Anda di halaman 1dari 20

Presentasi Kasus

Psoriasis Vulgaris

Disusun Oleh:

Melisa
11 2018 129

Moderator:
dr. Bram U.P, SpKK

Dipresentasikan pada tanggal :

17 Febuari 2020

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 10 Febuari – 14 Maret 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA JAKARTA
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. FNH
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 21 tahun
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 26 Maret 1998
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Kp. Babakan Pekapuran, RT 001/RW 004, Curug, Cimanggis

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSPAD
Gatot Soebroto pada 10 Febuari 2020.
- Keluhan Utama:
Bercak kemerahan di seluruh tubuh.

 Keluhan Tambahan :
Gatal dan perih

- Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sejak + 10 tahun yang lalu pasien mengeluh dengan keluhan timbul seperti ketombe
pada kulit kepala, lalu 1 minggu kemudian muncul bercak merah di kedua tangan yang
gatal dan saat di garuk semakin menjalar dan menyebar ke tangan, siku, leher,
punggung, perut, dada dan kaki. Awal mulanya pasien hanya mengira itu hanya seperti
ketombe biasa namun ketika semakin digaruk rasa gatal muncul semakin luar biasa.
Setelah digaruk rasa gatal semakin gatal dan kemudian menjadi bercak-bercak
kemerahan yang meninggi dan bersisik tebal dan berlapis berwarna putih. Ketika tidur
pasien terus menggaruk-garuk sehingga bercak putih tersebut menjadi berdarah. Rasa
gatal semakin dirasakan pada saat pasien berkeringat. Pasien rutin berobat ke dokter
praktek umum dan diberikan salep.
Keluhan yang dirasakan pasien ini hilang timbul namun tidak ada perbaikan. Pada tahun
2018 pasien sempat menjalani pengobatan sinar di RSUD Tarakan sebanyak 4 kali,

2
namun setelah itu berhenti karena alasan tertentu. Pada tahun 2019 bulan Agustus
keluhan dirasakan kembali oleh pasien namun kemudian hilang.
Pada hari senin tanggal 10 Febuari 2020 pasien datang ke poli klinik kulit dan kelamin
RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan yang sama yaitu bercak kemerahan yang
muncul pada kulit disertai rasa gatal dan bersisik tebal pada kepala, leher, tangan, siku,
punggung, perut, dada, dan kaki pada saat digaruk bertambah gatal dan berdarah,
bercak semakin banyak sejak 3 minggu SMRS. Keluhan ini juga di awali dengan
timbulnya seperti ketombe di kulit kepala.
Pasien menyangkal adanya rasa baal pada bercak kemerahannya.

- Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit diabetes dan alergi.

- Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien.

III. Status Generalis


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesdaran : Compos mentis
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 170 cm
IMT : 22,49 kg/m2 (Status gizi baik)
Tanda Vital :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 96 x/menit
 Pernafasan : 22 x/menit
 Suhu : 36,6oC
Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam
Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Jantung : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik, tidak edema

3
IV. Status Dermatologikus
Lokasi : Regio vertebralis
Efflorensi : Tampak plak eritematosa multipel, ukuran plakat, berbatas tegas, disertai
dengan skuama kasar berlapis-lapis.
Lokasi : Regio abdomen
Efflorensi : Tampak plak eritematosa multipel, ukuran plakat, berbatas tegas, disertai
dengan skuama kasar berlapis-lapis.
Lokasi : Regio thoraks
Efflorensi : Tampak plak eritematosa multipel, ukuran plakat, berbatas tegas, disertai
dengan skuama kasar berlapis-lapis.
Lokasi : Regio Ekstremitas Inferior dan Superior
Efflorensi : Tampak plak eritematosa multipel, ukuran nummular hingga plakat, berbatas
tegas, disertai dengan skuama kasar berlapis-lapis.
Lokasi : Regio scalp
Efflorensi : Tampak skuama yang terlepas.
Lokasi : Regio Coli
Efflorensi : Tampak plak eritematosa multipel, ukuran plakat, berbatas tegas, disertai
dengan skuama kasar berlapis-lapis.

Gambar 1. Regio Vertebralis Gambar 2. Regio Abdomen dan Thoraks

4
Gambar 3. Regio Ekstremitas Superior

Gambar 4. Regio Ekstremitas Inferior

5
Gambar 5. Regio Scalp

Gambar 6. Regio Leher

6
V. Pemeriksaaan penunjang
Fenomena tetesan lilin : didapatkan skuama berubah menjadi putih ketika digores
dengan pinggiran kaca objek.
Fenomena Auspitz : tidak didapatkan bintik-bintik pendarahan pada skuama yang di
gores dengan pinggiran kaca objek.

