Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

Changes in the Intestinal Microbiome and Alcoholic and


Nonalcoholic Liver Diseases: Causes or Effects?
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Program Pendidikan
Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan
Agung Semarang

Disusun Oleh :
Kiki Agustin Hidayati
01.211.6429

Pembimbing :
dr. JacobusAlbertus, Sp.PD, K-GEH, FINASIM, FASGE
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD TUGUREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2016

Perubahan Mikrobiota Dalam Usus Pada Penyakit Hati Alkoholik dan Nonalkoholik :
Penyebab Ataukah Efek ?
Prevalensi penyakit fatty liver meningkat dengan pesat diseluruh dunia; setelah pengobatan
infeksi virus hepatitis C dapat dikemabngkan secara luas, fatty liver cenderung menjadi penyakit
hati yang paling sering ditemukan. meskipun fatty liverdihubungkan dengan beberapa penyebab
seperti alkohol, obesitas, dan sindrom metabolik, namun patogenesisnya masih belum jelas.
Muncul dan berkembangnya dan fatty liver, penyakit hati alkoholik dan penyakit hati nonalkoholik (NAFLD) tampaknya dipengaruhi oleh komposisi mikrobiota. Mikrobiota usus telah
terbukti mempengaruhi tahap presirosis dan sirosis pada penyakit hati yang bisa menjadi strategi
baru untuk diagnosis, perawatan, dan penelitian mengenai penyaki tersebut. Kami meninjau
perbedaan dan persamaan dalam tahap sirosis dan presirosispada NAFLD dan penyakit hati
alkoholik. Perbedaan telah diamati dalam tahap penyakit alkoholikpada pasien yang terus
menerus mengkonsumsi alkohol dibandingkan dengan mereka yang berhenti untuk
mengkonsumsi alcohol dalam komposisi dan fungsi mikrobiota usus dan integritas usus. NAFLD
dan mikrobiota usus juga berbeda antara pasien dengan dan tanpa diabetes. Kami juga
mendiskusikan potensi terapi mikroba pasien dengan NAFLD dan ALD.

PENDAHULUAN
Mikrobiota mempertahankan hubungan simbiosis dalam usus dan memberikan kontribusi dalam
berbagai macam fungsi seperti pencernaan, sintesis vitamin, dan mencegah kolonisasi pathogen
pada usus.1 Mikrobiota ini sangat beragam jenisnya. Diperkirakan 10-100 triliun mikroorganisme
ditemukan pada setiap gram tinja, dengan sekitar 500-1000 jenis yang sang sering ditemukan 2;
sangat tidak terkait dengan metabolomics dalam usus tiap individu. Mikrobiota memiliki
kemampuan metabolisme yang beragam dan sekitar 150 kali lipat lebih banyak daripada gen
dalam sel manusia.3 Ada beberapa metode untuk menentukan dan menafsirkan komposisi
mikrobiota usus (Tabel 1). Pada akhirnya, bakteri diklasifikasinandalami filum, ordo, family,
genus atau spesies, berdasarkan nilai jumlah relatif. Sebelum membandingkan berbagai
penelitian yang berbeda, perbedaan dalam cakupan dari masing-masing subjek dalam penelitian
(yaitu, jumlah yang dibaca per sampel) harus dipertimbangkan.
Mikrobiota usus bekerja sama denganmekanisme imun bawaan dan adaptif untuk melindungi
dan memelihara homeostasis usus pada host. Aktivasi respon imun bawaan bergantung pada
pengenalan oleh reseptor tertentu termasuk family Toll-like reseptor (TLR) dan nukleotidebinding oligomerization domain containing proten-like reseptors. Dari11 jenis TLRs yang telah
diidentifikasi pada manusia, TLRs 2, 4, dan 9 terlibat dalam interaksi antara respon imun oleh
mikrobiota usus dari host, mengenali dan mnejadi teraktivasi melalui adanya bakteri gram positif
dan gram negatif.4

