KALAZION
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran
Mata
PEMBIMBING :
dr. Ida Nugrahani, Sp. M
Disusun Oleh :
Walida Nur Habibah, S. Ked
J510185029
CASE REPORT
KALAZION
Diajukan Oleh :
Walida Nur Habibah, S. Ked
J510185029
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ..............., ................... 2020
Pembimbing :
dr. Ida Nugrahani, Sp. M (..............................)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. Ida Nugrahani, Sp. M (..............................)
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. R
2. Usia : 44 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Suku Bangsa : Jawa
6. Pekerjaan : Swasta
7. Alamat : Dondong Wukirsawit Jatiyoso, Karanganyar
8. Tanggal pemeriksaan : 9 Januari 2020
A. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Benjolan di kelopak mata kiri atas yang mengganjal
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Karanganyar dengan keluhan benjolan
pada kelopak mata kiri atas sejak 5 tahun yang lalu sempat 2 kali sembuh kemudian
muncul lagi. Benjolan awalnya kecil namun semakin membesar, tidak berwarna merah,
tidak terasa nyeri, tidak gatal, tidak ditemukan adanya nanah pada permukaan benjolan,
dan tidak bengkak. Pasien juga merasa seperti ada yang mengganjal pada mata kiri.
Tidak ada keluhan penglihatan kabur atau berkurang. Tidak ada riwayat demam dan
tidak ada riwayat mengucek mata maupun mata kemasukan debu atau binatang. Pertama
kali muncul benjolan tampak kemerahan kemudian menghilang. Pasien belum pernah
memeriksakan kondisinya tersebut, namun pasien pernah mengobatinya menggunakan
laos dan pasien mengaku isi benjolan dapat keluar kemudian tumbuh kembali.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata:
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
2. Status Oftalmologi
PEMERIKSAAN OD OS
Jernih Jernih
Kornea
Permukaan licin Permukaan licin
COA
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Warna Coklat tua Warna Coklat tua
Iris Rubeosis Iridis (-) Rubeosis Iridis (-)
Iridoplegi (-) Iridoplegi (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Letak Ditengah Ditengah
Refleks D + / ID + D + / ID +
C. Resume
1. Pasien datang dengan benjolan di kelopak mata kiri atas sejak 5 tahun, sempat sembuh
2x namun muncul kembali, terasa mengganjal, kemerahan (-), nyeri tekan (-), gatal (-).
penglihatan tidak terganggu. Riwayat trauma (-), riwayat sakit mata sebelumnya (-),
riwayat berobat (-), diberi laos dan isi benjolan keluar namun kambuh kembali.
2. Status Oftalmologi:
Pada palpebra superior tidak didapatkan nyeri tekan, edema, maupun hiperemis dan
pada konjungtiva palpebra superior terdapat nodul pada palpebra sinistra superior,
tunggal, diameter 1 cm, konsistensi lunak, nyeri tekan (-), edema (-), hiperemis (-)
D. Diagnosis Banding
Hordeoleum
Meiobomian gland carcinoma
E. Diagnosis Kerja
OS Kalazion Palpebra Superior
F. Tatalaksana
1. Ekskokleasi Kalazion
2. Edukasi
a. Menjaga hygiene mata dan daerah sekitarnya
b. Selalu mencuci tangan terlebih dahulu saat akan menyentuh daerah wajah terutama
mata
c. Hindari makanan tinggi protein terlebih dahulu seperti telur.
G. Prognosis
OS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad visam : Bonam
Quo ad cosmeticam : dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup
dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea dan konjungtiva
dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata; palpebra inferior menyatu dengan
pipi.
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam terdapat lapis
kulit, lapis otot rangka (m.orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan fibrosa (tarsus), dan
lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae).
1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan elastis,
dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi otot ini adalah untuk munutup palpebra. Serat ototnya mengelilingi fissura
palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita. Sebagian serat
berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai
bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitae adalah bagian praseptal. Segmen luar
palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus facialis.
3. Jaringan Areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan degan lapis
subaponeurotik dari kulit kepala.
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang
disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong kelopak
mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di kelopak
bawah).
5. Konjungtiva Palpebrae
B. DEFINISI
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang tersumbat.
Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi ringan yang
mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut.
C. ETIOLOGI
Kalazion dapat muncul secara spontan akibat sumbatan pada orifisium kelenjar atau
karena adanya hordeolum. Kalazion seringkali dihubung-hubungkan dengan disfungsi
kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Higiene yang
buruk pada palpebra dan faktor stress juga sering dikaitkan dengan terjadinya kalazion.
D. FAKTOR RISIKO
Belum diketahui dengan pasti faktor resiko apa yang menyebabkan terjadinya
kalazion.
