Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS MEI 2018

“Hematemesis Melena et causa Defisiensi Vitamin K”

Nama : Haifa Az-Zahra


No. Stambuk : N 111 17 010
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ..................................................................... 3
A. Identitas Pasien ...................................................................... 3
B. Anamnesis ............................................................................. 3
C. Pemeriksaan Fisik .................................................................. 4
D. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 6
E. Resume ................................................................................. 6
F. Diagnosis ............................................................................... 7
G. Tatalaksana ............................................................................ 7
H. Anjuran .................................................................................. 7
BAB III DISKUSI ...................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20
BAB I

PENDAHULUAN

Vitamin K termasuk vitamin larut lemak yang dapat diabsorpsi oleh


traktus gastrointestinal dengan adanya garam empedu. Vitamin K juga diperlukan
untuk sintesis faktor koagulasi II, VII, IX, X (kompleks protrombin), protein C
dan S sebagai antikoagulan, serta berperan dalam konversi faktor pembekuan
tidak aktif menjadi aktif. Sejak tahun 1930 seluruh kasus gangguan perdarahan
pada bayi baru lahir didiagnosis sebagai haemorrhagic disease of newborn
(HDN), namun saat ini kasus perdarahan pada neonatus yang disebabkan
defisiensi vitamin K tidak lagi disebut HDN, melainkan Vitamin K Deficiency
Bleeding (VKDB). VKDB menyebabkan angka kematian yang tinggi dan dapat
menimbulkan gejala sisa neurologis pada bayi yang bertahan hidup. Asupan
vitamin K yang rendah pada bayi mempunyai peran penting dalam terjadinya
VKDB.1
Angka kejadian VKDB bervariasi antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan
menurun menjadi 0–0,44% pada 10 tahun terakhir dengan adanya program
pemberian profilaksis vitamin K di Amerika Serikat. Insiden VKDB lambat
sebesar 3,2 per 100.000 kelahiran di Belanda, 20–25 per 100.000 kelahiran di
Jepang, bahkan mencapai 116 per 100.000 kelahiran di Hanoi, Vietnam. Angka
kematian akibat VKDB di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran. Angka
kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:1500 kelahiran di daerah
yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.
Data mengenai VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun 2004
didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 17 kasus (81%) mengalami komplikasi
perdarahan intrakranial dengan angka kematian 19%, 6 kasus di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr. Soetomo Surabaya
The American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2003
merekomendasikan pemberian vitamin K 0,5 sampai 1 mg dosis tunggal
intramuskular pada semua bayi baru lahir untuk mencegah perdarahan akibat
defisiensi vitamin K (vitamin K deficiency bleeding atau VKDB). Defisiensi

1
vitamin K pada bayi baru lahir disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
rendahnya cadangan vitamin K pada saat lahir, prematuritas, kadar vitamin K
yang rendah dalam air susu ibu, terlambatnya kolonisasi bakteri usus yang
disebabkan oleh terlambatnya pemberian makanan, ASI eksklusif, diare berat dan
pemberian antibiotik. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya
defisiensi vitamin K meliputi uji skrining perdarahan dan yang lebih sering
memanjang adalah prothrombin time (PT), atau PT (prothrombin time), PTT
(partial thromboplastin time) yang memanjang dan rendahnya aktivitas faktor II,
VII, IX dan X. Waktu PT lebih sering memanjang bila dibandingkan dengan PTT,
pada awal penyakit mungkin hanya faktor VII saja yang kurang sehingga hasil PT
memanjang sedangkan PTT masih normal.2

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS BAYI
Nama : By. Ny. M
Tanggal lahir : Selasa, 20 Maret 2018
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ds. Balukang
Waktu Masuk : Selasa, 24 April 2018
Tempat : Ruangan Perinatologi RS Wirabuana

