Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

Parotitis Epidemika

Disusun oleh :
Yuni Tri Yustianti
NIM : 030.14.204

Pembimbing :
dr. Nurmilawati, Sp.PD, KEMD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KARDINAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 5 November 2018 – 12 Januari 2019
LEMBAR PENGAJUAN

REFERAT
Parotitis Epidemika

Diajukan untuk memenuhi syarat Kepaniteraan


Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kardinah
Periode 5 November 2018 – 12 Januari 2019
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Disusun oleh :
Yuni Tri Yustianti
NIM : 030.14.204

Pembimbing :
RSUD Kardinah

dr. Nurmilawati, Sp.PD, KEMD

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah referat yang berjudul Parotitis Epidemika. Referat ini
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik departemen Ilmu Penyakit Dalam Studi
Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr.
Nurmilawati, Sp.PD, KEMD, FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan waktu
dan bimbingannya sehingga makalah referat ini dapat terselesaikan.

Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa referat ini masih
belum sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangatlah
penulis harapkan untuk menyempurnakan referat ini di kemudian hari. Terlepas dari segala
keterbatasan yang ada penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.

Tegal, 11 Januari 2019


Penulis

Yuni Tri Yustianti


(030.14.204)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Parotis ................................................... 2
2.2 Parotitis Epidemika .................................................................................... 3
2.2.1 Definisi .................................................................................................. 3
2.2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 4
2.2.3 Klasifikasi ................................................................................................ 5
2.2.4 Etiologi. ................................................................................................... 6
2.2.5 Patogenesis ............................................................................................. 7
2.2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................... 9
2.2.7 Diagnosis ................................................................................................. 13
2.2.8 Diagnosis Banding................................................................................... 16
2.2.9 Penatalaksanaan ....................................................................................... 16
2.2.10 Komplikasi ............................................................................................ 18
2.2.11 Pencegahan ........................................................................................... 21
2.2.12 Prognosis ............................................................................................... 22
BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 24

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

Parotitis epidemika atau mumps merupakan infeksi virus akut sistemik yang
terutama mengenai anak usia sekolah dan dewasa muda dengan manifestasi klinis
utama pembesaran kelenjar parotis.1 Infeksi ini umumnya bersifat ringan dan
dapat sembuh sendiri, sepertiga orang terinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis.
Pada orang dewasa dan usia tua manifestasi klinis biasanya lebih berat.2 Sebelum
ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika merupakan
penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur <15 tahun
sebesar 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun.3

Setelah ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi


sangat jarang. Di negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat
kurang dari 1.000 kasus per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada
anak besar dan dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa di tempat
kuliah atau tempat kerja. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai
insidens terjadinya parotitis epidemika. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
(IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008
terdapat 105 kasus parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang
tiap tahunnya, dengan jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5
kasus/tahun setelah tahun 2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus
parotitis epidemika. Tidak ada data mengenai jumlah kasus orkitis pada parotitis
epidemika di RSCM. Orkitis terjadi sebagai perjalanan parotitis epidemika
berlangsung selama kurang lebih 4 hari. Orkitis pada parotitis epidemika tidak
menular namun dapat menyebabkan atrofi pada testis dan menyebabkan
infertilitas.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Parotis

Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar


saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar
parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Kelenjar parotis yang
merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di depan telinga,
antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang meluas
ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam
selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi
kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial,
menembus otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar
ke-2 permanen rahang atas.

Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua


setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran
submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada
satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah
terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar. Kelenjar sublingualis
adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam. Masing-masing
kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara
mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah
kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam
kuda di sekitar frenulum lingualis.

Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis,


kelenjar labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis
terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis
anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan
terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar campuran posterior.
Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral
dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus. Kelenjar bukalis dan kelenjar
2
labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini bersifat mukus dan serus.
Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak dan uvula
serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki
sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak
di lipatan glossopalatinal.

Gambar 1. Anatomi kelenjar saliva

2.2 Parotitis Epidemika

2.2.1 Definisi

Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular


yang disebabkan virus (Paramyxovirus). Virus ini menyerang kelenjar air liur di
mulut, terutama kelenjar parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di
bawah dan di depan telinga sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher
bagian atas atau pipi bagian bawah.4 Mumps atau parotitis epidemika merupakan
self limiting disease yang disebabkan oleh infeksi virus yang paling sering terjadi
di anak usia sekolah dan remaja. Gambaran klasik mumps adalah pembengkakan
nonsuppuratif dan rasa nyeri kelenjar ludah. Infeksi ini biasanya bersifat jinak,
dan banyak kasus yang subklinis.5

Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis, sistem saraf pusat,
pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko
besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan
3
atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid
dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh. Tidak semua orang yang
terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi sumber
penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas (masa
inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.5

Penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui:5

 Kontak langsung

 Percikan ludah (droplet)

 Muntahan

 Bisa pula melalui air kencing

2.2.2 Epidemiologi

Mumps endemis di seluruh dunia. Di Skandinavia pada tahun 1977 - 1979


sebelum ada program vaksinasi, kejadian mumps mencapai 200 - 700/100.000
penduduk per tahun. Di Amerika Serikat, kejadian mumps menurun drastis sejak
dimulainya vaksinasi tahun 1967 (pada tahun 1968 dilaporkan 185.691 kasus dan
tahun 2001 hanya 266 kasus). Di Amerika Serikat mumps dapat ditemukan
sepanjang tahun, namun insidensi puncak terjadi antara bulan Januari sampai Mei.
Pada bulan Juni 2009 sampai Januari 2010 dilaporkan outbreak mumps di New
York dan New Jersey yang mencapai 1.521 kasus, dimana 91% pasien berusia
lebih dari 6 tahun dan 85% pernah mendapat vaksin MMR (Measles, Mumps,
Rubella) 2 dosis. Epidemi mumps telah dilaporkan pada barak militer, penjara,
asrama, sekolah, dan kapal.6 Mumps jarang terjadi pada bayi dibawah 1 tahun dan
di Amerika Serikat 49% infeksi dilaporkan terjadi pada orang berusia diatas 15
tahun.7 Tidak ada perbedaan kejadian parotitis antara pria dan wanita. Manusia
merupakan satu-satunya hospes alamiah virus ini dan tidak dikenal kondisi
carrier.

4
Insidens pada umur < 15 tahun adalah 85% dengan puncak insidens
kelompok umur 5-9 tahun. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai
insidens terjadinya parotitis epidemika.8 Jika seseorang pernah menderita mumps,
maka dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya. Yang terkena biasanya
adalah kelenjar parotis, yaitu kelenjar ludah yang terletak diantara telinga dan
rahang. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis, sistem saraf pusat,
pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko
besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan
atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid
dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.5

2.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi dari parotitis epidemika berupa:

1. Parotitis Kambuhan
Sudah pernah terinfeksi sebelumnya kemudian kambuh. Anak-anak mudah
terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan hingga akhir
masa kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya anak telah terinfeksi virus
kemudian kambuh lagi.

2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah
yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut,
khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan
dehidrasi.9

5
No Jenis Parotitis

1. Mumps Penyakit virus akut yang biasanya


menyerang kelenjar ludah terutama
kelenjar parotis

2. Parotitis Supuratif Akut Penyakit yang menyerang kelenjar ludah


akibat infeksi retrograd dari rongga mulut

3. Parotitis Rekurens Penyakit yang menyerang kelenjar ludah


Juvenile akibat malformasi duktus kongenital

4. Parotitis Kronik Peradangan non spesifik pada kelenjar


parotis yang ditandai dengan eksaserbasi
intermiten nyeri & pembengkakan
unilateral kelenjar parotis dengan interval
remisi yang asimptomatik

2.2.4 Etiologi

Virus mumps merupakan famili Paramyxoviridae. Famili Paramyxoviridae


mencakup : Rubulavirus (virus mumps, virus New Castle disease, virus
parainfluenza tipe 2, 4a, 4b), Paramyxovirus (virus parainfluenza tipe 1 dan 3),
Morbilivirus (measles) dan Pneumavirus (human respiratory syncytial virus).
Virus mumps berbentuk sferis iregular dengan diameter 90-300nm. Genom virus
mengkode 8 protein: hemaglutinin-neuraminidasil (HN), fusion protein (F),
nukleocapsid protein (NP), phosphoprotein (P), matrix protein (M), hydrophobic
protein (SH), L protein. Protein F dan HN tampaknya merupakan determinan
utama imunitas. Terdapat 13 genotipe (A samapai M) virus diketahui, namun
hanya dikena satu serotipe virus mumps. Pada suhu 4 derajat celsius virus dapat
bertahan selama beberapa hari, namun pada suhu -65 derajat celsius virus dapat
hidup berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.1

Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 – 300 mµ. Virus telah


diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi
6
lain. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily
Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2
glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini
juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau
yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang
berasal dari hemaglutinin permukaan.

Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada
suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30
detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfa local dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis,
ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf
pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa
penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal,
darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7
hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada
kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar ludah
dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.

