Anda di halaman 1dari 32

HARUSKAH DETORSI MANUAL 

MENJADI BAGIAN RUTIN DARI 
PENGOBATAN TORSIO TESTIS?
Arif Demirbas Demirhan Orsan Demir, Erim Ersoy, Mucahit Kabar, Serkan Ozcan, Mehmet Ali Karagoz, 
Ozgecan Demirbas And Omer Gokhan Doluoglu

Pembimbing :
dr Juono Prabowo Sp.B

Galuh Imeliana Putri
J510185007
LATAR BELAKANG
Torsio testis (TT) adalah diagnosis
Faktor risiko : cuaca dingin,
urologis darurat yang
aktivasi refleks kremasterik, Prevalensi 8.6 / 100.000 antara
mengakibatkan cedera organ
trauma, testis yang tidak turun, usia 10 hingga 19 tahun di amerika
berupa iskemik pada testis yang
dan pembesaran testis yang cepat serikat
terkena, dan membutuhkan
selama masa pubertas
diagnosis dan pengobatan segera.

Modalitas pencitraan untuk


Nyeri parah unilateral (beberapa
Pemeriksaan fisik : nyeri tekan diagnostik ultrasonografi doppler
jam), nyeri jarang ringan, dan
testis dan hilangnya refleks (USG), skintigrafi, resonansi
menyebar ke daerah inguinalis dan
kremasterik. magnetik dinamis (MR), dan USG
perut.
resolusi tinggi
LATAR BELAKANG

Penyelamatan testis sebelum atrofi :


• Durasi antara timbulnya gejala dan
Bedah darurat setelah diagnosis 
detorsi untuk mempersingkat durasi iskemia
• Tingkat torsio

Menurut Nas Detorsi manual (MD) Beberapa penulis telah


sebelum operasi untuk mengindikasikan sebagai alternatif
mempercepat pengembalian aliran untuk operasi
LATAR BELAKANG

Dalam studi ini bertujuan untuk menyelidiki efisiensi detorsi


manual

Apakah bisa menjadi bagian rutin dari pengobatan atau


alternatif untuk operasi pada pasien dengan Torsio testis

Keandalan orchiopexy elektif dibandingkan orchiopexy darurat


METODE
Analisis retrospektif

57 pasien di klinik rawat jalan atau


Departemen Darurat

2011 sampai 2015

Nyeri skrotum akut dan yang didiagnosis dengan TT


(temuan pemeriksaan fisik dan penurunan atau tidak ada aliran darah testis
pada USG Doppler)
METODE
• Kelompok I : 20 pasien dengan distorsi manual (MD) yang berhasil. Mengalami fiksasi testis bilateral (TF) dalam
kondisi elektif setelah MD
• Kelompok II : 28 pasien yang menjalani orchiopexy darurat atau orchiopexy setelah kegagalan distorsi manual.
Memiliki TF bilateral selama orchiopexy darurat
• Kelompok III : 9 pasien yang memiliki eksplorasi skrotum darurat dan orchiectomy

o Kelompok dibandingkan : usia, dan waktu dari timbulnya nyeri skrotum sampai masuk ke rumah sakit (durasi
rasa sakit)
o kelompok I : TF elektif dilakukan setelah MD, jumlah pasien dengan prosedur MD yang berhasil dapat
ditentukan dan dianalisis adanya temuan atrofi testis pada USG Doppler.
o Pasien orchiopexy dan orchiectomy (kelompok II dan III) dianalisis sehubungan dengan waktu dari timbulnya
nyeri hingga dimulainya operasi untuk menentukan keuntungan pada durasi iskemia dengan MD dibandingkan
dengan eksplorasi skrotum darurat.
METODE
 MD dilakukan tanpa menggunakan teknik anestesi untuk mempertahankan rasa
sakit, dengan pertimbangan risiko retensi pada testis yang terkena.

 Testis yang terpengaruh di detorsi dengan putaran secara lateral. Namun, ketika
rotasi lateral tidak berhasil karena TT lateral, maka diterapkan rotasi medial.

