Anda di halaman 1dari 23

CASE REPORT

KONJUNGTIVITIS

Disusun Oleh :
Giri Mahesa Putra Zatnika 1102012100

Pembimbing :
Mayor CKM dr. Leidina R. Sp.M
Kolonel (Purn) dr. Dasril Dahar Sp.M

Kepaniteraan Klinik
Departemen Ilmu Penyakit Mata
Periode 24 Februari– 28 Maret 2018
Rumah Sakit TK. II Moh. Ridwan Meuraksa
Jakarta Timur 2020

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. D
Umur : 11 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pinang Ranti , Jakarta Timur
Pekerjaan : Sekolah SD
Pendidikan : SMA
Tgl. Pemeriksaan : 4 Maret 2020

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 4 Maret 2020
Keluhan Utama : Mata berair
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik mata RS TK.II Moh. Ridwan Meuraksa
dengan keluhan penglihatan mata berair pada mata kiri dan kanan. Keluhan
mata berair pada mata kiri dan kanan dirasakan sejak 2 hari SMRS yang
semakin mengganggu Di Karenakan Terkena Pasir saat baermain Bola
Sebelumnya
Penglihatan berair disertai mata merah, gatal dan badan terasa pegal-
pegal. Mata mengeluarkan banyak air mata yang terus menerus. Pasien
mengatakan keluhan tidak disertai mata sukar dibuka (blefarospasme), nyeri,
penglihatan seperti melihat pelangi saat melihat lampu.

Riwayat Penyakit Dahulu :


1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
4. Riwayat trauma mata : disangkal
5. Riwayat pemakaian softlens : disangkal

2
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit serupa.
Riwayat Obat-obatan :
Pasien tidak sedang menggunakan obat tetes mata dalam jangka waktu lama.
Pasien mengkonsumsi obat dexamethason
Riwayat Operasi :
Pasien tidak pernah operasi mata sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan :
Setiap hari Pasien membersihkan rumah pada pagi hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital:
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
Pernapasan : 20 x/ menit
Suhu : 36.4 OC
Status Generalis : dalam batas normal.

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus VOD: 6/10 VOS: 6/10
Muscle Balance Orthotropia
Gerakan Bola Normal ke segala arah Normal ke segala arah
Mata

Palpebra Superior Entropion -, ektropion -, Entropion -, ektropion -,


lagoftalmus -, ptosis -, lagoftalmus -, ptosis -,
blefarospasme - blefarospasme -
Palpebra Inferior Entropion -, ektropion -, Entropion -, ektropion -,
lagoftalmus -, ptosis -, lagoftalmus -, ptosis -,

3
blefarospasme - blefarospasme -
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
App. Lakrimal Hiperlakrimasi (+), Hiperlakrimasi(+),
Punctum terbuka Punctum terbuka
Konjungtiva Corpal -, folikel -, papil - Corpal -, folikel -, papil
Tarsal Superior -
Konjungtiva Corpal -, folikel -, papil - Corpal -, folikel -, papil
Tarsal Inferior -
Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva(+) Injeksi konjungtiva(+)
Kornea Jernih Jernih
COA Jernih, sedang Jernih, sedang
Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Diameter ±2 mm ±2 mm
RC Direk/Indirek +/+ +/+
Iris Sinekia (-) Sinekia (-)
Lensa Shadow test (-) Shadow Test (-)

Visus : VOD = 6/10


VOS = 6/10
Tonometri palpasi : TIO OD=OS dalam batas normal

Pemeriksaan lain : tidak dilakukan

Gambar 1. ODS konjungtivitis


IV. Resume

4
Pasien perempuan, usia 28 tahun datang ke poliklinik mata RS TK.II Moh. Ridwan
Meuraksa dengan keluhan penglihatan mata berair pada mata kiri dan kanan.
Keluhan mata berair pada mata kiri dan kanan dirasakan sejak 2 hari SMRS yang
semakin mengganggu. Penglihatan berair disertai mata merah, gatal dan badan
terasa pegal-pegal. Mata mengeluarkan banyak air mata yang terus menerus. Pasien
mengatakan keluhan tidak disertai mata sukar dibuka(blefarospasme), nyeri,
penglihatan seperti melihat pelangi saat melihat lampu.

Pada pemeriksaan oftalmologi


OD: injeksi konjungtiva(+). OS: injeksi konjungtiva(+)
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/10
VOS = 6/10

Tonometer palpasi = TIO ODS dalam batas normal.