VI. Resume
Pasien laki-laki usia 21 tahun dengan keluhan bercak merah yang gatal, meluas dan
kemudian bersisik tebal pada kepala, leher, tangan, siku, dada, punggung dan kedua kaki.
Bercak merah bertambah gatal saat berkeringat dan berdarah saat digaruk. Pasien sudah
mengalami gejala ini secara berulang dan tidak ada perbaikan.
Pada hasil pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal, satus dermatologikus
pasien pada regio vertebralis, abdomen, thoraks, coli dan ekstremitas superior dan inferior
tampak plak eritematosa multipel, berukuran numuler hingga plakat, berbatas tegas, disertai
dengan skuama berlapis-lapis. Sedangkan pada regio scalp tampak skuama yang terlepas.
Pada pemeriksaan tambahan yaitu fenomena tetesan lilin di dapatkan positif.

VII. Diagnosis Kerja


Psoriasis Vulgaris

VIII. Diagnosis Banding


1. Parapsoriasis
2. Ptiriasis Rosea
3. Tinea Corporis

IX. Pemeriksaan Anjuran


Biopsi kulit

X. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa : Edukasi pasien untuk dapat melakukan :
- Mencegah garukan dan gesekan pada tubuh
- Istirahat yang cukup
- Kurangi pemikiran yang memicu distress

7
- Memakai obat dan kontrol ke dokter secara teratur

Medikamentosa :
Sistemik :
Methotrexate 15mg/minggu po
Topikal:
Anthralin salep dengan konsentrasi 0,1%

XII. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Karena pemeriksaan tanda vital, keadaan umum dan kesadaran pasien dalam keadaan stabil,
penyakit yang dialami pasien tidak mengancam jiwa.
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Secara fungsi pasien dengan psoriasi vulgaris tidak terdapat adanya gangguan aktivitas.
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Sebagian besar pasien dengan psoriasis vulgaris mengalami kekambuhan karena faktor
pencetus yang sulit dihilangkan dan mengakibatkan pemaiakn obat seumur hidup.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PSORIASIS VULGARIS
Definisi
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kompleks, kronis, multifaktorial, yang melibatkan
hiperproliferasi keratinosit dalam epidermis, dengan peningkatan tingkat pergantian sel
epidermis. Psoriasis dikenal sebagai penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik
yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai
manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.1,2

Epidemiologi
Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasis bervariasi di setiap
wilayah. Di Indonesia pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh RS besar dengan angka
prevalensi 0,92%. Psoriasis terus mengalami peningkatan di Indoneisa. Kejadian Remisi
dialami oleh 17-55% kasus dengan beragam tenggang dan waktu. Secara keseluruhan di
dunia 2-3 % mengalami psoriasis. Rata-rata timbul usia 15 dan 30 tahun dan perempuan dengan
laki-laki sama.1,2
Hanseler dan Cristopher membagi psoriasis menjadi 2 tipe :
• Psoriasis Tipe 1, dengan onset usia <40 tahun dan terkait dengan antigen khusus HLA-
Cw6.
• Psoriasis Tipe II, dengan onset usia >40 tahun dan tidak memiliki asosiasi HLA.

Etiologi
Psoriasis melibatkan hiperproliferasi keratinosit dalam epidermis, dengan peningkatan
tingkat turnover sel epidermis. Penyebab hilangnya kontrol pergantian keratinosit tidak
diketahui. Namun, faktor lingkungan, genetik, dan imunologi tampaknya berperan. Faktor
imunologi juga mempengaruhi kejadian psoriasis. Kesalahan genetik pada psoriasis dapat
dilihat padasalah satu dariketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis memerlukan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis yang
matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas
limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis.1-3