 Keberhasilan MD : pemulihan gejala segera dan peningkatan temuan pemeriksaan


fisik, dan keberhasilan dikonfirmasi oleh arteri dan aliran darah vena testis yang
normal pada USG Doppler

Pasien di kelompok I dan kelompok II ditindaklanjuti :

 pemeriksaan fisik bulanan selama 6 bulan pertama setelah diagnosis


 USG Doppler diterapkan pada interval 3 bulan
 Selanjutnya pemeriksaan fisik dengan interval 6 bulan
ANALIS STATISTIK
SPSS versi 15.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, Amerika Serikat).

Kesesuaian distribusi data yang normal : P-P pilot.

Membandingkan variabel kontinu yang tidak menunjukkan distribusi normal : Tes Mann-Whitney U dan Kruskal Wallis

membandingkan variabel kategorI : Uji Chi-square digunakan untuk.

Nilai p <0,05 dianggap signifikan secara statistik


HASIL
• Usia pasien serupa pada ketiga kelompok
(p = 0,217)

• Durasi rata-rata nyeri : kelompok I 3 (1-8) jam, Kelompok II


(p <0,001) 4 (1-72) jam, kelompok III 48 (12144) (Tabel 1).

• Perbandingan kelompok I dan II kedua kelompok serupa


(p = 0,257) dalam hal durasi nyeri (Tabel 2).
HASIL
MD  26 pasien yang didiagnosis dengan TT : 20 (76%) pasien berhasil, dan 6 (24%) pasien orchiopexy darurat
karena kegagalan MD.

TF elektif rata-rata pada 10 (0–45) hari setelah MD pada 18 dari 20 pasien. 2 pasien lainnya, masing-masing
berusia 45 dan 36 tahun, ditindaklanjuti tanpa TF (tidak menerima prosedur) dan tidak ada episode
menyakitkan yang berkembang dan tidak ada temuan patologis yang ditentukan pada pemeriksaan fisik atau
pada USG Doppler.

Periode tindak lanjut rata-rata 21,5 (2-40) bulan di kelompok I tidak ada yang atrofi atau memiliki gangguan
parenkim pada pemeriksaan fisik atau USG Doppler setelah MD dan TF. Tidak ada episode menyakitkan yang
berkembang pada pasien mana pun dalam periode hingga orchiopexy elektif. Pada 6 pasien yang diaplikasikan
dengan orchiopexy darurat karena MD yang tidak berhasil, tidak ada atrofi testis atau temuan patologis lainnya
yang ditemukan.

Durasi rata-rata iskemia antara diagnosis dan eksplorasi


scrota adalah 90 (20-240) dan 80 (45-180) menit masing-
masing pada Kelompok II dan III, masing-masing (p =
0,636) (Tabel 3).
PEMBAHASAN

• TT dianggap sebagai pertarungan melawan waktu, dan perubahan histologis cedera testis muncul dalam
hitungan jam, dan bahkan dalam hitungan menit.

• Perubahan iskemik yang ireversibel terjadi dalam 4-6 jam setelah skrotum iskemik, dan 80% pasien
memerlukan orchiektomi karena jika tidak dilakukan detorsi testis maka akan nekrosis setelah 24 jam.

• Studi : durasi antara timbulnya gejala dan pengobatan menyebabkan gangguan pada kualitas semen melalui
mekanisme autoimun.

• Eksplorasi skrotum darurat : metode pengobatan standar untuk derotasi untuk tali sperma yang rotasi, dan
pemulihan aliran darah testis. Namun, menit dan bahkan jam mungkin diperlukan untuk mempersiapkan
prosedur darurat ini.
PEMBAHASAN
MD  mengembalikan aliran darah & memberikan penghilang rasa sakit yang cepat.

Catolica : MD berhasil pada semua pasien, TF dilakukan dalam kondisi elektif pada 6 pasien, dan durasi antara
konsultasi urologis dan pembedahan antara 1 jam dan 2 bulan, pada 34 pasien yang termasuk dalam
pembelajaran, retensi tidak terbukti pada pasien mana pun, testis iskemik diselamatkan, dan prosedur darurat
menjadi prosedur elektif.