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Muntah darah dan BAB Hitam
Riwayat penyakit sekarang :
Bayi rujukan dari Puskesmas Balukang berusia 36 hari masuk ke
Rumah Sakit dengan keluhan muntah darah yang dialami sejak 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit, muntah berupa darah berwarna merah segar,
muntah yang keluar berupa darah yang cair, kadang pula berupa darah yang
menggumpal. Selain itu pasien juga mengalami BAB hitam bersamaan
dengan muntah darah. BAB berwarna hitam seperti aspal, dalam 1 hari
pasien BAB hitam sebanyak 3x. Menurut orang tua pasien, bayi terlihat
lemas, pucat, dan sedikit menyusu sejak mengalami muntah darah dan BAB
hitam. Riwayat demam (-), kejang (-), batuk (-), sesak (-), flu (-), pemberian
makanan (-), pemberian obat (-), BAK (+) lancar. Pasien mendapat ASI
eksklusif, dan belum pernah mendapatkan injeksi vitamin K dan imunisasi
sejak lahir.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah dirawat di RS sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada.

3
Riwayat sosial-ekonomi :
Menengah
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
Bayi lahir di rumah, persalinan ditolong oleh dukun dan suami. Bayi
lahir langsung menangis, BBL dan PBL tidak di ukur. Saat hamil Ibu pasien
tidak pernah melakukan pemeriksaan ANC, dan tidak pernah mengonsumsi
obat selama hamil.
Anamnesis Makanan :
ASI : 0 – sekarang
Riwayat Imunisasi :
Pasien belum pernah melakukan imunisasi.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit Berat
Kesadaran : Composmentis
2. Pengukuran Tanda vital :
Nadi : 148 kali/menit, reguler
Suhu : 36,8 °C
Respirasi : 62 kali/menit
Berat badan : 4 kg
Tinggi badan : 52 cm
Status gizi : Gizi baik
- BB/TB : (0) (1)
- BB/U : (0) (2)
- TB/U : (0) (-2)
3. Kulit : Warna : Pucat
Turgor : Cepat kembali (< 2 detik)
Sianosis : (-)
4. Kepala: Bentuk : Normocephal
5. Mata : Palpebra : Edema (-/-)
Konjungtiva : Anemis (+/+)

4
Sklera : Ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Cekung : (-/-)
6. Hidung : Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
7. Mulut : Bibir : Sianosis (+)
Lidah : Tidak kotor
8. Leher
 Pembesaran kelenjar leher : Pembesaran KGB -/-
 Pembesaran thyroid : Tidak ada pembesaran -/-
9. Thorax
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Simetris bilateral
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Vesikular +/+, Rhonki(-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi :
 Batas jantung kanan : pada SIC V linea Parasternal dextra
 Batas jantung kiri : pada SIC V linea midclavicula sinistra
 Batas jantung atas : pada SIC II linea midclavicula dextra
dan parasternal sinistra
 Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni regular. Murmur (-),
Gallop (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : Tampak cembung

5
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : Hepatomegali(-)
Lien : Splenomegali(-)
Ginjal : Tidak teraba
11. Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema (-/-),
12. Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, edema (-/-),
13. Genitalia : Dalam batas normal
14. Otot-otot : Eutrofi (-), kesan normal
15. Refleks : Fisiologis +/+, patologis -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin ( 24 April 2018)
Jenis Hasil
Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 11,9 x 103 /uL 5,0–10,0
RBC 1,27 x 106 /uL 4,10–5,50
HGB 3,5 g/dl 12-14
HCT 11,4 % 36,0 – 44,0
PLT 288 x 10 3 /uL 200– 400 N

E. RESUME
Bayi rujukan dari Puskesmas Balukang jenis kelamin perempuan
berusia 36 hari masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan muntah darah dan
BAB hitam yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit, muntah
berupa darah berwarna merah segar, muntah yang keluar berupa darah yang
cair, kadang pula berupa darah yang menggumpal. Selain itu pasien juga
mengalami BAB hitam bersamaan dengan muntah darah. BAB berwarna
hitam seperti aspal, dalam 1 hari pasien BAB hitam sebanyak 3x. Menurut
orang tua pasien, bayi terlihat lemas, pucat, dan sedikit menyusu sejak