Hati mengatur metabolisme sistemik dan distribusizat melalui usus manusia, dan juga mengatur
beberapa jenis hormon dan respon kekebalan tubuh.5 Komunikasi antara hati dan usus
diperantarai oleh asam empedu, yang memediasi penyerapan makanan yang kaya akan lemak
dan vitamin dan bertindak sebagai ligan untuk reseptor seperti nuclearreseptor farnesoid X
reseptor (FXR) dan G-protein-coupled reseptor bile acid 1 (atau TGR5), yang mengatur sirkulasi
enterohepatik.1 Penurunan total asam empedu pada tinja akan langsung mempengaruhi
pertumbuhan bakteri dalam usus yang berlebihan. Pada moedel tikus yang mengalami defisiensi
FXRakan terlindungi dari obesitas secara genetic dan obesitas karenga pengaruh pola makan
tetapi tidak untuk steatosis hati.6Oleh karena itu mikrobiota mungkin berkontribusi terhadap
penyakit hati dengan memodifikasi asam empedu usus dan mengatur proses pemberian sinyal
terhadap FXR. Penelitian mengenai pola ekspresi genetik bakteri dan profile dari asam empedu
mungkin membantu untuk menentukan bagaimana modulasi FXR bisa memiliki kontribusi
terhadap penyakit hati.
Peran mikrobiota Pencernaan dan Pengaruh Asam Empedu
Manusia tidak memiliki enzim yang dapat mencerna selulosa, xylans, resistan starch, atau inulin.
Mikroba usus membantu memfermentasi karbohidrat dari jenis tersebut diatas untuk
menghasilkan asam lemak rantai pendek.7Asam kolat asam dan asam chenodeoxycholic adalah
asam empedu primer yang disintesis dari kolesterol dalam hati manusia. Namun, asam empedu
primer tersebut dapat dikonversi menjadi asam empedu sekunder oleh microbiota usus.8Oleh
karena itu mikroorganisme usus memiliki peran penting dalam metabolisme asam empedu.
Misalnya, spesies Clostridium membantu mengkatalis pemecahan asam empedu yang paling
banyak yaitu asam kolat menjadi asam deoxycholic melalui reaksi 7a-dehidroksilasi.9
Asam empedu menekan pertumbuhan bakteri dalam usus yang berlebihan dan memiliki peran
sebagai antimikroba yang kuat dalam menjaga kesehatan usus.10Asam empedu telah diusulkan
memiliki sifat enteroprotective yang mungkin terjadi melalui detergent properti dan melalui
mekanisme aktivasi FXR yang melindungi usus halus bagian distal dari proliferasi bakteri dan
efek yang merugikan. Mekanisme ini melibatkan aktivasi gen yang diatur oleh FXR dalam
ileum, termasuk angiopoietin 1, nitrat oksida sintase 2, dan interleukin-18 (IL18).11Pada tikus
yang telah diligasi saluran empedunya selama 8-10 bulan, serta tikus tanpa FXR, dimana tingkat
ekspresi angiopoietin 1, Fgf15, Shp, Car12, dan Ibabp berkorelasi dengan proteksi terhadap isis
yang dimediasi oleh FXR, menunjukkan bahwa efek perlindungan dari FXR melibatkan ekspresi
gen.11 Jalur ini merupakan bagian jalur sinyal inflamasi yang diaktifkan pada tikus dengan
saluran empedu yang telah ligasi, menunjukkan FXR penting untuk melindungi usus halus
bagian distal terhadap pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan menjadi barrier bagi epitel usus.
Mikroba dapat mentolerir konsentrasi fisiologis dari asam empedu dalam usus; makan kaya asam
kolat pada tikus secara signifikan meningkatkan rasio FirmicutesterhadapBacteriodetes.12Oleh
karena itu, dekonjugasi dan 7a-dehidroksilasi asam empedu dalam tinja merupakan penanda
penting dari kesehatan usus.