Studi dari Belanda : MD pada 17 pasien, 14 di antaranya berhasil, orchiopexy dilakukan secara elektif (waktu
tunggu rata-rata 12 jam, mulai dari 2 jam hingga 3 bulan), retensi tidak terlihat pada pasien mana pun, dan
tidak ada dari pasien yang memiliki atrofi testis setelah masa tindak lanjut rata-rata 22 bulan. Prosedur ini gagal
pada 3 pasien, edema skrotum dan nyeri yang berlebihan dianggap bertanggung jawab karena tidak ada
anestesi yang digunakan untuk dapat menentukan "penghilang rasa sakit yang tiba-tiba” yang digunakan
sebagai kriteria keberhasilan.
PEMBAHASAN
Sessions et al., Sisa torsi ditentukan selama orchiopexy pada 17/53 (38%) pasien yang telah diaplikasikan
dengan detorsio manual dan disimpulkan bahwa orchiopexy tidak boleh ditunda. Namun, karena tidak
ada studi bukti tingkat tinggi pada subjek ini dalam literatur, apakah orchiopexy harus diterapkan secara
elektif atau tidak mengikuti detorsio manual tidak masuk dalam judul rekomendasi.

Dalam saat ini 26 pasien, MD berhasil pada 20 (76%) pasien pada saat diagnosis, dan ditetapkan bahwa
penyelamatan testis dicapai setelah follow-up jangka panjang (median: 21,5 bulan).
Mengusahakan MD dan keberhasilan setelah prosedur membuat penghematan waktu yang signifikan
dibandingkan dengan orchiopexy sehubungan dengan waktu iskemia testis (median: 90 menit).
PEMBAHASAN
Dalam pengembangan kerusakan testis, seperti diketahui bahwa setiap menit berharga, median waktu
bebas iskemia 90 menit diperoleh dengan MD, menunjukkan bahwa penting dalam pengobatan TT. TF
yang dipilih dan tidak adanya retorsi dalam masa tunggu ini dapat dianggap menunjukkan keamanan MD.
Namun, jika ingin menerapkan TF segera setelah MD,
KESIMPULAN
 MD adalah prosedur non-invasif
 Dapat diterapkan segera setelah diagnosis dibuat
 Mengurangi durasi iskemia bila dibandingkan dengan eksplorasi skrotum darurat
 Hasil jangka panjang dari penelitian ini telah menunjukkan aman jika diterapkan bersama dengan elektif
orchiopexy.
 MD adalah prosedur sederhana yang dapat dilakukan dengan aman dengan sedikit atau tanpa penundaan
dalam eksplorasi skrotum dan orchiopexy tertentu, yang tetap menjadi standar emas.
TINJAUAN PUSTAKA
• Testis berada didalam skrotum bersama epididimis.
ANATOMI TESTIS
• Dinding yang memisahkan testis dengan epididimis
disebut tunika vaginalis.
• Tunika vaginalis : peritoneum intraabdomen  migrasi
 skrotum primitive (perkembangan genetalia interna
pria)  saluran tempat turunnya testis (prosesus
vaginalis) menutup.

• Vaskularisasi Testis (Orchis)


-A. testicularis dextra ei sinistra cabang dr aorta
abdominalis
- V. testicularis dextra yg akan bermuara ke V. Cava
Inferior
- V. testicularis sinistra yg akan bermuara ke v. renalis
sinistra lalu bermuara ke Vena Cava Inferior

• Innervasi Testis (Orchis)


Testis dipersarafi oleh serabut saraf dari plexus nervacus
tertucularis. Plexus ini dibentuk oleh nervus thoracalis VI-
XII.
DEFINISI TORSIO TESTIS

Suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang


terpeluntir dan mengakibatkan oklusi dan
strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke
testis dan epididimis.

Merupakan suatu keadaan gawat darurat dan butuh


segera dilakukan tindakan bedah, jika tidak segera
ditangani dengan cepat dalam 4 - 6 jam setelah
onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari
testis selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis
EPIDEMIOLOGI TORSIO TESTIS

Diderita 1 diantara 4000 pria yang berumur <25 tahun


paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).

Testis kiri lebih sering terjadi dibanding testis kanan karena secara normal funikulus
spermatikus kiri lebih panjang.

Pada kasus torsio testis yang terjadi pada periode neonatus, 70% terjadi pada fase prenatal
dan 30% terjadi postnatal.
ETIOLOGI TORSIO TESTIS

Kelainan Anomali bell Testis yang


congenital clapper tidak turun

Gangguan
seksual atupun Trauma Tumor testis
aktifitas seksual

Olahraga
MANIFESTASI KLINIS TORSIO TESTIS

Nyeri mendadak atau berangsur-angsur dan meningkat menurut derajat kelainan.

