Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

ODS ASTIGMATISME MIOPIA SIMPLEK, ODS PRESBIOPI,


ASTENOPIA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian


Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata

PEMBIMBING :
dr. Ida Nugrahani Sp. M

Disusun Oleh :
Delvi Okvitatimur Islami, S.Ked
J510185050

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

ODS ASTIGMATISME MIOPIA SIMPLEK, ODS PRESBIOPI,


ASTENOPIA

Diajukan Oleh :
Delvi Okvitatimur Islami, S.Ked
J510185050

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing stase Ilmu Penyakit Mata
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ................, ......................... 2020

Pembimbing :

dr. Ida Nugrahani Sp. M (............................)

ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. S
2. Usia : 57 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Suku Bangsa : Jawa
6. Pekerjaan : Swasta
7. Alamat : Polokarto, Sukoharjo
8. Tanggal pemeriksaan : 09 Januari 2020

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD Karanganyar
1. Keluhan Utama : Pandangan kabur pada kedua mata

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli Mata RSUD Karanganyar dengan
keluhan pandangan kabur pada kedua mata yang dirasakan memberat
sejak ±1,5 bulan terakhir ini. Selain itu pasien juga merasakan
pandangan seperti berbayang/ganda, mata menjadi mudah terasa lelah
dan pegal untuk bekerja serta membaca yang terlalu lama, nrocos (+).
Pasien mengaku menggunakan kacamta ketika membaca dekat,
namun saat bekerja sebagai supir truk/mengendarai sepeda motor
pasien tidak menggunakan kacamata dan terkadang memicingkan
mata. Keluhan gatal (-) pada mata, mata merah (-), sekret pada mata (-
), trauma pada mata (-), sakit kepala (-), DM (-), HT (-).

3
4

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Keluhan serupa : Disangkal
b. Riwayat memakai kacamata : Dakui (ODS S+2,50)
c. Riwayat Hipertensi : Disangkal
d. Riwayat DM : Disangkal
e. Riwayat Trauma : Disangkal
f. Riwayat operasi mata : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat memakai kaca mata : Disangkal
b. Riwayat penyakit mata : Disangkal
c. Riwayat Hipertensi : Disangkal
d. Riwayat DM : Disangkal
e. Riwayat Trauma : Disangkal

5. Riwayat Pengobatan
Selama sakit, pasien tidak terdapat riwayat pengobatan untuk mata.

6. Riwayat Kebiasaan
Pasien sering menggosok mata (+), memicingkan mata (+),
kemasukan benda asing (-).

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Aktifitas : Normoaktif
d. Kooperatif : Kooperatif
e. Status Gizi : Cukup
5

D. STATUS OFTALMOLOGIS

No PEMERIKSAAN OD OS
1 Visus 6/9 6/12
C -0,75 Axis 70º C -0,75 Axis 90º
2 cc
6/6 6/6
Edema (-), Edema (-),
3 Palpebra Hiperemis (-), Hiperemis (-),
Nyeri Tekan (-), Nyeri Tekan (-),
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
4 Konjungtiva
Anemis (-) Anemis (-)
Kornea :
Kejernihan
5 Jernih Jernih
Permukaan
Licin Licin
-
COA :
6 Kejernihan Jernih Jernih
kedalaman Dalam Dalam

Edema (-) Edema (-)


7 Iris
Warna hitam Warna hitam
Pupil :
Bentuk Bulat Bulat
8 Diameter 3 mm 3 mm
Letak Ditengah Ditengah
Reflek cahaya D + / ID + D + / ID +
9 Lensa Jernih Jernih
10 TIO Tidak dilakukan Tidak dilakukan

E. DIAGNOSIS KERJA
ODS Astigmatisme Miopia Simplek, dengan Presbiopi, Astenopia

F. TATA LAKSANA
6

1) Non Medikamentosa

Okuli Dextra Okuli Sinistra

C -0.75 A 70º C -0,75 A 90º

S +2,50 C -0.75 A 70º S +2,50 C -.0,75 A 90º

Distansia pupil jauh 68mm


Distansia pupil dekat 66mm
2) Medikamentosa
i. Sodium Chloride ED Fl ( 3 dd gtt 1 ODS)
ii. Retivit tab (1 dd tab 1)

G. PROGNOSIS OD
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad visum : ad bonam
3. Quo ad functionam : ad bonam
4. Quo ad cosmeticam : ad bonam

H. RESUME MEDIS
1. Anamnesis
a. Seorang laki-laki berusia 57 tahun bekerja sebagai swasta (supir)
b. Keluhan Utama : pandangan kabur pada kedua mata
c. RPS :
1) Pasien menceritakan padakedua mata kabur sejak ±1,5
bulan terakhir ini, terdapat keluhan pandangan seperti
berbayang/ganda, mata menjadi mudah terasalelah dan
pegal ketika untuk bekerja maupun membaca yang terlalu
lama, nrocos (+).
2) Pasien sudah menggunakan kacamata baca +2,50 ketika
membaca dekat,namun saat bekerja sebagai
7

supir/mengendarai sepedamotor pasien tidak menggunakan


kacamata.
2. Pemeriksaan Opthalmologi
a. OD : 6/9  C -0,75 Axis 70º  6/6
b. OS : 6/12  C -0,75 Axis 90º  6/6
8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. REFRAKSI MATA

