Anda di halaman 1dari 42

DAFTAR ISI

BAB I : Pendahuluan .......................................................................................... 2


BAB II : Status Pasien ......................................................................................... 4
BAB III : Analisa Kasus ....................................................................................... 13
BAB IV : Tinjauan Pustaka .................................................................................. 18
BAB V : Kesimpulan ........................................................................................... 51
BAB VI : Daftar pustaka....................................................................................... 52

i
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam ilmu kebidanan tahun 2002 pada saat ini
angka kematian perinatal di Indonesia masih tinggi yaitu 334/100000 dan 218/1000 kelahiran
hidup. Penyebab kematian tersebut menurut survey kesehatan rumah tangga tahun 2001 yaitu
perdarahan 24%, infeksi 11%, partus macet 5% dan sisanya disebabkan oleh penyebab lain.
Penyebab utamanya kematian adalah perdarahan, infeksi dan toksemia, sehingga sekitar 90%
kematian komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya.1

Seperti apa yang telah diuraikan di atas bahwa partus lama/macet menambah
tingginya angka kematian ibu pada saat persalinan. Salah satu penyebab partus lama yaitu
fase laten memanjang (menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri, 1998). Di mana pada
kondisi tersebut terjadi pemanjangan waktu saat pembukaan serviks dari 0 sampai 4 cm, yang
mana pada waktu yang normal hanya membutuhkan waktu 8 jam tetapi pada fase laten
memanjang ini membutuhkan waktu lebih dari 8 jam. Oleh karena itu, petugas kesehatan
harus benar-benar mempunyai penatalaksanaan yang baik untuk mengatasi hal tersebut.
Sehingga komplikasi dalam proses persalinan dapat di tekan semaksimal mungkin.2

Persalinan kala I dikatakan memanjang apabila telah berlangsung lebih dari 20 jam
pada primi dan 14 jam pada multi. Sebab kala I memanjang adalah keadaan his, keadaan
jalan lahir, keadaan janin, yang sering di jumpai dalam kala I lama yaitu kelainan his.3 His
yang tidak efisien atau adekuat akan mengakibatkan vasokontriksi plasenta, dengan adanya
gangguan fungsi plasenta akan mengakibatkan suplai O2 ke janin berkurang, serta
perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim mengalami kelainan, selanjutnya dapat
mengalami distress janin, maka kesejahteraan janin akan terganggu.

2
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular yang terjad
sebelum atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas.Penyakit ini cukup sering
dijumpai dan masih merupakan salah satu sebab kematian ibu. Di U.S.A 1/3 dari kematian
ibu disebabkan oleh penyakit ini.1 Sedangkan di Indonesia, penyebab kematian ibu terbanyak
adalah perdarahan 28 %, eklampsia 13 %, aborsi yang tidak aman 11 %, dan sepsis 10 %.
Data menunjukkan sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat miskin dan mereka
yang tinggal jauh dari Rumah Sakit. Preeclampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan
pendarahan, sering ditemukan. Diperkirakan mencakup 75-80 % dari keseluruhan kematian
maternal. Berdasarkan penelitian Lukas dan Rambulangi tahun 1994, di dua RS pendidikan di
Makassar insidensi preeclampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian
akibatnya 22,2%. 2
Angka kematian ibu di Indonesia adalah 470 per 100.000 kelahiran. Angka yang sangat
mengkhawatirkan karena meningkat dari angka yang tercatat peda beberapa tahun
sebelumnya. Pada tahun 1997, AKI mencapai 397 orang per 100.000 kelahiran yang berarti
bertambah sekitar 73 orang.2

3
BAB II

STATUS UJIAN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SOESELO SLAWI
Nama Mahasiswa : Lusi Jelita Sari
NIM : 030.11.171
Dokter Pembimbing : dr. Zufrial Arief, Sp.OG

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny.Nasiroh Jenis kelamin :Perempuan
Umur : 53 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Tanggal masuk RS : 18/04/2016
Alamat : kedung Wungu Tanggal keluar RS :-

I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Nusa Indah Pengawasan RSUD dr.
Soeselo Slawi pada tanggal 4 April 2016 pukul 09.00 WIB:
a. Keluhan Utama : Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi kiriman dari
bidan puskesmas dengan ketuban pecah dini sejak pukul 14.00 WIB pada hari senin
18 April 2016
b. Keluhan Tambahan : bengkak pada kedua tungkai
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal 18 April 2016
dengan G3P2A0 38 tahun Hamil 40 minggu dengan KPD dan PEB. Pasien merupakan
rujukan dari bidan puskesmas.
Pasien mengatakan keluar cairan kekuningan jernih dari jalan lahir mulai terjadi
pada pukul 14.00 pada hari Senin tanggal 18 April 2016. Cairan ketuban dirasa
mengalir tiba-tiba dan berwarna kekuningan jernih yang di dahului dengan perut terasa
kenceng-kenceng . Gumpalan darah, nyeri perut, serta terjatuh disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan bahwa dirinya dapat merasakan gerakan janin yang aktif. Pasien

4
mengaku merasakan gerakan janinnya pertama kali pada saat kehamilannya berusia 20
minggu. Pasien mengaku merasakan keluhan mual dan muntah di awal-awal umur
kehamilannya sekitar bulan ke-2 dan ke-3 kehamilannya.
Pasien mengatakan bahwa berat badan sebelum hamil adalah 50 kg sedangkan berat
badan saat ini adalah 64 kg dan pasien mengatakan tinggi badannya 155 cm Tidak ada
nyeri saat janin bergerak. Tidak ada demam, tidak ada keputihan, tidak ada rasa sakit
didaerah kemaluan, tidak ada sakit kepala. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien
tidak berhubungan intim dalam beberapa hari sebelum keluhan muncul. Trauma
disangkal. HPHT 11 Juli 2015. Taksiran partus 18 April 2016. ANC di bidan 6 x
kunjungan, pada kunjungan ke-6 TD 140/80 mmHg.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengeluh seperti ini sebelumnya. Riwayat hipertensi, DM,
asma, jantung, alergi, trauma disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi, DM, asma, jantung, alergi dalam keluarga pasien disangkal.

f. Riwayat Haid
Menarche usia 11 tahun, lama haid 6 hari, siklus haid 28 hari (teratur), volume ± 120
cc, nyeri haid (-).

g. Riwayat Pernikahan
Saat ini merupakan pernikahan yang pertama dengan suami yang berusia tahun.
Pasien menikah usia 18 tahun, sudah menikah selama 18 tahun.

h. Riwayat Obstetri (G3P2A0)


1. Anak pertama, hidup, lahir spontan tahun 1998, lahir cukup bulan di dukun dengan
jenis kelamin perempuan, pasien tidak mengetahui BBL
2. Anak kedua, hidup, lahir spontan tahun 2007, lahir cukup bulan di dukun dengan
jenis kelamin perempuan, pasien tidak mengetahui BBL
3. Hamil ini