Bengkak, nyeri tekan dan terletak agak tinggi di skrotum dengan funikulus yang juga bengkak.

Mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan.

Rasa panas dan terbakar saat berkermih (jarang)

Darah pada semen


PATOFISIOLOGI
TORSIO TESTIS
PEMERIKSAAN FISIK

 Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak bengkak dan hiperemis.
 Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum sisi kontralateral.
 Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi.
 Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yang terletak
transversal atau horisontal.
 Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan
dengan testis kontralateral, oleh karena adanya kongesti vena.
 Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari
spermatic cord.
 Hilangnya refleks cremaster
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan urin : menyingkirkan diagnosa infeksi traktus urinarius, Pyuria
dengan atau tanpa bakteri  proses infeksi dan mungkin mengarah kepada
epididimitis.

Pemeriksaan Radiologis
• Color Doppler Ultrasonography (Saladdin, 2009).
• Aliran darah pada arteri testikularis.
• Gold Standar sensitivitas 82-90% dan spesifitas 100%.
• informasi jaringan di sekitar testis yang abnormal (hematom, torsio appendiks
dan hidrokel)
• Pada torsio testis timbul echotexture selama 24-48 jam dan a perubahan yang
semakin heterogen menandakan proses nekrosis sudah mulai terjadi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Radiologis
• Nuclear Scintigraphy (Saladdin, 2009):
• Technetium-99 tracer dan dilakukan untuk melihat aliran darah testis.
• Konfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai
ultrasonografi.
• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia
akibat infeksi.
• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
• Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum
merupakan tanda patognomonik terjadinya torsio.
DIAGNOSIS BANDING

Epididimitis akut

• Nyeri scrotum akut disertai kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra, riwayat coitus, riwayat
menjalani kateterisasi uretra
• Pemeriksaan : jika testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut nyeri akan berkurang
(Prehn’s sign positif), pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign negative).
• Biasanya berumur lebih dari 20 tahun
• Pemeriksaan sedimen urin : leukosituria dan bakteriuria

Hidrokel

• Benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.


• Pemeriksaan fisik : benjolan di kantong skrotum, konsistensi kistus
• Pemeriksaan penerawangan : transiluminasi.
DIAGNOSIS BANDING
Hernia incarserata
• Benjolan yang dapat keluar masuk ke dalam scrotum, muncul bersamaan dengan keaadaan peningkatan tekanan
intraabdominal (batuk atau mengejan)
• Benjolan hilang bila berbaring
• Bila hernia sudah mengalami inkarserta maka gejala yang timbul dapat berupa mual, muntah, konstipasi,
kemerahan pada skrotum, dan bila di auskultasi dapat didengat bunyi bising usus di daerah skrotum.
Tumor testis
• Pembesaran testis yang tidak nyeri
• Biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun
• limfadenopati abdomen
Torsio appendix testis/epididymis
• Apendiks testis adalah sisa embriologi di atas testis yang juga bisa mengalami torsio. Hal ini dapat di deteksi
sebagai titik hitam pada transluminasi
TATALAKSANA

Non operatif Detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat mengembalikan


aliran darah yaitu dengan memutar testis ke arah berlawanan dengan
arah torsio.

Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan memutar


testis ke arah lateral terlebih dahulu, kemudian jika tidak terjadi
perubahan dicoba detorsi ke arah medial.

Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah


berhasil.
TATALAKSANA
Operatif Untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan
setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih
viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis

Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.

Testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis


(orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.

Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada dalam
skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari
KOMPLIKASI

 2 jam dari torsi  nekrosis tubular


 >6-8 jam (onset hinggan waktu pembedahan atau detorsi
manual)menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%
 8 jam setelah onset iskemia  atrofi testis
 Komplikasi klinis  kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular
 Komplikasi paling signifikan  infark gonad.
 Komplikasi lain  hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas
kosmetik
PROGNOSIS

Bila dilakukan penangan sebelum 6 jam hasilnya baik

8 jam memungkinkan pulih kembali

12 jam meragukan

24 jam dilakukan orkidektomi.

Viabilitas testis sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam


TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai