Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

Kandidiasis Cutis Intertriginosa

Moderator:
dr.Afaf Agil Al Munawwar, Sp.KK

Disusun Oleh:
Vifin Rotuahdo Saragih (11.2015.342)
FK UKRIDA

Tanggal penyajian : 02 Oktober 2017

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA
PERIODE 11 SEPTEMBER-14 OKTOBER 2017

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn.M Pekerjaan : PNS
Tanggal lahir : 24 februari 1963 Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 54 tahun Suku Bangsa : Solo
Pendidikan : S1 Agama : Islam
Alamat : Jl. Prapatan Jakarta Pusat

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis pada hari Senin, 18 September 2017 pukul 12.15 WIB

Keluhan Utama :
Bercak kemerahan pada lipat ketiak kiri dan kanan dan terasa gatal

Keluhan Tambahan :
Gatal memberat bila berkeringat

Riwayat Perjalanan Penyakit :


satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan muncul bercak
kemerahan pada lipat ketiak sebelah kiri, bercak kemerahan tersebut terasa gatal. Gatal
dirasakan memberat terutama saat berkeringat. Tiga hari sebelumnya bercak muncul lagi
pada lipat ketiak sebelah kanan dan terasa gatal. Lalu timbul bintil-bintil kemerahan pada
kedua lipat ketiak. Awalnya bintil-bintil hanya sedikit, lalu bertambah banyak. Pasien
sebelumnya menggunakan bedak mares untuk mengobati keluhannya tersebut, setelah
menggunakannya pasien merasa tidak ada perbaikan. Pasien mengatakan kerbersihan diri
selalu di jaga, mandi dan mengganti pakaian, hanya saja pasien mengatakan jika
beraktivitas pasien mudah untuk berkeringat, dan keringatnya banyak.

2
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pesien memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus
Tidak terdapat riwayat penyakit kronik, SLE, penyakit penurunan imun

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada yang memiliki keluhan serupa

III. Status Generalis(Pemeriksaan pada tanggal 12 September 2017)


Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang
Status gizi : Overweight
Tinggi badan : 155 Cm
Berat badan : 68 kg
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 84 kali/menit
Frekuensi Napas : 18 kali/menit
Suhu Tubuh : 36.8 derajat celcius
Kepala : Normocephali
Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), injeksi konjungtiva (-
)
Telinga : normotia, sekret (-), membran timpani intak
Hidung : sekret hidung (-), septum deviasi (-), konka hipertrofi (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, Faring tidak hiperemis, tidak terdapat
gambaran geographic tongue, tidak terdapat stomatitis, pseudomembran
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : bentuk datar, suara napas vesikuler, bunyi jantung murni regular,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : tidak dilakukan
Hepar : tidak dilakukan.

3
Limpa : tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, tidak terlihat kuku yang edem dan mengeras

IV. Status Dermatologikus


Lokasi : Regio Axillaris dextra dan Sinistra
Efloresensi : Bercak Eritematous dengan ukuran plakat, batas tegas, bentuk teratur
disertai skuama halus dan tampak papul multiple eritematous pada tepi
bercak (lesi satelit multiple).

Gambar 1. Axilla Sinistra : Bercak Eritematous dengan ukuran plakat, batas tegas,
bentuk teratur disertai skuama halus dan tampak papul multiple eritematous pada tepi
bercak (lesi satelit multiple)

4
Gambar 2. Regio Axilla Sinistra : Bercak Eritematous dengan ukuran plakat, batas
tegas, bentuk teratur disertai skuama halus dan tampak papul multiple eritematous
pada tepi bercak (lesi satelit multiple)

5
Gambar 3. Regio Axilla Dextra : Bercak Eritematous dengan ukuran plakat, batas tegas,
bentuk teratur disertai skuama halus dan tampak papul multiple eritematous pada tepi
bercak (lesi satelit multiple)

6
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan KOH:

Gambar 4. Pseudohifa, blastospora

VI. Resume
Ny.M berusia 54 tahun datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan muncul
bercak kemerahan pada kedua lipat ketiak, disertai gatal. Gatal terasa memberat
bila berkeringat, serta muncul bintil-bintil kemerahan menngililingi bercak.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus, status generalisata terdapat status gizi
lebih (overweight), status dermatologikus ditemukan Bercak Eritematous dengan
ukuran plakat, batas tegas disertai skuama halus dan lesi satelit multiple. Pada
pemeriksaan penunjang dengan KOH ditemukan pseudohifa dan blastospora.

VII. Diagnosis Kerja


Candidiasis Cutis Intertriginosa

VIII. Diagnosis Banding


Eritrasma
Dermatitis intertriginosa
Dermatofitosis

7
IX. Pemeriksaan Anjuran
Lampu woods

X. Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Menjaga kelembaban kulit.
Tidak berganti pakaian dengan orang lain
Kontrol kadar gula darah, BB di jaga
Menggunakan pakaian yang nyaman, tidak sempit, dan terbuat dari bahan
yang dapat menyerap keringat.