V. Diagnosis
Konjungtivitis ODS

Diagnosis Banding
Konjungtivitis bakteri

VI. Pemeriksaan Penunjang


- Rencana Pemeriksaan

1. Slit Lamp

2. Pemeriksaan mikroskopik

3. Tes hipersensitivitas IgE spesifik

VII. Rencana Penatalaksanaan


floxacin ED 6x1

Xitrol ED 6x1

5
VIII. Prognosis
OD OS
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad Functionam ad bonam ad bonam
Quo ad Sanactionam ad bonam ad bonam

BAB II

ANATOMI KONJUNGTIVA
Kulit kelopak mata menyatu ke dalam kulit periorbital sekitarnya,
bervariasi dari 0,5 mm di margin kelopak mata hingga 1 mm di tepi orbital.
Kecuali untuk rambut vellus halus, hanya rambut dari kelopak mata yang
memiliki bulu mata, atau silia, yang dua kali lebih banyak sepanjang margin
kelopak mata atas dibanding kelopak mata bawah. Cilia akan terganti setiap 3-5
bulan; biasanya tumbuh kembali dalam 2 minggu setelah dipotong dan akan
tumbuh dalam waktu 2 bulan jika dicabut keluar. Silia menangkap partikel
kecil dan juga bekerja sebagai sensor untuk merangsang penutupan reflex
kelopak mata. Berkedip menambah pompa lakrimal untuk memproduksi air
mata di atas mata dan akan mendorong bahan asing dari mata.1
Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 3 bagian:
 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus.
 Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
 Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal
dengan konjungtiva bulbi.2
Pada lapisan interior kelopak mata terdapat membran mukosa yang disebut
konjungtiva palpebral. Bagian ini terletak dekat dengan bola mata. Epitel konjungtiva
palpebral adalah epitel berlapis kolumnar rendah dengan sedikit sel goblet. Epitel

6
berlapis gepeng kulit tipis berlanjut hingg ke tepi kelopak mata dan kemudian
menyatu menjadi epitel berlapis silindris konjungtiva palpebral.3
Kantung konjungtiva terdiri atas konjungtiva bulbi, konjungtiva forniks yang
terbagi atas 3 bagian, lipatan semilunar dimedial, dan konjungtiva palpebral. Serat
otot polos dari m.levator superior mempertahankan forniks superior sedangkan
jaringan fibrous di pertahankan oleh m.rectus yang secara horizontal difiksasi di
bagian temporal konjungtiva. Karunkula adalah massa jaringan berdaging yang
mengandung rambut dan kelenjar sebasea. Kelenjar tarsal
konjungtiva melekat erat ke tarsus, dan konjungtiva bulbar melekat pada kapsul
Tenon. Jaringan-jaringan ini bersatu di limbus, dan membentuk tonjolan disebut pagar
Vogt. Daerah ini banyak mengandung sel-sel induk kornea.1

Gambar 1: Potongan sagittal konjungtiva palpebra superior.1


Morfologi sel dari epitel konjungtiva bervariasi dari epitel berlapis
cuboid di daerah tarsus hingga epitel selapis columner pada forniks hingga ke
lapisan skuamous bola mata. Dari permukaan morfologi tersebut, terdapat sel
goblet berjumlah sekitar 10% dari sel basal di epitel konjungtiva. Epitel
tersebut yang paling banyak di konjungtiva tarsal dan bulbar inferonasal
konjungtiva.1
Substantia propria konjungtiva terdiri dari jaringan ikat longgar.
Jaringan konjungtiva limfoid yang terdiri dari limfosit dan leukosit lainnya

7
terdapat banyak di forniks. Limfosit berinteraksi dengan mukosa sel epitel
melalui sinyal umpan balik dimediasi oleh faktor-faktor pertumbuhan, sitokin,
dan neuropeptida. Palpebra konjungtiva mendapat suplai darah dari kelopak
mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh arteri siliaris anterior dari percabangan
arteri ophthalmic. Kapiler ini bersifat semipermeable dan fluorescein mudah
bocor seperti halnya koriokapiler.1

Konjungtiva palpebral mendapatkan suplai darah dari kelopak mata.


Konjungtiva bulbar mendapatkan suplai darah dari arteri ciliaris anterior yang
merupakan percabangan dari arteri oftalmika. 1

IV. KONJUNGTIVITIS
A. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva yang disebabkan
oleh 4 penyebab utama yaitu virus, bakteri, allergen, dan iritan. Dari keempat
hal tersebut, infeksi akut yang paling banyak terdapat pada pelayanan primer
disebabkan oleh virus dan bakteri. Sekitar 1% - 2% dari seluruh konsultasi
kesehatan keluarga. Konjungtivitis bacterial umumnya lebih sedikit didapatkan
dibanding konjungtivitis viral terutama pada orang dewasa.4
Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang melibatkan permukaan
mata dan ditandai oleh adanya suatu dilatasi vascular, infiltrasi selular, dan
eksudasi. Berdasarkan waktu perjalanannya dibagi atas konjungtivitis akut dan
konjungtivitis kronik. Dikatakan konjungtivitis akut apabila onset terjadi secara
tiba-tiba dan biasanya unilateral dengan inflamasi pada mata kedua selama atau
kurang dari 1 minggu dan lama penyakitnya tidak lebih dari 4 minggu.
Sedangkan pada konjungtivitis kronik ditegakkan bila durasi penyakit lebih
lama dari3 atau 4 minggu.5

B. Etiologi
Konjungtivitis dibagi atas 2 kategori besar:5
1. Infeksius
a) Bacterial
b) Viral
c) Parasit

8
d) Mikotik
2. Non-infeksius
a) Iritasi persisten
b) Alergi
c) Toksik (iritan, debu, asap)
d) Sebagai komplikasi dari berbagai kelainan (seperti sindrom steven
Johnson)

C. Gejala dan Tanda Klinis


Gejala khas yang ditunjukkan oleh semua pasien berupa mata merah
dan kelopak mata lengket di pagi hari karena meningkatnya sekresi. Setiap
konjungtivitis juga dapat menyebabkan pembengkakan di kelopak mata, yang
berakibat munculnya pseudoptosis. Foreign body sensation, sensasi tekanan,
dan sensasi terbakar biasanya dirasakan pasien, meskipun gejala-gejala ini
dapat bervariasi antara pasien. Rasa gatal menunjukkan adanya reaksi alergi.
Fotofobia dan lakrimasi (epifora) juga dapat muncul namun bervariasi. Adanya
blepharospasme menunjukkan keterlibatan kornea (keratoconjunctivitis).5
Gejala yang sangat prominen pada konjungtivitis akut adalah gatal
ringan, rasa mengganjal dimata, dan fotofobia ringan. Selain itu, hal yang
sering muncul berupa injeksi konjungtiva, perlengketan kelopak mata terutama
di pagi hari setelah bangun pagi, terdapat cairan purulent atau serous pada satu
atau kedua mata namun tanpa adanya tanda-tanda penurunan fungsi
penglihatan.4
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, epifora, pseudoptosis,
hipertrofi papiler, kemosis, folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma),
pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan pre-aurikuler adenopati.6

D. Metode Pemeriksaan
1) Pemeriksaan slit lamp. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat sifat dan
injeksi vaskular, sekret, pembengkakan konjungtiva, dan lain-lain dapat
dievaluasi menggunakan slit lamp. 5
2) Eversi kelopak mata. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa kelopak
mata atas dan bawah untuk melihat folikel, papila, membran, dan benda asing.
Jika diagnosis tidak pasti atau tidak terdapat respon terhadap antibiotik dan

9
nodul konjungtiva, pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan
mikrobiologi untuk mengidentifikasi jenis patogen. Penggunaan kapas
penyeka dan tabung pengiriman steril dapat digunakan untuk memeriksa
kultur apabila dicurigai klamidia. 5
3) Smear epitel. Ini digunakan untuk mendeteksi klamidia pada khususnya dan
untuk mengidentifikasi patogen pada umumnya. Epitel konjungtiva yang
memiliki sekret diusap dengan kapas lidi dan dioleskan pada slide dan dicelup
dalam larutan Giemsa dan stain Gram. Temuan sitology memberikan
informasi penting tentang etiologi konjungtivitis tersebut. 5
a) Konjungtivitis bakterial: sel granulosit dengan inti polimorf dan
ditemukan adanya bakteri
b) Konjungtivitis viral: limfosit dan monosit;
c) Konjungtivitis chlamydia: Ditemukan sel limfosit, sel plasma, dan
leukosit;
d) Konjungtivitis alergi: Temuan meliputi sel granulosit eosinophilic dan
limfosit;
e) Konjungtivitis mikotik (sangat jarang): pada pewarnaan giemsa dan
gram akan tampak adanya hifa;
4) Irigasi. Konjungtivitis dapat terjadi sebagai akibat munculnya dakriosistitis
asimtomatik atau canaliculitis karena terus menerus terpapar bakteri. Sistem
lakrimal sebaiknya sering di irigasi untuk mengurangi peradangan yang
berulang atau resisten terhadap pengobatan sehingga pemeriksa mampu
memverifikasi sumber peradangan.5