5
i. Riwayat ANC
Pasien sudah 6 kali memeriksakan kandungan di bidan, serta sudah mendapat
imunisasi TT sebanyak 2 kali.

j. Riwayat penggunaan kontrasepsi


Pasien menggunakan KB suntik

k. Riwayat kebiasaan
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan, alkohol, dan jamu, tidak merokok.

l. Riwayat sosial ekonomi


Pasien saat ini tinggal bersama suami. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga
sedangkan suami bekerja sebagai pedagang. Biaya hidup sehari-hari ditanggung oleh
pasien dan suami.

m. Riwayat operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi apapun.

n. Riwayat Dirawat
Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya

II. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5 º C

Status Antrompometri
BB : 60 kg
TB : 150 cm
BMI : 26,6 ( pre-obesitas )

6
Status Generalisata
Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi merata
Mata : Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-
Hidung : Bentuk normal, deformitas (-), deviasi septum (-), concha eutrofi,
sekret -/-
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-, nyeri tekan -/-, liang telinga lapang
Mulut : Bibir tidak kering, tisdak pucat, uvula letak ditengah, tidak hiperemis
Leher : Tidak didapatkan adanya pembesaran KGB- kelenjar tiroid

Thorax :
Inspeksi : Kulit sawo matang, efloresensi bermakna (-), bentuk normal, tipe
pernafasan torakoabdominal
Palpasi : Gerak nafas simetris, vocal fremitus sama kuat
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi :
Jantung : S1-S2 reguler, murmur(-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut tidak tegang, bekas luka operasi (+), tampak striae
Palpasi : Supel, massa (-), hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral Hangat pada ke 4 ekstremitas, oedem (+) di kedua tungkai

Status Obstetrik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 18 April 2016
1. Abdomen
 Inspeksi: membuncit membujur, simetris, striae gravidarum (+)
- Leopold I : TFU 34 cm, teraba 1 bagian besar, bulat, lunak, dan tidak
melenting. Kesan bagian janin di fundus ialah bokong.
- Leopold II : Kiri : teraba tahanan, memanjang, rata dan keras
Kanan : teraba bagian-bagian kecil
Kesan punggung janin di perut kiri ibu

7
- Leopold III : teraba 1 bagian besar, bulat, keras, dan melenting. Kesan
presentasi kepala
- Leopold IV : Divergen. Kesan kepala (bagian terbawah) janin sudah
memasuki PAP 3/5
- His (+)
 Auskultasi : DJJ: 146x/menit, regular

2. Genitalia
Vulva, vagina dalam keadaan tenang, oedem labia (-), lendir (-).
VT : Ǿ 6 cm, Effacement 20-30%, portio atas oedem, station hodge II

3. Inspekulo
Tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo.

4. Pemeriksaan Panggul
Tidak dilakukan pemeriksaan panggul

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium 18 April 2016 jam 06.11 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Leukosit 27,5 3.600 - 11.000 u/l

Eritrosit 4,1 3.80 - 3.20 juta/ul

Hemoglobin 11,8 11,7 - 16,6 g/dL

Hematokrit 35 35 - 47%

MCV 84 80 - 100 Fl

MCH 29 26 - 34 pg

MCHC 34 32 - 36 g/dL

Trombosit 331.000 150.000 - 450.000 u/l

8
Diff count

Eosinofil 0,00 2-4

Basofil 0,10 0-1

Netrofil 93,40 50 - 70

Limfosit 2,50 25 - 40

Monosit 4,00 2-8

Golongan darah B Rhesus factor (+)

Protein urin Pos (2+) Negative

HbsAg Non reaktif Non reaktif

HIV skrining Non reaktif Non reaktif

2. CTG (tidak dilakukan pemeriksaan)

IV. RESUME

Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal 18 April 2016
dengan G3P2A0 38 tahun Hamil 40 minggu dengan KPD dan PEB. Pasien merupakan
rujukan dari bidan puskesmas.
Pasien mengatakan keluar cairan kekuningan jernih dari jalan lahir mulai terjadi
pada pukul 14.00 pada hari Senin tanggal 18 April 2016. Cairan ketuban dirasa
mengalir tiba-tiba dan berwarna kekuningan jernih yang di dahului dengan perut terasa
kenceng-kenceng . Gumpalan darah, nyeri perut, serta terjatuh disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan bahwa dirinya dapat merasakan gerakan janin yang aktif. Pasien
mengaku merasakan gerakan janinnya pertama kali pada saat kehamilannya berusia 20
minggu. Pasien mengaku merasakan keluhan mual dan muntah di awal-awal umur
kehamilannya sekitar bulan ke-2 dan ke-3 kehamilannya HPHT 11 Juli 2015. Taksiran
partus 18 April 2016. ANC di bidan 6 x kunjungan, pada kunjungan ke-6 TD 140/80
mmHg..

9
Pasien mengatakan bahwa berat badan sebelum hamil adalah 50 kg sedangkan berat
badan saat ini adalah 64 kg dan pasien mengatakan tinggi badannya 155 cm Tidak ada
nyeri saat janin bergerak. Tidak ada demam, tidak ada keputihan, tidak ada rasa sakit
didaerah kemaluan, tidak ada sakit kepala. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien
tidak berhubungan intim dalam beberapa hari sebelum keluhan muncul. Trauma
disangkal.

Pada pemeriksaan status obstetrik didapatkan TFU 34 cm, punggung janin diperut
sebelah kiri ibu, dan presentasi kepala, janin I intrauterine DJJ 146x/menit regular, his
(-). Saat dilakukan vaginal toucher didapatkan pembukaan 6 cm, portio sedang,
penipisan 20-30%, porsio atas udem, posisi anterior kepala turun hodge II.

Pada pemeriksaan penunjang tanggal 18 April 2016 didapatkan leukosit 25.7, Hb


11.8, trombosit 331.000, HbsAg (non reaktif), HIV (non reaktif) dan protein urin pos
(2+).

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini maka
diagnosis pasien adalah G3P2A0 38 Tahun hamil 40 minggu, Janin 1 hidup intrauterine,
presentasi kepala, punggung di sebelah kiri perut ibu dengan KPD dan PEB.