Medikamentosa
Sistemik:
o Loratadin tab 10 mg 1x1
Topikal:
o Mikonazol cream 2% di olesi 2x/hari

XI. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB II
Candidiasis Cutis Intertriginosa

PENDAHULUAN

Candida albicans adalah flora normal pada saluran pencernaan, kemih, dan kulit
manusia. Pada keadaan tertentu dapat menjadi patogen, menyebabkan lesi pada kulit,
kuku, dan membran mukosa. Daerah intertriginosa adalah daerah yang paling sering
terkena karena pada daerah ini organisme dapat berkembang. Daerah yang paling sering
terkena adalah daerah perianal, lipatan paha, lipatan perut, lipatan payudara, daerah
interdigitalis, lipatan kuku dan ketiak.1,2
Candida albicans adalah organisme oportunis yang bersifat patogen. Pada
keadaan gangguan imunitas, atau pada keadaan yang memungkinkan candida untuk
berkembang. Panas dan kelembaban adalah keadaan yang mendukung perkembangan
candida. Gangguan keseimbangan selama menjalani terapi antibiotik juga menyebabkan
perkembangan candida. Demikian juga dengan pH kulit yang tinggi. Popok, panty liner,
dan produk-produk yang menyebabkan pembuntuan pori-pori kulit, dapat meningkatkan
pH kulit dan dapat memudahkan infeksi kulit karena Candida albicans. Penggunaan
buffer topical yang bersifat asam dapat berfungsi sebagai pencegahan pada serangan
candida yang berulang.1-3

9
PEMBAHASAN

Definisi

Candidiasis adalah penyakit infeksi primer atau sekunder yang disebabkan oleh
jamur genus candida terutama Candida albicans. Penyakit ini dapat berjalan akut, sub
akut, atau kronik, terlokalisir pada kulit, mulut, tenggorokan, kulit kepala, vagina, jari,
kuku, bronchi, paru paru, dan saluran pencernaan, dan dapat pula sistemik mengenai
endokardium, meningen sampai septikemia. Candida tidak menyerang rambut. 4

Sinonim
Nama lain dari candidiasis adalah candidosis, dermatokandidiasis,
bronchomikosis, micoticvulvovaginitis, muguet dan moniliasis. Istilah candidiasis
banyak digunakan di amerika, sedangkan di kanada dan negara negara di eropa seperti
Italy, Perancis dan Inggris menggunakan istilah candidosis.4,5

Etiologi

Penyebab utama dari candidiasis adalah Candida albicans pada 70-80% kasus,
sampai dengan 90% kasus. Penyebab lainnya adalah Candida glabrata, Candida
parapsilosis sebagai penyebab endokarditis kandidiosis, dan sebagai penyebab
kandidiosis septikemia adalah Candida tropicalis. Yang lainnya adalah: C. krusei, C.
pseudotropicalis,
C. stellatoidea, C. guilliermondii, C. kefyr, C. zeylanoides, C. viswanathi, C. lusitanie, C.
dubliensis, dll.
Genus candida merupakan sel ragi uniselular yang termasuk termasuk dalam
fungi imperfecti atau deuteromycota, klas blastomycetes yang memperbanyak diri dengan
bertunas, famili cryptococcaceae. Genus ini terdiri dari lebih dari 150 spesies, yang
paling patogen adalah Candida albicans.

10
Candida hidup sebagai saprofit, merupakan flora normal pada mulut, tenggorokan
dan saluran pencernaan lainnya, vagina, kadang kadang pada daerah lipatan kulit dan
dibawah kuku jari tangan. Di alam bebas ditemukan pada tanah, atmosfir, air, serangga,
dan tumbuh tumbuhan. Jamur ini merupakan jamur bimorfik, yang bentuknya tergantung
lingkungannya. Bentuk micellium atau bentuk hifa ditemukan pada penyakit, karenanya
bentuk ini dianggap sebagai bentuk yang patogen, sedangkan bentuk ragi atau
clamidospora merupakan bentuk istirahat yaitu sebagai saprofit. Seluruh spesies candida
mempunyai kemampuan membentuk pseudomiscellia, kecuali Candida glabrata.(4)(6)
Candida adalah jamur seperti ragi yang dapat membentuk hyphae sejati dan
pseudohyphae. Candida pada umumnya terbatas pada manusia dan reservoir binatang;
bagaimanapun, mereka sering didapatkan dari lingkungan rumah sakit, seperti makanan,
loket pendaftaran, pendingin ruangan, lantai, respiraotr, dan pekerja medis. Candida
adalah organisme komensal pada kulit yang sakit dan mukosa saluran cerna, saluran
kemih, dan saluran nafas.6,7
Candida juga berisi faktor virulensi mereka sendiri yang mudah dikenali.
Beberapa faktor virulensi yang meskipun tidak karakteristik dapat berperan pada
kemampuan mereka dalam menyebabkan infeksi. Faktor-faktor virulensi yang utama
adalah molekul permukaan yang memungkinkan pelekatan organisme ke struktur lain
(misalnya sel manusia, matriks ekstraseluler, alat-alat prostetik), asam proteases, dan
kemampuan untuk berubah menjadi bentuk hifa. Jenis Candida yang secara medis
penting meliputi yang berikut:
Candida albicans, jenis yang paling umum dikenali ( 50-60%)
Candida glabrata ( 15-20%)
Candida parapsilosis ( 10-20%)
Candida tropicalis ( 6-12%)
Candida krusei ( 1-3%)
Candida kefyr (< 5%)
Candida guilliermondi (< 5%)
Candida lusitaniae (< 5%)Candida dubliniensis, terutama didapatkan
dari pasien yang positif HIV