2.2.5 Patogenesis

Transmisi virus terjadi melalui kontak langsung, droplet nuclei, muntahan


yang masuk melalui hidung atau mulut. Penularan virus mumps tidak semudah
virus measles atau varisella. Masa puncak penularan terjadi sebelum atau saat
timbul parotitis. Diperkirakan pada masa inkubasi, virus berproliferasi pada epitel
saluran nafas bagian atas dan terjadi viremia, pada tahap selanjutnya terlokalisasi
pada kelenjar dan jaringan saraf.1

Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari
percikan ludah, kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan
urin. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan
adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum
7
konvalesens. Masa inkubasi 14 sampai 24 hari kemudian virus bereplikasi di
dalam traktus respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam
tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis / epitel traktus respiratorius kemudian
terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus
berdiam di jaringan kelenjar / saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula
parotis. Keadaan ini disebut parotitis.10

Reaksi inflamasi merangsang keluarnya bradikinin yang akan merangsang


saraf sensorik dan mengakibatkan nyeri. Selain bradikinin, reaksi inflamasi tadi
merangsang pengeluaran histamin yang berakibat pada peningkatan permeabilitas
pembuluh darah sehingga terjadi edema pada pipi. Edema pada pipi dapat
menekan saraf aurikula temporal sehingga terjadi nyeri pada telinga. Selain itu
reaksi imun yang terjadi saat masa viremia awal mengakibatkan keluarnya IL-1,
kemudian IL-1 menghasilkan pirogen endogen yang akan diteruskan menuju
hipotalamus sebagai pusat regulasi suhu tubuh untuk merangsang prostaglandin
dan akan menimbulkan demam. Bila testis terkena infeksi maka terdapat
perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-
kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.9

Pada pemeriksaan patologi kelenjar parotis yang terinfeksi virus mumps,


didapatkan edema interstisial dan eksudat serofibrinous yang didominasi oleh sel
mononukleus. Gambaran patologi pada pankreas atau testis yang terkena mirip
dengan parotis, kecuali perdarahan interstisial dan sel polimorfonukleus lebih
sering dijumpai pada orkitis. Kadang-kadang didapatkan area yang mengalami
infark pada testis dan pada kasus berat terjadi atrofi epitel germinal disertai
hialinisasi dan fibrosis. Pada ensefalitis mumps (post-infectious encephalitis)
didapatkan demielinisasi perivenous, perivaskular mononuklear cuffing, dan
peningkatan sel mikroglia dengan neuron yang relatif baik.1

8
2.2.6 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi mumps antara 2-4 minggu, sebagian 16 - 18 hari. Gejala


prodromal tidak khas, mencakup demam ringan, anoreksia, malaise, sakit kepala.
Dalam waktu 1 hari manifestasi klinis menjadi nyata dengan timbulnya sakit
telinga dan nyeri pada saat parotis unilateral. Dalam waktu 2-3 hari, parotis
membesar dan mencapai ukuran maksimal disertai nyeri hebat. Umumnya
kelenjar parotis lainnya membesar 1-2 hari kemudian. Pembesaran kelenjar
parotis unilateral terjadi pada 25% kasus. Pembesaran parotis bisa menyebabkan
trismus dan kesulitan berbicara dan menelan. Setelah parotis mencapai besar
maksimal, nyeri dan demam segera berkurang dan kelenjar parotis kembali ke
ukuran normal dalam waktu 1 minggu. Komplikasi parotitis jarang terjadi, namun
dilaporkan dapat terjadi sialiektasis yang mengakibatkan sialadenitis akut
berulang atau sialadenitis kronis. Selain kelenjar parotis, pada kurang lebih 10%
kasus dapat terjadi infeksi pada kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual.1

9
Pada anak, manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak
bersama dengan demam (suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri
otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan
adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut), dan malaise. Awalnya
ditandai dengan nyeri dan pembengkakan parotis yang khas, mula-mula mengisi
rongga antara tepi posterior mandibula dan mastoid kemudian meluas dalam
deretan yang melengkung ke bawah dan ke depan, di atas dibatasi oleh zigoma.
Edema kulit dan jaringan lunak biasanya meluas lebih lanjut dan mengaburkan
batas pembengkakan kelenjar, sehingga pembengkakan lebih mudah disadari
dengan pandangan daripada dengan palpasi.