6
mengalami muntah darah dan BAB hitam. Pasien mendapat ASI eksklusif,
dan belum pernah mendapatkan injeksi vitamin K dan imunisasi sejak lahir.
Riwayat demam (-), kejang (-), batuk (-), sesak (-), flu (-), pemberian
makanan (-), pemberian obat (-). Bayi lahir di rumah, persalinan di tolong
oleh dukun dan suami. Bayi lahir langsung menangis, BBL dan PBL tidak
di ukur, dan belum pernah melakukan imunisasi. Saat hamil Ibu pasien tidak
pernah melakukan pemeriksaan ANC, dan tidak pernah mengonsumsi obat
selama hamil. Riwayat keluarga tidak ada yang mengalami muntah darah
dan BAB hitam, dan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
perdarahan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital: HR: 148x/menit,
RR: 62x/menit, T: 36,8oC. Kulit tampak pucat (+), mata anemis (+/+). Hasil
laboratorium: WBC: 11,9 x 103 /uL , RBC: 1,27 x 106 /uL, HGB: 3,5 g/dl ,
PLT: 288 x 10 3 /uL, HCT: 11,4 %.

F. DIAGNOSIS
Hematemesis melena et causa Defisiensi Vitamin K

G. PENATALAKSAAAN
- IVFD Dextrosa 5% 15 tpm
- Transfusi PRC 40ml
- Inj. Cefotaxime 3x200 mg/iv
- Inj. Gentamicin 2x15 mg/iv
- Inj. Vitamin K 1 mg/IM (0,1ml)
- Ranitidin 2x10 mg

H. ANJURAN
- Pemeriksaan PT, APTT

7
BAB III

DISKUSI

Pada kasus ini pasien di diagnosis dengan hematemesis melena et causa


defisiensi vitamin k, diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang didapatkan:

Bayi perempuan berusia 36 hari masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan


muntah darah dan BAB hitam yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk Rumah
Sakit, muntah berupa darah berwarna merah segar, muntah yang keluar berupa
darah yang cair, kadang pula berupa darah yang menggumpal. Selain itu pasien
juga mengalami BAB hitam bersamaan dengan muntah darah. BAB berwarna
hitam seperti aspal, dalam 1 hari pasien BAB hitam sebanyak 3x. Menurut orang
tua pasien, bayi terlihat lemas, pucat, dan sedikit menyusu sejak mengalami
muntah darah dan BAB hitam.

Riwayat demam (-), kejang (-), batuk (-), sesak (-), flu (-), pemberian
makanan (-), pemberian obat (-). Bayi lahir di rumah, persalinan di tolong oleh
dukun dan suami. Bayi lahir langsung menangis, BBL dan PBL tidak di ukur, dan
belum pernah melakukan imunisasi. Saat hamil Ibu pasien tidak pernah
melakukan pemeriksaan ANC, dan tidak pernah mengonsumsi obat selama hamil.
Riwayat keluarga tidak ada yang mengalami muntah darah dan BAB hitam, dan
tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan perdarahan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital: HR: 148x/menit, RR:


62x/menit, T: 36,8oC. Kulit tampak pucat (+), mata anemis (+/+). Hasil
laboratorium: WBC: 11,9 x 103 /uL , RBC: 1,27 x 106 /uL, HGB: 3,5 g/dl , PLT:
288 x 10 3 /uL, HCT: 11,4 %.