V. DIAGNOSIS
 Diagnosa Masuk
Ibu: G3P2A0 38 tahun hamil 40 minggu, Janin tunggal, hidup intrauterin,
presentasi kepala, punggung kiri, kepala sudah masuk pintu atas panggul
sebanyak 3/5 dengan KPD dan PEB

 Diagnosa Akhir
P3A0 38 tahun Post SC dan MOW atas indikasi Kala 1 lama (partus tak maju)
dengan KPD dan PEB

10
VII. PENATALAKSANAAN
Terapi Non Medikamentosa
o Observasi keadaan umum, tekanan darah, nadi, respirasi, suhu, DJJ, his,
pembukaan cervix, penurunan kepala, tanda-tanda inpartu

Terapi medikamentosa
o Rawat di rumah sakit
o Infus RL 20 tpm
o Inj ceftriaxone 1x2g
o Inj MgSO4 40%
o Metildopa 3x500 mg

Pemeriksaan penunjang
o Cek Laboratorium (darah lengkap, HbSAg, rhesus & golongan darah)
o Urin lengkap

Sikap Obstetrik
 Terminasi kehamilan
 Evaluasi kemajuan persalinan dalam 6 jam pembukaan cervix, penurunan
kepala, HIS

VIII. PROGNOSIS
Ibu
o Ad vitam : ad Bonam
o Ad sanationam : ad Bonam
o Ad functionam : ad Bonam

Janin
 Ad vitam : ad bonam

11
IX. FOLLOW UP
PONEK

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


18/04/2016 Mules TSR/CM G3P2A0 Advise residen :
- Obs ttv, Djj dan His
Jam 02.30 T : 160/110 mmHg H40 mgg
- Evaluasi kemajuan
N : 89 x/mnt PEB dan persalinan.
- dopamet 500 mg
S : 36.70C KPD 13 jam
- amlodipine 10 mg
RR: 18x/mnt - evaluasi 6 jam
Mata : CA -/-
Thorax :BJ I-II reg, M
(-), G(-)
SNV, Rh -/-, Wh -/-
Abd : dbn
Eks : udem tungkai +
Djj : 145 x/mnt
His : 2x10 mnt selama
20 detik

18/04/2016 Kenceng- TSR/CM G3P2A0 Advise residen :


- Obs ttv, Djj dan His
Jam 06.00 kenceng T : 160/110 mmHg H40 mgg
- Evaluasi kemajuan
N : 80 x/mnt PEB dan persalinan.
- dopamet 500 mg
RR: 20x/mnt KPD 17.30
- amlodipine 10 mg
Mata : CA -/- jam - MgSO4 1gr/jam (SP)
Thorax :BJ I-II reg, M
(-), G(-)
SNV, Rh -/-, Wh -/-
Abd : dbn
Eks : udem tungkai +
Djj : 145 x/mnt
His : 3x10 mnt selama
20 detik

12
VT : pembukaan 6 cm,
kk (-), EEF 25 %, porsio
anterior udem

18/04/2016 Kenceng- TSR/CM G3P2A0 Advise residen :


- Obs ttv, Djj dan His
Jam 07.00 kenceng T : 150/90 mmHg H40 mgg
- Evaluasi kemajuan
N : 80 x/mnt PEB dan persalinan.
- dopamet 500 mg
RR: 20x/mnt KPD 18.30
- amlodipine 10 mg
Mata : CA -/- jam - MgSO4 1gr/jam (SP)
Thorax :BJ I-II reg, M
(-), G(-)
SNV, Rh -/-, Wh -/-
Abd : dbn
Eks : udem tungkai +
Djj : 140 x/mnt
His : 3x10 mnt selama
20 detik
VT : pembukaan 8 cm,
kk (-), EEF 25 %, porsio
anterior udem, Hodge II
18/04/2016 -Kenceng- TSR/CM G3P2A0 -obs ttv ddan djj
-evaluasi sampai jam
Jam 09.00 kenceng T : 150/90 mmHg H40 mgg
10.00
- gerak janin (+) N : 88 x/mnt PEB dan
RR: 18x/mnt KPD 20.30
Mata : CA -/- jam
Thorax :BJ I-II reg, M
(-), G(-)
SNV, Rh -/-, Wh -/-
Abd : dbn
Eks : udem tungkai +
Djj : 145 x/mnt
His : 3x10 mnt selama
20 detik

13
VT : pembukaan 8 cm,
kk (-), porsio anterior
udem, Hodge II
18/04/2016 Partograf terlampir G3P2A0 SC CITO atas indikasi
kala 1 lama dan partograf
Jam 12.00 H40 mgg
sudah menunjukkan garis
Visit Dr. PEB dan bertindak
Arief KPD 23.30
jam

NUSA INDAH PENGAWASAN

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


18/04/2016 - Nyeri luka TSR/CM P3A0 post Advise residen :
-infus RL 20 tpm
Jam 16.30 operasi T : 110/80 mmHg SC + MOW
- inj ketorolac
- perdaraha N : 96 x/mnt H+ 3 jam a/i
pervaginam S : 370C kala 1 lama ,
RR: 24 x/mnt KPD dan
Mata : CA -/- PEB
Thorax :BJ I-II reg, M
(-), G(-)
SNV, Rh -/-, Wh -/-
Abd : dbn
Eks : udem tungkai +
Status lokalis :
-TFU 2 jari di bawah
umbilicus
- lochea dbn
- dc (+) 600cc

19/04/2016 TSR/CM P3A0 post Advise residen :


-inj MgSO4 1gr (24 jam
Jam 07.00 T : 130/90 mmHg SC + MOW
post op) bila residu urin >
N : 80 x/mnt H+ 1 jam a/i 100 cc/4 jam
- inj ceftriaxon 1x2 gr
RR: 20 x/mnt kala 1 lama ,
- inj ketorolac 3x1 amp

14
Mata : CA -/- KPD dan - vit BC / C / SF 2x1
Thorax :BJ I-II reg, M PEB
(-), G(-)
SNV, Rh -/-, Wh -/-
Abd : dbn
Eks : udem tungkai +

15
BAB III
ANALISA KASUS

Teori Kasus
1. Anamnesa :
o Kemajuan persalinan sangat Pasien G3 P2 A0 hamil 40 minggu
dipengaruhi oleh kontraksi datang dengan keluhan keluar cairan
uterus, dimana pada kala ketuban, trauma (-). Pada pasien
dua diperkuat oleh kerja otot didapatkan faktor resiko multiparitas
volunteer dan involunter dan usia
dinding abdomen. Jika
intensitas kedua factor ini
kurang, maka persalinan
akan melambat atau terhenti.
Kelainan HIS ditandai oleh
kontraksi jarang dengan
intensitas rendah. Secara
umum, kemajuan yang
progresif dan spontan
menuju pembukaan lengkap
menunjukkan bahwa
pelahiran per vaginam
kemungkinan akan berhasil.