Pembengkakan terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa jam dengan


puncak pada 1-3 hari. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga ke atas
dan ke luar, dan sudut mandibula tidak lagi dapat dilihat. Pembengkakan
perlahan-lahan menghilang dalam 3-7 hari. Satu kelenjar parotis biasanya
membengkak sehari atau dua hari sebelum yang lain, tetapi lazim pembengkakan
terbatas pada satu kelenjar. Daerah pembengkakan terasa lunak dan nyeri. Edema
faring dan palatum mole homolateral menyertai pembengkakan parotis dan
memindahkan tonsil ke medial. Pembengkakan parotis biasanya disertai dengan
demam sedang hingga 40°C.3

Gambar 2. Gambaran mumps pada anak

10
Manifestasi mumps di luar kelenjar ludah mencakup berbagai organ.
Meningitis didapaatkan pada 1-10% kasus, biasanya terjadi 4 hari setelah
parotitis, namun dapat terjadi 1 minggu sebelum atau 2 minggu setelah parotitis.
Kejadian pada pria 3 kali lebih sering daripada wanita. Meningitis karena mumps
biasanya bersifat ringan dan sembuh total tanpa sekuele. Ensefalitis dilaporkan
terjadi pada 1 diantara 6.000 hingga 400 kasus. Ensefalitis terjadi pada saat
bersamaan dengan munculnya parotitis sebagai akibat invasi virus pada neuron
dan sebagian besar terjadi 7-10 hari setelah onset parotitis (proses demielinasi
pasca-infeksi) yang berhubungan dengan respon imun hospes terhadap virus.
Manifestasi klinis ensefalitis mumps, meliputi demam tinggi, penurunan
kesadaran, kejang, paresis, afasia, gerakan involunter. Kematian terjadi pada
1,4% kasus dan biasanya pada fase awal invasi virus ke susunan saraf pusat.
Gejala neurologi membaik dalam waktu 1-2 minggu, namun dilaporkan adanya
sekuele seperti gangguan psikomotor dan kelainan konvulsif. Gangguan
pendengaran pada frekuensi tinggi yang bersifat sementara dilaporkan pada
4,4% kasus dan pada 1:20.000 kasus terjadi tuli permanen unilateral. Manifestasi
neurologi lainnya meliputi ataksia serebelar, facial palsy, transverse myelitis,
ascending poliradiculitis (Guillain-Barre syndrome), poliomyelitis-like
syndrome, stenosis aqueductal yang dapat menyebabkan hidrosefalus. Pada
orang dewasa, epididimo-orkitis merupakan manifestasi di luar kelenjar ludah
yang paling sering (20 – 30 %).1,12 Dua pertiga kasus terjadi pada minggu
pertama parotitis dan 25% terjadi pada minggu kedua. Namun demikian,
keterlibatan gonad dapat terjadi sebelum parotitis muncul atau menjadi satu-
satunya manifestasi mumps. Gambaran klinis epididimo-orkitis adalah
pembesaran skrotum disertai rasa nyeri dan kemerahan. Epididimitis didapatkan
pada 85% kasus dan biasanya mendahului orkitis. Testis dapat membesar sampai
3-4 kali ukuran normal dan membaik dalam waktu sekitar 5 hari, tetapi nyeri
dapat berlangsung sampai 2 minggu pada 20% kasus. Orkitis bilateral terjadi
kurang dari 15% kasus. Bila testis diperiksa beberapa bulan atau tahun
kemudian, atrofi ringan didapatkan pada 50% pasien. Infertilitas yang
disebabkan orkitis mumps sangat jarang. Beberapa kasus keganasan testis yang
disebabkan orkitis mumps pernah dilaporkan. Pada 5% wanita dewasa
dilaporkan terjadi ooforitis. Gangguan fertilitas dan menopause dini akibat
11
ooforitis mumps sangat jarang. Kelainan sendi yang berhubungan dengan mumps
diantaranya poliartritis migrans yang melibatkan sendi besar maupun kecil.
Pankreatitis biasanya ringan, ditandai oleh demam, mual, muntah, nyeri
epigastrium. Miokarditis jarang terjadi, namun pernah dilaporkan kematian
karena miokarditis yang berkaitan dengan mumps. Kelainan EKG didapatkan
sampai 15% kasus, paling sering ST depresi, T inversi, pemanjangan interval
PR. Kematian karena nefritis yang berhuubungan dengan mumps juga pernah
dilaporkan. Manifestasi lain yang sangat jarang antara lain tiroiditis, mastitis,
prostatitis, hepatitis, trombositopenia purpura.1

Manifestasi Frekuensi (%)


Kelenjar
Parotitis 60-70
Adenitis submandibular/sublingual 10
Epididimo-orkitis 25 (pria post-puber)
Ooforitis 5 (wanita post-puber)
Pankreatitis 4
Neurologi
Pleositosis CSF asimptomatik 50
Meningitis aseptic 1-10
Ensefalitis 0,02-0,3
Ketulian sementara 4
lain-lain
Abnormalitas EKG 5-15
Gangguan fungsi ginjal ringan 30-60

Tabel 1. Manifestasi Klinis Utama Mumps1

12
2.2.7 Diagnosis

Penegakkan diagnosis dari parotitis epidemika yaitu:

1. Anamnesis
a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau
menelan, terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk.
b. Demam, biasanya suhu mencapai 38,9-40o Celcius
c. Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Menggigil
f. Sakit kepala

2. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu meningkat mencapai 38,9-40o Celcius
b. Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan
rahang)
c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak

3. Pemeriksaan Penunjang
Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan, sebab
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun jika gejala
tidak jelas diagnosis didasarkan pada :

a. Darah rutin

Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya


leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun.
Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan
limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis
polimorfonuklear tingkat sedang.