Hygiene palpebra yang buruk mungkin dapat dihubungkan dengan kalazion meskipun
perannya masih perlu dibuktikan.
Stress juga sering dihubungkan dengan kalazion namun stress belum dibuktikan
sebagai penyebab dan mekanisme stress dalam menyebabkan kalazion belum
diketahui.
Faktor makanan seperti susu, coklat, seafood dan telur mungkin berperan.
E. PATOFISIOLOGI
Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzim-enzim bakteri
yang berupa asam lemak bebas, mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar sebasea
(obstruksi), kemungkinan karena enzim dari bakteri merangsang terbentuknya respon
inflamasi. Massa yang terbentuk dari jaringan granulasi dan sel-sel radang ini membentuk
kalazion. Proses granulomatous ini yang membedakan antara kalazion dengan hordeolum
interna dan eksternum dimana pada hordeolum terjadi reaksi radang akut dengan leukosit
PMN dan nekrosis disertai pembentukan pus. Namun demikian, hordeolum dapat
menyebabkan terbentuknya kalazion, dan sebaliknya.
Gambar 4. Obstruksi Kelenjar Sebasea
Gambar 5. Kalazion
Pada awalnya, kalazion tampak dan terasa seperti hordeolum, kelopak mata
membengkak, nyeri dan mengalami iritasi. Beberapa hari kemudian gejala tersebut
menghilang dan meninggalkan pembengkakan bundar tanpa rasa nyeri pada kelopak mata
dan tumbuh secara perlahan. Di bawah kelopak mata terbentuk daerah kemerahan atau abu-
abu. Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada palpebra baru-
baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah, pembengkakan, perlunakan).
Seringkali terdapat riwayat keluhan yang sama pada waktu yang lampau, karena kalazion
memiliki kecenderungan kambuh pada individu-individu tertentu. Kalazion lebih sering
timbul pada palpebra superior, di mana jumlah kelenjar Meibom terdapat lebih banyak
daripada palpebra inferior. Penebalan dari saluran kelenjar Meibom juga dapat
menimbulkan disfungsi dari kelenjar Meibom. Kondisi ini tampak dengan penekanan pada
kelopak mata yang akan menyebabkan keluarnya cairan putih seperti pasta gigi, yang
seharusnya hanya sejumlah kecil cairan jernih berminyak.
Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit
(seperti komedo, wajah berminyak). Juga mungkin terdapat akne rosasea berupa
kemerahan pada wajah (facial erythema), teleangiektasis dan spider nevi pada pipi, hidung,
dan kulit palpebra. Diantaranya :
benjolan pada kelopak mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri tekan.
Pseudoptosis
Kelenjar preaurikel tidak membesar.
Kebanyakan kalzion mengarah ke permukaan konjungtiva, yang mungkin sedikit
memerah atau meninggi. Jika cukup besar, sebuah kalazion dapat menekan bola mata
dan menimbulkan astigmatisme.
G. DIAGNOSIS
Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan keluhan pasien berupa adanya benjolan pada kelopak
mata atas maupun bawah (lebih sering mengenai kelopak mata atas) yang diriwayatkan
mengalami pembesaran dari waktu ke waktu namun perlahan. Benjolan tidak disertai
dengan nyeri tekan, tidak gatal, dan tidak hiperemi (pada sebagian kasus didapatkan
hiperemi minimal). Adanya keluhan mengganjal pada mata. Mungkin dapat ditemukan
adanya riwayat infeksi pada kelopak mata yg nyeri sebelum terbentuk
kalazion, tapi ini tidak selalu terjadi.
Pemeriksaan Oftalmologis
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tes penglihatan masing-masing mata dan
inspeksi muka, palpebra, dan mata itu sendiri.
Pada palpebra yang terkena didapatkan benjolan dengan konsistensi lunak, berwarna
kemerahan (dapat tidak berwarna kemerahan), tanpa disertai rasa nyeri. Umumnya
ditemukan nodul tunggal (jarang multiple). Biasanya pada pemeriksaan visus dengan
kalazion murni, didapatkan visus mata normal, walaupun dapat terjadi kelaianan refraksi
astigmatisme akibat perubahan bentuk bola mata yang tertekan kalazion.
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium jarang diminta.
- Pemeriksaan histopatologis: menunjukkan proliferasi endotel asinus dan respons radang
granulomatosa yang melibatkan sel-sel kelenjar jenis Langerhans.
- Biopsi diindikasikan pada kalazion berulang karena tampilan karsinoma kelenjar
meibom dapat mirip tampilan kalazion.
