Parotitis Epidemika
Disusun oleh :
Yuni Tri Yustianti
NIM : 030.14.204
Pembimbing :
dr. Nurmilawati, Sp.PD, KEMD, FINASIM
REFERAT
Parotitis Epidemika
Disusun oleh :
Yuni Tri Yustianti
NIM : 030.14.204
Pembimbing :
RSUD Kardinah
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah referat yang berjudul Parotitis Epidemika. Referat ini
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik departemen Ilmu Penyakit Dalam Studi
Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr.
Nurmilawati, Sp.PD, KEMD, FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan waktu
dan bimbingannya sehingga makalah referat ini dapat terselesaikan.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa referat ini masih
belum sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangatlah
penulis harapkan untuk menyempurnakan referat ini di kemudian hari. Terlepas dari segala
keterbatasan yang ada penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Parotitis epidemika atau mumps merupakan infeksi virus akut sistemik yang
terutama mengenai anak usia sekolah dan dewasa muda dengan manifestasi klinis
utama pembesaran kelenjar parotis.1 Infeksi ini umumnya bersifat ringan dan
dapat sembuh sendiri, sepertiga orang terinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis.
Pada orang dewasa dan usia tua manifestasi klinis biasanya lebih berat.2 Sebelum
ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika merupakan
penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur <15 tahun
sebesar 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis, sistem saraf pusat,
pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko
besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan
3
atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid
dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh. Tidak semua orang yang
terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi sumber
penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas (masa
inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.5
Kontak langsung
Muntahan
2.2.2 Epidemiologi
4
Insidens pada umur < 15 tahun adalah 85% dengan puncak insidens
kelompok umur 5-9 tahun. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai
insidens terjadinya parotitis epidemika.8 Jika seseorang pernah menderita mumps,
maka dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya. Yang terkena biasanya
adalah kelenjar parotis, yaitu kelenjar ludah yang terletak diantara telinga dan
rahang. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis, sistem saraf pusat,
pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko
besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan
atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid
dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.5
2.2.3 Klasifikasi
1. Parotitis Kambuhan
Sudah pernah terinfeksi sebelumnya kemudian kambuh. Anak-anak mudah
terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan hingga akhir
masa kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya anak telah terinfeksi virus
kemudian kambuh lagi.
2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah
yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut,
khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan
dehidrasi.9
5
No Jenis Parotitis
2.2.4 Etiologi
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada
suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30
detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfa local dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis,
ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf
pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa
penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal,
darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7
hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada
kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar ludah
dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.
2.2.5 Patogenesis
Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari
percikan ludah, kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan
urin. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan
adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum
7
konvalesens. Masa inkubasi 14 sampai 24 hari kemudian virus bereplikasi di
dalam traktus respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam
tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis / epitel traktus respiratorius kemudian
terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus
berdiam di jaringan kelenjar / saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula
parotis. Keadaan ini disebut parotitis.10
8
2.2.6 Manifestasi Klinis
9
Pada anak, manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak
bersama dengan demam (suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri
otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan
adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut), dan malaise. Awalnya
ditandai dengan nyeri dan pembengkakan parotis yang khas, mula-mula mengisi
rongga antara tepi posterior mandibula dan mastoid kemudian meluas dalam
deretan yang melengkung ke bawah dan ke depan, di atas dibatasi oleh zigoma.
Edema kulit dan jaringan lunak biasanya meluas lebih lanjut dan mengaburkan
batas pembengkakan kelenjar, sehingga pembengkakan lebih mudah disadari
dengan pandangan daripada dengan palpasi.
10
Manifestasi mumps di luar kelenjar ludah mencakup berbagai organ.
Meningitis didapaatkan pada 1-10% kasus, biasanya terjadi 4 hari setelah
parotitis, namun dapat terjadi 1 minggu sebelum atau 2 minggu setelah parotitis.
Kejadian pada pria 3 kali lebih sering daripada wanita. Meningitis karena mumps
biasanya bersifat ringan dan sembuh total tanpa sekuele. Ensefalitis dilaporkan
terjadi pada 1 diantara 6.000 hingga 400 kasus. Ensefalitis terjadi pada saat
bersamaan dengan munculnya parotitis sebagai akibat invasi virus pada neuron
dan sebagian besar terjadi 7-10 hari setelah onset parotitis (proses demielinasi
pasca-infeksi) yang berhubungan dengan respon imun hospes terhadap virus.
Manifestasi klinis ensefalitis mumps, meliputi demam tinggi, penurunan
kesadaran, kejang, paresis, afasia, gerakan involunter. Kematian terjadi pada
1,4% kasus dan biasanya pada fase awal invasi virus ke susunan saraf pusat.
Gejala neurologi membaik dalam waktu 1-2 minggu, namun dilaporkan adanya
sekuele seperti gangguan psikomotor dan kelainan konvulsif. Gangguan
pendengaran pada frekuensi tinggi yang bersifat sementara dilaporkan pada
4,4% kasus dan pada 1:20.000 kasus terjadi tuli permanen unilateral. Manifestasi
neurologi lainnya meliputi ataksia serebelar, facial palsy, transverse myelitis,
ascending poliradiculitis (Guillain-Barre syndrome), poliomyelitis-like
syndrome, stenosis aqueductal yang dapat menyebabkan hidrosefalus. Pada
orang dewasa, epididimo-orkitis merupakan manifestasi di luar kelenjar ludah
yang paling sering (20 – 30 %).1,12 Dua pertiga kasus terjadi pada minggu
pertama parotitis dan 25% terjadi pada minggu kedua. Namun demikian,
keterlibatan gonad dapat terjadi sebelum parotitis muncul atau menjadi satu-
satunya manifestasi mumps. Gambaran klinis epididimo-orkitis adalah
pembesaran skrotum disertai rasa nyeri dan kemerahan. Epididimitis didapatkan
pada 85% kasus dan biasanya mendahului orkitis. Testis dapat membesar sampai
3-4 kali ukuran normal dan membaik dalam waktu sekitar 5 hari, tetapi nyeri
dapat berlangsung sampai 2 minggu pada 20% kasus. Orkitis bilateral terjadi
kurang dari 15% kasus. Bila testis diperiksa beberapa bulan atau tahun
kemudian, atrofi ringan didapatkan pada 50% pasien. Infertilitas yang
disebabkan orkitis mumps sangat jarang. Beberapa kasus keganasan testis yang
disebabkan orkitis mumps pernah dilaporkan. Pada 5% wanita dewasa
dilaporkan terjadi ooforitis. Gangguan fertilitas dan menopause dini akibat
11
ooforitis mumps sangat jarang. Kelainan sendi yang berhubungan dengan mumps
diantaranya poliartritis migrans yang melibatkan sendi besar maupun kecil.
Pankreatitis biasanya ringan, ditandai oleh demam, mual, muntah, nyeri
epigastrium. Miokarditis jarang terjadi, namun pernah dilaporkan kematian
karena miokarditis yang berkaitan dengan mumps. Kelainan EKG didapatkan
sampai 15% kasus, paling sering ST depresi, T inversi, pemanjangan interval
PR. Kematian karena nefritis yang berhuubungan dengan mumps juga pernah
dilaporkan. Manifestasi lain yang sangat jarang antara lain tiroiditis, mastitis,
prostatitis, hepatitis, trombositopenia purpura.1
12
2.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau
menelan, terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk.
b. Demam, biasanya suhu mencapai 38,9-40o Celcius
c. Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Menggigil
f. Sakit kepala
2. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu meningkat mencapai 38,9-40o Celcius
b. Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan
rahang)
c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak
3. Pemeriksaan Penunjang
Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan, sebab
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun jika gejala
tidak jelas diagnosis didasarkan pada :
a. Darah rutin
13
b. Amilase serum
c. Pemeriksaan serologis
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset
cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan
titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
14
d. Pemeriksaan Virologi
15
pertama onset penyakit dan bertahan paling lama 6 hari. Virus juga dapat diisolasi
dari urine selama 2 minggu pertama onset penyakit (pada 5 hari pertama, 72%
menunjukkan hasil positif). Viremia sulit dideteksi dan hanya terjadi pada 2 hari
pertama onset penyakit.2
2.2.9 Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh / hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi
16
spesifik bagi infeksi virus mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya
simptomatis dan suportif.
17
terjadi atrofi testis atau oligospermia selama pemantauan. Gellis dkk melaporkan
bahwa pemberian 20 ml imunoglobulin mumps pada pasien pria dewasa,
mengurangi kejadian orkitis dari 27,4% menjadi 7,8%.1,2
2.2.10 Komplikasi
Infeksi virus mumps pada wanita hamil trimester pertama dapat
meningkatkan risiko kematian janin dalam kandungan dan berat badan lahir
rendah (7,7%), namun tidak menyebabkan malformasi fetus. Beberapa kasus
diabetes pada usia muda juga dilaporkan berhubungan dengan mumps.1,2
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik (sel-
sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi tanpa
gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku kuduk)
terjadi sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari. Orang
dewasa memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan anak-anak,
dan laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio 3:1).
Parotitis mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak
adalah jarang (kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps).16
1. Meningioensefalitis
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa anak. Insiden
yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis system saraf sentral,
seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari
65% penderita dengan parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10%
penderita. Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10%
dari kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka mortalitas
adaah sekitar 2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima kali lebih sering
daripada wanita. Parotitis merupakan salah satu dari penyebab meningitis aseptik
yang paling sering.
18
pada beberapa kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah
dihubungkan dengan infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis ke dalam
tpai pada umur menyusui telah menghasilkan lesi yang serupa.
2. Orkitis, Epididimitis
Komplikasi ini jarang terjadi pada anak laki-laki prapubertas tetapi sering
(14-35%) pada remaja dan orang dewasa. Testis paling sering terinfeksi dengan
atau tanpa epididimitis; epididimitis dapat juga terjadi sendirian. Jarang ada
hidrokel. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari atau sekitarnya; orkitis
dapat juga terjadi tanpa bukti adanya infeksi kelenjar ludah. Pada sekitar 30%
penderita keda testis terkena. Mulainya biasanya mendadak, dengan kenaikan
suhu, menggigil, nyeri kepala, mual, dan nyeri perut bawah; bila testis kanan
terlibat, appendisitis dapat dikesankan sebagai kemungkinan diagnostik. Testis
yang terkena menjadi nyeri dan bengkak, dan kulit yang berdekatan edema dan
merah. Rata-rata lamanya adalah hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi.
Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%, tetapi infertilitas absolut mungkin
jarang.
3. Ooforitis
Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang dewasa, kelainan
fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap penderita, dan virria terdeteksi
pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak belum diketahui. Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis, telah dilaporkan.
5. Pankreatitis
6. Miokarditis
7. Mastitis
8. Ketulian
9. Komplikasi Okuler
2.2.11 Pencegahan
Untuk mencegah transmisi virus ke orang lain, pasien dengan mumps
sebaiknya diisolasi selama 5 hari setelah onset parotitis, meskipun upaya ini
kurang efektif karena virus dapat menyebar ke orang lain beberapa hari sebelum
muncul gejala klinis. Pada masa lalu pernah digunakan imunoglobulin mumps
untuk proteksi pasif, namun pengalaman di Alaska menunjukkan imunoglobulin
ini tidak menurunkan kejadian parotitis atau risiko terjadinya meningitis dan
orkitis.
Dewasa ini digunakan imunisasi aktif dengan virus mumps yang
dilemahkan. Terdapat beberapa strain vaksin seperti jerryl-Lynn (mulai dipakai di
Amerika Serikat pada tahun 1967), Rubini, Urabe, Leningrad, L-zagreb. Vaksin
ini diberikan secara subkutan dan memberikan proteksi 95%. Walaupun virus
mumps dianggap monotipik, tidak adanya proteksi silang penuh antara berbaga
genotipe diduga menjadi penyebab kegagalan vaksin.13,14 Di negara Skandinavia
setelah era vaksinasi, kejadian mumps menurun 99% (1 – 4 / 100.00 penduduk per
tahun pada tahun 1993-1995 dibandingkan dengan 200 – 700 / 100.000 penduduk
per tahun pada tahun 1977-79). Titer antibodi yang memadai setelah pemberian
vaksin dapat bertahan sedikitnya 10 tahun. Pemberian vaksin dianjurkan pada
anak usia 12-15 bulan dan diulang pada usia 46 tahun bersamaan dengan vaksin
measles dan rubella (MMR). Penelitian di Brazil menunjukkan pada 20,1% anak
sekolah yang mendapat vaksin MMR pada usia 9 bulan tidak memiliki titer
antibodi protektif dan penelitian di Yaman pada anak usia 4-14 tahun, hanya
59,8% anak yang divaksinasi memiliki antibodi IgG terhadap mumps. Orang
dewasa dan petugas kesehatan dianjurkan mendapat vaksin MMR 1 atau 2 dosis.
