Anda di halaman 1dari 32

REFERAT RADIOLOGI

TUBERKULOSIS

PEMBIMBING:
dr. Caecilia Marliana, Sp.Rad

Penyusun:
Fredy Eka Sanjaya (030.14.073)
Nur Dwi Hayati Mahmud (030.14.148)
Nurza Yeyeni (030.14.152)
Shabrina Tadjoedin (030.14.173)
Stella Verinda (030.14.181)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI
PERIODE 15 JULI – 10 AGUSTUS 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing, referat dari:


Nama : Fredy Eka Sanjaya, Nur Dwi Hayati Mahmud, Nurza Yeyeni,
Shabrina Tadjoedin dan Stella Verinda
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Trisakti
Bagian : Radiologi
Judul : Tuberkulosis
Ditujukan untuk memenuhi nilai referat kepaniteraan Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti.

Jakarta, Juli 2019


Mengetahui

dr. Caecilia Marliana, Sp.Rad

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha


Esa atas segala nikmat, berkat rahmat dan karunia-Nya maka saya sebagai dokter
muda Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dapat menyelesaikan referat
dengan judul "Tuberkulosis" pada waktunya.

Referat ini dibuat oleh dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas


Trisakti demi memenuhi tugas dalam menempuh kepaniteraan di bagian
Radiologi Universitas Trisakti.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Caecilia Marliana, SP.Rad selaku dokter pembimbing yang telah


memberikan saran dan koreksi dalam penyusunan referat ini.
2. Teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak


kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan referat ini sangat penulis harapkan. Demikian
yang penulis dapat sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat dalam bidang
kedokteran, khususnya untuk bidang Radiologi.

Jakarta, Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN. .............................................................................. i


KATA PENGANTAR. ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN . ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ......................................................................... 2
2.1 Definisi ...................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi. ............................................................................ 2
2.3 Etiologi. ..................................................................................... 2
2.4 Patogenesis ................................................................................ 3
2.4.1 Primer .............................................................................. 3
2.4.2 Pasca-Primer .................................................................... 4
2.5 Patofisiologi. .............................................................................. 6
2.6 Diagnosa. ................................................................................... 7
2.7 Gambaran Radiologis. .............................................................. 10
a. Primer. ........................................................................... 10
b. Pasca-Primer. ................................................................. 13
c. Komplikasi. ................................................................... 20
2.7 Penatalaksanaan. ...................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27

iii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1....................................................................................................... 12
GAMBAR 2 ...................................................................................................... 13
GAMBAR 3 ...................................................................................................... 14
GAMBAR 4....................................................................................................... 15
GAMBAR 5 ...................................................................................................... 16
GAMBAR 6 ...................................................................................................... 17
GAMBAR 7 ...................................................................................................... 17
GAMBAR 8....................................................................................................... 18
GAMBAR 9 ...................................................................................................... 19
GAMBAR 10. .................................................................................................... 20
GAMBAR 11..................................................................................................... 21
GAMBAR 12..................................................................................................... 22
GAMBAR 13..................................................................................................... 23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium
tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak
(droplet) dari penderita TB kepada individu yang rentan (daya tahan tubuh
rendah). Pada umumnya TB menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga
menyerang organ lainnya. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat
Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu
orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah
India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa TB
masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia. Indonesia
merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ketiga di dunia setelah India dan
Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah
pasien TB di dunia.1,2

Prinsip diagnosis dan penatalaksanaan TB di berbagai belahan dunia


adalah sama, yaitu mulai dari diagnosis yang akurat, pengobatan yang sesuai
standart, monitoring, dan evaluasi pengo batan serta tanggungg jawab kesehatan
masyarakat. Ketepatan diagnosis sangat menentukan keberhasilan tahap
penatalaksanaan TB berikutnya.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.
Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak (droplet) dari
penderita TB kepada individu yang rentan (daya tahan tubuh rendah). Pada
umumnya TB menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga menyerang organ
lainnya.1
2.2 Epidemiologi
Penderita TB paru 95% berada di negara berkembang dan 75% penderita
TB paru adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun) dengan tingkat sosial
ekonomi rendah. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB paru, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita
TB paru. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita
TB paru adalah daya tahan tubuh, kondisi lingkungan, status sosial ekonomi, gizi
buruk, gaya hidup, genetik dan adanya penyakit lain seperti diabetes, campak dan
HIV merupakan faktor risiko yang selama ini diyakini berhubungan dengan
kejadian TB.1

2.3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus tau sedikir


melengkung, tidak berspora, dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukurang lebar
0,3-0,6 mikrometer dan panjang 1-3 mikrometer. Dinding M. tuberculosis sangat
kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding
sel M. tuberculosis ialah asa mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut sebagai cord factor, dan sulfolipid yang berperan dalam
virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60-C90) yang
dihubungkan dengan arabinogalactan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding
sel bakteri tersebut ialah polisakarida seperti arabinogalactan dan arabinomanan.

2
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri ini bersifat
tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilang zat
warna tersebut dengan larutan asam alkohol. 3
2.4 Patogenesis
Pasien dengan tuberculosis pulmonal aktif merupakan sumber infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Pada lebih dari 90% pasien yang terinfeksi oleh M.
tuberculosis, pathogen hadir secara asimptomatik.4

2.4.1 Primer3

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di


jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:

 Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad


integrum)
 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
 Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi
pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan

3
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis. 

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke
dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian
penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh,
jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan. Akan tetapi bila tidak terdapat imunitas
yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberculosis milier, meningitis tuberculosis,
thyphobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberculosis pada alat tubuh lainnya.

Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berkakhir dengan:

 Sembuh dengan meninggalkan sekuele; atau


 Meninggal
2.4.2 Post-Primer3

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian


tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan
sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior
maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat

4
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar. 

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Nasib kaviti ini :
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik
baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti
yang disebutkan diatas 

b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan
disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan
menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi 

c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped). 


5
Gambar 7. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post-Primer dan
Perjalanan Penyembuhannya.3

2.5 Patofisiologi3

Batuk yang merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi karena
kelainan patologik pada saluran pernapasan akibat kuman M.tuberculosis. Kuman
tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih
di daerah apeks karena pO2 alveolus paling tinggi.

Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi


jaringan yang karakteristik ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat sel
makrofag. Respons awal pada jaringan yang belum pernah terinfeksi ialah berupa
sebukan sel radang, baik sel leukosit polimorfonukleus (PMN) maupun sel fagosit
mononukleus. Kuman berproliferasi dalam sel, dan akhirnya mematikan sel
fagosit. Sementara itu sel mononukleus bertambah banyak dan membentuk
agregat. Kuman berproliferasi terus, dan sementara makrofag (yang berisi kuman)
mati, sel fagosit mononukleus masuk dalam jaringan dan menelan kuman yang
baru terlepas. Jadi terdapat pertukaran sel fagosit mononukleus yang intensif dan
berkesinambungan. Sel monosit semakin membesar, intinya menjadi eksentrik,
sitoplasmanya bertambah banyak dan tampak pucat, disebut sel epiteloid. Sel-sel
tersebut berkelompok padat mirip sel epitel tanpa jaringan diantaranya, namun
tidak ada ikatan interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan sel epitel.

Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan
sebagian sel datia ini berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di
tepi) dan sebagian berupa sel datia benda asing (inti tersebar dalam sitoplasma).

Lama-kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma,


kapiler dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut
perkijuan, dan jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba
berkurang. Granuloma dapat mengalami beberapa perkembangan , bila jumlah
mikroba terus berkurang akan terbentuk simpai jaringan ikat mengelilingi reaksi

6
peradangan. Lama kelamaan terjadi penimbunan garam kalsium pada bahan
perkijuan. Bila garam kalsium berbentuk konsentrik maka disebut cincin
Liesegang . Bila mikroba virulen atau resistensi jaringan rendah, granuloma
membesar sentrifugal, terbentuk pula granuloma satelit yang dapat berpadu
sehingga granuloma membesar. Sel epiteloid dan makrofag menghasilkan
protease dan hidrolase yang dapat mencairkan bahan kaseosa. Pada saat isi
granuloma mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi perluasan penyakit.

Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah
terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi
sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras dengan disertai nekrosis
jaringan. Akan tetapi pertumbuhan kuman tretahan dan penyebaran infeksi
terhalang. Ini merupakan manifestasi reaksi hipersensitiviti dan sekaligus imuniti.

2.6 Diagnosa

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan


dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.1
TB Paru Dewasa
Anamnesis
Gejala Tuberkulosis
a. Gejala utama : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3
(tiga) minggu atau lebih.

b. Gejala tambahan yang sering dijumpai :


1. Batuk darah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun
4. Rasa kurang enak bada (malaise)
5. Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
6. Demam / meriang lebih dari sebulan

7
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau
tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan
yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada,
badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih
dari sebulan.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada
pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan
terutama pada kasuskasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimtomatik. Pada TB paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otototot interkostal. Bila TB mengenai
pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan terlihat
tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak, auskultasi
memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam
penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin
atau uji tuberkulin yang positif.1

TB Paru Anak
Definisi anak menurut IDAI adalah usia 0- 18 tahun. Penegakan diagnosis
TB paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang
diambil dari penderita misalnya dahak bilasan lambung biopsi dll, tetapi
pada anak hal ini sulit dan jarang didapat sehingga sebagian besar
diagnasis TBC anak didasarkan atas gambar klinis gambar foto rontgen
dada dan uji tuberkulin. Untuk itu penting memikirkan adanya TBC pada

8
anak kalau terdapat tanda tanda yang mencurigakan atau gejala gejala
seperti dibawah ini:
Seorang anak harus dicurugai menderita tuberkulosis kalau
 Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC
BTA positif
 Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG ( dalam 3–
7 hari )
 Terdapat gejala umum TBC
Gejala umum TBC pada anak :
 Berat badan turun selama 3 bulan berturutturut tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik (failure to thrive).
 Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat
badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
 Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria
atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.
 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya
multipel paling sering didaerah leher ketiak dan lipatan paha
(inguinal).
 Gejala –gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30
hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk) tanda cairan didada
dan nyeri dada.1
2.7 Gambaran Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada
awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologinya berupa bercakbercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak
tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan
dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma.

9
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu
bagian paru. Gambaran TB milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah
lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti
infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan
emfisema.1

Primer

TB Primer biasanya ditemukan pada pasien yang sebelumnya belum pernah


terinfeksi oleh kuman TB. Prevalensinya tinggi pada bayi dan anak dibawah 5
tahun. Secara radiologi, TB bermanifestasi sebagai 4 gambaran utama;
parenchymal disease, lymphadenopathy, miliary disease, dan pleural effusion.3

o Parenchymal disease
Biasanya bermanifestasi sebagai; perselubungan homogen /
konsolidasi parenkim di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
o Lymphadenopathy
96% ditemukan pada anak dan 43% pada pasien dewasa.
Lymphadenopathy biasanya unilateral dan berada disisi kanan,
termasuk hilus dan regio paratrakeal kanan. Diameter nodus yang
>2cm biasanya mengalami sedikit nekrosis dibagian tengah pada
gambaran CT-Scan memiliki nilai ―highly suggestive‖ pada penyakit
aktif(30). CT scan biasanya lebih sensitif dibandingkan foto Thorax
dalam menentukan limfadenopati.

10
Gambar 1. Limfadenopati. 6

 TB Milier
Biasanya terjadi pada lansia, bayi, dan pasien dengan
immunocompromised dalam 6 bulan sejak paparan. Biasanya
gambaran radiologi ditumakan nodus difus kecil 2-3mm, dan sekitar
85% kasus ditemukan pada lobus inferior. Gambaran CT-Scan
biasanya lebih sensitif dan didapatkan gabaran nodules seen dengan
distribusi yang tidak teratur. Nodulus tersebut biasanya menghilang
dalam 2-6 bulan pengobatan tanpa meninggalkan bekas / kalsifikasi.
Namun dapat mengalami konvalesens membentuk konsolidasi fokal
ataupun difus.
 Efusi Pleura
Biasanya ditemukan pada 1:4 pasien yang terbukti sedang mengalami
TB Primer(29). Efusi Pleura bermanifestasi sekitar 3-7 bulan setelah
pajanan. Dan jarang ditemukan pada bayi. Biasanya unilateral. Dapat
terjadi penebalan pleura dan juga kalsifikasi.

11
Gambar 2. TB Milier.6

Pasca Primer

 Klasifikasi TB pasca primer menurut American Tuberculosis Association5:


1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis): yaitu luas sarang-sarang
yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garisgaris median,
apeks, dan iga 2 depan, sarangsarang soliter dapat berada dimana saja,
tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak ditemikan adanya
lubang (kavitas).

12
Gambar 3. Tuberkulosis Tingkat Minimal

2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis): yaitu luas


sarang-sarang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru,
sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat
bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma
menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi
luas satu lobus.

Gambar 4. Tuberkulosis Tingkat Lanjut Sedang


`
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis): yaitu luas daerah

13
yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih dari pada klasifikasi kedua di
atas, atau bila ada lubang-lubang, maka diameter keseluruhan semua
lubang melebihi 4 cm.

