Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

MORBILI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan


Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :

Risa Ayu Nilmarani, S.Ked


2006112034

Preseptor :
dr. Mardiati, M.Ked (Ped)., Sp.A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah

SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Morbili”

Penyusunan laporan kasus ini sebagai salah satu tugas dalam menjalani

Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak di Rumah

Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mardiati, M.Ked(Ped).,

Sp.A selaku preseptor selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior pada

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan

untuk memberikan bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi

bagi penulis sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan di masa

yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Lhokseumawe, Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1

BAB 2 LAPORAN KASUS ...................................................................................3


2.1 Identitas Pasien................................................................................................3
2.2 Identitas Orang Tua .........................................................................................3
2.3 Anamnesis .......................................................................................................4
2.4 Pemeriksaan Fisik ...........................................................................................6
2.5 Status Gizi .......................................................................................................6
2.6 Status Generalis...............................................................................................6
2.7 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................8
2.8 Diagnosa Banding ...........................................................................................9
2.9 Diagnosa..........................................................................................................9
2.10 Rencana Tindakan ...........................................................................................9
2.11 Prognosis .........................................................................................................9
2.12 Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi ....................................................9

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................11


3.1 Definisi ..........................................................................................................11
3.2 Etiologi ..........................................................................................................11
3.3 Epidemiologi .................................................................................................12
3.4 Transmisi .......................................................................................................12
3.5 Imunisasi .......................................................................................................13
3.6 Patogenesis ....................................................................................................15
3.7 Pemeriksaan fisik ..........................................................................................16
3.8 Pemeriksaan penunjang.................................................................................17
3.9 Tatalaksana ....................................................................................................17
3.10 Komplikasi ....................................................................................................18
3.11 Prognosis .......................................................................................................19

BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................20


BAB 5 KESIMPULAN ........................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Morbili atau campak adalah suatu penyakit menular yang berasal dari family
paramyxo virus, genus morbili virus. Virus ini dapat bertahan selama beberapa hari
dalam temperature 0℃ dan selama 15 minggu dalam sediaan beku. Virus tetap aktif
di udara maupun permukaan yang terinfeksi selama 2 jam, dan dapat ditularkan
oleh orang terinfeksi sejak 4 hari sebelum timbul bercak hingga 4 hari setelah
timbulnya bercak. 1
Morbili penyebab kematian anak-anak di seluruh dunia. Kelompok anak
usia pra sekolah dan usia SD merupakan kelompok rentan tertular penyakit campak.
Campak ditularkan melalui udara yang terkontaminasi droplet dari hidung, mulut,
atau tenggorokan orang yang terinfeksi. Gejala awal biasanya muncul 10-12 hari
setelah infeksi, termasuk demam tinggi, pilek, mata merah, dan bintik-bintik putih
kecil di bagian dalam mulut. Beberapa hari kemudian, ruam berkembang, mulai
pada wajah dan leher bagian atas dan secara bertahap menyebar ke bawah. Campak
berat mungkin terjadi pada anak-anak yang menderita kurang gizi, terutama pada
mereka yang kekurangan vitamin A, atau yang sistem kekebalan tubuhnya telah
dilemahkan oleh penyakit lain. Komplikasi yang paling serius termasuk kebutaan,
ensefalitis (infeksi yang menyebabkan pembengkakan otak), diare berat dan
dehidrasi, serta infeksi pernafasan berat seperti pneumonia. Seseorang yang pernah
menderita campak akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut seumur
hidupnya.2
Pada tahun 2020 penyebaran kasus suspek campak hampir terdapat di
seluruh provinsi Indonesia, hanya 4 provinsi yang tidak terdapat kasus suspek
campak. Pada tahun 2020, terdapat 3.382 kasus suspek campak, menurun jika
dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 8.819 kasus. Kasus suspek campak
terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah (680 kasus), DKI Jakarta (596 kasus),
dan DI Yogyakarta (408 kasus).2 Apabila terjadi 5 atau lebih kasus suspek campak
dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi secara mengelompok, dan telah
dibuktikan adanya hubungan epidemiologis di suatu daerah, maka daerah tersebut

1
2

dinyatakan KLB suspek campak. Pada tahun 2020, dari 3.382 kasus suspek campak
terdapat 6 kasus KLB suspek campak. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan tahun 2019 yang terjadi sebanyak 32 KLB. 2
Tahap penanggulangan kasus campak terdapat 3 tahapan yaitu reduksi,
eliminasi, dan eradikasi. Saat ini Indonesia sedang berada dalam tahap eliminasi.
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan yaitu cakupan imuniasi > 95% dan daerah-
daerah dengan jumlah cakupan imunisasi rendah sangat sedikit jumlahnya. Tahap
terakhir dari penanggulan penyakit ini yaitu eradikasi dimana cakupan imunisasi
merata dan sangat tinggi serta tidak ditemukan kasus campak lagi diseluruh dunia.3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
Nama : An. A

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 15 bulan

Alamat : Buket Bate Badan, Tanah Jambo Aye

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum kawin

Suku : Aceh

Pekerjaan :-

Tanggal masuk : 12 Juni 2022

Tanggal Pemeriksaan : 13 Juni 2022

2.2. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. N
Umur 28 tahun 22 tahun
Buket Bate Badan, Buket Bate Badan,
Alamat
Tanah Jambo Aye Tanah Jambo Aye
Agama Islam Islam
Suku
Aceh Aceh
Bangsa
Pekerjaan Petani/pekebun Ibu Rumah Tangga
Hubungan Pasien dengan orang tua: pasien anak kandung (anak tunggal).

3
4

2.3. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien pada
tanggal 13 Juni 2022 pukul 12.30 WIB di kamar perawatan pasien ruang anak.
2.3.1 Keluhan utama
Demam
2.3.2 Keluhan tambahan
- Bintik merah
- Pilek
- Batuk berdahak
- Sariawan
2.3.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia dibawa oleh keluarganya dengan
keluhan utama demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
merasakan bintik merah diseluruh tubuh seiring dengan demam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengigil sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan batuk, pilek, dan sariawan .
2.3.4 Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
demam pernah dirasakan dan membaik saat berobat ke dokter umum dan
atau bidan.

2.3.5 Riwayat penyakit keluarga


Terdapat keluarga pasien (paman pasien) yang mengeluhkan gejala yang
sama berupa tumbuh bintik merah pada seluruh tubuh.
2.3.6 Riwayat penggunaan obat
Pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan dari dokter umum dan bidan.
Berdasarkan keterangan keluarga pasien, obat yang pernah dikonsumsi
adalah obat sirup dan pulvis.
5

2.3.7 Riwayat kehamilan dan kelahiran


Tidak pernah menderita penyakit
Morbiditas
selama kehamilan, dan juga tidak
kehamilan
pernah mengonsumsi obat-obatan.
Kehamilan
Ibu pasien memeriksakan
Perawatan Antenatal kandungannya ke bidan 3x selama
kehamilan.
Tempat Kelahiran Bidan desa
Penolong Persalinan Bidan
Cara Persalinan Persalinan normal
Masa Gestasi Cukup bulan
Langsung menangis, warna kulit
Kelahiran
kemerahan
Berat badan lahir: 3.100 gram
Keadaan Bayi
Panjang badan: tidak ingat
Lingkar kepala tidak ingat
Apgar score (-)

2.3.8 Riwayat makanan


Pasien mendapatkan ASI selama 6 bulan, dan diselang pemberiannya
dengan pemberian susu formula. Pasien diberikan MPASI pada saat usia 6
bulan.
2.3.9 Riwayat imunisasi
Menurut keterengan orang tua pasien, pasien tidak memperoleh imunisasi
dasar lengkap.

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)


BCG + - - - - -
DPT/ DT - - - - - -
Polio + - - - - -
Campak - - - - - -
Hepatitis B Saat lahir - - - - -
MMR - - - - - -
HiB - - - - - -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, imunisasi ulangan dan tambahan tidak
lengkap.
6

2.3.10 Riwayat tumbuh kembang


Riwayat tumbuh kembang tidak normal. Berdasarkan perhitungan status
gizi, pasien tersebut termasuk dalam status gizi buruk.
2.3.11 Riwayat Pubertas
Tidak ada

2.3.12 Riwayat sosial ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai petani yang berpenghasilan rendah. Pasien
tinggal di kampung yang jarak antar rumah berdekatan.

2.4. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Frekuensi nadi : 112 x/menit, teraba kuat, regular
Frekuensi nafas : 42 x/menit
Suhu tubuh (aksila) : 37,6 ̊C
2.5. Status Gizi
BB 7,4 kg
TB 82 cm
U 15 bulan
IMT/U 𝐼𝑀𝑇 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝐼𝑀𝑇 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 11,00 − 16,4 Gizi
= −4,5
𝐼𝑀𝑇 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 − (𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 − 1𝑠𝑑) 16,4 − 15,2 buruk

2.6. Status Generalis


1. Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Cepat kembali
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Oedema : (-)
Anemia : (-)
Pigmen : tidak terdapat hipo atau hiperpigmentasi
Lain-lain : terdapat bintik bintik merah.
7

2. Kepala
Rambut : Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
distribusi merata
Wajah : Simetris, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata
cekung (-/-), palpebra normal, gerakan bola mata
normal, pupil bulat
Telinga :Bentuk normal (eutrofilia), discharge (-/-),
sekret (-/-), darah (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum nasi
(-/-), normosmia, pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : Sariawan (+), T1 T1,kripta tidak melebar, tonsil
tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula
ditengah
3. Leher
Inspeksi : Simetris, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea
ditengah, retraksi suprasternal (-)

Palpasi : Distensi vena jugularis (-)

4. Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, gerak dada simetris kanan
dan kiri saat statis dan dinamis, pergerakan dada
sama.
Palpasi : Tidak ada benjolan, nyeri tekan (-), massa (-),
taktil fremitus kanan=kiri, ekspansi dada
simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Batas paru kanan-hepar: setinggi ICS V linea
midklavikula dextra
Batas paru kiri-gaster: setinggi ICS VII linea
axillaris anterior
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada 2 jari medial linea
midklavikula sinistra setinggi ICS V
Perkusi : Batas atas jantung linea parasternalis sinistra
setinggi ICS II; Batas kanan jantung linea
parasternalis dekstra setinggi ICS V; Batas kiri
jantung dua jari medial dari LMCS setinggi ICS
V, batas pinggang setinggi linea parasternalis
sinistra ICS III
Auskultasi : BJ I-II irama reguler, bising jantung (-), Gallop
(-)
8

5. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tidak tampak pelebaran
vena, retraksi epigastrium (-), soepel (+)
Palpasi : Defans muscular (+), tidak teraba massa, turgor
kulit normal, nyeri tekan seluruh lapang
abdomen (+)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok (-/-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, Shifting
dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik usus normal
6. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema tungkai (-/-), atrofi
otot (-/-), sianosis (-/-), kelemahan anggota
gerak (-/-), CRT <2 detik
Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Fraktur - - - -

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium tanggal 12-06-2022

29-05-2022
HEMATOLOGI KLINIK/KIMIA DARAH
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 9,66 g/dl 13,0-18.0
Eritrosit 4,76 juta/uL 4,5-6,5
Leukosit 35,32 ribu/uL 4.0-11.0
Hematokrit 30,94 % 37-47
MCV 65,01 fl 79-99
MCH 20,30 pg 27-31,2
MCHC 31,22 g/dl 33.0-37.0
Trombosit 618 ribu/uL 150-450
Hitung Jenis Leukosit
Basophil 2,15 % 0-1,7
Eosinophil 0,04 % 0,60-7,30
Nitrofil segmen 66,07% 39,3-73,7
Limfosit 20,46% 18,0-48,3
Monosit 11,27% 4,40-12,7
Glukosa stik 98 mg/dL 70-125
9

2.8. Diagnosis Banding


1. Rubella
2. Eritema infeksiosa
3. Roseola

2.9. Diagnosis
Morbili

2.10. Rencana Tindakan


1. IVFD D5% + ¼ Nacl 16 gtt (mikro)
2. Drip Paracetamol 100 mg/8 jam
3. Inj Cefotaxime 250 mg/12 jam
4. Inj Ranitidin ¼ A/12 jam
5. Cetirizin syr 1 x ½ cth
6. Mucera drop 3 x 0,3 cc
7. Vitamin syr 1 x ½ cth

2.11. Prognosis
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad functionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

2.12. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (Follow Up Pasien)

Tanggal SOAP Terapi


13 Juni 2022 S/ Demam (-), bintik merah di - IVFD D5% + ¼ Nacl 16 gtt (mikro)
(H +1) selurh tubuh (+), batuk (+), - Drip Paracetamol 100 mg/8 jam
sariawan (+), tidak mau nyusu (+), - Inj Cefotaxime 250 mg/12 jam
perut kembung (+) - Inj Ranitidin ¼ A/12 jam
- Cetirizin syr 1 x ½ cth
O/ HR: 112 x/menit; - Mucera drop 3 x 0,3 cc
RR: 42x/menit - Vitamin syr 1 x ½ cth
T: 37,6oC
SpO2: 98%

