya yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh menurun dan anak tertidur tenang.
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 4
stadium: (1) stadium oklusi (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4)
stadium perforasi, (5) dan stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada
gambaran membran timpani yang diamati melalui meatus akustikus eksternus
(MAE).13
1. Stadium Oklusi
Tanda adanya stadium ini adalah adanya retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara.
Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh
pucat. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.13
2. Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem.
Sekret yang terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sulit terlihat.
17
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
19
sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan
sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret
menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.13
2.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis OMA dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
5. Stadium resolusi: Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan akhirnya kering. OMA berubah menjadi OMSK bila
perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang
timbul.13
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu endoskopi telinga,
kemudian dapat dilakukan tes kultur bakteri dengan melakukan aspirasi sekret
dengan teknik timpanosentesis. Kultur bakteri bermanfaat untuk menentukan
antibiotik yang sensitif terhadap kuman penyebab. Indikasi timpanosentesis untuk
kultur, yaitu pada pasien imunocompromise, kegagalan terapi akibat resistensi
bakteri terhadap antibiotik, dan terjadi komplikasi. Selain itu, dapat dilakukan
audiometri untuk menilai fungsi pendengaran dan timpanometri untuk menilai
fungsi membran timpani. CT-scan diperlukan untuk pemeriksaan dasar
komplikasi intratemporal dan intrakranial.14,18
2.8 Tatalaksana
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium
oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl
efedrin 1% dalam alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan orang
dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila
penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.13
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
21
memakai mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap sekret dari telinga tengah
sebanyak-banyaknya. Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal.13
Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Sebagian ahli
berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat
sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi
timpanosintesis kurang lebih sama dengan komlikasi miringotomi.13
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-
10 hari.13
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya
edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap
banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.13
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari
3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).13
23
kedua sampai hari kesepuluh, (2) gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan
pada gejala meningitis lokal, (3) pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga
tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah
berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.13
1. Mastoiditis Akut
Terjadi empiema di rongga mastoid akibat terjadinya blokade di daerah
epitimpanum. Sering diikuti dengan abses di belakang daun telinga (abses
subperiostel mastoid). Perlu segera di lakukan evakuasi empiema lewat
pendekatan mastoidektomi simpel (Schwartze).13
2. Komplikasi Intrakranial
Mastoiditis akut kalau tidak dapat segera diatasi dapat meluas ke dalam
intrakranial (meningitis dan abses otak).13
3. Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis
fasialis. Akumulasi pus di dalam kavum timpani dapat menimbulkan kompresi
pada nervus fasialis. Pada OMA operasi dekompresi kanalis fasialis tidak
diperlukan. Perlu diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya,
serta menghilangkan tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila
dalam jangka waktu tertentu ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan
elektrodiagnostik (misalnya elektromiografi), barulah dipikirkan untuk melakukan
dekompresi.13
2.10 Prognosis
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Bila membran timpani tetap utuh, maka
keadaan membran perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi
perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. OMA berubah
menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus
atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otisis media
serosa bila sekret menetap di cavum timpani tanpa terjadi perforasi. Diangnosis
dini dan pengobatan efektif memberikan prognosis yang baik.13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri telinga kanan
2. Keluhan Tambahan
Pilek dan gatal tenggorokan
3. Riwayat Penyakit Sekarang (Kronologis)
Pasien datang ke RSUDZA dengan keluhan nyeri pada telinga
sebelah kanan yang dirasa sejak 1 hari yang lalu.Nyeri dirasa
berdenyut dan hilang timbul. Keluhan tersebut disertai juga dengan
rasa gatal pada telinga. 1 minggu ini pasien mengeluhkan pilek dan
gatal pada tenggorokan. Batuk dan demam tidak dirasakan. Riwayat
keluar cairan dari telinga tidak ada. Riwayat penurunan pendengaran
tidak dirasakan. Riwayat gatal pada telinga (+).
4. Riwayat Pengobatan
Pasien merupakan pasien jiwa dan rutin mengkonsumsi obat
Depacote, sertraline, olanzapine dari poli jiwa.
25
5. Riw
ayat
Pen
yaki
t
Dah
ulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama. Riwayat
trauma tidak ada.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada.
7. Riwayat Pribadi
Riwayat alergi tidak ada. Tidak ada alergi obat. Tidak merokok
dan minum alkohol.
8. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sering menggunakan cotton bud untuk membersihkan
telinganya.
3.7 Tatalaksana
1. Medikamentosa : - amoxicillin 500mg 3x1 tab
- Metil prednisolon 4mg 3x1 tab
- N. Acetylsistein 200mg 3x1 tab
3.8 Edukasi
1. Menghindari masuknya air ke dalam telinga, sehingga pasien
disarankan ketika mandi telinga yang sakit disumbat dengan kapas
atau kasa agar air tidak masuk ke dalam telinga.
2. Pasien dianjurkan untuk tidak berenang
3. Istirahat cukup
4. Pemenuhan nutrisi yang cukup
5. Aural Toilet
6. Menghindari kebiasaan mengorek telinga
7. Datang kontrol kembali untuk evaluasi pengobatan.
3.9 Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah: Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
29
BAB IV
ANALISA KASUS
BAB V
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31