Gambar 5. Tuberkulosis Tingkat Sangat Lanjut


 Pembagian Tuberkulosis Pasca-Primer di bidang Radiologi
Pada bidang radiologi, TBC post primer mungkin bermanifestasi sebagai
penyakit parenkim, keterlibatan jalan napas, dan ekstensi pleura. 6
1. Penyakit Parenkim
Temuan paling awal di penyakit parenkim adalah gambaran
konsolidasi yang tidak merata terutama di segmen apikal dan posterior

14
lobus superior. Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu segmen paru
terlibat, dengan penyakit bilateral terlihat pada sepertiga dari dua
pertiga kasus. Kavitasi, ciri khas tuberkulosis postprimer,
mempengaruhi sekitar 50% pasien. Rongga biasanya memiliki dinding
tebal yang tidak beraturan menjadi halus dan tipis dengan pengobatan
yang berhasil. Rongga biasanya berlipat ganda dan terjadi dalam area
konsolidasi. Resolusi dapat menghasilkan perubahan atau jaringan
parut emfisematosa. Sebagian kecil rongga menunjukkan udara-cairan
tingkat; Namun, temuan ini dapat menunjukkan adanya superinfeksi.
Jika ada penyakit saluran napas dan, khususnya, penyebaran infeksi
endobronkial, gambaran khas tree-in-bud dapat berkembang. Temuan
ini, yaitu biasanya terlihat di pinggiran paru-paru dan menyerupai
pohon bercabang dengan kuncup di ujung pohon cabang, merupakan
indikasi TB aktif. Limfadenopati dan pneumotoraks adalah terlihat
hanya pada sekitar 5% pasien.

Gambar 6. Parenchymal postprimary tuberculosis. Chest radiograph


demonstrates the characteristic bilateral upper lobe fibrosis

15
associated with postprimary tuberculosis.

Gambar 7. Parenchymal postprimary tuberculosis. High-resolution CT


scan shows the typical apical cavitation of postprimary tuberculosis.

16
Gambar 8. Parenchymal postprimary tuberculosis. High-resolution CT
scan demonstrates multiple small, centrilobular nodules connected to
linear branching opacities. This so-called tree-in-bud appearance is
typically seen in postprimary tuberculosis.

2. Keterlibatan Jalan Nafas


Ditandai dengan stenosis bronkial, menyebabkan lobus paru kolaps
atau hiperinflasi pneumonia obstruktif, dan impaksi mukoid. Stenosis
bronkial terlihat pada 10% - 40% pasien dengan TB aktif dan paling
baik ditunjukkan dengan CT, yang biasanya menunjukkan
penyempitan segmen panjang, penebalan dinding yang tidak teratur,
obstruksi luminal, dan kompresi ekstrinsik. Hal ini juga menghasilkan
gambaran kekeruhan tree in bud dan traksi bronkiektasis, khususnya
dari lobus atas.

17
3. Ekstensi Pleura
Gambaran perluasan pleura dapat berupa terjadinya efusi pleura yang
merupakan gambaran keterlibatan pleura yang paling sering pada
tuberkulosis primer tetapi hanya terlihat pada sekitar 18% dari pasien
dengan tuberkulosis postprimer. Pleura bisa menjadi menebal, yang
dapat menyebabkan empiema TB dan risiko terkait afistula
bronkopleural. Penebalan dan pengapuran pleura residual juga dapat
terjadi.

Gambar 9. Multiseptated tuberculous empyema. US image shows


numerous linear echogenic structures in the pleural cavity representing
multiple septa, findings that are typically seen in postprimary tuberculosis.

Komplikasi
1. Tuberkulosis pada tulang dan sendi
Tuberkulosis tulang dan sendi sebagai komplikasi diluar paru adalah relatif jarang
dijumpai. Dilaporkan angka kejadian TB tulang dan sendi sekitar 1-3% dari
seluruh kasus TB. Sekitar setengah kasus TB muskuloskeletal adalah TB pada
tulang belakang. Artritis TB (infeksi sendi oleh kuman TB) biasanya menyerang
satu sendi (monoartikuler), dan kuman TB dapat ditemukan pada sendi.

18
Tuberkulosis sendi terjadi oleh karena penyebaran dari infeksi TB pada paru,
ginjal, kelenjar limfe, atau penjalaran langsung dari jaringan sekitarnya. Selain
sendi penumpu berat badan, TB sendi juga bisa ditemukan pada sendi
pergelangan tangan, siku, dan sendi-sendi jari tangan. Infeksi TB pada sendi dan
tulang dapat menyebabkan kerusakan pada sendi dan tulang yang akhirnya
menyebabkan kecacatan yang menetap. Kerusakan lebih cepat terjadi jika sendi
yang terinfeksi adalah sendi penumpu berat badan.
Gambaran radiologi biasanya terlihat 2-5 bulan setelah perlangsungan dari TB
sendi. Ada tiga gambaran khas dari pemeriksaan radiologi TB sendi adalah
osteoporosis (pengeroposan)tulang sekitar sendi, erosi tulang, dan penyempitan
celah sendi.