Pada kasus ini pasien mengalami hematemesis dan melena dikarenakan


adanya defisiensi vitamin K sehingga terjadi hematemesis dan melena, dengan

8
faktor resiko berupa tidak diberikannya injeksi vitamin K segera setelah lahir, dan
pasien mengonsumsi ASI. Bayi baru lahir cenderung mengalami defisiensi
vitamin K karena cadangan vitamin K dalam hati relative masih rendah,
sedikitnya transfer vitamin K melalui tali pusat, rendahnya kadar vitamin K pada
ASI, dan saluran pencernaan bayi baru lahir yang masih imatur. Kekurangan
vitamin K berisiko tinggi bagi bayi sehingga mengakibatkan Vitamin K
Deficiency Bleeding (VKDB). Faktor risiko terjadinya VKDB antara lain ibu
mengkonsumsi obat yang mengganggu metabolisme vitamin K selama kehamilan,
rendahnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus, gangguan fungsi hati (kolestasis),
sindrom malabsorpsi, diare kronik, serta kurangnya asupan vitamin K pada bayi
yang mendapat ASI eksklusif.
Terapi yang diberikan pada bayi adalah suplementasi vitamin K1 secara
intravena atau subkutan dengan dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari. Pemberian
secara intravena harus dipertimbangkan karena dapat menimbulkan reaksi
anafilaksis, meskipun jarang terjadi. Cara pemberian yang paling dianjurkan
adalah secara subkutan karena absorpsinya cepat, sedangkan pemberian secara
intramuskular dihindari karena dapat menyebabkan terbentuknya hematom yang
besar. Kasus VKDB yang disertai perdarahan luas dapat diberikan Fresh Frozen
Plasma (FFP), atau kompleks protrombin. FFP diberikan dengan dosis 10–15
ml/kg akan meningkatkan kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K
sebesar 0,1–0,2 unit/ ml. Terapi lain bersifat suportif terutama pada pasien dengan
perdarahan intrakranial.
Respons pengobatan diharapkan dapat terjadi dalam waktu 4–6 jam,
ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan fungsi hemostasis yang
membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam
maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati.
Pada kasus ini pasien mendapat terapi injeksi subkutan Vitamin K1 1 mg
per hari selama 3 hari berturut-turut. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
adalah hematologi rutin, didapatkan hasil kadar RBC dan HGB yang meningkat
setelah dilakukan transfuse PRC. Setelah pemberian injeksi subkutan Vitamin K1

9
selama 3 hari menunjukan hasil normal sehingga memperkuat diagnosis. Pada
pemeriksaan penunjang tgl 24-4-2018 didapatkan:

Jenis Hasil
Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 11,9 x 103 /uL 5,0–10,0
RBC 1,27 x 106 /uL 4,10–5,50
HGB 3,5 g/dl 12-14
HCT 11,4 % 36,0 – 44,0
PLT 288 x 10 3 /uL 200– 400 N
Tgl 25-4-2018
Jenis Hasil
Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 6,7 x 103 /uL 5,0–10,0 N
RBC 5.0 x 106 /uL 4,10–5,50 N
HGB 14.1g/dl 12-14 N
HCT 38.2 % 36,0 – 44,0 N
PLT 258 x 10 3 /uL 200– 400 N
Tgl 26-4-2018
Jenis Hasil
Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 6 x 103 /uL 5,0–10,0 N
RBC 5.0 x 106 /uL 4,10–5,50 N
HGB 14 g/dl 12-14 N
HCT 38.2 % 36,0 – 44,0 N
PLT 258 x 10 3 /uL 200– 400 N

Bayi baru lahir yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K memiliki


risiko tinggi terjadinya perdarahan akibat VKDB, seperti pada kasus di atas.
Pemberian profilaksis vitamin K merupakan hal yang penting dilakukan pada

10
semua bayi baru lahir. Jenis vitamin K yang digunakan sebagai profilaksis adalah
vitamin K1 (phytomenadione) dengan cara pemberian secara intramuskular
ataupun oral. Intramuskular dengan dosis tunggal 1 mg pada seluruh bayi baru
lahir. Pemberian oral dengan dosis 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi
baru lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4–8 minggu. Vitamin K3
(menadion) yang dikonversi menjadi menaquinone di hati merupakan bentuk
sintesis dari vitamin K yang bersifat larut dalam air, tetapi sudah tidak
direkomendasikan untuk diberikan karena menyebabkan anemia hemolitik dan
ikterus.
Profilaksis vitamin K1 berperan menurunkan tingkat mortalitas,
morbiditas, serta kerugian secara farmakoekonomi akibat defisiensi vitamin K.
Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi perdarahan intracranial dapat
mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 50–65%.
Defisiensi vitamin K disebabkan oleh rendahnya cadangan vitamin K pada
saat lahir, prematuritas, kadar vitamin K yang rendah pada air susu ibu,
terlambatnya kolonisasi bakteri usus yang disebabkan oleh terlambatnya
pemberian makanan, ASI eksklusif, diare berat dan pemberian antibiotik terutama
jangka Lama. Bayi prematur mempunyai cadangan vitamin K dan kadar faktor
pembekuan yang lebih rendah dari pada bayi aterm. Respon vitamin K yang
rendah pada bayi premature memberi kesan bahwa imaturitas sel hati mengurangi
kemampuan pembentukan faktor pembekuan.
Bayi biasanya memiliki kadar vitamin K yang rendah di dalam tubuhnya
akibat beberapa faktor. Vitamin K tidak dapat dengan mudah melewati plasenta
dari ibu ke bayi sehingga bayi baru lahir tidak memiliki cadangan vitamin K
dalam jumlah banyak. Selain itu, tidak banyak vitamin K yang terkandung di
dalam air susu ibu sehingga penting bagi bayi untuk mendapatkan profilaksis
vitamin K segera setelah lahir.
Perdarahan saluran cerna dapat bermanifestasi sebagai perdarahan yang akut
akibat hilangnya sejumlah darah dan kadang dapat menyebabkan gangguan
hemodinamik. Kehilangan darah yang cukup banyak dan terjadi intermiten
didefinisikan sebagai perdarahan akut-berulang/rekuren. Kehilangan darah yang