13
b. Amilase serum

Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan


pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2
minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.

c. Pemeriksaan serologis

Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk


menunjukan adanya infeksi virus, yaitu:

1. Hemaglutination inhibition (HI) test

Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset
cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan
titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.

2. Neutralization (NT) test

Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk


biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi
hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi
dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam
serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan
imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.

3. Complement – Fixation (CF) test

Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah


respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi
parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai titer puncak
dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan kemudian
menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap
ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun
menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul
cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala,
hilang dalam 6 sampai 12 minggu.

14
d. Pemeriksaan Virologi

Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus


dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperimun.

Diagnosis mumps umumnya berdasarkan gambaran klinis yang khas yaitu


pembesaran dan nyeri pada kelenjar parotis disertai gejala konstitusional. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit normal atau leukopenia
dengan limfositosis relatif. Bila didapatkan meningitis, pankreatitis atau orkitis,
sering ditemukan leukositosis dengan shift to the left. Amilase serum meningkat
dan tetap tinggi selama 2-3 minggu.2

Antibodi terhadap protein NP dengan pemeriksaan komplemen-fiksasi dapat


terdeteksi segera bersamaan dengan onset klinis, sedangkan antibodi terhadap
protein HN mulai meningkat belakangan dan mencapai puncak. 2-4 minggu
setelah onset klinis, namun bertahan selama bertahun-tahun. Deteksi IgM anti-NP
dengan metode ELISA merupakan pemeriksaan serologi fase awal yang paling
sensitif dan digunakan CDC untuk mendiagnosis infeksi akut mumps.
Neutralizing-antibody terhadap protein HN dan F muncul pada masa konvalesen
dan bertahan selama beberapa tahun. Imunitas terhadap mumps bertahan seumur
hidup.1,2
Umumnya pemeriksaan laboratorium spesifik untuk kasus mumps yang khas
tidak diperlukan.1 Diagnosis definitif berdasarkan pemeriksaan serologi, isolasi
virus atau PCR. Adanya IgM dengan pemeriksaan ELISA atau peningkatan 4 kali
lipat serum fase akut dan fase konvalesen dengan tes CF, HAI, ELISA,
neutralisasi memastikan diagnosis.2 Metode RT-PCR merupakan teknik
pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik. Virus dapat diisolasi dari saliva
dalam waktu 6 hari sebelum sampai 9 hari setelah timbul gejala parotitis. Data
menunjukkan shedding virus relatif rendah dalam 5 hari setelah onset parotitis
sehingga isolasipasien tidak perlu lebih dari 5 hari setelah onset klinis.2 Virus
dapat diisolasi dari cairan serebrospinal pasien dengan meningitis selama 3 hari

15
pertama onset penyakit dan bertahan paling lama 6 hari. Virus juga dapat diisolasi
dari urine selama 2 minggu pertama onset penyakit (pada 5 hari pertama, 72%
menunjukkan hasil positif). Viremia sulit dideteksi dan hanya terjadi pada 2 hari
pertama onset penyakit.2

2.2.8 Diagnosis Banding

 Adenopati dari tonsilofaringitis: telinga tidak terangkat oleh pembengkakan,


inflamasi faring nyata.
 Difteri berat / bullneck: Pembengkakan tidak nyeri. Inflamasi faring serta
pseudomenbrane.
 Penyakit lain yang bergejala pembengkakan kelenjar parotis: Sarkoidosis,
Leukemia, Sindrom Uveoparotitis (Mickulic).
 Salivary Calculus: batu membuntu saluran parotis, yang sering ductus
submandibular.
 Tetanus karena trismusnya. Mudah dibedakan karena tidak ada kaku otot lain
Beberapa virus seperti virus parainfluenza 3, virus coxsackie, virus
influenza A juga menyebabkan parotitis. Pada kondisi ini, untuk membedakan
dengan mumps harus dilakukan pemeriksaan serologi atau kultur virus.
Pembesaran kelenjar parotis bilateral pada anak-anak sering disebabkan oleh virus
HIV. Parotitis supuratif biasanya disebabkan Staphylococcus aureus atau bakteri
gram negatif. Pembesaran kelenjar parotis yang disebabkan oleh obat-obatan
(fenilbutazon, tiourasil, iodida, fenotiazin) atau kelainan metabolik (diabetes
melitus, malnutrisi, sirosis, uremia) biasanya bilateral dan asimptomatik.
Beberapa penyakit lain yang menyerupai mumps antara lain Mikulicz’s syndrome,
Parinaud’s syndrome, demam uveoparotid, sarkoidosis, Sjorgen’s syndrome.
Pembesaran kelenjar parotis unilateral juga dapat disebabkan ole obstruksi duktus
karena batu atau striktura, kista parotis, tumor parotis.1,2

2.2.9 Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh / hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi

16
spesifik bagi infeksi virus mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya
simptomatis dan suportif.