Bila terjadi kalazion berulang beberapa kali terutama yang terjadi di tempat yang sama
meskipun telah dilakukan drainase dengan baik sebelumnya, harus dipertimbangkan adanya
suatu keganasan dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan histopatologik karena adanya
kemungkinan benjolan tersebut merupakan suatu keganasan misalnya karsinoma sel basal,
karsinoma kelenjar sebasea, atau adenokarsinoma.
Karsinoma sel basal adalah keganasan pada palpebra yang paling sering dijumpai. 90%
keganasan dari karsinoma pada palpebra merupakan karsinoma sel basal. Karsinoma sel
basal mempunyai presileksi pada palpebra inferior dan kantus medialis.
Karsinoma kelenjar sebasea merupakan bisa menunjukkan gambaran klinis
berspektrum luas biasanya berbentuk nodul yang kecil, keras seperti kalazion. Sering
kelihatan seperti kalazion yang tidak khas atau berulang, menunjukkan konsistensi yang
kenyal. Karsinoma Kelenjar sebasea adalah keganasan kedua terbanyak pada palpebra.
- Kultur bakteri biasanya negatif, tapi Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus, atau
organisme komensal kulit lainnya bisa ditemukan. Propionibacterium acnes mungkin ada
di dalam isi kelenjar.
- Pencitraan fotografik infra merah dari kelenjar Meibom dapat menunjukkan dilatasi
abnormal yang tampak pada permukaan tarsal palpebra yang dieversi.
-
H. DIAGNOSIS BANDING
Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeolum yang
biasanya merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea kelopak biasanya
sembuh sendiri dan dapat diberi hanya kompres hangat. Terdapat dua bentuk hordeolum
yaitu:
Hordeolum internum
merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus
memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal
biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum eksternum
Hordeolum eksternum
merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll
memberikan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak
nanah dapat keluar dari pangkal rambut
Hordeolum/stye/bintitan terjadi karena adanya infeksi bakteri pada satu atau lebih
kelenjar kelopak mata, ditandai dengan terbentuknya abscess focal. Apabila banyak
kelenjar kelopak mata yang terinfeksi pada waktu yang sama maka disebut hordeolosis.
Jika mengenai kelenjar zeis dan moll maka disebut external hordeolum dan jika mengenai
kelenjar meiboiman disebut internal hordeolum. Hordeolum merupakan suatu abses di
dalam kelenjar tersebut. Penyebab utamanya adalah bakteri staphylococcus aureus. Gejala
yang muncul adalah adanya benjolan berwarna kemerahan pada kelopak mata, nyeri bila
ditekan, hangat, bengkak. Hordelum biasanya akan hilang dengan sendirinya dalam waktu
1-2 minggu.
Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak sehingga
sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar preautikel biasanya turut
membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses dan pecah dengan sendirinya.
Untuk mempercepatkan peradangan kelenjar dapat diberikan kompres hangat, 3 kali
sehari selama 10 menit sampai nanah keluar. Pengangkat bulu mata dapat memberikan
jalan untuk drainase nanah. Diberikan antibiotik lokal terutama bila berbakat untuk rekuren
atau terjadinya pembesaran kelenjar preaurikel. Antibiotik sistemik yang diberikan
eritromisin 250 mg atau 125-250 mg dikloksasilin 4 kali sehari, dapat juga diberi tetrasiklin.
Bila terdapat infeksi stafilokokus di bagian tubuh lain maka sebaiknya diobati juga
bersama-sama. Pada nanah dari kantung nanah yang tidak dapat keluar dilakukan insisi.
Pada hordeolum internum dan hordeolum eksternum kadang-kadang perlu dilakukan insisi
pada daerah abses dengan fluaktuasi terbesar.
Blefaritis
Blefaritis adalah peradangan kronis pada kelopak dan tepi kelopak mata. Blefaritis
sering dikaitkan dengan sejumlah penyakit kulit sistemik, seperti: rosasea dan dermatitis
seborheik. Keadaan ini juga erat kaitannya dengan beberapa penyakit mata seperti: dry eye,
khalazion, trikhiasis, konjungtivitis dan keratitis.
Secara anatomis blefaritis dapat dikelompokkan menjadi blefaritis anterior dan
blefaritis posterior. Blefaritis anterior merujuk pada peradangan yang terutama terpusat di
sekitar bulu mata dan folikel rambutnya. Sedangkan blefaritis posterior kebanyakan
melibatkan peradangan pada orifisium kelenjar Meibom.
Gambar 8. Blefaritis Anterior dan Posterior
Karsinoma
Karsinoma sel basal adalah keganasan yang berasal dari sel nonkeratosis yang berasal
dari lapisan basal epidermis. Karsinoma sel basal merupakan bentuk tumor ganas tersering.
