KONJUNGTIVIS ALERGI
Oleh:
Rauzah Munziah
Pembimbing:
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ke hadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi dan berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Konjungtivitis Alergi”.
Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW,
atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya.
Adapun tugas laporan kasus ini berjudul “Konjungtivitis Alergi”. Diajukan
sebagai salah satu tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior pada
bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala,
Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada dr. Saiful Basri, Sp. M yang telah meluangkan waktunya untuk
memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima dengan
tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
BAB V KESIMPULAN.............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar Krause berada di forniks atas dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar
Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.5
2.2 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi
bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut
menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata
merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata
berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.7
Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi.
Konjungtivitis alergi adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh
reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe humoral ataupun sellular.7
2.3 Epidemiologi
Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen
musiman yang tinggi. Konjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis
dan panas seperti daerah mediteranian, Timur Tengah dan Afrika. Konjungtivitis
vernal lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutama
usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset pada dekade pertama dan menetap selama
2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum onset pubertas dan kemudian
berkurang. Konjungtivitis atopik umumnya lebih banyak pada dewasa muda.4
2.4 Etiologi
6. Sitokin
Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang
memicu demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh
hati, memicu peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang. Beberapa macam
sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF- a (tumor necrosis
factor alpha).
7. Mediator lain ( dihasilkan akibat proses fagositosis)
Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal.
Oksigen dan nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk
mikroorganisme. Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi
hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang berlaku apabila individu yang sudah
tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan antigen yang spesifik. Respon alergi
pada mata merupakan suatu rangkaian peristiwa yang dikoordinasi oleh sel mast.
Beta chemokins seperti eotaxin dan MIP- alpha diduga memulai aktifasi sel mast
pada permukaan mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi sensitisasi yang
akan mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen spesifik.
Sel T yang berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan
merangsang produksi antigen spesifik imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan
dengan IgE reseptor pada permukaan sel mast. Kemudian memicu pelepasan
sitokin, prostaglandin dan platelet activating factor. Sel mast menyebabkan
peradangan dan gejala-gejala alergi yang diaktivasi oleh sel inflamasi. Ketika
histamin dilepaskan oleh sel mast, histamin akan berikatan dengan reseptor H1
pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal. Histamin
juga akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah
konjungtiva dan menyebabkan vasodilatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast
seperti chemokin, interleukin IL-8 terlibat dalam memicu netrofil. Sitokin
TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4, IL-6, IL-13 yang akan memicu
peningkatan sensitivitas.7
3. Konjungtivitis iatrogenik
4. Sindrom Steven Johnson
5. Konjungtivitis Atopik
2.6.1 Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis vernal reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua
mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan
rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi
eosinophil atau granula eosinophil, pada kornea terdapat keratitis,
neovaskularisasi dan tukak indolen.
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada
musim panas. Mengenai pasien muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin
sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia 10 tahun. Penderita konjungtivitis
vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-
rumputan. Ada dua tipe konjungtivitis vernal:
a. Bentuk palpebra
Pada tipe palpebra ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior,
terdapat pertumbuhan papil yang besar atau cobblestone yang diliputi secret
yang mukoid. Konjungtiva inferior hiperemi dan edema dengan kelainan kornea
lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinis, papil besar ini tampak
sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler
di tengahnya.
b. Bentuk limbal
Pada tipe limbal terdapat hipertrofi pada limbus superior yang
dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin. Terdapat juga panus dengan
sedikit eosinophil.2Keratokonjungtivitis vernal ditandai dengan sensasi panas
dan gatal pada mata terutama apabila pasien berada di daerah yang panas.
Gejala lain termasuk fotofobia ringan, lakrimasi, sekret kental dapat ditarik
seperti benang dan kelopak mata terasa berat.5,9
Pada tipe palpebral, terdapat papil-papil besar/raksasa yg tersusun seperti
batu bata (cobble stones appearance). Cobble stones menonjol, tebal dan
kasar karena serbukan limfosit, plasma,eosinofil dan akumulasi kolagen dan
fibrosa. Hal ini dapat menggesek kornea sehingga timbul ulkus kornea.5,9
Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit,
fotofobia dapat ringan hingga berat. Bila kornea ikut terkena selain daripada rasa
sakit, pasien juga akan merasa silau disertai blefarospasme.
Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu, dengan kemungkinan terjadi
kekambuhan. Keadaan akan lebih berat bila terkena kornea. Diagnosis banding
dari konjungtivitis flikten adalah pinguecula iritan, ulkus kornea, ocular rosazea
dan keratitis herpes simpleks.
Pengobatan pada konjungtivitis flikten adalah dengan diberi steroid
topikal, midriatika bila terjadi penyulit pada kornea, diberi kacamata hitam karena
adanya rasa silau yang sakit. Diperhatikan higiene mata dan diberi antibiotika
salep mata waktu tidur dan air mata buatan. Sebaiknya dicari penyebabnya seperti
adanya tuberculosis, blefaritis stafilokokus kronik dan lainnya. Penyulit yang
dapat timbul adalah menyebarnya flikten ke dalam kornea atau terjadinya infeksi
sekunder sehingga timbul abses.
