Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OTITS


Dosen Pengampuh : Anggia Riske Wijayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep

OLEH :
1 YOHANES EDMUNDUS. N JAWA NIM : 011221091

2 YULITA V.M RADA NIM : 011221098

FAKULTAS ILMU –ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NUSA NIPA INDONESIA

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatnya berkat penulis dapat menyelesaikan makalh ini dengan baik. Dalam
makalah ini penulis membahas tentang “Asuhan Keperawatan Kepada klien dengan OTITIS
“ Makalah ini di buat sebagai tugas yang di berikan oleh dosen pembimbing.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar kami mendapat nilai tugas dan juga sebagai
penambah wawasan kami sebagai mahasiswa agar lebih mengetahui dan memahami diri
sendiri.

Dalam proses pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dan juga kami
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekelompok yang sudah berpartisipasi dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna sebagai referensi untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan kita.

Maumere, 19 Oktober 2022


Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN............................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4
A. PENGERTIAN......................................................................................... 4
B. ANATOMI TELINGA ………………………………………………… 8
C. FISIOLOGI PENDENGARAN ……………………………………….. 8
D. ETIOLOGI …………………………………………………………….. 9
E. MANIFESTASIKLINIS ……………………………………………….. 10
F. KOMPLIKASI …………………………………………………………. 11
G. PATOFISIOLOGI ……………………………………………………… 12
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ………………………………………. 13
I. PENATALAKSANAAN ……………………………………………….. 13
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.................................... 14
1. Pohon Masalah.................................................................................... 14
2. Pengkajian............................................................................................ 15
3. Diagnosa Keperawatan......................................................................... 15
4. Rencana Keperawatan.......................................................................... 16
5. Implementasi Keperawatan................................................................ 21
6. Evaluasi................................................................................................ 21
BAB III. PENUTUP.............................................................................................. 22
A. KESIMPULAN......................................................................................... 22
B. SARAN....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Oitis adalah peradangan/infeksi yang terjadi pada telinga. Terdapat beberapa


tipe dari otitis yaitu: Otitis eksterna (radang telinga luar), Otitis Media (radang telinga
tengah) dan Otitis Interna (radang telinga dalam).

Otitis media lebih sering dialami oleh anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Insidensi puncak terjadi pada anak usia 6-36 bulan dan 4-6 tahun. Insidensi otitis
media menurun setelah berumur 6 tahun. Otitis media terjadi akibat obstruksi tuba
eustachii, yang diakibatkan dari infeksi, alergi, adenoid yang membesar, penurunan
kekakuan tuba eustachii, atau lubang tuba yang tidak berfungsi dapat menyebabkan
efusi telinga tengah. Kontaminasi efusi oleh sekret nasofaring menyebabkan otitis
media akut (Schwartz, 2004: 297). Menurut Muscari (2005: 219) Otitis Media Akut
(OMA) merupakan inflamasi telinga bagian tengah dan salah satu penyakit dengan
prevalensi paling tinggi pada masa kanak-kanak, dengan puncak insidensi terjadi pada
usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Hampir 70% anak akan mengalami OMA paling
sedikit satu episode otitis media. Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat
negara dengan prevalensi gangguan telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya
adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang
tertinggi tetapi prevalensi 4,6% merupakan angka yang cukup tinggi untuk
menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat, misalnya dalam hal
berkomunikasi. Dari hasil survei yang dilaksanakan di tujuh propinsi di Indonesia
menunjukkan bahwa otitis media merupakan penyebab utama morbiditas pada telinga
tengah (Samuel et al., 2013)
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki angka
prevalensi OMSK sebanyak 3,1% dari seluruh jumlah penduduk. Berdasarkan
kategori usia angka kejadian OMSK tertinggi pada kelompok usia <10 tahun dengan
angka prevalensi mencapai 34,8%. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
angka kejadian OMSK tertinggi yaitu Sumatera Utara, tercatat pada kelompok usia 6
hingga 18 tahun yang mengalami OMSK mencapai 43,5 % (Riskesdas, 2018).

4
Anak-anak sangat rentan terkena Otitis Media Akut (OMA) karena bentuk
anatomi tuba eustachiusnya. Dua pertiga dari semua anak mengalami episode otitis
media akut pada 3 tahun pertama kehidupan. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
merupakan salah satu faktor risiko paling sering menyebabkan Otitis Media Akut
(OMA) pada anak. Hal ini karena proses inflamasi yang terjadi pada ISPA
menyebabkan kerusakahan mukosilia, sel-sel goblet, dan kelenjar mukus pada epitel
nasofaring dan telinga tengah. Anak usia dibawah 5 tahun biasanya akan mengalami
infeksi saluran pernapasan atas sebanyak dua sampai tujuh episode pertahunnya.
Anak yang sering mengalami episode ISPA memiliki kemungkinan yang besar
mengalami episode OMA. Hal ini juga sejalan dengan episode ISPA berulang
terhadap risiko rekurensi OMA. ISPA berulang ialah ISPA yang terjadi minimal
empat kali dalam setahun ( Purba,dkk, 2021).
Di Amerika Serikat,  diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode
otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya
tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode
sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada
usia 3-6 tahun.
Di Indonesia, penyakit pneumokokus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
cukup besar. Studi menunjukkan bahwa prevalensi penularan nasofaring
pneumokokus di Indonesia sekitar 43% sampai 55% pada anak sehat berusia kurang
dari 5 tahun, yang bervariasi menurut kelompok umur, wilayah, dan tahun.
(Kartasasmita et. Al, 2020).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep teori tentang Penyakit Otitis
2. Bagaimanan konsep Asuhan Keperawatan kepada klien dengan Otitis

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep penyakit Otitis dan menjelaskan konsep Asuhan
Keperwatan kepada klien dengan Otitis

5
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar penyakit otitis
b. Menjelaskan konsep dasar Asuhan keperawatan pada klien dengan Otitis

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Oitis adalah peradangan/infeksi yang terjadi pada telinga. Terdapat beberapa
tipe dari otitis yaitu: Otitis eksterna (radang telinga luar), Otitis Media (radang telinga
tengah) dan Otitis Interna (radang telinga dalam).

Otitis terdiri dari tiga bagian besar yaitu :


1. Otitis eksterna
Otitis eksterna adalah suatu proses peradangan atau infeksi yang terjadi
pada canalis acusticus externus (liang telinga) (Lalwani, 2008). Otitis eksterna
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus (Soepardi et al., 2012).
Infeksi dapat bersifat difus yaitu mengenai seluruh kulit liang telinga atau
hanya setempat sebagai furunkel (Ludman, 2012). Otitis eksterna atau
swimmer’s ear ini bisa terjadi jika teling sering kemasukan air, misalnya
karena berenang.
2. Otitis media
Otitis Media adalah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002,
h.370). Otitis media adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002).
OMA juga biasanya terjadi pada anak dibawah usia 15 tahun dan
paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.
Anak-anak lebih rentan terserang OMA karena Anak lebih mudah terserang
otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal:
a. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
b. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih
pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

3. Otitis interna
Otitis interna adalah infeksi pada telinga dalam yang mengendalikan fungsi
pendengaran dan menjaga keseimbangan tubuh.

7
B. ANATOMI TELINGA
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu, telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
1. Telinga Luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani. Pada
sepertiga luar kulit liang telinga banyak terdapat kelenjar serumen dan rambut.
Kelenjar keringat banyak terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada
duapertiga bagian dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar keringat (Made
Sudipta, 2017)
2. Telinga Tegah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan
Batas telinga tengah :
a. Batas luar : membrane timpani
b. Batas depan : tuba eustachius
c. Batas bawah : vena jugularis
d. Batas belakang: auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
e. Batas atas :tegmen timpani (otak)
f. Batas dalam: kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjing, tingkap bundar, dan promontoriun (Sudipta, 2017)
3. Telinga Dalam
Terdiri dari koklea (rumah siput) dan vestibular yang terdiri dari 3
buah kanalis semisirkularis (Sudipta, 2017)

C. FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
tulang-tulang pendengaran untuk diamplifikasi. Energi ini diteruskan ke stapes,
kemudian menggerakan tingkap lonjong dan perilimfe. Getaran diteruskan melalui
membrane reissner yang kemudian menggerakan membrane basilaris dan tektoria
sehingga terjadi defleksi stereosilia sel-sel rambut dan membuka kanal ion dan ion
bermuatan listrik dari badan sel terlepas. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut dan terjadi pelepasan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang
8
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendngaran di lobus temporalis (Sudipta, 2017).

D. ETIOLOGI
1. Otitis Externa
Telinga yang sering kemasukan air akan menjadi basah dan lembap, sehingga
memudahkan bakteri atau jamur untuk lebih mudah berkembang biak di liang
telinga. Selain karena liang telinga yang sering basah, otitis eksterna juga bisa
disebabkan oleh hal lain, seperti terlalu sering atau terlalu kuat membersihkan
telinga, luka atau cedera, kemasukan benda asing, atau masalah pada kulit telinga,
misalnya kulit kering atau eksim.
2. Otitis media ialah radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau
anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas (Schwartz
2004, h.141).
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah yang biasanya terjadi selama
kurang lebih 6 minggu yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia,
Hemophilus influenza, dan Moraxella cathalis yang masuk ke telinga tengah
karena disfungsi saluran eustacheus yang disebabkan oleh obstruksi yan
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dan inflamasi struktur
yang mengelilingi atau reaksi alergi.
3. Otitis Interna
Gangguan pada telinga ini dapat terjadi akibat otitis media yang tidak diobati dan
infeksi virus atau bakteri di telinga.
Berdasarkan penyebabnya, gangguan pendengaran dan ketulian dapat dibagi
menjadi 5 jenis, yakni sebagai berikut (Kemenkes RI, 2016).
a. Sumbatan Serumen : Serumen yang merupakan produk klenjar sebasea dan
apokrin yang menumpuk ditelinga. Meskipun bukan merupakan penyakit,
keadaan yang disebut juga :serumen prop” ini dapat mengganggu hantaran
suara/ menyumbat teringa.
b. Otitits Media Supuratif Kronik (OMSK). Pada penderita OMSK, terjadi infeksi
telinga tengah disertai lubang (perforasi) gendang telinga dan keluarnya cairan
ke liang telinga secara teris menerus ataupun hilang timbul selama lebih dari 2

9
bulan. OMSK hanya salah satu dari beberapa jenis infeksi telinga lainnya
(Otitis Media Akut dan Otitis media Efusi).
c. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB).
Ketulian dapat terjadi akibat pajanan buyi dan bising yang kuat dan sering.
d. Tuli Kongenital
Tuli yang terjadi sebelum /saat persalinan yang disebabkan oleh kelainan
secara genetic dan nongenetik.
e. Presbikusis (kondisi menurunnya kemampuan pendengaran kedua telinga yang
biasanya terjadi pada lansia diatas 60 tahun).
Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi yang diduga bersifat
multifaktor seperti faktor herediter, pola makan, metabolisme, arterosklerosis,
infeksi, bising dan gaya hidup.

E. MANIFESTASI KLINIS DAN KOMPLIKASI


4. Otitis Externa
Otitis eksterna dapat menimbulkan beberapa gejala berikut ini: Gatal pada telinga,
rasa sakit atau nyeri terutama saat telinga disentuh atau ditarik, Telinga tampak
kemerahan dan bengkak, Keluar cairan dari telinga, Gangguan pendengaran,
Telinga terasa penuh atau tersumbat, Demam, Muncul benjolan di leher atau
sekitar telinga karena pembengkakan kelenjar getah bening.
5. Otitis media
Gejala yang ditimbulkan oleh otitis media antara lain sakit telinga, gangguan
pendengaran, demam, serta keluarnya cairan dari telinga yang berwarna
kekuningan, kehijauan, atau kecokelatan, dan berbau busuk.

Manifestasi klinis otitis media menurut Wong et al 2008, hal.944 :


a. Terjadi setelah infeksi pernafasan atas
b. Otalgia (sakit telinga)
c. Demam
d. Rabas purulen (otorea) mungkin ada, mungkin tidak.
Manifestasi klinis pada bayi atau anak yang masih kecil :
a. Menangis
b. Rewel, gelisah, sensitif

10
c. Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit
d. Menggeleng-gelengkan kepala
e. Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak
f. Kehilangan nafsu makan

Manifestasi klinis pada anak yang lebih besar :


a. Menangis dan/atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman
b. Iritabilitas
c. Letargi (kelelahan)
d. Kehilangan nafsu makan
e. Limfadenopati servikal anterior (pembesaran kelenjar ketah bening)
6. Otitis Interna
Gejala infeksi telinga bagian dalam meliputi vertigo, pusing, sulit berdiri atau
duduk, mual, muntah, telinga berdenging, sakit telinga, dan kehilangan
pendengaran.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi otitis media akut dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: komplikasi
intratemporal (kehilangan pendengaran konduksi/sensorineural, perforasi, otitis media
supuratif kronik, cholesteatoma, timpanosklerosis, mastoiditis, petrositis) dan
intracranial (meningitis, abses otak, abses ekstradural).
Menurut Iwayan Pradana, 2019 komplikasi yang sering terjadi pada penderita otitis
adalah Kehilangan pendengaran.

G. PATOFISIOLOGI
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran
menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu

11
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Selain itu telinga juga akan
terasa nyeri. Otitis media ini berlangsung selama 3 minggu.
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah,
kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang
membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan
hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian
lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat
dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan
terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor
ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas
penyakit.
Otitis media kronik terjadi apabila otitis media akut berlangsung secara berulang
– ulang dan tak tertangani.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Made Sucipta, dkk (2017) ialah :
1. Tes Suara Bisik: pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif, menentukan derajat
ketuulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan adalah ruangan yang cukup
tenang, dengan Panjang minimal 6 meter. Nilai normal : 5/6, 6/56
2. Tes Garpu tala merupakan tes kuantitatif. Terddapat berbagai macam tes garputala
seperti tes rinne, tes weber, tes Schwabach, tes Bing dan Tes Sterenger.
3. Tes Audiometri : untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometri untuk
menguji frekuensi gelombang suara yang dapat didengar.
4. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
5. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani). Uji sensitivitas dan
kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret telinga.

12
Pemeriksaan ketajaman pendengaran menurut Faidah,dkk 2016 adalah
Memeriksa telinga kiri da telinga kanan secara bergantian :
a. Dengan bisikan pada jarak 4,5 -6 m dala ruang kedap suara
b. Dengan arloji dengan jarak 30 cm
c. Dengan menggunakan garpu tala
1) Pemeriksaan Rinne : membandingkan hantaranmelalui udaradan hantaran
melalui tulangpada telinga yang diperiksa
2) Pemeriksaan Weber :membandingkan hantaran antara tulang telingah kiri
dan telinga kanan
3) Pemeriksaan schwabach : membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksadengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Rinne Weber Schwabach Hasil
Positif Tidak ada Sama dengan Normal
lateralisasi pemeriksa
Negatif Lateralisasi ke Memajang Tuli Konduktif
telinga yang
sakit
Positif Lateralisasi ke Memendek Tuli Sensori
telingah yang Neural
sehat

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis:
Untuk menghindari komplikasi dan dampak yang lebih serius maka diperlukan
pengobatan. Pengobatan otitis antara lain : 1) Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-
4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari,
2) Pengobatansumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya, 3) Perawatan pada
otitis dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Kloranphenikol 1- 2%), 4) Pengobatan
alergi bila ada riwayat, 5) Pada stadium kering di lakukan miringoplastik
(M.Bachrudin & Moh.Najib, 2016

13
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pohon Masalah

ISPA ( Bakteri Benda Asing,


Streptococus) (cair/padat), Trauma

Invasi bakteri ke sal. Telinga tengah ( tuba Eustacius)

Proses peradangan Luka /rupture pada liang


telinga/gendang telinga

Sekret keluar berbau Peningkatan cairan serumen


Kesulitan
busuk dan nanah (eksudat)
menelan/
Panas Tubuh
mengunyah Nyeri

Gangguan Rasa Nyaman Hantaran Udara/suara


yg diterima menurun
Hipertermi
Nafsu makan
menurun

Penurunan fungsi
Resiko Infeksi pendengaran
/terjadinya komplikasi
Resiko Defisit Nutrisi

Gangguan Persepsi Sensori

2. Pengkajian
Data yang muncul saat pengkajian:
a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c. Tinitus (suara mendenging)
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
14
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
j. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
k. Reflek kejut
l. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
m. Tipe warna 2 jumlah cairan
n. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
o. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
p. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya,
alergi.

3. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2016)


a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) yang
dibuktikan dengan :
DS : -
DO : Suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea,
kulit terasa hangat.
b. Nyeri berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi,
iskemia, neoplasma) yang dibuktikan dengan :
DS : mengeluh nyeri
DO : tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari
nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, Tekanan darah
meningkat, pola napas berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit yang dibuktikan
dengan :
DS : mengeluh tidak nyaman, merasa gatal, keluar nanah dari telinga
DO : gelisah, menunjukan gejala distress, tampak merintih/ menangis,
iritabilitas
d. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan menelan
makanan yang dibuktikan dengan:
DS : Nafsu makan menurun

15
DO : Berat badan menurun 10 % dibawah rentang ideal, otot mengunyah
lemah, Otot menelan lemah, membrane mukosa pucat.
e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran yang
dibuktikan dengan:
DS : Mendengar suara bisikan, menyatakan kesal
DO : Distorsi sensori, Respon tidak sesuai, bersikap seolah mendengar sesuatu
f. Resiko Infeksi (terjadinya komplikasi) berhubungan dengan Supresi Respon
Inflamasi
4. Perencanaan (SDKI, SLI, SIKI, 2016)
N Dx Luaran Intervensi
O
1. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipertermi:
berhubungan tindakan Observasi:
dengan proses keperawatan 1. Identifikasi penyebab hipertermi
penyakit (infeksi, diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
Kanker) yang termoregulasi 3. Monitor kadar elektrolit
ditandai dengan : membaik dengan 4. Monitr haluaran urine
DS : - KH: 5. Monitor komplikasi akibat hipertermi
DO: Suhu tubuh 1.Suhu tubuh Terapeutik:
diatas nilai membaik 1. Sediakan lingkungan yang dingin
normal, kulit 2. Kulit merah 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
merah, kejang, menurun 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
takikardi, 3. Kejang 4. Berikan cairan oral
takipnea, kulit menurun 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
terasa hangat. 4. Takikardi hyperhidrosis (keringat berlebih)
menurun 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia,
5.Takipnea atau kompres digin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila).
menurun 7. Hindri pemberian antipiretik atau aspirin
6. Suhu kulit 8. Berikan Oksigen, jika perlu
membaik Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring

16
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika perlu
2. Nyeri Akut Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dilakukan Observasi :
dengan Agen tindakan 1. Identifikasi lokasi, karasteristik, durasi, frekuensi,
pencedera keperawatan kualitas, ntensitas nyeri,
fisiologis (mis. duharapkan 2. Identifikasi skala nyeri
Inflamasi, Tingkat Nyeri 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
iskemia, menurun dengan 4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
neoplasma) yang KH : Keluhan nyeri
dibuktikan dengan nyeri menurun, 5. Identifikasi pengetahuan dan dan keyakinan tentang nyeri
: meringis 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
menurun, 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
DS : mengeluh
bersikap 8. Monitor keberhasilan komplementer yang sudah
nyeri
protektif diberikan
DO : tampak menurun, gelisah 9. Monitor efek samping penggunaan analgesic
meringis, bersikap menurun, Terapeutik:
protektif (mis. frekuensi nadi 1. Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
Waspada, posisi membaik, nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
menghindari kesulitan tidur biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, Teknik imajinasi
nyeri), gelisah, menurun, terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
frekuensi nadi tekanan darah 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
meningkat, sulit membaik, pola ruangan, Pencahayaan dan Kebisingan)
tidur, Tekanan napas membaik, 3. Fasilitasi Istirahat dan Tidur
darah meningkat, proses berpikir 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
pola napas membaik, strategi meredakan nyeri.
berubah, proses menarik diri Edukasi :
berpikir menurun, focus 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
terganggu, membaik, 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menarik diri, diaphoresis 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
berfokus pada diri menurun.
17
sendiri, 4. Anjurkan menggunakan analgesic secara tepat
diaphoresis. 5. Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi : pemberian analgesik, jika perlu
3. Gangguan Rasa Setelah Dukungan Perawatan Diri : Membersihkan liang telinga
Nyaman dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
dengan gejala keperawatan (membersihkan liang telinga) sesuai usia
penyakit yang diharapkan 2. Monitor tingkat kemandirian
dibuktikan dengan Status 3. Identifikasi alat bantu kebersihan diri (membersihkan
DS : mengeluh Kenyamanan liang telinga)
tidak nyaman, Meningkat Terapeutik:
merasa gatal, dengan 1. Sediakan lingkungan terapeutik (suasana privasi)
keluar nanah dari KH : Keluhan 2. Siapkan keperluan pribadi (tisu, kapas, Cuttonbud, dll)
telinga tidak nyaman 3. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai
DO : gelisah, menurun, rasa mandiri
menunjukan gatal menurun, 4. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
gejala distress, keluar nanah dari melakukan perawatan diri
tampak merintih/ telinga menurun, 5. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
menangis, gelisah menurun, Edukasi:
iritabilitas gejala distress 1. Anjurkan melakukan peerawatan diri secara konsisten
menurun, sesuai kemampuan
merintih/
menagis
menurun,
iritabilitas
menurun
4. Resiko Defisit Setelah Pemantauan Nutrisi
Nutrisi dilakukan Observasi:
berhubungan tindakan 1. Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan gizi
dengan Ketidak keperawatan ( gangguan menelan, mengunyah tidak adekuat).
mampuan diharapkan 2. Identifikasi perubahan berat badan
menelan makanan Status Menelan
18
yang dibuktikan mmbaik dengan 3. Identifikasi pola makan
dengan: KH : 4. Identifikasi Kemampuan menelan (refleks menelan)
Nafsu makan 5. Monitor asupan oral
DS : Keluhan
membaik, Terapeutik:
nyeri menelan,
kemampuan 1. Timbang Berat Badan
Nafsu makan
megunyah 2. Ukur Antropomrtrik komposisi tubuh (mis. Indeks
menurun
refleks menelan masa tubuh ( mis. IMT, pengukuran pinggang, dan
DO : Berat badan meningkat, ukuran lipatan kulit)
menurun 10 % kemampuan 3. Hitung Perubahan Berat Badan
dibawah rentang mengosongkan 4. Atur Interval pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
ideal, otot mulut 5. Dokumentasikan hasil pemantauan
mengunyah meningkat, Berat Edukasi :
lemah, Otot Badan 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
menelan lemah. meningkat. 2. Informasikan hasil pemantaun jika perlu

5. Gangguan Setelah Manajemen Halusinasi


persepsi sensori dilakukan Observasi:
berhubungan tindakan 1. Monitor perilaku yang mengindikasikan halusinasi
dengan gangguan keperawatan pendengaran
pendengaran yang diharapkan 2. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulus
dibuktikan Status Persepsi lingkungan
dengan: Sensori membaik 3. Monitor isi halusinasi (mis. Kekerasan atau
dengan membahayakan diri)
DS : Mendengar
KH : Terapeutuk:
suara bisikan,
Verbalisasi 1. Pertahankan lingkungan yang aman
menyatakan kesal
mendengar 2. Lakukan Tindakan keselamatan Ketika tidak dapat
DO : Distorsi bisikan menurun, mengontrol perilaku (mis. Limit setting, pembatasan
sensori, Respon Distorsi sensori wilayah, pengekangan fisik, seklusi)
tidak sesuai, menurun, 3. Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi
bersikap seolah Respon sesuai (pendengaran)
mendengar stimulus 4. Hindari tentang validitas halusinasi
sesuatu, menarik membaik,
diri, melamun, Perilaku Edukasi:

19
curiga, mondar- halusinasi 1. Anjurkan monitor sendiri terjadinya halusinasi
mandir pendengaran 2. Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk
menurun, memberi dukungan dan umpan balik korektif
menarik diri terhadap halusinasi
menurun, 3. Anjurkan melakukan distraksi ( melakukan aktivitas
melamun dan teknik relaksasi )
menurun, curiga 4. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol
menurun, halusinasi (pendengaran)
mondar-mandir Kolaborasi:
menurun Kolaborasi pemberianobat antipsikotik dan anti ansietas,
jika perlu

6. Resiko Infeksi / Setelah Pencegahan Infeksi


terjadinya dilakukan Observasi:
komplikasi tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
berhubungan keperawatan Terapeutik:
dengan Supresi diharapkan 1. Batasi Jumlah Pengunjung
Respon Inflamasi Status Resiko 2. Berikan perawtan kulit pada area edema
tingkat Infeksi 3. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
menurun dengan dan lingkungan pasien
KH: 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Kebersihan
telinga Edukasi:
meningkat, 1. jelaskan tanda dan gejala infeksi
demam 2. ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
menurun, 3. ajarkan cara memeriksa kondisi luka (telinga)
kemerahan 4. anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
menurun, nyeri 5. anjurkan meningkatkan asupan cairan
menurun, Kolaborasi : kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.
bengkak
menurun, cairan
berbau busuk
menurun,
20
drainase purulent
menurun,
periode malaise
menurun, kadar
sel darah putih
membaik.

5. IMPLEMENTASI
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan
merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam
tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri
merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan maksud agar
kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.

6. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan  perawat memonitor  “kealpaan“ 
yang  terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
21
Otitis adalah radang pada telinga baik akut maupun kronik yang disebabkan
bakteri, jamur, alegi atau virus yang sulit dibedakan. Otitis dapat diklasifikasikan
menjadi 3 jenis yaitu: otitis eksterna, otitis media dan otitis Interna Tindakan yang
harus dilakukan untuk mencegah agar jangan sampai tejadi otitis adalah liang telinga
harus selalu bersih, jangan membersihkan telinga dengan menggunakan benda tajam
aau kotor, hindari benda-benda asing yang masuk ke telinga, hindari telinga saat
mandi dengan menggunakan penutup telinga.
Yang paling sering terjadi adalah Otitis Media. Anak-anak sangat rentan
terkena Otitis Media Akut (OMA) karena bentuk anatomi tuba eustachiusnya. Dua
pertiga dari semua anak mengalami episode otitis media akut pada 3 tahun pertama
kehidupan. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan salah satu faktor
risiko paling sering menyebabkan Otitis Media Akut (OMA) pada anak.

B. SARAN
Konsep Asuhan Keperawatan Otitis harus dipelajari secara sungguh karena
sangat berguna sebagai pedoman untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Otitis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan secara professional.

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Faidah dkk 2016. Buku Pemeriksaan Fisik Head to Toe. Akademi Kepeawatan Kerta
Cendekia, Sidoarjo

22
M.bacharudin & Moh. Najib 2016. Buku Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta

BUKU SDKI, SLI, SIKI, 2016


Sudipta, Made dkk 2017. Buku Panduan Belajar Koas Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar

Wayan dkk 2019. Jurnal ; Karakteristik Pasien Otitis Media Akut di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Purba et al 2021. Jurnal; Hubungan Otitis Media Akut Dengan Riwayat Infeksi Saluran
Pernapasan Atas Pada Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Jacky dkk 2020. Jurnal; Penatalaksanaan Otitis Media Akut, Universitas Andalas, padang

23

Anda mungkin juga menyukai