Karsinoma sel basal merupakan keganasan palpebra terbanyak yaitu 90% dari keganasan
palpebra. Paling sering mengenai pinggir bawah palpebra (50-60%) dan dekat kantus
medial (25-30%), serta jarang mengenai palpebra superior (15%) dan kantus medial (5%).
Karsinoma sel basal lebih sering mengenai orang berkulit putih/ terang, danlebih sering
mengenai laki-laki daripada perempuan (3:2). Berkembang lambat tidak sakit bisa
membentuk nodul yang berkembang menjadi uleratif. Jarang metastase.
Radiasi sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor utama penyebab karsinoma sel basal.
Merokok juga meningkatkan resiko terjadinya karsinoma sel basal. Faktor genetik juga
memegang peranan seperti defek pada replikasi DNA repair yang diturnkan pada
xeroderma pigmentosa.
Gambar 10. Adenocarsinoma
Pasien sering datang dengan keluhan ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan mudah
berdarah dengan trauma ringan dan sering tidak nyeri. Diagnosis dini keganasan di kulit
merupakan hal yang sangat penting, maka hendaknya kecurigaan akan adanya keganasan
sudah timbul bila dari anamnesis ditemukan rasa gatal/nyeri, perubahan warna (gelap,pucat
dan terang), ukurannya membesar, pelebarannya tidak merata ke samping, permukaan tidak
rata, trauma, perdarahan (walaupun kerana trauma ringan), ulserasi/infeksi yang sukar
sembuh).
I. PENATALAKSANAAN
Terapi non-medikamentosa
Pengobatan pada kalazion adalah dengan memberikan kompres hangat. mengurangkan
gejala dilakukan ekskokleasi isi abses dari dalamnya atau dilakukan ekstirpasi kalazion
tersebut.
Kalazion yang besar, atau yang dibiarkan berlangsung lama, serta kalazion yang
mengalami fibrosisi luas mungkin membutuhkan eksisi yang lebih besar, termasuk
pengangkatan sebagian lempeng tarsal. Kalazion multipel harus disayat dengan hati-hati
agar tidak terjadi deformitas luas pada palpebra, sehingga memungkinkan lempeng tarsal
sembuh tanpa meninggalkan celah.
Suntikan kortikosteroid lokal intralesi (0,5-2 mL triamsinolon asetonid 5 mg/mL) dapat
diberikan dan diulang dalam 2-7 hari.
Medikamentosa
Terapi dengan pengobatan jarang diperlukan, kecuali pada rosasea, mungkin dapat
diberikan tertrasiklin dosis rendah selama enam bulan. Dosisnya adalah Doksisiklin tablet
1-2 x 100 mg selama 5-7 hari. Penggunaan antibiotik selama 6 bulan mungkin dapat
menimbulkan perubahan biokimiawi, yaitu pembentukan asam lemak rantai pendek yang
dibandingkan dengan produksi asam lemak rantai panjang lebih jarang menimbulkan
sumbatan pada mulut kelenjar. Steroid topikal dapat sangat membantu untuk mengurangi
peradangan dan mengurangi edema, membantu proses drainase.
J. PROGNOSIS
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik. Seringkali timbul
lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama akibat drainase yang kurang baik.
Kalazion yang tidak memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya, namun sering
terjadi peradangan akut.
K. KOMPLIKASI
Drainase marginal kalazion dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan, trikiasis, dan
hilangnya bulu mata. Pada penderita kalazion dapat terjadi astigmatisma jika massa
palpebra mencapai bagian kornea. Kalazion yang didrainase secara tidak sempurna dapat
megakibatkan timbulnya massa besar terdiri dari jaringan granuloma yang jatuh ke
konjungtiva atau kulit. Kalazion rekuren atau berulang, terutama yang terjadi di tempat
yang sama meskipun telah dilakukan drainase dengan baik sebelumnya, harus
dipertimbangkan adanya suatu keganasan berupa karsinoma sel sebasea. Biopsi langsung
dengan potongan beku perlu dilakukan. Insisi yang kurang baik dapat menyebabkan
terbentuknya tonjolan. Sedangkan insisi yang terlalu dalam dapat menyebabkan timbulnya
fistula dan jaringan parut. Suntikan kortikosteroid intralesi dapat menimbulkan hilangnya
pigmentasi pada kulit. Pada pasien tertentu, pemberian kortikosteroid dapat menimbulkan
peningkatan tekanan intra okular
DAFTAR PUSTAKA
2016.
Danial G. Vaughan, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta;
Lang G. Ophthalmology – A Short Textbook. Thieme. Stuttgart · New York. 2000. American
Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course, External Disease and
Mitchell, Kumar, Abbas, Faousto. Buku Saku Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Edisi ke-7.
Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI: 2010