Hormon pada Usus


Hormon pada usus mempromosikan proliferasi epitel usus dan mengurangi permeabilitas usus.
GLP-1 (GLP1) adalah incretin yang disekresikan oleh sel-sel L usus yang mempertahankan
kadar glukosa tergantung pada sekresi insulin dan augmentasi dari massa-sel b; GLP1
menghambat pelepasan glukagon, pengosongan lambung, dan asupan jumlah
makanan.13Mikrobiota dalam usus yang sehat menghasilkan asam lemak rantai pendek yang
mengaktifkan G protein-coupled reseptor GPR41 dan GPR43, mempromosikan sekresi GLP1.9
GLP2 disekresikan bersama dengan GLP1 dan membantu menjaga integritas barrier usus,
memperlambat pengososngan lambung, meningkatkan penyerapan nutrisi, dan meningkat fungsi
kekebalan tubuh.14,15
Pengaruh Diabetes Tipe 2 dan Obesitas
Dysbiosis mikroba dikaitkan dengan diabetes tipe 2 dan obesitas. 16,17 Penelitian juga
menunjukkan peningkatan relatif Bacteriodetes dan Betaproteobacteriadan penurunan
Firmicutes dan Clostridia. Temuan ini pada obesitas dan diabetes dihubungkan dengan
pengurangan butirat yang diproduksi oleh bakteri dan peningkatan pathogen.18-20
Mikrobiota usus bertanggung jawab terhadap deposisi lemak tubuh pada tikus yang memiliki
kandungan lemak yang lebih tinggi dan terbebas dari kuman. Inokulasi yang bebas dari kuman
dengan mikrobiota dari tikus dewasa yang mengakibatkan peningkatan 57% dari total lemak
tubuh.21-23 Proporsi Firmicutes dan Bacteriodetes bervariasi antara tikus yang gemuk dan kurus
dimana tikus dengan obesitas memiliki rasio yang lebih tinggi dari Firmicutesterhadap
Bacteriodetes, yang juga telah diamati pada manusia. 24,25Keseimbangan yang berbeda dari
spesies Bifidobacterium dan Staphylococcus aureus diamati pada anak dengan berat badan
normal dibandingkan dengan mereka yang mememiliki kelebihan berat badan atau obesitas, yang
menunjukkan bahwa microbiome mungkin dapat digunakan untuk memprediksi obesitas. 26 Diet
tinggi lemak dapat menyebabkan penurunan proporsi spesies Eubacterium rectale, coccoides
Clostridium, dan Bifidobacterium.27 Akhirnya, penelitian mengenai perubahan mikrobiota usus
harus dilakukan dalam konteks fungsi dan komposisi mereka, serta efeknya pada host.
Peran mikrobiota usus
Penyakit Fatty Liver non-alkoholik
Gambaran pada penelitian dnegan model manusia dan hewan mengenai mikrobiota pada masingmasing pasien ALD dan NAFLD ditunjukkan pada Tabel 2 dan 3. Penyakit fatty liver
nonalkoholik (NAFLD), salah satu penyebab tersering dari penyakit hati kronis, ditandai dengan
penumpukan lemak, terutama trigliserida, dalam hepatosit. Penyakit ini berhubungan dengan
faktor-faktor seperti obesitas, sindrom metabolik, resistensi insulin, dan dyslipidemia. 28,29 Diet
yang kaya lemak dan karbohidrat menyebabkan disregulasidalam proliferasi dan diferensiasi

adiposit.30NAFLD dapat berkembang menjadi steatohepatitis alcohol (NASH), sirosis, dan


kanker hati.
Pasien dengan NAFLD memiliki proporsi Bacteroidetes yang lebih rendah dan proporsi yang
lebih tinggi dari spesies Prevotella dan Porphyromonas dibandingkan dengan kelompok control
yang sehat.31NAFLD dikaitkan dengan peningkatan ekspresi TLR4, TLR9, atau tumor necrosis
factor (TNF) reseptor. Mikrobiota usus mungkin mengontrol keparahan NAFLD dengan
meningkatkan produksi etanol, mengaktifkan sinyal TLR dan produksi TNF dalam hati, atau
mengubah profil asam empedu. Dalam sebuah penelitian dengan tikus C129S6, diet tinggi lemak
menggeser metabolome dari mikrobiota usus menuju degradasi kolin, sehingga tingkat sirkulasi
fosfatidilkolin plasmamenjadi rendaha dan ekskresi methylamine menjadi meningkat.32
Perubahan terhadap mikrobiota usus juga dianggap mempengaruhi perkembangan NASH dengan
mempengaruhi pencernaan, perkembangan obesitas, respon imun, dan produksi hormone pada
usus.21,33,34 Pasien dengan NASH mengalami peningkatan bakteri yang memproduksi etanol di
dan meningkatkan konsentrasi etanol darah, menunjukkan peran mikrobiota dalam memproduksi
alkohol dalam patogenesis sampel dengan NASH.31Feses dari sampel pasiendengan NASH
mengalami penurunan proporsi Bacteriodetes dan peningkatan proporsi C coccoides. 31 Dalam
sebuah penelitian dengan 16 anak-anak yang sehat (kontrol), 25 anak-anak dengan obesitas, dan
22 anak-anak dengan biopsi NASH, keragaman mikroba usus berkurang dalam sampel feses dari
anak-anak obesitasdan anak-anak dengan NASH, dibandingkan dengan kelompok kontol. 31
Anak-anak dengan NASH dan obesitas memiliki kenaikan serupa pada Bacteriodetes dan
penurunan Firmicutes. Proporsi Proteobacteria secara signifikan lebih besar pada anak-anak
dengan obesitas atau NASH dibandingkan subjek kontrol. Namun, proporsi Lachnospiraceae dan
Ruminococcaceae menurun bersama dengan proporsi Firmicutes, dan ada pengurangan yang
lebih besar dari genus Blautia dan Faecalibacterium pada anak dengan obesitas dan NASH,
dibandingkan dengan subjek kontrol. Peningkatan Proteobacteria berkorelasi dengan
peningkatan Enterobacteriaceae, terutama jenis Escherichia.
Escherichia menghasilkan etanol, dan konsentrasi serum etanol secara signifikan lebih tinggi
pada pasien dengan NASH dibandingkan dengan kelompok dengan obesitas atau kontrol. Dalam
sebuah penelitian dengan pasien NASH dan fibrosis F0-F3, proporsiBacteroides dan
Ruminococcus yang lebih besar didapatkan pada pasien dengan tahap fibrosis yang lebih tinggi. 31
Dukungan terhadap temuan ini dari penelitian sebelumnya yang menemukan pasien dengan
NASH dan sirosis memiliki proporsi yang secara signifikan lebih besar dari Bacteroidaceae
dibandingkan pasien dengan NASH tanpa sirosis. 31Pasien dengan diabetes tipe 2 juga memiliki
proporsi yang lebih tinggi dari Bacteroides dan Ruminococcus dibandingkan dengan pasien
tanpa diabetes.35
Ketika tikus dengan gangguan Nlrp3 atau Nlrp6 diberikan diet kaya metionin-choline, untuk
menginduksi steatosis,mikrobiota usus mereka mengalami perubahan dan mereka mengalami
inflamasi pada kolon dan NASH.36 Pada tikus lainnya dengan NASH berat,

steatohepatitisditemukan muncul melalui proses influx ligan TLR4 usus dan aktivasi TLR9, yang
menyebabkan produksi TNF dalam hati.36 Jaringan hati dari pasien dengan NASH juga memiliki
kadar TNF yang tinggi daripada mereka dengan simple steatosis.37
Penyakit Hati Alkoholik
Penyalahgunaan alkohol adalah salah satu penyebab utama dari penyakit hati kronis. Prognosis
untuk pasien dengan penyakit hati alkoholik(ALD) memburuk jika penyakit berkembang dari
steatohepatitis menjadi fibrosis, sirosis, dan penyakit hati stadium akhir. ALD memiliki
presentasi klinis yang unik sebagai hepatitis alkoholik, yang secara signifikan berhubungan
dengan inflamasi.38 Selama perkembangan ALD, terjadi perubahan komposisi mikrobiota selama
fase presirosis, sirosis, dan dalam bentuk hepatitis alkoholik. Perubahan tersebut bervariasi
tergantung pada pola asupan alkohol, seperti pesta minuman keras vs social drinkingatau
ketergantungan kronis. Penelitian hubungan antara ALD dan mikrobiota usus harus dilakukan
pada pasien dengan pola konsumsi alcohol yang berbeda dan berbagai tahap penyakit hati.
Patogenesis ALD kurang dapat dipahami karena efek alkohol pada usus dan microbiome terjadi
sebelum munculnya bukti adanya penyakit hati.
Pasien Tanpa Sirosis
Pada subyek yang sehat, pesta minuman keras menyebabkan peningkatan endotoksin yang
signifikan (diproduksi oleh bakteri gram-negatif) dan infmamasi sistemik yang mungkin
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas usus.39 Hewan pengerat juga telah terbukti
mengalami endotoxemia setelah konsumsi ethanol.40 Menariknya, tikus yang diberi asupan
alkohol mengalami cedera yang lebih parah daripada tikus dengan control
microbiome.41Penelitian dari peminum alkohol kronis tanpa sirosis atau hepatitis alkoholik
menemukan bahwa pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan translokasi terjadi dalam
perkembangan penyakit. Jumlah bakteri aerob dan anaerob yang lebih tinggi terdeteksi dalam
aspirasi jejunum dari pasien yang mengkonsumsi alkohol dibandingkan dengan pasien yang
tidak mengkonsmusi alkohol.42Kebocoran usus yang disebabkan oleh disfungsi barrier usus telah
dilaporkan pada pasien dengan endotoxemia yang diinduksi alcohol dan gangguan hati. 43-45
Kenaikan permeabilitas usus melalui pemecahan alcohol menjadi asetaldehida dan
memungkinkan endotoksin dan bakteri DNA masuk kedalam hati, 40,46 yang mengaktifkan sel-sel
Kupffer melalui TLR4 atau TLR9. Sel Kupffer kemudian mulai memproduksi sitokin inflamasi. 47
Penyalahgunaan alkohol kronis dapat menyebabkan perubahan mikrobiota mukosa kolon yang
dapat dideteksi dalam sampel feses. Sampel feses dari pasien dengan sirosis alkoholik memiliki
proporsi Bacteriodetes yang lebih rendah dan proporsi Proteobacteria yang lebih tinggi dalam
kolondibandingkan dengan pasien yang mengkonsumsi alkohol tanpa sirosis.48 Setelah pasien
tidak lagi melakukan penyalahgunaan alkohol, permeabilitas usus berkurang dan proporsi
beberapa mikroba asli seperti Ruminococcus.49

Pada hewan pengerat, translokasi bakteri dapat dideteksi pada 2-3 awal setelah konsumsi alkohol
kronis dimulai, sebelum perubahan dalam microbiome terdeteksi. 50,51 Tikus yang mengkonsumsi
alkohol selama 10 minggu mengalami perubahan dalam mukosa kolon yang berhubungan
dengan komposisi microbiome.52 Tikus yang meminum alkohol selama 3 minggu telah
peningkatan proporsi Bacteriodetes dan Verrucomicrobia dalam caecum, sedangkan tikus
keompok kontrol memiliki proporsi Firmicutes yang lebih tinggi. 51Feses tikus yang diberi
alkohol kronis selama 8 minggu mengalami penurunan proporsi Bacteroidetes dan Firmicutes
dan peningkatan proporsibakteri gram negatif Proteobacteria dan gram positif Actinobacteria. 53
Dysbiosis dikaitkan dengan penurunan signifikan dari Lactobacillus, Bacteriodaceae,
Pediococcus, Leuconostoc, dan Lactococcus.51
Meskipun tergoda untuk berspekulasi bahwa alkohol hanya memiliki efek langsung pada
integritas usus dan mikrobiota usus yang mengarah pada kerusakan hati, penting untuk
mengingat bahwa alkohol juga mempengaruhi komposisi asam empedu. Saluran pencernaan
tikus yang diberi alkohol selama 8 minggu terkandung banyak perubahan asam empedu,
peningkatan kadar asam lemak dan steroid, dan penurunan kadar carnitines,asam amino, asam
amino dengan rantai bercabang, dan asam lemak rantai pendek.54 Asam lemak yang meningkat
termasuk 17-HDoHE dan 19,20-DiHDPA, yang merupakan metabolit dari docosahexaenoic acid
(DHA). Peningkatan kadar DHA dan metabolit dalam usus besar mengindikasikan gangguan
penyerapan DHA. 21 jenis asam empedu terganggu disepanjang saluran pencernaan, tetapi
perubahan terbesar diamati pada ileum. Kadar konjugasi taurineasam empedu berkurang pada
usus halus dan hati, dibandingkan dengan tikus kontrol. Rasio garam empedu taurin dibanding
dengan glisin adalah 30: 1 pada tikus kontrol vs 1: 1 dalam kelompok tikus yang mengkonsumsi
alkohol. Pertumbuhan berlebih mikrobiota pada tikus yang mengkonsumsi alcohol terhadap
degradasi taurin terhadap sulfat anorganik , sehingga mengurangi availabilitas mereka. 54
Konsumsi alkohol secara kronis secara signifikan meningkatkan sintesis asam empedu, terlepas
dari sirosis, yang berkontribusi terhadap cedera usus; sinyal FXR tidak ditemukan terlibat dalam
proses ini.55 Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan bagaimana konsumsi alkohol
mengubah mikrobiota usus.
Hepatitis Alhoholik dan Sirosis Hepatis
Pasien dengan hepatitis alkoholik dan sirosis memiliki perubahan respon imun dan sering
mengalami infeksi, sehingga berkaitan dengan hasil buruk. Hepatitis alkoholik memiliki
presentase kematian yang tinggi sebagian terjadi karena SIRS. 56 Banyak factor yang memberikan
kontribusi terhadap inflamasipada pasien ini. Ada beberapa penelitian dari microbiomekarena
kehadiran beberapa factor pembaur, termasuk penghentian konsumsi alkoholatau tingkat asupan,
dan penggunaan bersamaan dari proton pompa inhibitor dan atau antibiotik. Transfer mikrobiota
usus pada pasien dengan hepatitis alkoholik pada tikus menyebabkan peningkatan inflamasi pada
hati, dibandingkan dengan mikrobiota dari pasien yang mengkonsumsi alkohol tanpa cedera pada
hati,menunjukkan bahwa mikrobiota pada pasien hepatitis alkoholik berkontribusi terhadap
cedera hati. Mikrobiota dari pasiendengan hepatitis alkoholik meningkatkan dysbiosis,

denganmengurangi proporsi spesies Fecalibacterium, dibandingkan dengan mikrobiota dari


pasien tanpa cedera pada hati.57Penelitian lebih banyak diperlukan dalam populasi pasien
tersebut.
Penelitian pada pasien dengan sirosis alkoholik biasanya dilakukan sebagai analisis subkelompok
dari penelitian sirosis. Analisis yang lebih rumit pada pasien dengan sirosis alkohol yang terus
meminum alcohol tetapi tidak mengalami hepatitis alkoholik. Pasien dengan sirosis alkoholik
secara konsisten telah ditemukan memiliki kadar yang lebih tinggi dari dysbiosis mikroba
dibandingkan pasien dengan sirosis nonalkoholik, meskipun pada model hewan ini memiliki
sirosis yang sama beratnya. 58Penelitian pada hewan juga menjadi tantangan terutama pada model
hewan dengan ALD yang tidak mengalami sirosis. Pasien dengan sirosis alkoholik yang terus
meminum alcohol memiliki bukti inflamasi kolon dengan peningkatan yang signifikan dari
kenaikan total asam empedu dalam feses dan proprsi asam empedu sekunder.55
Memanipulasi Microbiome
NAFLD
GLP1 disekresikan ke dalam aliran darah sebagai respon terhadap konsumsi nutrisi dan
menginduksi sekresi insulin sebagai responn terhadap glukosa, menghambat sekresi postprandial
glukagon, menunda pengosongan lambung, dan mempromosikan penururnan berat badan.59
Liraglutide, agonis GLP1, menginduksi penurunan berat badan pada pasien obesitas dan
memperbaiki kebiasaan makan. Tikus yang diberi agonis GLP1 telah mengurangi konten
trigliserida hati dibandingkan dengan tikus yang diberi vehicle (kontrol).60
GLP1 terlibat dalam metabolisme lipid, mengurangi kadar trigliserida serum, kadar kolesterol
total, kadar LDL, dan HDL. Agonis GLP1 dapat memperbaiki profil lipiddan meningkatkan
metabolisme melalui aktivasi peroksisom proliferator-activated receptor-a pada permukaan
hepatosit, mengurangi sintesis apolipoprotein C, menurunkan lemak dalam plasma, dan
menngurangi kadar triglycerid.61-64Pemberian probiotik VSL # 3 selama 4 bulan secara signifikan
mengurangi NASH pada anak-anak dan meningkatkan kadar GLP1.65Pada tikus dengan steatosis,
VSL # 3 mengurangi timbunan lemak dan kerusakan parenkim hati dan penurunan kadar serum
alanine aminotransferase (ALT). Probiotik juga mengurangi kerusakan akibat stress oksidatif dan
inflamasi pada hati.66-68
Butirat yang diproduksi probiotik MIYAIRI 588 mengurangi stres oksidatif hati pada model tikus
NASH.69 Menariknya, hanya dengan menambahkan butirat pada diet tikus dengan steatosis
kemudian diapatkan penurunan kerusakan hati.70 Sebuah meta-analisis menemukan bahwa
penggunaan probiotik ini dapat menurunkan kadar serum ALT dan aspartat aminotransferase
(AST), inflamasi dan resistensi insulin pada pasien NAFLD.71 Namun, mikroba dan jumlah
mikrobabervariasi antar kelompok.

Asam Obeticholic adalah aktivator kuat dari FXR yang mengurangikandungan lemak hati dan
fibrosis pada model binatang dengan NAFLD. Pasien dewasa dengan NASH yang diberikan
asam obeticholic selama 72 minggu telah mengurangi fitur histologis dari NASH. Manfaat
jangka panjang asam obeticholic memerlukan penelitian lebih lanjut.72
ALD
Menghentikan konsumsi alkhol adalah pengobatan terbaik untuk ALD karena dikaitkan dengan
perbaikan mikrobiota dan permeabilitas usus, 49 tetapi sering ada dysbiosis residual. Microbiome
usus telah dimanipulasi pada pasien dan pada hewan model ALD menggunakan antibiotik,
prebiotik, dan probiotik. Efek antibiotik berupa penurunan endotoksin signaling (endotoxemia
akibat alkohol) telah dieksplorasi.73,74 Mempengaruhi mikrobiota usus melalui pemberian
ampisilin dapat meningkatkan ekspresi solute carrier family10 (kotransporter natrium dan asam
empedu) anggota ke-2 (transporter apikal natrium yang tergantung pada asam empedu asam),
meningkatkan transportasi asam empedu dari usus ke dalam sirkulasi porta. 67Solute carrier
family 10A2 adalah mekanisme primer penyerapan asam empedu usus oleh sel apical ileum
distal.
Pemberian jangka pendek Bifidobacterium bifidum dan Lactobacillus plantarum 8PA3 untuk
pasien yang mengkonsumis alcohol, menurunkan kadar plasma dari ALT dan AST, dan
memperbaiki mikrobiota usus, dan mengurangi cedera hati karena alkohol. 75Neutrofil dari pasien
dengan sirosis alkoholik yang diberikan Lactobacillus casei Shirota (hidup,teraktivasi dengan
panas, atau kultursupernatan) selama 4 minggu mengalami peningkatan kapasitas
fagositosis.76Pemberian mikroenkapsulasi L plantarum untuk tikus setelah mengkonsumsi
alkohol secara kronis menurunkan endotoksemia, kadar serum aminotransferase, aktivasi nuclear
Faktor-kB, dan ekspresi TNF dan IL12B. Usus danjaringan hati dari tikus tersebut telah
mengalami perbaikan gambaran histologis dari cedera jaringan yang diinduksi alkohol. Pasien
alkoholik yang diberikan Bifidobacteria dan Lactobacillus selama 5 hari telah mengalami
peningkatan jumlah bakteri dalam usus mereka dan memiliki kadar serum AST dan ALT yang
lebih rendah, menunjukkan bahwa probiotik dapat dengan cepat mengubah mikrobiota usus dan
berperan dalam pemulihan cerdera hati akibat konsusmi alkohol kronis. 75 Probiotik cenderung
mengurangi steres oksidatif dan inflamasi pada usus dan menjaga fungsi barrier usus.
Pemberian prebiotik untuk tikus yang mengkonsumsi alcohol dapat mengurangi pertumbuhan
bakteri yang berlebihan dan steatohepatitis dengan memperbaiki ekspresi regenerasi protein
antimikroba family 3 g.51 Regenerasi familiy 3 g disekresikan C-jenis lektin dengan aktivitas
terhadap bakteri gram positif. Suplementasi diet dengan susu osteopontin juga mengurangi
kerusakan hati akibat alkohol, menghalangi translokasi bakteri gram negatif enterik, dan
mengurangi efek dari endotoksin pada liver.75Melengkapi diet tikus dengan asam lemak rantai
panjang meningkatan fungsi barrier usus dengan mempromosikan perluasan lactobacilli.77

Perubahan Microbiome Selama Perkembangan penyakit


Pada tikus dewasa yang diberi diet dengan defisiensi metionin-choline 36pengolahan
inflammasome tergantung dari IL1B dan IL18ditemukan untuk mempromosikan perkembangan
fatty liver. Efek yang kompleks dariNOD-like reseptor dan TLR juga mengatur peristiwa
metabolisme yang menyebabkan akumulasi produk bakteri dalam sirkulasi Portal. Perubahan
dalam mikrobiota usus, bersamaan dengan defisiensi inflammasome dapat berkontribusi terhadap
perkembangan NAFLD.
Sebuah penelitian dengan 244 pasien dengan etiologi sirosis dan tahap sirosis yang berbeda
(kompensasi, dekompensasi) 58digunakan untuk menentukan rasio sirosis dysbiosis, yang
merupakan rasio autochthonous atau rasio bakteri yang bermanfaat terhadap patogen. Sebuah
rasio yang lebih rendah dari sirosis dysbiosis (CDR) menunjukkan rasio yang lebih kecil dari
autochthonous terhadap nonautochthonous. CDR lebih tinggi pada subjek tanpa sirosis (kontrol),
lebih rendah pada pasien dengan sirosis terkompensasi, dan terendah pada pasien dengan sirosis
dekompensasi. Seiring berjalannya waktu, penurunan CDR dikaitkan dengan perkembangan
penyakit dan endotoksemia. Pasien dengan sirosis memiliki proporsi yang lebih tinggi dari
Staphylococcaeae, Enterobacteriaceae, dan Enterococcaceae daripada kelompok kontrol; CDR
yang lebih tinggi dikaitkan dengan hasil yang buruk.
Kehadiran atau peningkatan berlebihbakteri tertentu dapat digunakan sebagai penanda gangguan
usus. Profil microbiome terkait dengan endotoxemia mencerminkan efek mikrobiota secara
keseluruhan. Sebuah penelitian pasien dengan NASH78 (30 dengan fibrosis F0/F1 dan 27 dengan
fibrosis F2) ditemukan mengalami peningkatan Bacteroides pada pasien NASH dibandingkan
dengan pasien tanpa NASH. Proporsi dari Prevotella menurun secara signifikan pada pasien
dengan NASH dan fibrosis F2, dibandingkan dengan pasien dengan fibrosis F0/F1. Analisis
profil metagenomic dengan Kyoto Ensiklopedia Gen dan Genom terkait NASH dengan fibrosis
pada tahap F 2 dengan perubahan mikroba dalam metabolism karbohidrat, lipid, dan asam
amino. Tingkat keparahan NAFLD dikaitkan dengan dysbiosis dari mikrobiota usus dan
perubahan fungsi metabolisme dibandingkan dengan pasien tanpa NAFLD atau NASH.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk benar-benar mengevaluasi kontribusi mikrobiota untuk
etiologi penyakit hati. Analisis mendalam akan memerlukan penelitian yang lebih besar, bersifat
multicenter yang mengumpulkan banyak sampel dari waktu ke waktu dari pasien dengan NASH
dan ALD. Memahami dan membalikkan dysbiosis berat yang berkembang pada pasien dengan
NAFLD, NASH, atau ALD akan membutuhkan wawasan lebih lanjut mengenai metagenome,
transcriptome, dan metabolome mikroba serta penelitian lebih dari interaksi antara usus, hati, dan
microbiome.

Arah pada pebelitian masa depan


Meskipun kemajuan substansial telah dibuat dalammeningkatkan pemahaman kita tentang
mikrobiota usus pada pasien dengan steatohepatitis alkoholik dan non-alkoholik, masih ada
banyak pertanyaan penting. Dengan meningkatnya epidemi obesitas dan NAFLD, efek
penyalahgunaan alcohol dan diabetes pada pasien ini penting untuk diketahui. Fenotip dari
NASH bervariasi antara populasi yang berbeda karena bersifat multi-etnis yang diperlukan untuk
mebandingkan perbedaan microbiomes dan faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi
terhadap perbedaan ini.79 Penelitian dengan banyak pasien, selama periode waktu yang lama,
diperlukan untuk menentukan bagaimana mikrobiota mungkin menyebabkan penyakit hati dan
bagaimana penyakit hati dapat mengubah mikrobiota. Antibiotik, Synbiotics, probiotik,
prebiotik, dan produk mikroba mungkin dapat dikembangkan untuk mengobati pasien dengan
ALD atau NAFLD. Namun, dalam mempelajari gangguan interaksi antara usus dan hati pada
pasien ini, kita harus ingat bahwa NAFLD dan ALD adalah penyakit dengan multi-organ yang
juga melibatkan sindrom metabolik dan efek luas alkohol. Komposisi microbiome usus
bervariasi antar individu dan dampaknya pada perkembangan penyakit hati yang melibatkan
lingkungan, makanan, genetik, sosial, dan faktor perilaku.

Anda mungkin juga menyukai