Kelainan ditandai dengan lesi pada kulit dan mukosa. Kelainan pada kulit
berupa lesi eritema yang dapat timbul mendadak dan tersebar secara simetris.
Mata merah dengan demam dan kelemahan umum dan sakit pada sendi
merupakan keluhan penderita dengan sindrom Steven Johnson. Sindrom ini
disertai dengan gejala vesikel pada kulit, bula dan stomatitis ulseratif.
Pada mata terdapat vaskularisasi kornea, parut konjungtiva, konjungtiva
kering, simblefaron, tukak dan perforasi kornea dan dapat memberikan penyulit
endoftalmitis. Kelainan mukosa dapat berupa konjungtivitis pseudomembran.
Pada keadaan lanjut dapat terjadi kelainan, yang sangat menurunkan daya
penglihatan.
Pengobatan bersifat simptomatik dengan pengobatan umum berupa
kortikosteroid sistemik dan infus cairan antibiotik. Pengobatan lokal pada mata
berupa pembersihan sekret yang timbul, midriatika, steroid topikal dan mencegah
simblefaron. Pemberian kortikosteroid harus hati-jati terhadap adanya infeksi
herpes simpleks.
2.6.5 Konjungtivitis Atopik
Konjungtivitis atopik adalah inflamasi konjungtiva bilateral dan juga
kelopak mata yang berhubungan erat dengan dermatitis atopi. Individu dengan
konjungtivitis atopik umumnya menunjukkan reaksi hipersensitivitas tipe 1,
tetapi imunitas selluler yang rendah. Oleh karena itu, pasien konjungtivitis
atopik beresiko untuk mendapat keratitis herpes simplex dan kolonisasi oleh
Staphylococcus Aureus.7
Gejala konjungtivitis atopik berupa sensasi terbakar, bertahi mata,
berlendir, merah, dan fotofobia. Pada pemeriksaan tepi palpebra eritemosa, dan
konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla
raksasa tidak berkembang seperti pada konjungtivitis vernal dan lebih sering
terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papila raksasa pada konjungtivitis
vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat
muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi
berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan
bervaskularisasi dan ketajaman penglihatan menurun.5,9
12
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma atau ekzema) pada
pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopi
sejak bayi. Konjungtivitis atopik berlangsung lama dan sering mengalami
eksaserbasi dan remisi. Seperti konjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung
dinilai adapakah ada tanda komplikasi seperti keratitis dan ulkus kornea.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan tes total serum IgE
antibodi untuk penilaian secara sistemik, dan juga menilai total IgE serum pada
air mata untuk penilaian secara lokal. Selain itu pada sekret juga dapat dinilai tipe
alergi yang terjadi yang ditandai dengan terdapatnya eosinofil.
Pada anamnesis diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun
keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis
konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit
ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair,
kemerahan dan fotofobia.12
Gambar 2.7
Gambaran pada konjungtivitis alergi10
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan terutama menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan
memberikan astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah yang
kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada
kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik.8
Penatalaksanaan pada konjungtivitis vernal berupa:
a. Terapi lokalis
- Steroid topical : Penggunaannya efektif pada konjungtivitis vernal, tetapi harus
hati-hati karena dapat menyebabkan glaukoma. Pemberian steroid dimulai
dengan pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan
terapi maintainance 3-4 kali sehari selama Selama 2 minggu. Steroid yang
sering dipakai adalah fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan
dexamethasone. Fluorometholon dan medrysone adalah paling aman antara
14
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identifikasi
Nama : Nn. I
Umur : 19 tahun
Alamat : Seulimum
Pekerjaan : Siswi
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
CM : 1159093
Tanggal Pemeriksaan : 23 Januari 2018
Keluhan Utama:
Mata berair
Pasien datang dengan keluhan utama mata sering berair. Keluhan sudah
dirasakan dikedua mata sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan terkadang disertai mata
merah, perih dan gatal. Riwayat operasi pada mata (-), kelainan pada permukaan
mata (-) serta pandangan berkabut (-). Riwayat hipertensi dan Diabetes Melitus
disangkal. Riwayat Atopi (+). Pasien mengaku keluhan semakin parah ketika
terkena debu.
15
16
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Foto Klinis
Status
Oftalmologikus
OD OS
Segmen Anterior
Palpebra superior Hiperemis (-) edema (-) Hiperemis (-) edema (-)
Palpebra inferior Hiperemis (-) edema (-) Hiperemis (-) edema (-)
Konjungtiva tarsus superior Papil (-) folikel (-) Papil (-) folikel (-)
Konjungtiva tarsus inferior Papil (-) folikel (-) Papil (-) folikel (-)
Konjungtiva bulbi Hiperemis (+), Injeksi (-) Hiperemis (+), Injeksi (-)
17
Bilik Mata Depan Sedang, jernih Sedang, jernih
Pemeriksaan slitlamp
4. Diagnosis Kerja
Konjungtivitis Alergi
5. Penatalaksanaan
Conver 2% ED (Cromolyn Sodium )
Cetrizine 1 x 1
6. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
18
Quo ad sanactionam : Bonam
19
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
22
23
DAFTAR PUSTAKA
8. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2014.
23
23
13. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9. 2010. Jakarta: Penerbit Asli
(MIMS Pharmacy Guide)
23