o Kriteria kala 1 lama dapat Pasien mengeluhkan kenceng-kenceng


yang jarang dan pada pemeriksaan
diketahui dengan menilai
fisik didapatkan HIS (+), pembukaan
pembukaan dan penurunan
6 cm dengan kk (-), portio sedang,
kepala pada saat proses porsiro anterior udem, kepala hodge
II
persalinan dengan

menggunakan tabel

American College of Pasien datang ke ponek pada tanggal

16
Obstricians and 18 April 2016 dan pada pemeriksaan
didapatkan TFU 34 cm, DJJ
Gynecologist, yaitu jika
146x/menit, VT pembukaan 6 cm, HIS
tidak terjadi pembukaan
(+), kk (-), portio sedang, terdapat
selama lebih dari 2 jam pada udem pada atas porsio dengan
penurunan kepala Hodge II. Disini
nulipara dan multipara, atau
didapatkan bahwa pasien sudah
jika tidak ada penurunan
inpartu sejak awal kedatangan yang
bagian bawah janin selama memungkinkan sudah dilakukan
tatalaksana persalinan.
lebih dari 1 jam pada nuli

para dan multipara yang

dapat dinilai dari

pemeriksaan dalam (vaginal

touche)

Preeklamsia
dikatakan berat apabila disertai dengan keadaan  Pasien hamil 40 minggu
sebagai berikut :
1) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg  TD 160/110

2) Trombositopenia (<100.000) sel/mm3  PU +2

3) Kenaikan kadar kreatinin plasma  Tidak ada riwayat hipertensi

4) Gangguan visus dan serebral sebelumnya

5) Nyeri epigastrium / kuadran kanan atas  Tidak ada gangguan visus dan
abdomen yang tidak mereda diberika serebral
pengobtaan  Tidak ada nyeri epigastrium
6) Edema paru dan sianosis  Tidak ada edema paru
7) Hemolisis mikroangiopatik
8) Gangguan fungsi hepar  Pasien memiliki faktor resiko
9) Sindrom HELLP umur ekstrim
 G3P2A0.38 th
Faktor resiko :
 Primigravida, primipaternitas  Tidak ada riwayat keluarga

 Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan preeklampsi/eklampsi

17
multipel, diabetes mellitus, hidrops fetais, bayi  Tidak ad riwayat penyakit lain
besar sebelumnya
 Umur yang ekstrim ( <20 tahun, >35 tahun)  BMI : 26,6 ( pre-obesitas )
 Riwayat keluarga pernah preeklamsi/eklamsi
 Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang
sudah ada seblum hamil
 Obesitas

Protap dari POGI tentang Penatalaksanaan  Rawat inap dilakukan atas indikasi
Hipertensi dalam Kehamilan tahun 2010 :
hipertensi yang sesuai kriteria PEB
 Rawat inap atas indikasi hipertensi atau
(160/110 mmHg) dengan
proteinuria yang menetap dengan oedem dan
proteinuria
hasil tes laboratorium abnormal, adanya gejala
atau tanda dari preeklamsia berat.
 Pada kasus tidak dilakukan
 Pemeriksaan yang dilakukan pada ibu meliputi
pemeriksaan tekanan darah setiap 4
monitor gejala klinis untuk gejala dan tanda
jam sekali dan tidak mengobservasi
preeklamsia berat / impending eklamsia,
edema pada ekstremitas dan muka.
monitor tekanan darah setiap 4 jam kecuali saat
Dilakukan pengukuran balance
pasien tidur, pengamatan cermat terhadap
cairan dan didapatkan hasil
edema pada muka dan abdomen, serta
pengukuran baik
pengukuran produksi urin setiap 3 jam.
 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan  Tidak Dilakukan pemeriksaan liver
meliputi darah rutin, protein urin, liver function function test (SGOT/SGPT), renal
test, dan renal function test function test (Ureum, Creatinine)
 Pemeriksaan kesejahteraan janin, bisa dilakukan karena dicurigai mengarah ke gejala
melalui pengamatan gerak janin, non-stress test impending (mual, muntah)
(NST), profil biofisik, evaluasi pertumbuhan  Pemeriksaan DJJ janin dalam
janin dengan USG, serta USG Doppler arteri keadaan baik dan tidak ada
umbilikalis dan arteri uterina. menunjukkan adanya tanda tanda
 Terapi medikamentosa untuk pasien fetal distress
preeklamsia berat adalah banyak istirahat
 Terapi medikamentosa
(berbaring/tidur miring), diet reguler (cukup
- Tirah baring
protein, rendah karbohidrat dan lemak, garam

18
dapur 4-6 gram/hari), dan perhitungan cairan - Pengawasan urin input &
dengan urin output pada cateter, vitamin output
prenatal, serta loading dose MgSO4 4gr/15 - Protab PEB (+)
menit dan dilanjutkan MGSO4 maintance - Bolus MgSO4 4gr
1gr/jam sampai inpartu dan dilajutkan setelah - MgSO4 1gr/jam maintenance
post partum 24 jam 1gr/jam selama 24 jam.dan per 6 jam dan post partum
pemberian obat antihipertensi diberikan selama 24 jam
Dopamet 3x500 dan amlodipin 1x10mg. - Antihipertensi (+) : Dopamet
 Pengelolaan obstetrik terhadap pasien
preeklamsia berat tergantung dari
usia  Pada kasus ini, usia kehamilan
kehamilan. Pada usia kehamilan ≤ 37 minggu 40 minggu (aterm) maka untuk
dilakukan penganganan konservatif bila tidak kehamilanya tidak dilakukan
ada tanda-tanda impending eclamsi dan keadaan pematangan paru janin.
janin baik. Sedangkan untuk pasien usia  Dilakukan terminasi karena
kehamilan ≥ 37 minggu dilakukan terminasi. memenuhi kriteria terminasi PEB :
 Tidak terdapat gejala
 Berdasarkan hasil USG kontrol pertama impending pre-eklampsia (
dan kedua, didapatkan hasil TBJ yang tidak Mual,muntah, kenaikan liver function
sesuai dengan usia kehamilan dan berada di test)
presentil ke 10 (small for gestasional age )
 Fetal distress (-) DJJ = 146
x/mnt

Permasalahan KPD: Pada kasus, didapatkan usia


 Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% kandungan aterm
pada semua kehamilan. Pada kehamilan Pada ibu tidak didapatkan tanda-tanda
aterm insidensinya bervariasi 6-19%, infeksi: TD 160/110, HR 88x/menit,
RR 20x/menit, T 36º C, leukosit 27.5
sedangkan pada kehamilan preterm x103
insidensinya 2% dari semua kehamilan.
Pada bayi DJJ: 142x/menit, reguler
Hampir semua ketuban pecah dini pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum
aterm atau persalinan akan terjadi dalam
satu minggu setelah selaput ketuban pecah.

19
70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada
kehamilan cukup bulan, sekitar 85%
morbiditas dan mortalitas perinatal
disebabkan oleh prematuritas, ketuban
pecah dini berhubungan dengan penyebab
kejadian prematuritas dengan insidensi 30-
40%.