11
C glabrata dan C albicans meliputi kira-kira 70-80% ragi yang didapat dari
pasien dengan kandidiasis invasif. C. glabrata telah menjadi penting baru-baru ini oleh
karena peningkatan insidensinya di seluruh dunia, dan jelas lebih tidak sensitif terhadap
azole dan amphotericin B.
C krusei penting karena resistensi intrimnsiknya terhadap ketoconazole dan
fluconazole ( Diflucan); terlebih lagi C. krusei juga lebih tidak peka terhadap semua
antifungals lain, mencakup itraconazole ( Sporanox) dan amphotericin B.
C lusitaniae juga merupakan spesies penting walaupun tidak umum seperti
beberapa spesies candida lainnya memiliki arti klinis penting sebab sering resisten
terhadap amphotericin B, walaupun tetap sensitif terhadap azoles dan echinocandins.
C parapsilosis merupakan spesies yang penting dipertimbangkan pada pasien
rawat inap dengan pemakaian kateter vaskuler.
C tropicalis telah dipertimbangkan sebagai penyebab penting candidemia pada
pasien dengan kanker (leukemia) dan pada pasien yang sudah menjalani pencangkokan
sumsum tulang.7

Patogenesis

Manifestasi klinis Candidiasis merupakan hasil interaksi antara patogenitas


candida dengan mekanisme pertahanan tuan rumah, yang berkaitan dengan faktor
predisposisi.
Infeksi Candida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen
maupun eksogen.
Faktor endogen :
1. perubahan fisiologik :
a. kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
b. kegemukan, karena banyak keringat
c. debilitas
d. iatrogenik
e. endokrinopati, gangguan gula darah kulit

12
f. penyakit kronik : tuberkolosis, lupus eritematosus dengan keadaan imun
buruk
2. umur : orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologik
tidak sempurna.
3. imunologik : penyakit genetik.6

Faktor eksogen :
1. iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan prespirasi meningkat
2. kebersihan kulit
3. kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur
4. kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis

Seperti infeksi jamur pada umumnya defek dari inang juga berperan penting dalam
perkembangan infeksi oleh Candida. Banyak defek dari inang dihubungkan dengan
infeksi oleh Candida.7

Berikut adalah mekanisme pertahanan inang terhadap infeksi Candida dan defek pada
mekanisme tersebut yang memungkinkan infeksi oleh Candida:
Barier utuh/intak mukosa dan kulit - Luka, penggunaan kateter intravena, luka
bakar, ulserasi
Sel Fagosit - Granulocytopenia
Sel PMN Penyakit granulomatosa kronis
Sel Monosit Defisit Mieloperoksidase
Komplemen- Hipokomplemenemia
Immunoglobulin- Hipogammaglobulinemia
Kekebalan yang diperantarai sel (imunitas seluler) Kandidasis mukokutaneus
kronis, Diabetes Mellitus, pengunaan cyclosporin A, Penggunaan kortikosteroid,
infeksi HIV
Bakteri pelindung mulosa dan kulit

13
Penggunaan antibiotika spektrum luas

Faktor Resiko yang dihubungkan dengan Candidiasis adalah sebagai berikut:


Granulositopenia
Pencangkokan Sumsum Tulang
Pencangkokan Organ (Hati, Ginjal)
Terapi intera-vena yang lama
Keganasan hematologis
Pemakaian Kateter Folley
Neoplasma solid
Kemoterapi dan terapi radiasi
Kortikosteroid
Antibiotika spektrum luas
Luka bakar
Rawat inap yang lama
Trauma berat
Infeksi bakteri
Tindakan bedah
Tindakan bedah saluran cerna
Alat akses intravaskuler sentral
Kelahiran prematur
Hemodialisis