1. Penderita rawat jalan


Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi, keadaan
umum cukup baik.

a. Istirahat yang cukup


b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa (simtomatik) :
1) Antalgin (Metampiron) adalah derivat metansulfonat dan amidopirina
yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas
reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga
efek utama adalah sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi.
Antalgin mudah larut dalam air dan mudah diabsorpsi ke dalam jaringan
tubuh.
Dosis antalgin yang digunakan :

a) Dewasa : 500-1000 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 3 gram sehari).


b) Anak-anak : 250-500 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 1 gram untuk
< 6 tahun dan 2 gram untuk 6 - 12 tahun).
2) Parasetamol : 10 – 20 mg/kgBB/kali dibagi dalam 3 dosis
2. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat,
gejala saraf perlu rawat inap di ruang isolasi.
a. Diet lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
3. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.9
Terapi parotitis mumps adalah simptomatik dan suportif. Diberikan
analgesik-antipiretik untuk mengurangi nyeri karena pembengkakan parotis dan
menurunkan demam. Pada pasien meningitis atau pankreatitis dengan intake yang
kurang atau muntah-muntah diperlukan pemberian cairan intravena. Sebuah
penelitian melaporkan bahwa pemberian interferon-alfa 2b pada 4 pasien dengan
orkitis mumps bilateral menunjukkan perbaikan gejala yang cepat dan tidak

17
terjadi atrofi testis atau oligospermia selama pemantauan. Gellis dkk melaporkan
bahwa pemberian 20 ml imunoglobulin mumps pada pasien pria dewasa,
mengurangi kejadian orkitis dari 27,4% menjadi 7,8%.1,2

2.2.10 Komplikasi
Infeksi virus mumps pada wanita hamil trimester pertama dapat
meningkatkan risiko kematian janin dalam kandungan dan berat badan lahir
rendah (7,7%), namun tidak menyebabkan malformasi fetus. Beberapa kasus
diabetes pada usia muda juga dilaporkan berhubungan dengan mumps.1,2
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik (sel-
sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi tanpa
gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku kuduk)
terjadi sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari. Orang
dewasa memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan anak-anak,
dan laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio 3:1).
Parotitis mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak
adalah jarang (kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps).16

1. Meningioensefalitis

Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa anak. Insiden
yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis system saraf sentral,
seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari
65% penderita dengan parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10%
penderita. Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10%
dari kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka mortalitas
adaah sekitar 2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima kali lebih sering
daripada wanita. Parotitis merupakan salah satu dari penyebab meningitis aseptik
yang paling sering.

Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan sebabagai (1)


infeksi primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi dengan demielinasi. Pada
tipe pertama parotitis sering muncul bersamaan atau menyertai ensefalitis. Pada
tipe ke dua, ensefalitis menyertai parotitis pada sekitar 10 hari. Parotitis mungkin

18
pada beberapa kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah
dihubungkan dengan infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis ke dalam
tpai pada umur menyusui telah menghasilkan lesi yang serupa.

Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dari


meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan neorologis
lain biasanya normal. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya berisi sel kurang dari
500 sel/mm3, walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. selnya
hamper selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus, dimana
leukosit polimorfonklear sering mendominasi pada awal penyakit. Virus parotitis
dapat diisolasi dari cairan serebrospinal pada awal penyakit.

2. Orkitis, Epididimitis

Orchitis (inflamasi testicular) adalah komplikasi paling umum pada laki-laki


setelah masa pubertas. Penyakit ini terjadi sebanyak 50% pada laki-laki setelah
masa pubertas, biasanya setelah parotitis, tapi penyakit ini mungkin
mendahuluinya, terjadi secara serempak, atau terjadi sendirian.8

Komplikasi ini jarang terjadi pada anak laki-laki prapubertas tetapi sering
(14-35%) pada remaja dan orang dewasa. Testis paling sering terinfeksi dengan
atau tanpa epididimitis; epididimitis dapat juga terjadi sendirian. Jarang ada
hidrokel. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari atau sekitarnya; orkitis
dapat juga terjadi tanpa bukti adanya infeksi kelenjar ludah. Pada sekitar 30%
penderita keda testis terkena. Mulainya biasanya mendadak, dengan kenaikan
suhu, menggigil, nyeri kepala, mual, dan nyeri perut bawah; bila testis kanan
terlibat, appendisitis dapat dikesankan sebagai kemungkinan diagnostik. Testis
yang terkena menjadi nyeri dan bengkak, dan kulit yang berdekatan edema dan
merah. Rata-rata lamanya adalah hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi.
Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%, tetapi infertilitas absolut mungkin
jarang.