11
tersembunyi (occult) akibat kehilangan darah yang kronik pada umumnya secara
kebetulan terdeteksi saat pemeriksaan darah samar atau terbukti anemia defisiensi
besi.6

Hematemesis adalah muntah atau regurgitasi sejumlah darah yang


berwarna merah segar ataupun berwarna seperti kopi; dengan sumber perdarahan
di antara esofagus dan ligamentum Treitz. Sumber perdarahan dapat berasal dari
varises dan non-varises. Hematemesis harus dibedakan dengan hemoptisis, yang
jarang terjadi pada anak dan selalu didahului dengan batuk, ataupun sumber
perdarahan yang berasal dari nasofarings. Muntahan yang berwarna seperti kopi
seringkali akibat minuman cola atau kopi, yang sering disalahartikan sebagai
darah oleh orang tua.6

Melena adalah tinja yang ke luar berupa cairan berwarna hitam seperti
aspal serta berbau amis; dan merupakan manifestasi perdarahan saluran cerna atas.
Hematoskezia adalah ke luar darah segar per-anum; dan biasanya merupakan
manifestasi perdarahan saluran cerna bawah. Perdarahan saluran cerna atas terdiri
atas varises dan non-varises.
VKDB dibagi menjadi VKDB dini, klasik, dan lambat berdasarkan pada
usia saat kelainan tersebut bermanifestasi. VKDB dini timbul pada hari pertama
kehidupan, sangat jarang dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang
mengkonsumsi obat yang mengganggu metabolisme vitamin K. VKDB klasik
timbul pada hari ke 2 sampai 7 setelah lahir dan lebih sering terjadi pada bayi

12
yang kondisinya tidak optimal pada waktu lahir atau yang terlambat mendapatkan
suplementasi makanan. VKDB lambat terjadi pada hari ke 8 sampai 6 bulan
setelah lahir, dengan angka kejadian tertinggi pada usia 1 sampai 2 bulan.
Manifestasi tersering pada VKDB lambat adalah perdarahan intrakranial dengan
perdarahan subdural merupakan tipe yang paling sering, ekimosis, perdarahan
traktus gastrointestinal atau membran mukosa, suntikan pada kulit, dan insisi
operasi.
Kriteria diagnosis VKDB ditegakkan jika perdarahan pada bayi disertai
dengan PT dan aPTT yang memanjang, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit
yang normal, aktivitas faktor II, VII, IX, dan X menurun. Kadar PT yang normal
dengan cepat (30-120 menit) setelah pemberian vitamin K merupakan diagnosis
pasti VKDB. Tidak adanya riwayat perdarahan dalam keluarga menyokong
diagnosis VKDB. Tidak adanya riwayat perdarahan dalam keluarga menyokong
diagnosis VKDB.

PROSES KOAGULASI
Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik
dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel
endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor
(Faktor III) pada tempat terjadinya luka.1 Jalur pembekuan darah intrinsik
memerlukan faktor VIII, IX, X, XI, dan XII, dibantu dengan protein prekalikrein,
high-molecular weight kininogen (HMWK), ion kalsium dan fosfolipid dari
trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII
bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak.
Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi
kalikrein, yang kemudian mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor
XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II
(protrombin) secara berurutan.3
Aktivasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari
ion Ca, faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit.
Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa

13
dan X. Aktivasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya
trombin, akan tetapi makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor
VIIIa menjadi bentuk inaktif.3
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue
factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel,
adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan
berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat aktivasi faktor X menjadi faktor
Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik. Aktivasi faktor VII terjadi melalui
kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF ternyata juga mampu
mengaktifkan faktor IV sehingga membentuk hubungan antara jalur ekstrinsik dan
intrinsik.3

Gambar 1. Kaskade pembekuan darah4

Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi


trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer
dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit,
ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan
kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, faktor V teraktifasi menjadi Va
dipicu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah faktor XIII

14
menjadi XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin polymer
yang lebih kuat.