E. Klasifikasi
Konjungtivitis, berdasarkan penyebab terdiri dari:
1. Konjungtivitis bakterial
2. Konjungtivitis viral
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Jamur
5. Konjungtivitis Parasit
6. Konjungtivitis iritasi atau kimia 6

10
Berdasarkan Gambaran Klinis :6,7
• Konjungtivitis Kataral
• Konjungtivitis Purulen
• Konjungtivitis Flikten
• Konjungtivitis Membran
• Konjungtivitis Vernal
• Konjungtivitis Folikularis

Konjungtivitis kataralis dibagi menjadi 3, yaitu:


1. Konjungtivitis Kataralis Akut
Disebut juga konjungtivitis mukopurulen, konjungtivitis akut simplek
“pink eye”. Merupakan penyakit menular dengan penularan melalui kontak
langsung dengan secret konjungtiva. Dapat mengenai satu atau dua mata.7
Bias disebabkan oleh Koch Weeks, stafilokokus aureus, streprokokus
viridians, atau virus. Biasanya diakibatkan oleh infeksi virus (adenovirus).
Konjungtivitis kataralis akut kadang-kadang dapat sembuh sendiri oleh
resistensi tubuh selama 1-2 minggu.7
 Gejala subyektif biasanya adalah:7
a. Terasa seperti ada pasir atau ada benda asing di mata
b. Lakrimasi (keluar air mata terus menerus)
c. Blefarospasme (mata sulit dibuka)
d. Fotofobia

 Gejala objektif biasanya adalah:7


a. Palpebra : edema
b. Konjungtiva Palpebra : merah, kasar, seperti beludru karena adanya
edema dan infiltrasi
c. Konjungtiva bulbi : konjungtiva injeksi banyak, kemosis, dapat
ditemukan pseudomembran pada infeksi dengan pneumokokus.
Kadang-kadang disertai perdarahan subkonjungtival kecil-kecil,
baik di konjungtiva palpebra maupun di konjungtiva bulbi.
d. Blefarospasme

11
e. Secret mucus, mukopurulen
2. Konjungtivitis Kataralis Sub-akut
Merupakan lanjutan dari konjungtivitis kataralis akut atau oleh kuman
H.influenza.
 Gejala objektif:7
a. Palpebra : edema
b. Konjungtiva palpebra : hiperemis, tidak begitu infiltrate
c. Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), blefarospasme (-)
d. Secret cair
3. Konjungtivitis Kataralis kronik
Sebagai lanjutan dari konjungtivitis kataralis akut atau disebabkan oleh
kuman Koch Weeks, stafilokokus aureus, Morax Axenfeld, E.coli. dapat pula
disebabkan oleh obstruksi duktus nasolakrimal.7
 Gejala subjektif :
gatal, ngeres, rasa berat di mata, pagi banyak kotoran dimata, mata
terasa berpasir.
 Gejala objektif :
a. Palpebra : tidak bengkak
b. Margo palpebra : blefaritis
c. Konjungtiva palpebra : sedikit hiperemis, licin
d. Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva ringan, dapat bilateral,
mengenai anak dan dewasa
e. Sekret : mukoid

1. Konjungtivitis bakterial
a. Definisi
Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan
oleh bakteri. Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi
genokok, meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia,
Hemophilus influenza dan Eschericia coli. Memberikan gejala berupa sekret

12
mukopurulen dan purulen, kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang-
kadang disertai keratitis dan blefaritis. Terdapat papil pada konjungtiva dan
mata merah. Konjungtivitis bakteri ini mudah menular.2

b. Etiologi dan Faktor Risiko


Konjungtivitis bakteri umumnya memiliki manifestasi akut atau
subakut dengan kemerahan, sekret, pembengkakan, robekan, dan iritasi. Visus
biasanya tidak terganggu. Selain itu rasa nyeri jarang ditemukan dan mungkin
dapat dijadikan diferensial diagnosis yaitu episcleritis. Sekret dapat bersifat
mukopurulen atau hanya bersifat purulen dan terdiri dari sel-sel (leukosit,
bakteri, sel-sel epitel) dan non-seluler (fibrin, protein, lendir). Tidak ada
hubungan yang spesifik antara jenis sekret dan etiologi konjungtivitis; eksudat
mukopurulen paling sering terlihat di konjungtivitis bakteri.12
Di Inggris, organisme yang paling umum menyebabkan konjungtivitis
adalah pneumococcus, Haemophilus spp. dan Staphylococcus aureus. Biasanya
dikaitkan dengan infeksi kronis, dan konjungtivitis purulen akut, dikenal lebih
umum sebagai "pink eye", biasanya disebabkan oleh pneumokokus. Kronis
konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh Moraxella lacunata tapi organisme
ini jarang diidentifikasi. Konjungtivitis bakteri yang penting tapi jarang
ditemukan konjungtivitis purulen yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae;
Penyakit ini masih menjadi penyebab yang berat dari konjungtivitis lain
terutama pada bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi. Apabila tidak dilakukan
terapi, kornea dapat menjadi infeksi dan menyebabkan perforasi serta kecacatan
permanen pada penglihatan. Sekret purulen, mata kemerahan dan edema
kelopak mata adalah kondisi yang umumnya dikenal sebagai oftalmia
neonatorum.11

c. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti
Streptococci, Staphylococci dan Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme
pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat
menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena
adanya kontaminasi eksternal (penggunaan kontak lens dan berenang) atau
penyebaran dengan melalui bagian tubuh yang terinfeksi (mengucek mata)7.

13
Konjungtivitis bakteri dapat mengenai segala ras, walaupun terdapat
perbedaan variasi geografi dan prevalensi patogen dari tiap daerah. Perempuan
dan laki-laki memiliki resiko yang sama untuk terkena konjungtivitis bakteri.
Perbedaan tingkat infeksi mungkin disebabkan oleh lingkungan dan pola
kebiasaan hidup.7
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel
yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya
adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan
imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan
oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.7

d. Gejala Klinis
Gejalanya berupa gatal-gatal, kemerahan, kotoran mata dan kelopak
mata lengket pada waktu bangun tidur. Adapun tanda yang lain sebagai
berikut:8
1. Tajam penglihatan, kornea dan pupil; normal
2. Hyperemia konjungtiva, paling nyata pada forniks dan kurang nyata di
limbus
3. Sekret mata, dapat purulent atau mukopurulen
4. Reaksi papiler pada konjungtiva
5. Tidak ada limfadenopati periaurikuler. Berbeda dengan infeksi virus
dan chlamydia.

e. Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena
mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada
pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan
seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea dan Chlamydia serta
transmisi ibu ke anak.7

14
Pemeriksaan kultur mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi bakteri
chlamydia atau jenis bakteri lain. Sama halnya dengan kultur viral dan fungal,
pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya penyebab sekunder seperti
ulkus kornea akibat penggunaan softlens dan lain-lain. Adapun respon selular
yang dapat muncul dari pemeriksaan kultur ini adalah peningkatan neutrophil
untuk infeksi akibat bakteri, peningkatan limfosit untuk infeksi virus, dan
peningkatan eosinophil untuk reaksi alergi.7

f. Penatalaksanaan
Terapi utama untuk konjungtivitis bakterialis adalah antibiotic topikal,
walaupun antibiotik sistemik kadang diperlukan untuk infeksi gonorhhea dan
chlamydia. Terapi lini pertama (tetes mata) sering digunakan yaitu:
trimethoprim kombinasi dengan polimixin B, gentamicin, tobramycin,
neomycin, ciprofloxacin, ofloxacin, erythromycin.7

2. Konjungtivitis Viral
a. Definisi
Konjungtivitis viral atau pink eye adalah penyakit yang sering ditemui,
bersifat self limiting disease dan biasanya disebabkan oleh adenovirus. Virus
lain juga dapat meyebabkan infeksi konjungtiva termasuk virus herpes simplex,
varicella zoster, enterovirus, coxsackie, poxvirus dan HIV. 9

b. Etiologi dan Faktor Risiko


Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan
Herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga
dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70,
Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus 9.
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan
penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan
benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang
yang terkontaminasi9.

c. Patofisiologi

15
Konjungtivitis viral akut adalah konjungtivitis yang paling sering
ditemui. Beberapa jenis adenovirus menjadi penyebab konjungtivitis ini.
Biasanya gejala pada mata muncul sebagai akibat dari infeksi saluran napas
bagian atas dan walaupun sering bersifat bilateral, satu mata mungkin saja
sudah terinfeksi sebelum mata lainnya. Mata yang telah terinfeksi menjadi
merah dan mengeluarkan sekret. Gejala lain yang dapat muncul yaitu kelopak
mata yang semakin menebal, dan akan tampak seperti kelopak mata jatuh. Pada
palpasi, dapat dirasakan adanya pembesaran kelenjar preaurikuler.pada
beberapa kasus, kornea dapat terlibat dan epitel kornea dapat memutih apabila
berlangsung beberapa bulan. Apabila kornea yang memutih tersebut tepat
didepan jalur refraksi, penglihatan akan sedikit terganggu. Tidak ada terapi
khusus, tapi biasanya dapat diterapi dengan antibiotik tetes untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder.11

d. Gejala Klinis
Dua sindrom utama adalah keratokonjungtivitis epidemic dan demam
faringokonjungtiva. Keduanya disebabkan oleh adenovirus dan terjadi secara
epidemic. Gejala yang muncul berupa lakrimasi, mata merah, rasa tidak enak
pada mata dan fotofobia (biasanya unilateral). Tanda-tanda antara lain
konjungtivitis folikularis yang dicirikan oleh lesi-lesi disekret multipel yang
agak meninggi mirip butir-butir beras, dan limfadenopati preaurikuler.
Sebagian penderita mengalami keratitis yang mula-mula berupa lesi epitel
pungtata difusa, kemudian terjadi kekeruhan fokal subepitelial, dan akhirnya
infiltrat stroma anterior. Yang
terakhir ini dapat berlangsung beberapa bulan.8

e. Diagnosis
Virus adalah penyebab setengah dari seluruh kasus konjungtivitis.
Gejala yang timbul selalu disertai dengan sekret berair dan pembesaran kelenjar
preaurikuler. Biasanya hanya diobati dengan antibiotic karena cukup sulit
membedakannya dengan infeksi bakteri tanpa dilakukan pemeriksaan kultur.
Kombinasi antibiotik dan steroid seperti tobradex, mungkin saja dapat
mengurangi gejala, namun dapat memudahkan infeksi herpes simpleks
atipikal.13

16
Onset biasanya unilateral, tanda-tanda yang lain yaitu lakrimasi berat
dan rasa gatal disertai dengan sekret berair mukoid. Kelopak mata yang terkena
konjungtivitis biasanya edema. Biasanya pasien memiliki riwayat flu
sebelumnya.5
Karakteristik temuan lain yaitu mata merah dan edema pda plika
semilunaris dan karunkula lakrimalis serta ditemukan adanya keratitis
nummular (Coin like infiltrates yang tampak pada superfisial korneal bagian
stroma).5

f. Penatalaksanaan
Konjungtivitis viral umumnya dapat sembuh sendiri. Terapi untuk
konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus dapat diterapi dengan terapi
suportif. Pasien diinstruksikan untuk melakukan kompres dingin dan pemberian
tetes mata steril. Vasokonstriktor dan antihistamin topikal dapat digunakan
untuk mengatasi rasa gatal yang berlebihan. Untuk pasien yang dicurigai
berpotensi terkena infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik topikal untuk
mencegah infeksi bakteri.9
Pada pasien dengan konjungtivitis yang disebabkan oleh virus Herpes
simpleks, terapi antiviral topikal dapat diberikan seperti, idoxuridine,
vidarabine dan trifluridine. 9
Untuk konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster, pemberian
acyclovir oral dapat diberikan untuk menghambat replikasi virus. 9
Pencegahan transmisi konjungtivitis viral sangat penting dilakukan.
Pasien dan pemeriksa harus mencuci tangan untuk mencegah infeksi mata,
tidak bertukar handuk, linen dan alat kosmetik. Pasien diharapkan untuk
istirahat dari pekerjaan untuk menhindari penularan, dan tidak diperkenankan
untuk menggunakan softlens hingga tanda dan gejala sudah teratasi. 9

3. Konjungtivitis Alergi
a. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering
dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh
sistem imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di
konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE.10