Komplikasi: persalinan prematur, infeksi dapat


terjadi pada ibu yaitu korioamnionitis, pada bayi
terjadi gawat janin, septikemia, hipoksia, asfiksia

Pemeriksaan Fisik & Penunjang :  TFU : 34 cm


 TFU  Pada pasien tidak dilakukan
 Pemeriksaan osborn test & muellen monro pemeriksaan karena kepala
kerr janin sudah masuk PAP 3/5
 Pemeriksaan panggul dalam (menilai Pintu  Pada pemeriksaan panggul
Atas Panggul, Pintu Tengah Panggul, dan tidak dilakukan
Pintu Bawah Panggul) untuk menilai  NST & aminostropi tidak
apakah pasien dapat lahir pervaginam/ dilakukan
harus sectio caesaria  USG tidak dilakukan
 USG
 NST
 Aminostropi

Penatalaksanaan Pada pasien didapatkan VT : dilatasi


Pertama-tama dinilai dahulu bishop score nya, serviks 6 cm (3), penipisan 20-30%
apabila bishop score < 5 maka dilakukan (0), konsistensi sedang (1), posisi
pematangan serviks terlebih dahulu dengan anterior (2), station hodge II (3).
misoprostol / Cytotec yaitu 25-50 mcg, diletakkan Bishop score: 9. Pasien sudah inpartu.
di forniks posterior setiap 6-8 jam hingga Maka dari itu, tidak dilakukan induksi
munculnya his / kontraksi. Namun, bila bishop persalinan dengan drip oxytocin 5 IU

20
score > 5 maka di induksi dengan drip oksitosin dalam 500 cc RL 8 tpm.
dalam infus RL 500 cc 8 tetes per menit dapat HIS tetap tidak adekuat, pembukaan
ditingkatkan 4 tetes setiap 30 menit maksimal 20 dan penurunan kepala tidak maju,
tetes per menit. Bila HIS tetap (-), pembukaan dan maka direncanakan tindakan SC.
penurunan kepala tidak maju, maka dapat
direncanakan tindakan SC.

21
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 KALA 1
Kala satu persalinan biasnya disebut kala pembukaan dimulai dari adanya
kontraksi yang teratur dan meningkat (frekuensi, durasi, kekuatannya) hingga serviks
membuka lengkap (10 cm).1,2
Persalinan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol
sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kla pembukaan berlangsung tidak
begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk
primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan
kurve Friedmen, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan
multigravida 2 cm/jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap
dapat diperkirakan.2
Persalinan kala I disebut juga fase pematangan / pembukaan serviks
dimulai pada
waktu serviks membuka karena his (kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin
kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih
banyak daripada darah haid).
Fase ini berakhir pada waktu pembukaan serviks telah
lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi).2

Fase – fase dalam Kala I Persalinan


Kala I Persalinan dimulai pada waktu serviks membuka karena his yaitu kontraksi
uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai
pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid. Berakhir pada
waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak
dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I

Kala satu persalinan terbagi atas dua fase:


1. Fase laten
Fase Laten dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap, berlangsung hingga serviks membuka 3 cm,
dengan lamanya waktu biasanya sekitar 7-8 jam.

22
2. Fase aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap
adekuat / memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih). Servik membuka dari 4 ke 10 cm biasanya
dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga pembukaan lengkap (10 cm).
Terjadi penurunan bagian terbawah janin.3

Fase Aktif terbagi atas :


a. Fase akselarasi : yaitu pembukaan yang terjadi sekitar 2 jam, mulai pembukaan
3 cm menjadi pembukaan 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal : yaitu pembukaan yang berlangsung 2 jam, pembukaan
pada fase ini berlangsung sangat cepat, yaitu dari pembukaan 4 cm menjadi
pembukaan 9 cm.
c. Fase deselerasi : yaitu pembukaan yang berlangsung 2 jam, dimulai dari
pembukaan 9 cm menjadi lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida, biasanya


mengalami perbedaan pada fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi yang lebih pendek.
Pada primigravida kala 1 berlangsung sekitar 13 jam, sedangkang pada multigravida
berlangsung sekitar 7 jam.
Secara klinis dimulainya kala satu persalinan, ditandai dengan adanya his serta
pengeluaran darah yang bercampur dengan lendir (bloody show). Lendir yersebut berasal
dari lendir kanalis servikalis karena serviks membuka dan mendatar. Sedangkan darah
berasal dari pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis yang pecah karena
pergeseran-pergeseran karena serviks membuka.

Mekanisme membukanya serviks berbeda atara primigravida dan multigravida.


Pada primigravida OUI akan membuka terlebih dahulu sehingga serviks menipis dan
mendatar, kemudian OUE membuka. Pada multigravida OUI sudah sedikit membuka,
pembukaan OUI dan OUE serta pembukaan dan pendataran serviks terjadi dalam saat
yang sama.1,2

23
Perbedaan proses pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada
primigravida dan multipara :
1. Pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih terlebih dahulu sebelum terjadi
pembukaan, sedangkan pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan
sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan.
2. Pada primigravida, ostium internum membuka terlebih dahulu daripada ostium
eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah),
sedangkan pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan
(inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar)
3. Periode Kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14
jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida
memerlukan waktu lebih lama.4

Tanda-tanda persalinan kala I menurut Mochtar (2002) adalah


1. Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada
servik.
3. Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4. Servik mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement)

Peristiwa penting pada persalinan kala 1


1. Keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous
plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya
vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan
dinding dalam uterus.
2. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan
mendatar.
3. Selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah
dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm).5

24
4.2 KPD (KETUBAN PECAH DINI)

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks.(1)

Beberapa batasan lain mengenai ketuban pecah dini :


Menurut manuaba, Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan (6)

Sedangkan menurut Saifudin, Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang
terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai. (1)

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia
22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm
sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (6)

Menurut Mochtar, Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (6)

EPIDEMIOLOGI

Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan
aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2%
dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir
sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah.
70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas
dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan
dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%. (8)

25
ETIOLOGI

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.

1. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan selaput ketuban menjadi
rapus dan terjadi KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati
sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya
hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan
terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah. 9

PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :


 Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh.
 Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenaerasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
 Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adala :
Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

26
Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena anatara lain merokok (1)
 Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi.
 Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban.
 Banyak teori, yang menentukan hal – hal diatas seperti defek kromosom, kelainan
kolagen sampai infeksi
 Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion
dan trofoblas.
 Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan
inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. (9)

GAMBARAN KLINIS

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. (7)

DIAGNOSIS

Bila air ketuban keluar banyak dan mengandung mekonium / verniks maka diagnosis dengan
inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila keluar cairan sedikit maka diagnosa harus
didasarkan pada :
 Anamnesa (kapan keluar air, warna, bau, adakah partikel dalam cairan)
 Inspeksi (keluar cairan pervaginam)
 Inspekulo (bila fundus ditekan atau bagian trendah digoyangkan keluar cairan dari
OUE dan terkumpul di forniks posterior)
 Periksa dalam (ada cairan dalam vagina, selaput ketuban sudah tidak utuh lagi)

27
 Pemeriksaan lab (kertas lakmus: reaksi basa, mikroskopik : tampak lanugo verniks
kaseosa)
 Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis :
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau
melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.
2. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
3. Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin
4. ProteinC-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis (8)

DEFIRENSIAL DIAGNOSA

Diffential diagnosis dari ketuban pecah dini adalah:


1. Cairan dalam vagina (urine/ fluor albus)
2. Hind water and fore water of the membrane. (9)

KOMPLIKASI

1. Infeksi intrapartum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.


2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. Pecahnya selaput
ketuban (spontan atau artifisial ) akan mengawali rangkaian proses berikut: Cairan
amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun; Produksi prostaglandine,
sehingga merangsang proses persalinan; HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu)
; menjadi semakin kuat ( bila sudah inpartu)
3. Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering
terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).
4. Oligohidramnion bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.(8)

28
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya


infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.