PERAN VITAMIN K DALAM FISIOLOGI PEMBEKUAN


Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang
diperlukan dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K-dependent
protein). Vitamin K diperlukan dalam sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX, dan
X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai
antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul faktor II, VII,
IX, dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk
prekursor tidak aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak aktif
menjadi faktor pembekuan yang aktif. Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan
gangguan dari proses koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya
perdarahan atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).
FAKTOR RESIKO VKDB (Vitamin K Deficiency Bleeding)
Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-
obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama
kehamilan seperti antikonvulsan (karbamazepin, fenitoin, fenobarbital),
antibiotika (sefalosporin), antituberkulostatik (INH, rifampisin), dan antikoagulan
(warfarin).5 Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri
usus karena pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati (kolestasis),
kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, serta
malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.3 Kadar vitamin
K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu formula
yaitu sekitar 50-60 mg/ml. selain itu pada usus bayi yang mendapat susu formula,
mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu memproduksi vitamin K.
sedangkan pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya mengandung bakteri
Laktobacillus yang tidak dapat memproduksi vitamin K.3

KLASIFIKASI VKDB

15
Klasifikasi VKDB pada anak berdasarkan etiologi dan onset terjadinya
dibagi menjadi 4 kelompok yaitu VKDB dini, VKDB klasik, VKDB lambat atau
acquired prothrombin complex deficiency (APCD) dan Secondary prothrombin
complex (PC) deficiency.4
Tabel 1. Klasifikasi VKDB

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat, dan
hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma
terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata,
hidung, dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis, atau
perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. Tempat perdarahan utama adalah
umbilikus, membran mukosa, saluran cerna, sirkumsisi, dan pungsi vena.3
Akibat lanjut timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan penyebab
mortalitas atau morbiditas yang menetap. Pada perdarahan intrakranial didapatkan
gejala peningkatan tekanan intrakranial bahkan kadang-kadang tidak
menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus didapatkan sakit

16
kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar menonjol, pucat, dan
kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang
dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan
tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologik fokal.3
DIAGNOSIS VKDB
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset
perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian
obat-obatan pada ibu selama kehamilan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk
melihat keadaan umum bayi dan lokasi perdarahan pada tempat-tempat tertentu
seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi, dan lain sebagainya.5
1. Anamnesis
- Bayi kecil (usia 1-6 bulan) yang sebelumnya sehat, tiba-tiba tampak
pucat, malas minum, lemah, banyak tidur.
- Minum ASI, tidak mendapat vitamin K1 saat lahir.
- Kejang fokal
2. Pemeriksaan Fisis
- Pucat tanpa perdarahan yang nyata.
- Peningkatan tekanan intrakranial: UUB membonjol, penurunan
kesadaran, papil edema.
- Defisit neurologi: kejang fokal, hemiparesis, paresis nervus kranialis
3. Pemeriksaan Penunjang
- Darah perifer lengkap: anemia berat dengan jumlah trombosit normal
- Pemeriksaan PT memanjang dan APTT dapat normal atau memanjang
- USG kepala/CTScan kepala: perdarahan intracranial
Pemeriksaan laboratorim menunjukkan penurunan aktivitas faktor II,
VII, IX, dan X sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia.
Terdapat pemanjangan waktu pembekuan, Prothrombin Time (PT) dan Partial
Thromboplastin Time (PTT), sedangkan Thrombin Time (TT) dan masa
perdarahan normal. Pemeriksaan lain seperti USG, CT scan (gambar 2) atau
MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai

17
adanya perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial.
Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat
diagnosis VKDB.5
VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang
didapat maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati
juga dapat menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah
sehingga memberikan manifestasi klinis perdarahan.5