3. Ooforitis

Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada penderita


wanita pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan fertilitas.16
19
4. Nefritis

Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang dewasa, kelainan
fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap penderita, dan virria terdeteksi
pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak belum diketahui. Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis, telah dilaporkan.

5. Pankreatitis

Pankreatitis adalah jarang, tapi adakalanya terjadi tanpa parotitis;


hyperglycemia adalah temporer dan bersifat reversibel.

6. Miokarditis

Manifestasi jantung yang serius sangat jarang, tetapi infeksi ringan


miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Rekaman
elektrokardigrafi menunjukkan perubahan-perubahan, kebanyakan depresi segmen
ST, pada 13% orang dewasa pada satu seri. Keterlibatan demikian dapat
menjelaskan nyeri prekordium, bradikardia, dan kelelahan kadang-kadang
ditemukan pada remaja dan orang dewasa dengan parotitis.

7. Mastitis

Komplikasi ini tidak lazim pada masing-masing jenis kelamin.

8. Ketulian

Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn insidennya


rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral.
Kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.

9. Komplikasi Okuler

Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya


bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optic (papillitis)dengan gejala-gejaa
bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan
penyembuuhan dalam 10-20 hari; uveokeratitis, biasanya unilateral dengan
fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam
20 hari; skleritis, tendonitis, dengan akibat eksoftalmus; dan trobosis vena sentral.
20
10.Artritis

Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi


merupakan komplikasi yang jarang; biasanya penyembuhannya sempurna.

2.2.11 Pencegahan
Untuk mencegah transmisi virus ke orang lain, pasien dengan mumps
sebaiknya diisolasi selama 5 hari setelah onset parotitis, meskipun upaya ini
kurang efektif karena virus dapat menyebar ke orang lain beberapa hari sebelum
muncul gejala klinis. Pada masa lalu pernah digunakan imunoglobulin mumps
untuk proteksi pasif, namun pengalaman di Alaska menunjukkan imunoglobulin
ini tidak menurunkan kejadian parotitis atau risiko terjadinya meningitis dan
orkitis.
Dewasa ini digunakan imunisasi aktif dengan virus mumps yang
dilemahkan. Terdapat beberapa strain vaksin seperti jerryl-Lynn (mulai dipakai di
Amerika Serikat pada tahun 1967), Rubini, Urabe, Leningrad, L-zagreb. Vaksin
ini diberikan secara subkutan dan memberikan proteksi 95%. Walaupun virus
mumps dianggap monotipik, tidak adanya proteksi silang penuh antara berbaga
genotipe diduga menjadi penyebab kegagalan vaksin.13,14 Di negara Skandinavia
setelah era vaksinasi, kejadian mumps menurun 99% (1 – 4 / 100.00 penduduk per
tahun pada tahun 1993-1995 dibandingkan dengan 200 – 700 / 100.000 penduduk
per tahun pada tahun 1977-79). Titer antibodi yang memadai setelah pemberian
vaksin dapat bertahan sedikitnya 10 tahun. Pemberian vaksin dianjurkan pada
anak usia 12-15 bulan dan diulang pada usia 46 tahun bersamaan dengan vaksin
measles dan rubella (MMR). Penelitian di Brazil menunjukkan pada 20,1% anak
sekolah yang mendapat vaksin MMR pada usia 9 bulan tidak memiliki titer
antibodi protektif dan penelitian di Yaman pada anak usia 4-14 tahun, hanya
59,8% anak yang divaksinasi memiliki antibodi IgG terhadap mumps. Orang
dewasa dan petugas kesehatan dianjurkan mendapat vaksin MMR 1 atau 2 dosis.
Pada bulan Juni 2009 CDC advisory committe on immunization practices (ACIP)
merekomendasikan pemberian 2 dosis vaksian kuadrivalen measles, mumps,
rubella, varisella (MMRV) pada anak usia 12 bulan – 12 tahun.15 Efek samping
vaksin MMR jarang terjadi, terkadang dapat timbul kejang demam, meningitis,
21
ensefalitis, kemerahan pada kulit, pruritus, purpura. Seperti vaksin virus hidup
lainnya, vaksin mumps tidak boleh diberikan pada wanita hamil, pasien dengan
terapi immunisupresan, demam tinggi, keganasan, penyakit immunodeficiency
kongenital atau didapat.1 Pasien dengan infeksi HIV stadium awal masih dapat
diberikan vaksin mumps. Vaksin MMR yang tersedia di Indonesia saat ini adalah
trimovax merieux.2