A) Konserpatif

1. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun pada
janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisisn bila tidak tahan ampisilin)
dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss negative
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi
pada kehamilan 37 minggu.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu kematangan paru
janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali. (1)

B) Aktif

a) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 50,xg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali

b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan diakhiri :

1. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
2. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam (1)

29
Keadaan serviks Nilai

0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1 -2 3 -4 5-6

Pendataran serviks 0-30 % 40-50% 60-70% 80%

Konsistensi serviks keras sedang Lunak

Posisi serviks posterior tengah Anterior

Penurunan -3 -2 -1 +1 +2

Table 1 : Score pelvic menurut Bishop

Sedangkan menurut Manuaba tentang penatalaksanaan KPD adalah :

1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru sehingga


mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat
2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis,
maningitis janin, dan persalinan prematuritas
3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung
dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin
dapat terjamin.
4. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup,
perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan
janin tidak dapat diselamatkan
5. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat
pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk
menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya. (8)
Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia biparietal
dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan
paru.

30
4.3 Preeklamsia
Preeklamsia ringan, preeklampsia berat, eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah
kehamilan 20 minggu disertai proteinuria . Disebut ;
a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, dan proteinuria +1.

b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, proteinuria ≥ +2 atau
≥ 5g/24 jam, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala,
gangguan penglihatan dan oliguria. (impending)

Menurut The American Congress of Obstetrician and Gynecologist (ACOG) Preeklamsia


dikatakan berat apabila disertai dengan keadaan sebagai berikut: (10)

 Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg


 Trombositopenia (<100.000) sel/mm3
 Kenaikan kadar kreatinin plasma
 Gangguan visus dan serebral
 Nyeri epigastrium / kuadran kanan atas abdomen yang tidak mereda diberika
pengobtaan
 Edema paru dan sianosis
 Hemolisis mikroangiopatik
 Gangguan fungsi hepar
 Sindrom HELLP

c. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita ini
menunjukkan gejala-gejala preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat kelainan
neurologik).

Faktor Resiko

Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokan dalam faktor resiko, sebagai berikut: (11)
 Primigravida, primipaternitas
 Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis,
bayi besar

31
 Umur yang ekstrim ( <20 tahun, >35 tahun)
 Riwayat keluarga pernah preeklamsi/eklamsi
 Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
 Obesitas

3.3 Patofisiologi preeklampsia


Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Beberapa
teori yang mendukung latar belakang preeklampsia : (12)

a) Remodelling arteri spiralis

Pada wanita dengan kehamilan normal rahim dan plasenta mendapat darah dari cabang
arteri uterina dan arteri ovarica. Terjadi invasi trofoblast kedalam lapisan otot arteri spiralis
yang menyebabkan terjadinya dilatasi arteri spiralis sehingga matriks menjadi gembur dan
lumen arteri berdistensi dan dilatasi yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan
penurunan resistensi vaskuler serta peningkatan aliran darah uteroplasenta sehingga aliran
darah ke janin menjadi banyak dan perfusi jaringan meningkat.

Pada wanita yang mengalami hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblast pada lapisan otot arteri spiralis sehingga lapisan otot tetap kaku dan keras, lumen
a.spiralis tidak berdistensi dan berdilatasi (a.spiralis relatif vasokonstriksi) akibatnya terjadi
kegagalan remodelling arteri spiralis dan aliran darah uteroplasental menurun sehingga terjadi
hipoksia dan iskemik plasenta.

b) Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


Plasenta yang iskemik dan hipoksia menghasilkan oksidan yang toksis terhadap sel
endotel pembuluh darah dan merusak membran sel. Disfungsi ini menyebabkan gangguan
metabolisme prostaglandin sehingga kadar tromboksan lebih tinggi dari protasiklin sehingga
terjadi vasokonstriksi dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

c) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin


Hal ini dengan adanya fakta sebagai berikut:

o Primigravida > multigravida


o Multipara yang menikah kembali mempunya risiko yang lebih besar

32
o HLA-G berkurang di desidua daerah plasenta sehingga akan menghambat invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua sehingga dilatasi arteri spiralis terganggu.
d) Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada hipertensi terjadi hilangnya daya refrakter sehingga pembuluh darah menjadi peka
terhadap bahan-bahan vasopresor.

e) Teori genetika
Genotip ibu lebih berperan dimana pada ibu dengan preeklampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.

f) Teori defisiensi gizi

Minyak ikan akan menurunkan risiko preeklampsi, hal ini dikarenakan karena minyak
ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang akan menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

g) Teori stimulus inflamasi

Pada kehamilan normal jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar sehingga reaksi
inflamasi masih dalam batas normal. Pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif
sehingga terjadi peningkatan debris apoptosis dan nekrotik trofoblas yang akan mengaktivasi
sel endotel dan sel makrofag yang akan menyebabkan reaksi sistemik inflamasi sehingga
timbul gejala-gejala preeklampsi.

33
Penyakit Gangguan Trofoblas
vaskuler ibu Plasentasi Berlebihan

Faktor genetik,
Imunologi,
atau, Inflamasi

Penurunan
Perfusi
Uteroplasenta

Zat Vasoaktif : Aktivasi Zat perusak :


Prostaglandin, Endotel Sitokin,
Nitro-oksida, Peroksidase
Endotelin Lemak

Kebocoran Aktivasi
Vasospasme
kapiler koagulasi

Iskemia
Hipertensi oliguria Edema Proteinuria
hepar

Trombositopenia
Kejang Solusio Hemokonsentrasi

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi pada kehamilan

Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia


a) Volume plasma : penurunan volume plasma 30-40% (pemenuhan
kebutuhan janin). timbul hipovolemi → vasokonstriksi

→ hipertensi

b) Hipertensi : Hipertensi terjadi akibat vasospasme menyeluruh ≥ 140/90


mmHg

c) Fungsi ginjal : Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh: (11)

- Penurunan aliran darah ke ginjal sehingga timbul oligouria


dan anuria
- Kerusakan glomerulus → proteinuria (dalam akhir
kehamilan)
- Glomerular capillary endotheliosis, yaitu terjadi
pembengkakan sel endotel glomerular sehingga timbul
deposit fibrin