Pada bulan Juni 2009 CDC advisory committe on immunization practices (ACIP)
merekomendasikan pemberian 2 dosis vaksian kuadrivalen measles, mumps,
rubella, varisella (MMRV) pada anak usia 12 bulan – 12 tahun.15 Efek samping
vaksin MMR jarang terjadi, terkadang dapat timbul kejang demam, meningitis,
21
ensefalitis, kemerahan pada kulit, pruritus, purpura. Seperti vaksin virus hidup
lainnya, vaksin mumps tidak boleh diberikan pada wanita hamil, pasien dengan
terapi immunisupresan, demam tinggi, keganasan, penyakit immunodeficiency
kongenital atau didapat.1 Pasien dengan infeksi HIV stadium awal masih dapat
diberikan vaksin mumps. Vaksin MMR yang tersedia di Indonesia saat ini adalah
trimovax merieux.2
2.2.12 Prognosis
Prognosis keseluruhan mumps dengan tanpa komplikasi adalah sangat baik.
Prognosis pasien dengan ensefalitis umumnya baik, namun, kerusakan neurologis
dan kematian dapat terjadi. Dilaporkan angka kejadian ensefalitis mumps sebesar
5 kasus per 1000 kasus mumps yang dilaporkan. Sequelae permanen jarang
terjadi, sedangkan laporan kasus ensefalitis angka kematian rata-rata 1,4%.
Myelitis sementara atau polyneuritis jarang. Sekitar 10% dari semua pasien yang
terinfeksi berkembang dalam bentuk meningitis ringan, yang sulit dibedakan
dengan meningitis bakteri.
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Litman N, Baum SG. Mumps virus. In : Mandell GL, Bannett JE, Dolin R (Eds). Principles
and Practice of Infectious Disease. 7th ed. Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier;2010.
P2201-6.
2. Gunawan CA. Mumps dalam Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B,
Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta. 2015. 6th ed. P735-8.
3. Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi Mumps Anak
Sekolah Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3, Desember 2009. p. 134-137
4. Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas;
2009. Jakarta: 2008. p.158
5. Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the United States. The
Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118, Issue; 2009. p.938-941.
6. Huang AS, Cortese MM,Curns AT, Bitsko RH, Jordan HT, Soud F. risk factors for mumps at
a university with a large mumps outbreak. Public Health Rep 2009; 124(3): 419-26.
7. Barskey AE, Glasser JW, LeBaron CW. Mumps resurgenesis in the United States : a historical
perspective on unexpected elements. Vaccine 2009;27:6186-95.
8. Pudjiadi, Marissa Tania S., Sri Rejeki S. Hadinegoro. 2009. Orkitis pada Infeksi Parotitis
Epidemika : laporan kasus. Sari Pediatri. Vol. 11 (1) : 47-51.
9. Maharani, Laillyza A., Hadi Soenartyo. 2009. Mumps Unilateral Pada Pasien Remaja. Oral
Medicine Dental Journal. Vol. 1 (2) : 1-5.
10. Germaine L Defendi. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor: Medscape Reference: 2012.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada bulan Januari 2019.
11. Ray, C. G. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta : EGC.
12. Davis NF, McGuire BB, Mahon JA, Smyth AE, O’Malley KJ, Fitzpatrick JM. The increasing
incidence of mumps orchitis; a comprehensive review. BJUI 2010; 105: 1060-5.
13. Cui A, Mayer R, Xu W. analisis of the genetic variability of the mumps SH gene viruses
circulating in the UK between 1996 and 2005. Infect Genet Evol 2009; 9:71.
14. Echevarria JE, Castellanos A, Sanz JC, Martinez de aragon MV, Pena rei I, Mosquera M, De
ory F, Royuela E. mumps virus genotyping: basis known circulating genotypes. The open
vaccine journal 2010;3:37-41.
15. Marin M, Broder KM, Temt JL, Senider D, Sewart JF. National center for Immunization and
Respiratory Disease. Recommendation and reports. Mei 7th, 2010;59(RR03):1-12.
24