2.2.12 Prognosis
Prognosis keseluruhan mumps dengan tanpa komplikasi adalah sangat baik.
Prognosis pasien dengan ensefalitis umumnya baik, namun, kerusakan neurologis
dan kematian dapat terjadi. Dilaporkan angka kejadian ensefalitis mumps sebesar
5 kasus per 1000 kasus mumps yang dilaporkan. Sequelae permanen jarang
terjadi, sedangkan laporan kasus ensefalitis angka kematian rata-rata 1,4%.
Myelitis sementara atau polyneuritis jarang. Sekitar 10% dari semua pasien yang
terinfeksi berkembang dalam bentuk meningitis ringan, yang sulit dibedakan
dengan meningitis bakteri.

22
BAB III

KESIMPULAN

Parotitis Epidemika merupakan penyakit virus akut yang menyerang kelenjar


saliva, terutama kelenjar parotis. Mumps dapat terjadi pada semua usia, tapi paling
sering terjadi pada anak-anak berusia 5-15 tahun. Parotitis Epidemika disebabkan oleh
karena adanya virus yaitu virus Paramyxovirus yang memiliki pembungkus
(enveloped). Patogenesis Parotitis epidemika diawali dari virus yang bereplikasi di
dalam saluran pernafasan kemudian menyebar melalui aliran darah ke organ – organ
lain. Gejala Parotitis epidemika: demam, sakit kepala, muntah, nyeri, demam febris.
Manifestasi klinis berupa kelenjar parotis terasa sakit dan membengkak, nyeri pada saat
minum/makan sesuatu yang asam, kulit tampak bewarna merah kecoklatan di bagian
parotis, bagian bawah daun telinga terangkat ke atas, tampak kemerahan.
Komplikasi Parotitis epidemika meliputi Meningoensefalitis, Epididimo-Orkitis,
Oophoritis, Pankreatitis, NefritisTiroiditis. Tatalaksana yang dapat diberikan adalah
pemberian imunisasi MMR pada anak 15 bulan, istirahat yang cukup,
pemberian analgesik dan antipiretik.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Litman N, Baum SG. Mumps virus. In : Mandell GL, Bannett JE, Dolin R (Eds). Principles
and Practice of Infectious Disease. 7th ed. Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier;2010.
P2201-6.
2. Gunawan CA. Mumps dalam Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B,
Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta. 2015. 6th ed. P735-8.
3. Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi Mumps Anak
Sekolah Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3, Desember 2009. p. 134-137
4. Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas;
2009. Jakarta: 2008. p.158
5. Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the United States. The
Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118, Issue; 2009. p.938-941.
6. Huang AS, Cortese MM,Curns AT, Bitsko RH, Jordan HT, Soud F. risk factors for mumps at
a university with a large mumps outbreak. Public Health Rep 2009; 124(3): 419-26.
7. Barskey AE, Glasser JW, LeBaron CW. Mumps resurgenesis in the United States : a historical
perspective on unexpected elements. Vaccine 2009;27:6186-95.
8. Pudjiadi, Marissa Tania S., Sri Rejeki S. Hadinegoro. 2009. Orkitis pada Infeksi Parotitis
Epidemika : laporan kasus. Sari Pediatri. Vol. 11 (1) : 47-51.
9. Maharani, Laillyza A., Hadi Soenartyo. 2009. Mumps Unilateral Pada Pasien Remaja. Oral
Medicine Dental Journal. Vol. 1 (2) : 1-5.
10. Germaine L Defendi. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor: Medscape Reference: 2012.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada bulan Januari 2019.
11. Ray, C. G. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta : EGC.
12. Davis NF, McGuire BB, Mahon JA, Smyth AE, O’Malley KJ, Fitzpatrick JM. The increasing
incidence of mumps orchitis; a comprehensive review. BJUI 2010; 105: 1060-5.
13. Cui A, Mayer R, Xu W. analisis of the genetic variability of the mumps SH gene viruses
circulating in the UK between 1996 and 2005. Infect Genet Evol 2009; 9:71.
14. Echevarria JE, Castellanos A, Sanz JC, Martinez de aragon MV, Pena rei I, Mosquera M, De
ory F, Royuela E. mumps virus genotyping: basis known circulating genotypes. The open
vaccine journal 2010;3:37-41.
15. Marin M, Broder KM, Temt JL, Senider D, Sewart JF. National center for Immunization and
Respiratory Disease. Recommendation and reports. Mei 7th, 2010;59(RR03):1-12.

24

Anda mungkin juga menyukai