34
- Gagal ginjal akut karena nekrosis tubulus ginjal yang
bersifat ireversibel
- Kerusakan intrinsik jaringan ginjal.
- Asam urat serum akan meningkat ≥ 5 mg/cc karena
penurunan sekresi asam urat atau akibat iskemik jaringan.
- Kreatinin meningkat lebih dari 1 mg/cc.
d) Elektrolit : Hipoksia menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa

e) Tekanan osmotik : Tekanan koloid plasma atau tekanan onkotik menurun karena
terjadi kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas
f) Koagulasi : Terjadi trombositopenia, peningkatan FDP, penurunan anti-
trombin III, peningkatan fibronectin.
g) Viskositas darah : Viskositas darah yang meningkat akan mengakibatkan
peningkatan resistensi perifer dan mengurangi aliran darah ke
organ
h) Hematokrit : Hematokrit meningkat karena terjadi hipovolemi
i) Edema : Terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel
kapiler. Patologik bila terdapat pada muka atau tangan.
j) Hematologik : Terjadi peningkatan hematokrit, trombositopenia (< 100.000
sel/mm), peningkatan viskositas darah
k) Hepar : Terjadi vasospasme, iskemik, perdarahan.
l) Neurologik : hipoperfusi sebabkan vasogenik edema, timbul nyeri kepala
gangguan visus maupun hiperrefleksi
m) Kardiovaskuler : peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan
cardiac pre-load akibat hipovolemik.
n) Paru-paru : penyebab kardiogenik karena payah jantung dan, non
kardiogenik karena peningkatan permeabilitas vaskuler
kapiler paru
Komplikasi
Penyulit pada ibu:
a. SSP:
- PIS
- Thrombosis vena sentral
- Hipertensi encephalopati

35
- Edema cerebri / retina
- Retino detachment
- Kortical blindness
b. Gastrointestinal – hepatik:
- Subscapula hematom
- Ruptur capsula hepar
c. Ginjal:
- Gagal ginjal akut
- Necrosis tubular akut
d. Hematologik:
- DIC
- Trombositopeni
e. Kardiopulmoner:
- Edema paru (akiba tkardiogenik / payah jantug atau non-kardiogenik (kerusakan
endotel kapiler paru)
- Depresi napas
- Cardiac arrest
- Ischemi miokard
f. Lain-lain:
- Asites
Penyulit pada janin: (12)
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini
mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel
endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono
prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth
restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir
rendah, dan solusio plasenta.

Penanganan Preeklampsi Berat

Penanganan terhadap preeklampsi berat biasanya dibagi menjadi 2 sikap, yaitu, sikap
terhadap penyakit, dilakukan pengobatan medikamentosa dan sikap terhadap kehamilan
adalah terminasi jika hemodinamika stabil.

1. Medikamentosa

36
a. Tirah baring : pasien PEB harus dirawat dirumah sakit dan dianjurkan untuk
tirah baring ke sisi kiri.
b. Pengawasan cairan : pengawasan input dan output dilakukan untuk memantau
komplikasi PEB berupa edema paru dan oliguria yang disebabkan hipovolemi
dan vasospasme serta penurunan tekanan osmotik dan onkotik. Input dengan
pemberian cairan RL 80 cc/jam (1 ml/kg/jam) untuk mengatasi efek
hipovolemik akibat preeklampsi. Ringer asetat dianggap memiliki kelebihan
karena proses pembentukan bikarbonat dari asetat terjadi di otot, sedangkan
laktat menjadi bikarbonat memerlukan fungsi hepar yang baik, dimana pada
pre-eklampsia sering terjadi gangguan hepar. Oliguria bila urin <30 cc/jam
dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Pemantauan gejala sesak pada pasien dan
auskultasi untuk menilai edema paru.(13)
c. Pemberian obat antikejang
MgSO4 adalah drug of choice untuk antikejang terhadap preeklampsia, selain
diazepam dan fenitoin. Studi Trial Collaborative Group melaporkan manfaat
yang lebih baik dengan MgSO4 dibanding diazepam ataupun fentoin pada
eklampsia. MgSO4 bekerja intrasel, bertindak sebagai Ca-Channel Blocker
terhadap reseptor NMDA dan menyebabkan penurunan potensial aksi
sehingga rangsangan tidak terjadi. Terapi magnesium sulfat memiliki efek
multiorgan, selain bekerja intrasel (saraf perifer), MgSO4 juga mempengaruhi
sistem kardiovaskular, respirasi ,endokrin, reproduksi dan di ekskresi lewat
ginjal. MgSO4 memiliki efek flushes (rasa panas)
Regimen MgSO4 ;(11)
 Loading dose : 4 gr MgSO4 40% (10 cc) i.v selama 15 menit bolus
dengan syringe pump
 Maintenance dose : 6 gr MgSO4 40% (15 cc) dalam RL 500 cc i.v /
MgSO4 1gr/jam dalam RL 500 cc per 6 jam (20tpm) i.v / MgSO4 40%
4gr i.m.
 Kejang berulang, MgSO4 40% 2 gr (5cc) i.v
Dengan syarat ;

 Tersedia antidotum, Ca Glukonas 10% (10 ml)+ 10 ml Aquabidest


dalam syringe 20 cc i.v perlahan 3 menit
 Refleks patella kuat

37
 Frekuensi napas > 16xmenit, tidak ada tanda distress pernapasan
 Dihentikan apabila terdapat intoksikasi, 24 jam post partum dan 24 jam
setelah kejang terakhir
Magnesium sulfat memiliki dosis terapeutik 4,8-8,4 mg/dl. Dengan dosis 12
mg/dl reflex tendon akan hilang, terjadi henti napas di pemberian 18 mg/dl
dan henti jantung pada dosis >36 mg/dl.

d. Diuretika

diuretika hanya diberikan jika terdapat edem paru, payah jantung atau edema
anasarca. Hal ini karena dapat memperberat hipovolemia dan menurunkan
perfusi uteroplasenta Pilihannya adalah furosemide

e. Anti hipertensi

Belfort menggunakan batasan ≥160110 mmHg untuk pemberian


antihipertensi.Target penurunan tekanan darah adalah 25% diawal (<160/105)

 First Line dan pilihan di Indonesia : Nifedipin, sebagai Ca-Channel Blocker


dengan dosis 10-20mg peroral, dapat diulang tiap 30 menit. Dosis
maksimum 120 mg/24 jam
 Intravenous :
o Hidralazin, sebagai vasodilator. Bekerja pada arteriol meningkatkan
volume intravaskular. Dosis 5 mg i.v bolus dapat dinaikkan tiap
5mg/20 menit sampai maksimum 4 dosis.
o β-blocker (Labetalol) 20 mg i.v 5 menit, dapat di naikkan 20 mg/ 20
menit sampai dosis maksimal 180 mg. tidak diberikan pada
penderita asma
o klonidine (Catapres) 1 ampul + 10 cc aquabidest
2. Sikap Terhadap Kehamilan