17
b. Etiologi dan Faktor Risiko
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang
biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal,
keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa. Etiologi dan
faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh tumbuhan
biasanya muncul pada satu atau kedua mata. Kondisi ini berlangsung tiba-tiba
(akut) atau bergantung pada waktu paparan seperti disebabkan oleh alergi
tepung sari dan rumput pada musim tertentu ataupun paparan alergi dari bahan-
bahan rumahan. Vernal konjungtivitis biasanya muncul pada kedua mata, baik
palpebral, konjungtiva, bahkan kornea. Penyebab utama belum diketahui
namun sering dikaitkan dengan konjungtivitis musiman, dan pada kasus yang
berat dapat menyebabkan kebutaan. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien
dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar raksasa
yaitu formasi dari papil konjungtiva raksasa sebagai respon terhadap trauma
dan gesekan biasanya pada pengguna lensa kontak.10

c. Patofisiologi
Patogenesis alergi pada mata sangat kompleks dan multifactorial, dan
didasari oleh hasil interaksi lingkungan dengan kelompok gen yang menjadi
factor predisposisi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan antara
konjungtivitis alergi dan gen predisposisi terhadap perkembangan penyakit
tersebut. Sebuah hubungan telah ditemukan antara konjungtivitis alergi dengan
kromosom 5, 16 dan 17 dan juga kromosom 6 memiliki kaitan spesifik terhadap
alergen tertentu. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan terdapat organ
spesifik pada gen tertentu yang saling berhubungan dengan penyakit alergi. Hal
tersebut diungkapkan setelah adanya gen tertentu yang teridentifikasi
mengalami konjungtivitis dan sebelumnya pernah mengalami asthma atopi,
Dalam konteks tersebut, secara genetic IL-10 menjadi penentu peningkatan
tekanan pada sel mast dikonjungtiva dan akan berakhir dengan aktivasi oleh
alergen. Beberapa studi juga menunjukkan adanya pengaruh sel dendrit
dikonjungtiva yang menjadi patogenesis penyakit tersebut dan telah dilaporkan
bahwa sistem imun dalam sel mungkin berpengaruh terhadap terapi penyakit

18
tersebut. Aktivasi sel mast dan degranulasi sel mast juga telah dilakukan
penelitian dalam beberapa tahun terakhir. Studi tersebut mendeskripsikan
pentingnya beta-chemokines dalam mengaktivasi leukosit dan aktivasi sel mast
primer. Dalam hal ini, eotaxin-1 menunjukkan adanya peranan utama dalam
stimulasi signal pada sel mast di konjungtiva. Pada sebuah studi konjungtivitis
alergi, eotaxin-1 reseptor antagonis mampu menghambat timbulnya reaksi
alergi sehingga dijadikan sebagai terapi yang sangat menarik dalam mengatasi
reaksi alergi. Pembuktian tersebut diatas menunjukkan bahwa ilmu alergi pada
mata dapat menjadi terapi baru dalam mengkontrol reaski alergi.10

d. Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis alergi didasasarkan pada temuan klinis dan
berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya. Bagaimanapun juga, tes
hipersensitivitas menjadi pemeriksaan yang sangat penting untuk
mengkonfirmasi IgE spesifik apa yang ada dalam serum pasien. Hal ini
dilakukan untuk menentukan alergen penyebab dan bagaimana cara
menghindari alergen tersebut. Identifikasi alergen memungkinkan dilakukan
untuk mengklasifikasi penyebab konjungtivitis alergi, apakah berasal dari
alergen akibat perubahan musim (jamur, serbuk sari) atau allergen dari bahan
rumahan (debu, serangga atau jamur). 10

Gejala berupa rasa gatal yang hebat di mata, rasa panas, lakrimasi,
fotofobia, dan sekret seperti serabut.8
Tanda-tanda:
6. Konjungtivitis papilaris berupa lesi-lesi hiperemis yang meninggi
dengan bagian tengah avaskuler terutama pada tarsus superior.
Kemudian permukaan papilla-papilla ini menjadi datar sehingg tampak
seperi “batu-batu bulat untuk membuat jalanan” (cobblestone
appereance). Pada kasus lanjut, jika terjadi ruptur septa jaringan ikat
dapat terbentuk papilla-papilla raksasa
7. Sekret bersifat musinosa
8. Limbitis yang terdiri atas nodula-nodula mukoid dan bintik-bintik
diskret berwarna putih (Tranta’s dots) ditemukan pada beberapa kasus. 8

19
Gejala utama yang muncul pada konjungtivitis alergi adalah rasa gatal,
lakrimasi, mata merah, rasa mengganjal dimata, edema dan adanya riwayat
alergi seperti rhinitis atau asthma.10

f. Penatalaksanaan
Konjungtivitis alergi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya
gatal, injeksi konjungtiva, pengeluaran sekret mukus, kemosis, dan edema
kelopak mata. Terapi dimulai dengan menghindari bahan iritan, mengentikan
untuk sementara penggunaan make-up dan melakukan kompres dingin.
Penggunaan tetes mata mengandung kombinasi antihistamin, zinc astringet, dan
dekongestan. Penggunaan tetes mata tersebut mengakibatkan dilatasi pupil
namun dapat menyebabkan serangan glaucoma sudut tertutup. Untuk itu, jika
pemberian dekongestan direkomendasikan, ingatkan pada pasien untuk segera
control apabila terdapat gejala-gejala nyeri pada mata, penurunan visus, atau
mata semakin merah.13
Eksaserbasi akut dapat diobati dengan steroid topikal tetes mata natrium
kromoglikat 2% digunakan untuk pengobatan jangka lama dan sebagai
profilaksis.8

BAB III
PEMBAHASAN

Mengapa pasien di diagnosis Konjungtivitis ODS ?


Pasien di diagnosis Konjungtivitis ODS dikarenakan pada anamnesis
ditemukan :

20
-Mata Berair (hiperlakrimasi)
-Mata Merah dan Gatal
-Riwayat kebiasaan membersihkan rumah setiap pagi

Pada pemeriksaan fisik :


-Visus ODS : 6/10 terkoreksi
Palpebra inferior OD:
edema (-)
Nyeri tekan (-)
Palpebra inferior OS:
edema (-)
Nyeri tekan (-)
Konjungtiva Tarsalis Inferior OD:
Hiperemis (+)
benjolan (-)
Konjungtiva Tarsalis Inferior OS:
Hiperemis (+)
benjolan (-)
Konjungtiva Bulbi OD:
Injeksi Konjungtiva (+)
Konjungtiva Bulbi OS:
Injeksi Konjungtiva (+)

Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?


Pada pasien ini diberikan antibiotik oral,dan antibiotik tetes mata.
Dikarenakan etiologi dari konjungtivitis paling banyak adalah Reaksi alergi,
maka pemberian antibiotik sudah tepat. Pasien juga dianjurkan untuk kompres
dingin, untuk membantu menghilangkan zat alergen

21
Pada penderita dianjurkan untuk menkonsumsi obat yang diberikan baik
obat yang berupa tetes mata maupun oral, karena penggunaan antibiotik yang
tidak sesuai dengan dosis dapat menyebabkan resistensi. Penderita dianjurkan
untuk kontrol ke poliklinik mata seminggu kemudian untuk memantau
keberhasilan terapi. Pada kasus Eksaserbasi akut dapat diobati dengan steroid
topikal tetes mata natrium kromoglikat 2% digunakan untuk pengobatan jangka
lama dan sebagai profilaksis.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. 2015. External Disease and Cornea.


United States Of America: EB p.3-7

22
2. Ilyas, H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003 p.121-46
3. Eroschenko, Victor. 2008. Atlas Histologi DiFiore. Dengan korelasi
Fungsional. Jakarta: EGC.
4. Visscher, KL; Hutnik, CM; Thomas, M. 2009. "Evidence-based treatment of
acute infective conjunctivitis: Breaking the cycle of antibiotic prescribing.".
Canadian family physician Medecin de famille canadien
5. K. Lang, Gerhard. 2000. Ophthalmology A short Textbook. New York: Thiema
Stutgart. p. 74-104
6. Nurwasis. Komaratih, Evelyn. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag. SMF
Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: RSU. Dr. Soetomo. p. 74-5
7. Vaughan GD. Oftalmologi Umum. Conjungtivitis.Jakarta: Widya Medika; 2003
p.99-122
8. Konski. Ophthalmology. p.9-11
9. Scott IU, Kevin L. 2010. Conjunctivitis, Viral. California: Penn State College of
Medicine. Diakses pada tanggal 27 april 2015.
10. Cuvillo , et al. 2009. Allergic Conjunctivitis and H1 Antihistamine. J Investig
Allergol Clin Immunol 2009; Vol. 19. Esmon Publicidad
11. Galloway. 2006. Commons Eye Disease and their Management. London:
Springer p.45-51
12. Seal, David. 2010. Ocular Infection. New York: Informa p.139-50
13. Leitman, Mark. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis. New
Brunswick: Blackwell p. 68-72

23

Anda mungkin juga menyukai