PENATALAKSANAAN VKDB
Penatalaksanaan VKDB terdiri dari penatalaksanaan untuk pencegahan dan
penatalaksanaan untuk mengobati kelainan ini, secara umum antara lain.
Tata laksana perdarahan:
1. Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut.
2. Transfusi Fresh Frozen Plasma 10-15 ml/kgBB
3. Transfusi Packed Red Cel sesuai kadar hemoglobin.
4. Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol 0,5–1
gram/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali dapat diberikan untuk
menurunkan tekanan intrakranial. Perlu pemantauan yang ketat untuk
terjadinya syok atau perdarahan yang bertambah.
5. Konsultasi ke bedah syaraf untuk tindakan operatif tergantung seberapa
besar perdarahan yang terjadi dan defisit neurologis yang timbul. Kriteria
PDVK yang memerlukan tindakan operatif yaitu volume perdarahan yang
luas, menekan struktur penting otak (batang otak), dan adanya sumbatan
aliran liquor serebrospinalis akibat perdarahan.
Pengobatan:
1. Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan
vitamin K1 dengan dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari.
2. Vitamin K1 tidak boleh diberikan secara intramuskular karena akan
membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian dilakukan secara
subkutan karena absorbsiya cepat.

18
3. Pemberian secara intravena harus dipertimbangkan dengan seksama
karena dapat memberikan reaksi anafilaksis, meskipun jarang terjadi.
Selain itu, pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat
dipertimbangkan pada bayi dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10-15
ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor koagulasi tergantung vitamin K
sampai 0,1 – 0,2 unit/ml. respon pengobatan diharapkan terjadi dalam waktu
4-6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal
hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan
perbaikan dalam 24 jam maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya
penyakit hati.5

PENCEGAHAN
Pencegahan VKDB dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K
profilaksis. Terdapat tiga jenis vitamin K yang diketahui yaitu:
1. Vitamin K1 (Phylloquinone), terdapat di dalam sayuran hijau, minyak
sayur, dan produk olahan susu. Vitamin K1 diberikan kepada neonatus
sebagai profilaksis dalam bentuk cair.
2. Vitamin K2 (Menaquinone), disintesis oleh flora normal usus.
3. Vitamin K3 (Menadione), vitamin K sintesis, larut air yang saat ini sudah
tidak digunakan lagi karena dapat menyebabkan anemia hemolitik.
Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian
intramuskular dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif
dalam mencegah timbulnya VKDB lambat. Amerika Serikat merekomendasikan
penggunaan phytonadione, suatu sintesis analog vitamin K1 yang larut dalam
lemak, diberikan secara intramuskular.5

PROGNOSIS VKDB
Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin K1 akan
membaik dalam waktu 24 jam. Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi
perdarahan berat seperti intrakranial, intratorakal, dan intrabdominal sangat tinggi.

19
Pada perdarahan intrakranial angka kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan
permanen mencapai 50- 65%.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Surjono, E. Wijaya, E. Clarissa, E. Pentingnya profilaksis vitamin K1 pada


bayi baru lahir. Damianus Journal of Medicine; Vol.10 No.1 Februari
2011: hlm. 51–55.
2. Ervani, A. Lubis, B. Azlin, E. Emsyah, L. Perbandingan Pemberian
Vitamin K Dosis Tunggal Intramuskular pada Bayi Prematur dan Aterm
Terhadap Masa Protrombin. Sari Pediatri, Vol. 9, No. 1, Juni 2007
3. Respati H, Renarti L, Susanah S. Gangguan Pembekuan Darah Didapat:
Defisiensi Vitamin K. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG,
Windiastuti E, Abdulsalam M, Eds. Buku Ajar Hematoogi-onkologi Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2005: 182-96.
4. Lee KG, 2012. Hemorrhagic Disease of the Newborn. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007320.htm (Diakses
tanggal 17 Desember 2016).
5. Permono B. Perdarahan yang Terjadi Akibat Defisiensi Kompleks
Protrombin dalam Naskah Lengkap Continuing Education Ilmu Kesehatan
Anak XXXV Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV: Hot Topics in
Pediatric. Surabaya: FK Unair.

20

Anda mungkin juga menyukai