A/ Obs febris + Morbili


P/
10

14 Juni 2021 S/ Demam (+),batuk (+), bintik - IVFD D5% + ¼ Nacl 16 gtt (mikro)
(H +2) merah (+), sudah mau nyusu, perut - Drip Paracetamol 100 mg/8 jam
kembung (+) - Inj Cefotaxime 250 mg/12 jam
- Inj Ranitidin ¼ A/12 jam
O/ HR: 108 x/menit; - Cetirizin syr 1 x ½ cth
RR: 38x/menit - Mucera drop 3 x 0,3 cc
T: 37,8oC - Vitamin syr 1 x ½ cth
SpO2: 98%

A/ Obs febris + morbili


P/
15 Juni 2022 S/ Demam (-), batuk (+), bintik - IVFD D5% + ¼ Nacl 16 gtt (mikro)
(H +3) merah sudah berkurang, nafsu - Drip Paracetamol 100 mg/8 jam
makan sudah membaik (K/P)
- Inj Cefotaxime 250 mg/12 jam
O/ HR: 117 x/menit; - Inj Ranitidin ¼ A/12 jam
RR: 43 x/menit - Cetirizin syr 1 x ½ cth
T: 36,8oC - Mucera drop 3 x 0,3 cc
SpO2: 97% - Vitamin syr 1 x ½ cth

A/ Morbili
P/

16 Juni 2022 S/ batuk (+) - Cefadroxil syr 2 x 1 cth


(H +4) - Ambroxol pulv 3 x 5 mg
- Cetirizine syr 1 x ½ cth
O/ HR: 110 x/menit; - Solvita syr 1 x ½ cth
RR: 41 x/menit
T: 36,8 oC
SpO2: 98 %

A/ Morbili
P/ PBJ
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Defisini

Morbili atau Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan
oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak merniliki gejala klinis
khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1)
stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan
gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi
(bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir
dengan keluamya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan,
lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat,
selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas. 4

3.2 Etiologi
Morbili merupakan penyakit eksantema akut, Eksantema merupakan erupsi
kulit makulopapular eritem yang timbul sebagai tanda infeksi akut mikroorganisme.
Morbili disebabkan virus RNA, genus morbilivirus, famili paramyxoviridae. Virus
campak berukuran 100-250 nm, mengandung inti RNA tunggal diselubungi lapisan
pelindung lipid dan memiliki 6 struktur protein utama. 5 Virus campak berada di
sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa tunas dan dalam waktu
yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu yang
disimpan dalam temperatur 35OC, dan beberapa hari pada suhu O°C. Virus tidak
aktif pada pH rendah.4
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan
tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang
terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk
bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) -
yang merupakan struktur heliks nukleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar
seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah-satu protein yang berada di selubung luar
berfungsi sebagai hemaglutinin.4

11
12

Imunitas seluler dan humoral berperan penting untuk mengontrol infeksi


virus morbili. Respons imunitas humoral mengontrol replikasi virus dan
memberikan proteksi antibodi, sedangkan imunitas seluler mengeliminasi sel-sel
terinfeksi. Imunosupresi sementara terjadi selama viremia menyebabkan
hipersensitivitas tipe lambat. Proses ini menciptakan imunitas jangka panjang
terhadap morbili, diduga karena adanya respons sel T helper terhadap virus.5

3.3 Epidemiologi
Campak adalah endemik pada sebagian besar dunia. Dahulu. Epidemi
cenderung terjadi secara irregular, tampak pada musim semi di kota-kota besar
dengan interval 2 sampai 4 tahun ketika kelompok anak terpajan. Campak sangat
menular, sekitar 90% kontak keluarga yang rentan mendapat penyakit. Campak
jarang subklinis. Sebelum penggunaan vaksin campak, puncak insiden berada pada
umur 5-10 tahun. Sekarang di Amerika Serikat, campak terjadi paling sering pada
anak umur sekolah yang belum diimunisasi dan pada remaja dan orang dewasa
muda yang telah diimunisasi.6 Indonesia pada tahun 2020, terdapat 3.382 kasus
suspek campak, menurun jika dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 8.819 kasus.
Cakupan imunisasi campak berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat
Statistik di Aceh mengalami penurunan daari tahun 2019, 2020, dan 2021. Pada
tahun 2019, persentase balita yang pernah mendapat imunisasi campak sebesar
40,59%, pada tahun 2020 sebasar 39,21% dan tahun 2021 sebesar 38,11%.

3.4 Transmisi
Menurut segitiga epidemiologi, suatu penyakit akan timbul karena
dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : Host (Pejamu), Agent (Kuman Penyakit)
dan Environtment (Lingkungan). Faktor Host adalah faktor yang terdapat dalam
diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit dan perjalanan
penyakit, seperti : umur, jenis kelamin, status imunisasi dan status gizi. Faktor
Agent adalah suatu substansi yang keberadaannya mempengaruhi perjalanan
penyakit. Faktor Environtment adalah semua kondisi dan pengaruh luar yang
mempengaruhi perkembangan organisme, seperti : lingkungan fisik dan lingkungan
13

biologis.7 Campak ditularkan melalui udara yang terkontaminasi droplet dari


hidung, mulut, atau tenggorokan orang yang terinfeksi.2

3.5 Imunisasi
Imunisasi adalah upaya untuk meningkatkan kekebalan individu agar tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi kesehatan. Tujuan
diberikannya imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada
penderitanya, mencegah penyakit menular dan tubuh tidak akan mudah terserang
penyakit menular1. Di dalam jadwal imunisasi tahun 2017 pada umur 9 bulan
diberikan imunisasi campak, sedangkan di dalam jadwal 2020 diberikan campak
rubella (MR).8 Perubahan ini sesuai dengan WHO position paper Rubella vaccine
(2011)9 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK 01.07/Menkes/45/2017 tanggal
31 Januari 2017, tentang introduksi imunisasi campak rubella di Indonesia pada
umur 9 bulan.10 Bila sampai umur 12 bulan belum mendapat vaksin MR, dapat
diberikan MMR.8 Karena dapat terjadi kegagalan imunisasi primer campak pada
10%-15% anak,,maka harus diberikanvaksin campak ke 2 (bersama rubella) pada
umur 15 – 18 bulan. Selanjutnya, imunisasi MR (atau MMR) diberikan pada umur
5 – 7 tahun atau pada kelas 1SD dalam program BIAS. 11 Jadwal ini juga sesuai
dengan WHO position paper mengenai vaksin mumps 2007 yang menganjurkan
pemberian vaksin mumps 2 dosis (bersama campak dan rubella) mulai umur 12 –
18 bulan. Dosis kedua diberikan pada usia masuk sekolah (school entry) sekitar
umur 6 tahun untuk memberikan perlindungan jangka panjang.12
Vaksin Measles Rubella (MR) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live
attenuated) berupa serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin adalah 10 dosis
per vial. Setiap dosis vaksin MR mengandung:12
• 1000 CCID50 virus campak
• 1000 CCID50 virus rubella
Dengan pemberian imunisasi campak dan rubella dapat melindungi anak dari
kecacatan dan kematian akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian,
kebutaan dan penyakit jantung bawaan. Vaksin MR diberikan secara subkutan
14

dengan dosis 0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan
dari produsen yang sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus segera digunakan
paling lambat sampai 6 jam setelah dilarutkan.12
Pada tutup vial vaksin terdapat indikator paparan suhu panas berupa
Vaccine Vial Monitor (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanyalah vaksin
dengan kondisi VVM A atau B.12
Kontraindikasi:
• Individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid, imunosupresan dan
radioterapi
• Wanita hamil
• Leukemia, anemia berat dan kelainan darah lainnya
• Kelainan fungsi ginjal berat
• Decompensatio cordis
• Setelah pemberian gamma globulin atau transfusi darah
• Riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn)
Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan sebagai berikut: 12
• Demam
• Batuk pilek
• Diare
15

3.6 Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara
droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan
jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas
maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah
bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan
dimulailah penyebaran ke sel jaringan Limforetikular seperti limpa. Sel
mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak
(sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang
rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah. 4
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika
virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel
4
orofaring, kunjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus. Pada hari
ke-9 dan 10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan
menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus
dalam jurnlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan
manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek
disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons irnun yang terjadi ialah
proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi
klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil
pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk
menegakkan diagnosis. 4
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-
14 sesudah awal infeksi dm pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada
kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. 4 Fokus
infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian
16

dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan


diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan
saluran pemafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia
juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang. 4

3.7 Pemeriksaan fisik


1. Anamnesis
a. Adanya demam tinggi terus menerus 38,5 0C atau lebih disertai batuk, pilek,
nyeri menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), sering
diikuti diare.
b. Pada hai ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang
meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak mengalami kejang
demam.
c. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak
mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik
(hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.
2. Pemeriksaan fisik
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium:
a. Stadium prodromal berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang
diikuti dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan
konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pii di
depan molar tiga disebut bercak Koplik.
b. Stadium erupsi ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang
bertahan selama5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut
dibelakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke
ekstremitas.
c. Stadium penyembuhan (kovalesens) setelah 3 hari ruam berangsur-angsur
menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan
mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.
17

3.8 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan darah tepi berupa jumlah leukosit normal atau meningkat apabila
ada komplikasi infeksi bakteri.13
2. Pemeriksaan untuk komplikasi 13
a. Ensepalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit
darah, dan analisis gas darah.
b. Enteritis dilakukan pemeriksaan feses lengkap
c. Bronkopneumonia dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.

3.9 Tatalaksana
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan
pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan.
Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit
pasien campat dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. 4
1. Tatalaksana canpak tanpa komplikasi
Pada umumnya tidak memerlukan rawat inap. Beri Vitamin A. Tanyakan
apakah anak sudah mendapat vitamin A pada bulan Agustus dan Februari. Jika
belum, berikan 50 000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100 000 IU (6–11 bulan)
atau 200 000 IU (12 bulan hingga 5 tahun). Untuk pasien gizi buruk berikan
vitamin A tiga kali. Selengkapnya lihat tatalaksana pemberian Vitamin A. 14
Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi
dilanjutkan 1500 IU tiap hari.4
2. Tatalaksana campak dengan komplikasi
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu :4
a. Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4
dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral.
18

Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi
spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4
minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada
saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity
disebabkan oleh sel lirnfosit- T yang terganggu fungsinya.
b. Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dan dehidrasi.
c. Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis)
d. Ensefalopati
Perlu reduksi jurnlah pemberian cairan hingga 3/4 kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

3.10 Komplikasi
Komplikasi utama campak adalah otitis media, pneumonia, dan ensefalitis.
Noma pipi dapat terjadi pada keadaan yang jarang. Gangren muncul dimana-mana
tampak merupakan akibat purpura fulminant atau koagulasi intravaskuler
tersebar.15
a. Pneumonia, dapat disebaban oleh viruscampak sendiri, lesi berupa interstisial.
Pneumonia pada penderita campak dengan infeksi HIV sering memtikan dan
tidak disertai ruam. Namun bronkopneumonia lebih sering, bronkopneumonia
disebabkan karena invasi bakteri sekunder, terutama pneumokokus,
streptokokus, stafilokokus, haemophilus influenzae, laryngitis, trakeitis, dan
bronchitis
b. Salah satu dari kemungkinan bahaya campak adalah eksasebarsi proses
tuberculosis yang ada sebelumnya. Mungkin juga ada kehilangan
hipersensitivitas sementara terhadap tuberkulin.
19

c. Miokarditis adalah komplikasi serius yang jarang, perubah elektrokardiografi


sementara relative sering.
d. Komplikasi neurologis lebih sering pada campak dari pada eksantem lain.
Insiden ensefalomielitis diperkirakan 1-2/1.000 kasuscampak yang dilaporkan.
Tidak ada kolerasi antara keparahan campak dan keparahan keterlibatan
neurologis atau antara keparahan proses ensefalitis inisial dan prognosis.
Jarang, ensefalitis dilaporkan bersaa campak yang dimodifikasi oleh gaa
globulin, keterlibatan ensefalitis nampak sebelum masa eruptif, tetapi lebih
sering mulai terjadi 2-5 hari sesudah munculnya ruam. Penyebab ensefalitis
campak tetap kontroversial. Ia dikesankan bahwa bila ensefalitis terjadi pada
awal perjalanan penyakit, invasi virus memainkan peranan besar, walaupun
virus campak jarang diisolasi dari jaringan otak, ensefalitis yang terjadi
kemudian terutama demielinasi dan dapat menggambarkan reaksi imunologis.
e. Panensefalitis slerotik subakut disebabkan oleh virus campak.

3.11 Prognosis
Angka kematian akibat kasus campak di Amerika Serikat telah menurun
pada tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama
karena keadaan sosioekonomi membaik tetapi uga karena terapi antibacterial efektif
untuk pengobatan infeksi sekunder. Bila campak dimaukkan pada populasi yang
sangat rentan, akibatnya mungkin bencana. Kejadian demikiandi pulau faroe pada
tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi
total tanpa memandang umur. Di Ungava Bay, Kanada dimana 99% dari 900 orang
menderita campak dengan angka mortalitasnya adalah 7%. Prognosis umumnya
baik pada individu yang imunokompeten.15
BAB 4
PEMBAHASAN

Anak laki-laki, 15 bulan, datang ke IGD RSU Cut Meutia dibawa oleh
keluarga dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
merasakan bintik merah diseluruh tubuh seiring dengan demam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengigil sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan batuk, pilek, dan sariawan.
Pasein berusia 15 bulan merupak kelompok umur kedua terbesar untuk
menderita campak. Berdasarkan data epidemiologi, sebagian besar kasus campak
adalah anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Selama 4 tahun terakhir, kasus
campak lebih banyak tejadi pada kelompok umur 5-9 tahun dan pada kelompok
umur 1-4 tahun.16
Demam, batuk, dan pilek merupakan stadium prodromal pada gejala
campak yang muncul pada pasien. Stadium prodromal berlangsung kira-kira 3 hari
(kisaran 2-4 hari), ditandai dengan demam yang dapat mencapai 39,5°C. Selain
demam, dapat timbul gejala berupa malaise, coryza (peradangan akut membran
mukosa rongga hidung), konjungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-gejala
saluran pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang disebabkan
oleh virus-virus lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif terhadap
cahaya (fotofobia).17 Bintik merah di seluruh tubuh merupakan stadium
eksantema pada pasien. Stadium ini mucul setelah stadium prodromal. Stadium
eksantem akan menimbulkan ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal
yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah,
leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini
dapat timbul selama 6-7 hari. Demam umumnya memuncak (mencapai 40° C) pada
hari ke 2-3 setelah munculnya ruam.18
Sariawan yang dikeluhkan pasien merupakan bercak koplik yaitu salah satu
tanda klinis pada pasien campak. Koplik spots muncul pada hari ke-2 atau ke-3
demam. Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di
tengahnya didapatkan noda putih keabuan.

20
21

Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi di kedua lapang paru. Suara


ronkhi merupakan suara napas tambahan yang bernada rendah yang terjadi karena
adanya penyumbatan jalan napas akibat adanya cairan atau lendir. Hal ini dapat
terjadi pada proses inflamasi yang mengakibatkan berpindahnya eksudat kejalan
nafas.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan kesan
leukositosis yaitu 35,32 ribu/uL. Peningkatan leukosit pada pasien ini merupakan
respon tubuh dalam mengatasi infeksi. Hasil trombosit, didapatkan kesan
trombositosis yaitu 618 ribu/uL. Jumlah trombosit yang berlebihan dapat
disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya peningkatan produksi yang
disebabkan oleh rangsangan atau reaktif trombositosis. Trombositosis reaktif
merupakan respon sekunder terhadap beberapa keadaan seperti trauma, infeksi, dan
inflamasi. 19
Pasien ini mendapatkan terapi cairan D5% + ¼ Nacl, drip paracetamol,
injeksi cefotaxime, injeksi ranitidin, cetirizin syr, mucera drop dan solvita syr.
Cefotaxime merupakan antibiotik sefalosporin generasi ketiga. Pemberian
antibiotik dapat dilakukan jika ada indikasi infeksi sekunder. Pada pasien, ini
didapatkan leukositosis, selain itu pada pasien, demam diduga terjadi akibat infeksi
virus dan bakteri, hal ini diketahui berdasarkan gejala pada saat suhu tidak juga
turun dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya karena
bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus.
Virus tersebut akan menginfeksi epitel saluran nafas, yang akan menyebabkan
nekrosis pada satu sampai dua lapis sel, sehingga menimbulkan manifestasi klinis
seperti yang diatas. Ranitidin merupakan histamin agonis reseptor H2 yang bekerja
secara selektif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi dari asam lambung.
Ranitidin ini diberikan pada pasien untuk mengurangi gejala perut kembung yang
di derita pasien
Paracetamol merupakan antipiretik yang paling sering digunakan untuk
menurunkan demam yang dirasakan pasien akibat inavasi patogen. Sebagai
antipiretik, paracetamol juga berperan sebagai analgetik. Mucera drop dan
cetirizin diberikan kepada pasien untuk mengurangi gejala pada saluran nafas yang
22

dirasakan oleh pasien. Untuk membantu pemulihan dan mencukupi kebutuhan


mikronutrien, pasien diberikan solvita sirup yang mengandung Vit A 5,000 IU , vit
B1 2.5 mg, vit B2 3 mg, vit B6 2.5 mg, vit B12 2 mcg, vit D 400 iu, nicotinamide
20 mg, dexpanthenol 5 mg, lysine HCl 100 mg, Ca pantothenate 5 mg, dan Ca
gluconate 300 mg.
BAB 5
KESIMPULAN

Morbili atau campak adalah suatu penyakit infeksi yang umum terjadi pada
anak dan menyebar melalui droplet. Morbili merupakan salah satu penyebab
kematian pada anak-anak. Morbili disebabkan oleh virus campak yang termasuk
golongan paramyxovirus yang berada di dalam sekret nasofaring dan di dalam
darah. Gejala klinis morbili terbagi menjadi tiga stadium, yaitu stadium prodromal
yang ditandai dengan demam, malaise, batuk, konjungtivitis dan koriza.
Selanjutnya stadium erupsi yang ditandai dengan timbulnya bercak koplik dan ruam
yang mulai muncul dari belakang telinga menyebar ke wajah, badan, lengan dan
kaki. Stadium terakhir yaitu stadium konalensi ditandai dengan erupsi yang mulai
menghilang.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang pasien anak laki-laki, berumur
15 bulan, dengan keluhan utama demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien merasakan bintik merah diseluruh tubuh seiring dengan demam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengigil sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan batuk, pilek, dan sariawan. Pemeriksaan fisik
ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kesan leukositosis dan trombositosis. Pasien didiagnosis dengan morbili.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah cairan D5% + ¼ Nacl, drip paracetamol,
injeksi cefotaxime, injeksi ranitidin, cetirizin syr, mucera drop dan solvita syr. Prognosis
pada anak ini dubia ad bonam.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Alamsyah A, Rasyid Z, Wahyudi. Problema Kesehatan Determinan Kejadian


Campak Pada Anak Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Harapan
Raya Kota Pekanbaru. J Endur Kaji Ilm Probl Kesehat. 2020;5(2):202-215.
2. Beyer M, Lenz R, Kuhn KA. Profil Kesehatan Indonesia 2020. 1st ed.
(Hardhana B, Sibuea F, Widiantini W, eds.). Kementrian Kesehatan RI;
2020. doi:10.1524/itit.2006.48.1.6
3. Dilita VGV, Hendrati LY. Measles Distribution Map according to Measles
Immunization and Vitamin A Coverage. J Berk Epidemiol. 2019;7(1):51.
doi:10.20473/jbe.v7i12019.51-59
4. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, Dokter I, Indonesia A.
Buku Ajar Lnfeksi & Pediatri Tropis. Kedua. (IDAI, ed.). Badan Penerbit
IDAI; 2008.
5. Darmawan H. Diagnosis Eksantema Akibat Infeksi. CDK J. 2020;47(3):173-
177.
6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HN, Behrman RE. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. (Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), ed.).; 2014.
7. Harisnal H, Ediana D. Determinan Kejadian Campak Pada Anak Usia Balita
di Kota Bukittinggi. J Endur. 2019;4(1):162. doi:10.22216/jen.v4i1.3326
8. Soedjatmiko S, Sitaresmi MN, Hadinegoro SRS, et al. Jadwal Imunisasi
Anak Umur 0 – 18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun
2020. Sari Pediatr J. 2020;22(4):252. doi:10.14238/sp22.4.2020.252-60
9. Rotavirus Vaccine. Vol 16.; 1985. doi:10.1017/s0167676800003524
10. Organization W health. Vaccines against influenza WHO position paper -
November 2012. WHO position and recommendations. 2012:461-476.
11. Organization W health. Rubella Vaccines: WHO Position Paper-
Recommendations. Vol 29.; 2011. doi:10.1016/j.vaccine.2011.08.061
12. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Measles Rubella (MR).
Kementrian Kesehatan RI; 2017.

24
25

13. Indonesia IDA. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
1st ed. (Hegar AHP, Harmoniati B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra
EP, Devita E, eds.). IDAI; 2009.
14. Organization W health. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. 1st ed.
(Indonesia TA, ed.).; 2009.
15. Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. 15th ed. EGC; 1999.
16. Halim RG. Campak pada Anak. CDK J. 2016;43(3):186-189.
17. Lindberg C, Lanzi M, Lindberg K. Measles: Still a significant health threat.
MCN Am J Matern Nurs. 2015;40(5):298-305.
doi:10.1097/NMC.0000000000000162
18. Gastanaduy P, Haber P, Rota PA, Patel M. Measles. CDC. Published 2021.
https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/meas.html
19. Rokkan VR, Kotagiri R. Secondary Thrombocytosis. StatPearls. Published
2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560810/

Anda mungkin juga menyukai