Tuberkulosis Tulang

Gambar 10.

19
Tuberkulosis Sendi

Gambar 11.

2. Tuberkulosis pada tulang panjang

Gambar 12.

20
3. Tuberkulosis pada tulang belakang
Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
yang mengenai tulang belakang. Insiden spondilitis TB masih sulit ditetapkan,
sekitar 10% dari kasus TB ekstrapulmonar merupakan spondilitis TB dan
1,8% dari total kasus TB.
Pemeriksaan radiologi pada tulang belakang sangat mutlak dilaksanakan
untuk melihat kolumna vertebralis yang terinfeksi pada 25%-60% kasus.
Vertebra lumbal I paling sering terinfeksi. Pemeriksaan radiologi dapat
ditemukan fokus infeksi pada bagian anterior korpus vertebre dan menyebar
ke lapisan subkondral tulang. Pada beberapa kasus infeksi terjadi di bagian
anterior dari badan vertebrae sampai ke diskus intervertebrae yang ditandai
oleh destruksi dari end plate. Elemen posterior biasanya juga terkena.
Penyebaran ke diskus intervertebrae terjadi secara langsung sehingga
menampakkan erosi pada badan vertebra anterior yang disebabkan oleh abses
jaringan lunak.8

Gambar 13.

21
4. Meningitis Tuberkulosa

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak


(meningen) yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis. Penyakit
ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru.Klasifikasi Meningitis TB Menurut British Medical Research
Council, meningitis tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi tiga stage yang
terdiri atas

22
5. Tuberkulosis Parenkim
Tuberkulosis parenkim otak memiliki hubungan yang erat dengan
kejadian meningitis tuberculosis. Tuberculosis parekim biasanya
menunjukan manifestasi berupa abses cerbri, cerebritis, atau ensefalopati
tuberculosis

6. Tuberkulosis Abdominal

23
Penatalaksanaan3

Penatalaksanaan TB Paru di Rumah Sakit atau Klinik Praktek. 3

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

 TB Paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas


Paduan obat yang diberikan: 2 RHZE / 4 RH
Alternatf: 2 RHZE / 4R3H3 atau
(program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk:

a. TB paru BTA (+), kasus baru 



b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas 
(termasuk
luluh paru) 

c. TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan,
dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada
keadaan:

a. TB dengan lesi luas 



b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid) 

c. TB kasus berat (milier, dll)

24
 TB Paru (kasus baru), BTA negatif
Paduan obat yang diberikan: 2 RHZ / 4 RH
Alternatif: 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk:
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
 TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada
fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat
sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih
lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3
RHZE / 6 RH 
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3.

 TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif
(seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal
selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2
RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi.

 TB Paru kasus lalai berobat


Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

a. Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 
minggu,


pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal
b. Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu:
1) Berobat ≥ 4 bulan, BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT diberhentikan.
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.

25
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama.
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif,
akan tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.

 TB Paru kasus kronik


Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif
dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain
seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Fathiyah S. Diagnosis TB Dewasa dan Anak berdasarkan ISTC (International
Standard fot TB Care). Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang. 2011;7(15): 57—66.
2. Kemenkes RI. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB) tahun 2009.
Jakarta: Kemenkes RI; 2009.
3. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia. 2011. p.1-55.
4. Zumla A, Raviglione M, Hafer R, van Reyn CF. Current concepts tuberculosis. N J
Eng Med 368;8:745-55.
5. American Tuberculosis Association. Availbale at :
https://www.ajronline.org/doi/pdf/10.2214/AJR.07.3896 . Accessed on : July
18th 2019.
6. Burril J at all. Tuberculosis: A Radiologic Review. 2007; 27:1255–1273.
Available at : https://pubs.rsna.org/doi/pdf/10.1148/rg.275065176 . Accessed
on : July 18th 2019.
7. Vanhoenacker FM, Sanghvi DA, dan De Backer AI Imaging features of
extraaxial musculoskeletal tuberculosis. Indian J Radiol Imaging. 2009 Aug;
19(3): 176–186.
8. Paramarta I Gede E dkk: Spondilitis Tuberkulosis Sari Pediatri, 10; 3: 2008.

27

Anda mungkin juga menyukai