Gambaran klinis

Infeksi yang disebabkan oleh spesies-spesies Candida dapat berupa sindroma


klinis yang luas sebagaimana akan dijelaskan kemudian. Gejala klinis dapat beragam
tergantung pada tipe infeksi dan tingkat imunosupresi inang berupa:

14
Sindroma Candidiasis Cutaneus

Candidiasis Cutaneus Generalisata :

Ini adalah suatu bentuk yang tidak biasa dari Candidiasis Cutaneus berupa
erupsi difusa pada tubuh, dada, dan ekstrimitas. Pasien memiliki riwayat pruritus
generalisata terutama di lipatan paha, daerah perianal, aksila, tangan, dan kaki.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai ruam luas yang awalnya berupa vesikel-vesiket
tunggal an kemudian menyatu menjadi satu area lesi yang luas.

Merupakan candidiasis pada kulit glabrosa yang berasal dari perluasan


candidiasis intertriginosa atau mulut.

Penyakit ditemukan pada penderita dengan kondsi sistemik yang buruk


seperti pada diabetes, penderita dengan defek ektodermal dan debil.

Dapat pula terjadi pada orang yang berdiam lama dalam air, menggunakan
pakaian basah atau setelah aplikasi krim atau kompres pada seluruh tubuh dengan
oklusi sehingga penyakitnya disebut water-bath dermatitis

Lesi berbatas tegas, pada bagian tepi kadang-kadang ditemkuan vesikel.

Candidiasis Intertriginosa :

Pasien mempunyai riwayat intertrigo di lokasi pada permukaan kulit yang


tertutup dan menyediakan suatu lingkungan lembab serta hangat. Timbul ruam
kemarahan yang pruritik.Pada pemeriksaan fisik dijumpai ruam yang pada
awalnya berupa vesiko-pustula, dan kemudian membesar dan pecah menyebabkan
maserasi dan pembentukan fisura. Wilayah yang terkena memiliki batas cekung
dengan tepi putih berasal dari epidermis yang nekrotik mengitari dasar maserasi
kemerahan. Lesi-lesi satelit sering dijumpai dan dapat menyatu hingga
membentuk lesi yang lebih luas. Mengenai daerah lipatan kulit, terutama aksila,
inframama, umbilikus, lipatan gluteal, genitokrural, interdigital; dapat juga

15
mengenai daerah retroaurikuler, lipatan kulit perut dan glans penis
(balanopostitis).6

Merupakan candidiasis terbanyak pada orang dewasa, rekurensi sering terjadi

Pada lipatan paha sering merupakan perluasan dari infeksi pada vulva dan vagina

Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil kemudian meluas, berupa vesikel
atau putul superfisial berdingding tipis, ukuran 2 4 mm, makula eritem, batas
tegas, sering terjadi erosi atau maserasi atau basah, ditemukan skuama kolaret.
Pada bagian tepi kadang-kadang tampak apul dan skuama. Di sekelilingnya
terdapat lesi-lesi satelit berupa vesikel atau pustul yang kecil.

Pada penyakit yang kronik, terdapat papul-papul, likenifikasi, hiperpigmentasi,


dan skuama.

Kelainan pada kulit menimbulkan keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang


disertai rasa panas seperti terbakar pada sela jari disebut erosio intrdigitalis
blastomycetica, atau candidiasis interdigitalis. Banyak terdapat di daerah tropis,
terutama mengenai orang-orang yang dalam pekerjaannya sering berkontak
dengan air, misalnya: pada kaki tentara-merupakan penyakit infeksi terbanyak.

Pada sela jari tangan biasanya antara sela jari ke-tiga dan ke-empat, pada sela jari
kaki antara jari ke-empat dan ke-lima.

Kulit sela jari tampak eritem, terkelupas dan terjadi maserasi. Dapat ditemukan
fisura. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal, lembab dan berwarna
putih. Sering disertai infeksi pada telapak kaki dan sisi lateral kaki.7

Luka Kulit Metastatik:


Lesi kulit karakteristik muncul pada selkitar 10% pederita dengan
candidasis diseminata dan candidemia. Lesi-lesi dapat banyak ataupun sedikit.
Lesi-lesi tersebut umumnya dijelaskan berdifat eritematosa, solid, makronoduler

16
dan tidak disertai kalor. Specimen biopsi pada lesi-lesi tersebut menunjukkan sel-
sel ragi, hifa, pseudohifa, dan 50% kultur menunjukkan hasil yang positif.8

Folikulitis Kandida:
Infeksi ditemukan sebagian besar di folikel rambut dan, jarang menjadi
luas.

Paronychia dan onychomycosis:

Seringkali paronikia dan onikomikosis dihubungkan dengan perendaman


tangan di air dan dengan Diabetes Mellitus. Pasien pernah mengalami area
eritematosa di sekitar dan di profunda dari kuku atau nail bed. Pemeriksaan fisik
mengungkapkan suatu area radang yang menjadi hangat, berkilauan, tegang,
eritematosa, dan dapat meluas secara ekstensif di bawah kuku. Itu dihubungkan
dengan paku sekunder yang mengentalkan, ridging, pelunturan, dan kerugian
paku sekali-kali. Keadaan ini dihubungkan dengan kondisi sekunder dimana kuku
mengalami penebalan, perubahan warna, serta sesekali tanggal.

Gambar 5. Candida onychomycosis pada

pasien dengan keadaan immunosupresi.8

17
Candidiasis Mucocutaneus Kronis

Candidiasis Mucocutaneus Kronis menguraikan suatu kelompok Infeksi Candida


di kulit, kuku, dan mukosa yang cenderung kronis.
Kebanyakan infeksi dijumpai pada masa kanak-kanak atau dua dekade pertama
kehidupan, serangan pada orang-orang lebih tua dari 30 tahun jarang dijumpai.
Kebanyakan pasien bertahan hidup dan jarang mengalami infeksi jamur yang
meluas.Penyebab kematian yang paling umum adalah sepsis bakterial.7,8
Candidiasis Mucocutaneus Kronis sering dihubungkan dengan endokrinopati
sebagaimana berikut:
Hypoparatiroidismus
Penyakit Addison
Hypotiroidismus
Diabetes Mellitus
Antibodi autoimun ke jaringan adrenal, tiroid, dan lambung
(sekitar 50%)
Timoma
Dysplasia gigi
Penyakit autoimun poliglanduler
Antibody terhadap sel pembentuk melanin

Pemeriksaaaan Fisik: Dijumpai lesi yang merusak struktur wajah, kulit kepala, tangan,
dan kuku. Seringkali dihubungkan dengan candidiasis oral (thrush) dan perleche:

Candidiasis oral (thrush)

Biasanya mengenai bayi, tampak pesudomembran putih coklat muda kelabu yang
menutup lidah, paltum molle, pipi bagian dalam dan permukaan rongga mulut yang lain.

Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada rongga mulut. Bila
pseudomemnbran terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan merah.

18
Pada glositis kronis lidah tampak halus dengan papilla yang atrofi atau lesi berwarna
putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih ini tidak tampak jelas bila
penderita sering merokok.6

Gambar 6. candidiasis Oral pada pasien

dengan keadaan immunosupresi.8

Perleche

Lesi berupa fisura pada sudut mulut, lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan
dasrnya eritmatosa. Faktor predisposisi ialah defisiensi riboflavin.7

Pemeriksaan penunjang dan Histopatologi

Temuan Histologis:
Jaringan yang terfiksasi dapat diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Hifa
jamur dapat pula ditunjukkan dengan pewarnaan PAS, metilen biru, atau Grocott silver-
methenamine. Gambaran klasik yang biasa ditemukan adalah spesies-spesies Candida
dalam bentuk sel ragi yang ovoid atau bulat, hifa, dan pseudohifa.7,8

19
Diagnosa Laboratoris:

1). Material Klinis: kerokan kulit dan kuku, urin, sputum, dan usapan bronchial,
cairan serebrospinal, cairan pleura dan darah, biopsy jaringan dari beragam
visera dan ujung dalam kateter yang dipakai penderita.8

2). Penggunaan Mikroskop:

(a) kulit dan kuku diperiksa dengan KOH 10% dan tinta Parker atau calcofluor
white mounts;

(b) Eksudat dan cairan tubuh disentrifugasi terlebih dahulu baru kemudian
sediment yang didapatkan diperiksa dengan KOH 10% dan tinta Parker atau
calcofluor white mounts dan/atau pengecatan Gram; (c) irisan jaringan dicat
dengan pewarnaan PAS, Grocotts methenamine silver (GMS) atau
pewarnaan Gram. Penemuan Candida dapat meleset pada sediaan jaringan
yang di-cat denga Hematoksilin-Eosin. Pada pemeriksaan hendaknya dicari
Candida dengan gambaran kumpulan sel-sel ragi (blastoconidia) yang kecil,
bulat atau oval, berdinding tipis dan bergerombol serta pseudohifa yang
bercabang-cabang. Pseudohifa Candida bisa jadi sulit dbedakan dengan hifa
Aspergilus manakala blastoconidia tidak tampak sebagaimana sering terjadi
pad biopsy jaringan hati.7

Gambar 7. 10%KOH yang memperlihatkan9


sel ragi dan pseudohyphae dari suatu kerokan kulit

20
Gambar 8. PAS yang memperlihatkan9
sel ragi dan pseudohyphae dari spesimen urin

Interpretasi: temuan mikroskopis dari area tubuh yang steril, khususnya biopsi jaringan,
harus dianggap penting/bermakna walaupun kultur tidak dapat dilakukan. Tampilan
pseudohifa pada kerokan atau hapusan dari lesi kuaneus, oral, esophageal, dan vaginal
harus dianggap bermakna sesuai dengan manifestasi klinis dari diagnosa yang akan
ditegakkan walaupun penemuan sel-sel ragi saja pada tempat yang sama memiliki arti
diagnostik yang kecil. Pseudohifa tidak akan dijumpai pada hapusan jika C. glabrata
terlibat dalam infeksi dan penegakan diagnosa akan membutuhkan bukti tambahan yang
mendukung. Pemeriksaan mikroskopis pada cairan tubuh yang steril seperti cairan
serebrospinal, cairan sendi, badan kaca mata, dan cairan peritoneal agak kurang sensitive
dan hasil kultur yang positif akan diperlukan untuk penegakkan diagnosa.7

3). Kultur: koloni berwarna putih hingga kekuningan dilapisi permukaan halus yang
glabrosa hinga berlilin.

Gambar 9. khas koloni lembab Candida9

21
Interpretasi : kultur positif dari darah, cairan tubuh steril lainnya, ataupun biosi jaringan
harus dianggap signifikan. Sentrifugasi lisis saat ini dianggap sebagai metode isolasi
paling sensitive untuk Candida dalam darah. Hasil kultur yang positif dari spesimen tidak
steril seperti sputum, urin, kumbah bronchial, usapan esophageal, tinja dan hasil drainase
tindakan bedah dianggap memiliki arti diagnostic yang kecil. Hasil kultur dari lesi di
kulit atau membrana mukosa tanpa hasil pemeriksan mikroskopik yang mendukung juga
tidak bersifat diagnostic. Spesies-spesies Candida umumnya diisolasi dari mulut, vagina,
anus, dan yang agak jarang dari permukaan kulit lembab pada individu normal yang tidak
menderita kandidiasis.8

4). Pemeriksaan Serologis: beragam pemeriksaan serologis telah digunakan umtuk


mendeteksi adanya antibodi terhadap Candida, mulai dari immunodiffusion sampai tes
yang lebih sensitive seperti counter immunoelectrophoresis (CIE), enzyme-linked
immunoabsorbent assay (ELISA), dan radioimmunoassay (RIA). Pemeriksaan serologis
tersebut kerap menunjukkan hasil negative pada penderita yang sistem kekebalannya
meurun, terutama di awal terjadinya infeksi. Terdapatnya empat atau lebih garis
precipitin pada pemeriksan mengunakan metode CIE dianggap bersifat diagnostik pada
pasien-pasien dengan faktor-faktor predisposisi.

Beragam tes yang bersifat immunologis maupun yang non-immunologis untuk


mendeteksi antigen yang bersirkulasi dalam darah juga telah dikembangkan. Pada tehnik
non-immunologis penggunaan gas liquid cromography (GLC) untuk mendeteksi derivat
mannose pada dinding sel maupun D-arabinitol, suatu produk metabolik, telah terbukti
paling berguna. Tes immunologis seperti ELISA atau RIA untuk mendeteksi adanya
antigen juga telah digunakan. Penggunaan latex agglutination test untuk antigen
glikoprotein telah terbukti paling berguna pada laboratorium yang kecil walaupun telah
dilaporkan adanya hasil yang beragam.

22
Perlu ditekankan bahwa intrpretasi hasil tes serologis, khususnya pada pasien
yang menderita neutropenia, sering slit dan harus dihubungkan dengan metode diagnosa
lainnya. Hasil positif-palsu maupun negatif-palsu kerap muncul. Hopwood dan Evans
(1991) menyediakan review yang sempurna tentang metode-metode serologis yang ada
dewasa ini.

5). Identifikasi: genus Candida memiliki karakteristik blastoconidia yang bulat sampai
oval yang mereproduksi budding yang multilateral. Sebagian besar spesies Candida juga
memiliki karakteristik adanya pseudohifa yang terbentuk sempurna, walaupun kadang
ciri ini tidak dijumpai, khususnya pada spesies yang termasuk dalam genus Torulopsis,
arthroconidia, ballistoconidia dan pigmentasi koloni selalu tidak ditemukan.pada genus
Candida, fermentasi, asimilasi nitrat, dan asimilasi inositol dapat dijumpai, dapat tidak
dijumpai. Semua galur yang bersifat inositol-positif memproduksi pseudohifa.6,7

Diagnosis banding
1. Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering, tanpa satelit,
pemeriksaan dengan sinar wood positif (coral red)
2. Dermatitis Intertriginosa
3. Dermatofitosis (tinea).7

Komplikasi

- Infeksi Sekunder memberi gambaran berupa pustula, ulserasi dengan nanah di


atasnya atau infiltrate di sekitar macula
- Id eruption berupa vesikula kecil 1-2 mm yang terletak di bawah epidermis
dengan lokasi pada ujung jari-jari tangan atau kaki di sebelah lateral. Keluhannya
gatal sekali.7

23
Penatalaksanaan :

Obat-obatan topikal yang diproduksi untuk tinea juga efektif terhadap candidiasis. Obat-
obatan yang dapat digunakan untuk terapi candidiasis diantaranya adalah clotrimazole,
econazole, ketoconazole, miconazole, oxiconazole, sulconazole, terconazole, ciclopirox
olamine, butenafine, terbinatine, nystatin, dan lotion amfoterin B topikal. Obat-obatan
seperti asam borat kadang masih digunakan.1,7

Perawatan Medik :
Pengobatan pada tiap infeksi Candida dapat sangat berbeda berdasarkan pada
lokasi anatomis infeksi, penyakit yang sedang diderita oleh pasien, status imunologi,
faktor-faktor resiko pasien terhadap infeksi, spesies Candida yang menjadi penyebab
infeksi, bahkan pada beberapa kasus kepekaan galur Candida tersebut trhadap obat-
obatan anti-jamur.
Pada bulan Januari 2004, Asosiasi Penyakit Menular Amerika menerbitkan
prosedur tetap pengobatan candidiasis terbaru. Rekomendasi terbaru ini mencantumkan
di dalamnya obat-obatan anti-jamur terbaru seperti caspofungin dan voriconazole pada
beberapa indikasi spesifik. Pilihan-pilihan terapi pada penatalaksanaan candidiasis yang
invasif dan candidemia semakin berkembang dengan adanya golongan terbaru dari
echinocandin.

Candidiasis Cutaneus: sebagian besar kasus Candidiasis Cutaneus yang


ditemukan dapat diterapi dengan clotrimazole, econazole, ciclopirox, miconazole,
ketoconazole, nystatin. Jika kasusnya adalah Paronikia maka aspek terpenting dari
terapi adalah drainase dari abses yang diikuti dengan pemberian anti-jamur per
oral baik menggunakan fluconazole maupun itraconazole. Pada kasus Candidiasis
cutaneus yang invasif, pada pasien buruk status imunologisnya, folikulitis, atau
onikomikosis, maka pemberian anti-jamur sistemik dianjurkan. Pada kasus
onikomikosis karena Candida, Itraconazole oral (Sporanox) menunjukkan
efektifitas terbaik. Itraconazole dapat diberikan sekali sehari selama 3-6 bulan,

24
atau dosis yang lebih tinggi diberikan selama 7 hari dan dilanjutkan setelah tiga
mingu tanpa terapi lalu diulang sampai siklus tersebut mencapai 3-6 bulan.
Candidiasis Mucocutaneus Kronis: Umumnya pasien Candidiasis Mucocutaneus
Kronis diterapi dengan golongan anti-jamur golongan azole secara per oral.
Dapat digunakan fluconazole 100-400 mg/hari atau itraconazole 200-600 mg/hari
sampai pasien membaik. Biasanya terapi awal ini diikuti dengan terapi
lanjutan/pemeliharaan dengan macam obat yang sama selamanya.
o Karena C. glabrata memiliki kepekaan yang rendah terhadap obat-
obatan anti-jamur maka infeksi oleh karena spesies ini memerlukan (1)
dosis harian lebih tinggi (800 mg/hari) dengan menggunakan
fluconazole, (2) caspofungin 70 mg intra-vena sebagai dosis awal
dilanjutkan dengan dosis harian 50 mg, (3) amphotericin B konvensional
(1 mg/kgBB/hari) ,dan (4) sediaan Amphotericin B dalam lemak 3-5
mg/kgBB/hari.7,9

Terapi yang berhasil pada infeksi sistemik Candida yang serius memerlukan pemberian
terapi anti-jamu sedini mungkin. Terapi hendaknya segera dilaksanakan setelah
didapatkan hasil kultur yang tetap. Empat macam anti-jamur dapat diberikan pada
penatalaksanaan infeksi Candida. Golongan azole telah menjadi pilihan utama selama
beberapa tahun terakhir baik secara topical maupun sistemik. Polyene meliputi
amphotericin B, formula amphotericin B dalam lemak, dan nystatin topikal. Allylamin
termasuk didalamnya terbenafin topikal dan tablet oral. Golongan terbaru adalah triazole,
contohnya adalah posaconazole.1,7

Candidiasis pada pasien-pasien imunosupresi :

Infeksi pada pasien-pasien ini sering lebih berat dan umumnya tidak menunjukkan hasil
yang baik dengan menggunakan mikonazole topikal disamping sering pula tidak mungkin
untuk mengobati faktor predisposisi yang menyertainya. Fluconazole oral [100-400
mg/hari selama 1-2 minggu] kini merupakan obat pilihan untuk mengontrol kandidasis
orofaring pada penderita AIDS. Terapi maintenance yang tidak jelas memakai
Fluconazole [150-300 mg/minggu] bagaimanapun tetap dibutuhkan dan [pemberian dosis