Menurut Williams Obstetrics, sikap terhadap kehamilan dapat dibagi menjadi 2 ;

a. Aktif : Terminasi kehamilan bersama pemberian medikamentosa


Ibu :
- Jika umur kehamilan ≥ 37 minggu untuk PEB dan > 37 minggu untu
PER

38
- Terdapat gejala impending eclampsia
- Keadaan klinis dan laboratorik memburuk
- Dugaan solution plasenta
- Inpartu, ketuban pecah dini atau perdarahan
Janin :

- Tanda fetal distress (DJJ <130x/mnt >160x/mnt)


- Tanda IUGR (Intra Uterine Growth Restriction)
- NST (Non-Stress Test) non-reaktif
- Oligohidramnion
Laboratorium

- Tanda HELLP syndrome, penurunan trombosit cepat.


b. Konservatif : pertahankan kehamilan bersama pemberian medikamentosa, jika
kehamila <37 minggu tanpa gejala impending. Evaluasi dan observasi. Jika
dalam 24 jam tidak terjadi perbaikan maka disebut kegagalan pengobatan dan
harus diterminasi.

Manajemen persalinan

Terminasi kehamilan merupakan pilihan pada pasien dengan indikasi perawatan aktif.
Bila penderita memenuhi syarat, maka persalinan pervaginam merupakan cara yang terbaik
untuk penderita pre-eklampsia-eklampsia. Terminasi kehamilan bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) yang dapat dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan
berupa ; 1) setelah pemberian obat anti kejang terakhir; 2) setelah kejang terakhir; 3) setelah
pemberian obat anti hipertensi terakhir; 4) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).

Terminasi dilakukan jika tekanan darah sudah terkendali, pemberian anti kejang
sudah selesai, apabila terdapat kejang sudah berhenti dan hipoksia telah dikoreksi. Induksi
persalinan dapat dilakukan bila hasil NST normal. Pemberian drip oksitosin dilakukan bila
nilai Bishop Score ≥5. Sectio caesaria dilakukan bila : 1.) syarat drip oksitosin tidak dipenuhi
atau adanya kontraindikasi drip oksitosin; 2.) persalinan belum terjadi dalam waktu 12 jam;
3.) bila hasil NST patologis.

39
Manajemen post-partum

Setelah melahirkan penderita masih harus diawasi selama 24 jam. Pencegahan post
partum eklampsia yang biasanya terjadi dalam 24-48 jam setelah melahirkan, k terapi dapat
diberikan MSO4 tetap harus diberikan sampai 24 jam post-partum atau 24 jam setelah kejang
terakhir. Pemeriksaan laboratorium dilakukan setelah 24 jam persalinan.(11)

40
BAB IV

KESIMPULAN

Perdarahan antepartum dapat berasal dari kelainan plasenta dan bukan dari kelainan
plasenta. Perdarahan yang cepat dan banyak berasal dari kelainan plasenta. Frekuensi
terbanyak ialah plasenta previa dan solutio plasenta. Perdarahan antepartum adalah
perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 28 minggu, faktor-faktor terjadinya
perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta, ruptur sinus marginalis,
plasenta letak rendah atau vasa previa, dan pentingnya diagnosa secara dini membantu
penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas. Penggunaan
Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa secara cepat
serta penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas
dan morbiditas ibu dan janin.

Pada kala I persalinan adalah proses Kala satu persalinan biasanya disebut kala
pembukaan dimulai dari adanya kontraksi yang teratur dan meningkat (frekuensi, durasi,
kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Dalam Kala I persalinan terdapat 2
fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fasi aktif debedakan lagi menjadi 3 fase yaitu fase
akselerasi, dilatasi maksimal dan deselerasi. Ada beberapa perbedaan antara Kala I persalinan
pada primigravida dan multigravida. Peristiwa penting selama kala I persalinan adalah
terjadinya HIS, keluarnya bloody show dan pecahnya air ketuban

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien Ny.D G5P4A0
35 tahun hamil 39 minggu datang dengan keluhan perdarahan. Pasien mengatakan HPHT 5
Juni 2015 dan taksiran partus 12 Maret 2016. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan
TFU 30 cm, DJJ 142x/menit, VT : dilatasi serviks 1 cm, penipisan 20-30%, konsistensi
sedang, posisi anterior dan penurunan kepala hodge I. Diagnosis awal masuk pada pasien ini
adalah G5P4A0 35 tahun hamil 39 minggu, Janin tunggal, hidup intrauterin, presentasi kepala,
punggung kiri, kepala sudah masuk pintu atas panggul sebanyak 2/5 dengan antepartum
hemorrhage. Sedangkan diagnosis akhir pada pasien ini adalah P5A0 35 tahun post SC dan
MOW atas indikasi kala 1 lama.

41
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, Abdul Bari, dkk : Buku Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2010.
2. Mochtar, Rustam, : Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Edisi
Kedua, EGC, Jakarta, 1998; 269 -278.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Perawatan Ibu dan Anak di Rumah
Sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Biro Hukum dan Humas Depkes RI.
4. Ibrahim, 1998. Perawatan Kebidanan Jilid 2. Jakarta: Bratara.
5. Manuaba, I.B. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
6. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung,
Obstetri Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset Bandung, halo 110-120.
7. Universitas Sumatra utara.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24515/5/Chapter%20I.pdf
8. Amrie Wibowo. 2010. Ketuban pecah dini
http://rizkykomputer.wordpress.com/2010/06/01/ketuban-pecah-dini-kpd/
9. Idra Perdana Kusuma. 2008. Pengantar kuliah kebidanan. Diktat kuliah Kebidanan
dan Penyakit Kandungan FK-UWKS

10. The American Congress of Obstetrician and Gynecologist.2013. Hypertension in


Pregnancy. Obstetrics & Gynaecology Vol. 22. Available from :
http://www.acog.org/~/media/Districts/District%20VIII/HypertensionPregnancy.pdf
?dmc=1&ts=20140527T0350044350
11. Angsar DH. Dalam Purwohardjo S. Ilmu Kebidanan.2010. Hipertensi dalam
Kehamilan. ECG; Jakarta. P. 622-640.
12. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Haunt JC, Wenstrom KD.
Williams obstetrics, 22 edition. New York, McGraw-Hill, 2007, p 766-804.
13. Royal Cornwall Hospital.2015. Eclampsia dan Severe Pre-eclampsia Clinical
Guideline. NHS:UK. Available from :
http://www.rcht.nhs.uk/DocumentsLibrary/RoyalCornwallHospitalsTrust/Clinical/M
idwiferyAndObstetrics/PreEclampsiaEclampsiaGuidelineForTheManagementOfSev
ere.pdf

42

Anda mungkin juga menyukai