Refraksi Mata adalah: perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta


mata, dimana mata dalam keadaan istirahat. Mata dalam keadaan istirahat berarti
mata dalam keadaan tidak berakomodasi.
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan
yang terdiri atas :
- Kornea
- Humour aquous
- Lensa
- Vitreus humour
9

- Panjangnya bola mata.


Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya
bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea.
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak berakomodasi atau
istirahat melihat jauh.1,2,3
Dikenal beberapa istilah di dalam bidang refraksi, seperti pungtum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.Pungtum
remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik
ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila
mata istirahat. Pada emetropia pungtum remotum terletak di depan mata sedang pada
mata hipermetropia titik semu di belakang mata.

B. MEDIA REFRAKSI

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca),
dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda
setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang
normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat
di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.
10

C. AKOMODASI

Pada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina, demikian pula

bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat

difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada

jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan

lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliari.Akomodasi, daya

pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan

kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung).

Kekuatan akomodasi diatur oleh reflex akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit

bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.

D. DEFINISI ASTIGMATISME

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis

pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari

satu titik (Vaughan, 2007).

E. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya uveitis anterior dibagi menjadi beberapa golongan antara lain:

autoimun, infeksi, keganasan, dan lain-lain. Penyebab autoimun terdiri dari: artritis

Rhematoid juvenile, spondilitis ankilosa, sindrom Reiter, kolitis ulseratif, uveitis

terinduksi-lensa, sarkoidosis, penyakit crohn, psoriasis. Penyebab infeksi terdiri dari:

sipilis, tuberkulosis, lepra, herpes zooster, hepes simpleks, onkoserkiasis, adenovirus.

Untuk penyebab keganasan terdiri dari: sindrom masquerada, retinoblastoma,


11

leukemia, limfoma, melanoma maligna. Sedangkan yang lainnya berasal dari:

iridopati, uveitis traumatika, ablatio retina, gout, dan krisis glaukomatosiklitik (Ilyas ,

2002).

F. KLASIFIKASI

Dikenal 5 macam Astigmatisma :


1. Astigmatisma miopikus simpleks.
2. Astigmatisma miopikus kompositus.
3. Astigmatisma hipermetropikus simpleks.
4. Astigmatisma hipermetropikus kompositus.
5. Astigmatisma mikstus

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai


berikut:
1. Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu
bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.
Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan
bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai
dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang horizontal.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang vertikal.
12

2. Astigmatisme Irreguler

Gambar 1. Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.


Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut:

1. Astigmatisme Miopia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus
dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya
bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y
memiliki angka yang sama.

Gambar 2. Astigmatisme Miopia Simpleks

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina.
13

Gambar 3. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Miopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 4. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan
titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.
14

Gambar 5. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y,
di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.

Gambar 6. Astigmatisme Mixtus

G. GEJALA KLINIS

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan


gejala-gejala sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada
15

umunya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus


oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita
astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti
membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan
untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak
buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-
gejala sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau
mengucek-ucek mata.

H. DIAGNOSIS

1) Pemeriksaan pin hole


Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada
16

pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan
media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.4,5
2) Uji refraksi
i. Subjektif (Optotipe dari Snellen & Trial lens)
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda „trial and error‟ Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang
diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan
mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-
masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila
dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,
6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan
kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan
5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan
tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin
pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique).4,5,6
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini
mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan
pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
17

- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan
berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa
spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan
ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90°
yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau
lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan
lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat
vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua
juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang
ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-
lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.4,5

G
a
m
b
a
r

8
Gambar 6.8 Kipas Astigmat
18

4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej
tersebut tidak terbentuk sempurna.6,7

I. PENATALAKSANAAN

1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,
lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar.
Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang
tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan
memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan
kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
3) Bedah refraksi
19
20
21

.DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi ke


tiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.

2. Wijaya N. IlmuPenyakit Mata. Edisi ke-6. Jakarta : Abaditegal. 1993.

3. Riordan P. Whitcher P John Eva. Optik dan refraksi dalam : Vaugan dan Asbury
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC.2009.

4. Guyton, A., & Hall, J. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC.

5. Vaughan, D., Asbury, Taylor, & Riordan, E. (2000). Oftalmologi Umum.


Edisi 14. . Jakarta: Widya Medika.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and
Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007
7. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related
Amblyopia. Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434
.pdf??tool=pmcentrez

Anda mungkin juga menyukai