25
intermiten sesuai kondisi klinis penderita kini disarankanuntuk mencegah kemunculan
resistensi beberapa galur C. albicans terhadap Fluconazole. Penderita candidiasis yang
invasif disertai neutropenia memerlukan terapi Amphotericin B dosis tinggi [1.0
mg/kg/hari] sering bersamaan dengan pemberian 5- Flucytosine [150 mg/kg/hari].
Kondisi darah dan susceptibility tests terhadap anti-jamur perlu dilakukan pada terapi
dengan 5-Flucytosine. Metode diagnostik yang ada saat ini sering tidak cukup untuk
mengungkapkan penyebab primer sehingga menimbulkan masalah diagnostik yang besar
pada klinisi. Terapi empiris memakai Amphotericin B biasanya diawali pada penderita
yang tidak menunjukkan demam yang resisten terhadap antibakterial lebih dari 72-96
jam. Fluconazole dosis tinggi [400-800 mg/hari] dan Amphotericin B Liposomal [3-5
mg/kg/hari] juga dilaporkan memberi hasil yang baik terutama pada kasus Caandidasis
hepatolienalis. Kombinasi Fluconazole dengan 5-Flucytosine atau Fluconazole dengan
Amphotericin B telah digunakan untuk terapi CAndidasis sistemik. Faktor pertumbuhan
haematopoietik seperti G-CSF, GM-CSF and M-CSF telah digunakan untuk merangsang
produksi neutrofil dan/atau monosit-makrofage agar sistem imun penderita dapat
ditingkatkan.9

Prognosis:
Prognosa dipengaruhi faktor-faktor seperti letak lesi, derajat dan macam
imunosupresi inang, waktu ditetapkannya diagnosa dan terapi. Semakin lama
terapi anti-jamur tertunda diberikan maka angka morbiditas serta mortalitas akibat
Candidiasis diseminata dan Candidemia akan semakin tinggi.
Candidiasis interdigitalis dengan predisposisi sering berkontak dengan air,
bahkan dapat sembuh sendiri dengan menghindari faktor predisposisinya.
Candidiasis kutis generalisata sering resisten terhadap pengobatan.
Candidiasis Mukokutaneus memiliki prognosa yang sempurna, tanpa adanya
mortalitas, atau morbiditas yang minimal saja.5,8

26
Kesimpulan
Candidiasis adalah penyakit infeksi primer atau sekunder yang disebabkan oleh jamur
genus candida terutama Candida albicans. Penyakit ini dapat berjalan akut, sub akut, atau
kronik, terlokalisir pada kulit, mulut, tenggorokan, kulit kepala, vagina, jari, kuku, bronchi,
paru paru, dan saluran pencernaan, dan dapat pula sistemik mengenai endokardium,
meningen sampai septikemia. Candida tidak menyerang rambut
Manifestasi klinis Candidiasis merupakan hasil interaksi antara patogenitas candida
dengan mekanisme pertahanan tuan rumah, yang berkaitan dengan faktor predisposisi. Infeksi
Candida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen.
Kandidiasis memberikan gambaran yang khas berupa bercak eritematous dengan
batas tegas bentuk teratur, disertai skuama halus dan terdapat papul multiple pada tepi bercak
(hen and chick appearance). Penatalaksanaan utama cari faktor penyebabnya lalu dapat di
terapi dengan obat sistemik dan topikal, serta edukasi yang tepat.

Daftar pustaka
1. James WD; Berger TG, Elston DM: Candidiasis. In :Andrews Disease of The Skin
Clinical Dermatology; 10th edition, Canada: Saunders Elsevier, 2006: 308-310
2. Fredberg IM , Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldmith LA, Katz SI: Cutaneus
Candidasis. In: Fitzpatricks Dermatology in General Medition; 6th edition, volume 2,
New York: McGraw-Hill; 2014. h. 114-117.
3. Rippon JW: Intertgrinous Candidasis. In: Medical Mycology, The Pathogenic Fungi
and The Pathogenic Actinomycetes, 3rd edition; Philadelphia: Saunders Company,
1998: 550-552
4. Ramali LM: Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dlm: Dermatomikosis Superfisialis
Pedoman untuk Dokter dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
2004. h.59-72
5. Susanto RC, Made GaMade AM. Penyakit kulit dan kelamin. Yogyakarta: Nuha
Medika: 2013.
6. http:// www. Emedicine.com/derm/topic198.htm
7. Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti ; Candidosis. In : Ilmu Penyakit dan
Kelamin, 7th edition. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. h. 78
8. http:// www. Emedicine.com/ MED/ topic264.html.
9. http:// www.mycology.adelaide.edu.au/ Mycoses/ Cutaneous/ Candidiasis/ index.
Html.

27

Anda mungkin juga menyukai