9
Faktor Pencetus
Faktor lingkungan sangat perpengaruh pada pasien dengan predisposisi genetik. Beberapa
faktor pencetus kimiawi, mekanik dan termal akan memicu psoriasis melalui mekanisme
Koebner, misalnya garukan, aberasi superfisial, reaksi fototoksik, atau pembedahan.
Ketegangan emosional dapat menjadi pencetus yang mungkin diperantari mekanisme
neuoimunologis. Beberapa macam obat misalnya beta-bloker, angiotensin-converting enzyme
inhibitors, antimalaria, litium, nonsteroid antiimflamasi, gembfibrosil dan beberapa antibiotik.
Bakteri, virus, dan jamur juga merupakan faktor pembangkit psoriasis. Endotoksin bakteri,
berperan sebagai superantigen dapat mengakibatkan efek patologik dengan aktivasi sel limfosit
T, maktofag, sel langerhans dan keratosit. Penelitian sekarang menunjukan bahwa superantigen
streptokokus dapat memicu ekspresi antigen limfosit kulit yang berperan dalam migrasi sel
limfosit T bermigrasi ke kulit. Walaupun pada psoriasis plakat tidak dapat dideteksi antigen
streptokokus, beberapa antigen asing dan auto-antgigen dapat memicu interaksi APC dan
limfosit T. Peristiwa hipersensitivitas terhadap obat, imunisasi juga akan membangkitan
aktivasi sel T. Kegemukan, obesitas, diabetes melitus maupun sindroma metabolik dapat
memperparah kondisi psoriasis. Kandungan alkohol dapat berinteraksi dengan obat psoriasis
sehingga bisa mengagalkan terapi yang optimal.

Patofisiologi
Penyebab yang pasti dari Psoriasis belum diketahui, diduga berhubungan dengan stres
infeksi trauma endokrin dan alkoholik. Primer, karena infiltrasi sel-sel radang di epidermis,
dan sekunder terjadi hiperplasia epidermis. Pada penderita psoriasis terjadi abnormalitas
intrinsik dari kulit, faktor seluler, faktor humoral, faktor genetik.
Terjadi mekanisme peradangan kulit psoriasis yang cukup kompleks, yang melibatkan
berbagai sitokin, kemokin, maupun faktor pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan
regulasi keratinosit, sel-sel radang, dan pembulh darah, sehingga lesi tampak menebal dan
berskuama tebal berlapis.
Ketika terjadi aktivasi sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel makrofag berhasil
menangkap antigen melalui major histocompability complex (MHC) mempresentasikan
antigen tersangka dan diikat oleh sel T. Peningkatan sel T terhadap antigen tersebut selain
melalui reseptor sel T harus dilakukan pula oleh ligan dan reseptor tambahan yang dikenal
dengan kostimulasi. Setelah sel T teraktivasi sel ini berproligerasi menjadi sel T efektor dan
memori kemudian masuk dalam sirkulasi sistemik dan bermigrasi ke kulit. Pada lesi terdapat

10
plak dan darah pasien psoriasis ditemukan terdapat sel Th1 CD4+ , sel T sitoksik 1/Tc1CD8+ ,
IFN-y, TNF-a, dan IL-12 adalah produk yang ditemukan pada kelompok penyakit yang
diperantarai oleh sel Th-1 . IL-17A ternyata mampu meningkatkan ekspresi kerati 17 yang
merupakan karakteristik psoriasis.
Injeksi intradermal IL-23 dan IL21 pada penelitian dengan mencit menunjukan, terjadi
penginaktakan trigger proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran hiperplasia epidermis
yang merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A seperti juga kemokin CCR 6 dapat
mestimulasi timbulanya reaksi peradangan psoriasis. Dalam pereistiwa interaksi imunologi
tersebut retetan mediator menetukan gambaran klinis, akibat peristiwa banjirnya efek mediator
terjadi perubahan fisiologis kulit normal menjadi Keratinosit akan berproliferasi lebih cepat,
normal terjadi dalam 311 jam, menjadi 36 jam dan produksi harian keratonosit 28 kali lebih
banyak dari pada epidermis normal. Pembuluh darah menjadi berdilatasi, berkelok-kelok
angiogenesis dan hipermeabilitas vaskulat diperankan oleh vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan Vascular permeability factor (VPF) yang dikeluarkan oleh keratinosit.1,3
Patogenesis terjadinya psoriasis, diperkirakan karena :
1. Terjadi peningkatan “turnover” epidermis atau kecepatan pembentukannya dimana
pada kulit normal memerlukan waktu 26-28 hari, pada psoriasis hanya 3-4 hari sehingga
gambaran klinis tampak adanya skuama dimana hiperkeratorik, disamping itu
pematangan sel-sel epidermis tidak sempurna.
2. Adanya faktor genetic doitandai dengan perjalanan penyakit yang kronik dimana
terdapat penyembuhan dan kekambuhan spontan serta predileksi lesinya pada tempat-
tempat tertentu.
3. Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi pada psoriasis meliputi :
a. Peningkatan replikasi DNA
b. Berubahnya kadar siklik nukleotida
c. Kelainan prostaglandin dan perkursornya
d. Berubahnya metabolism kaborhidrat
Normalnya sel kulit akan matur pada 28-30 hari dan kemudian terlepas dari permukaan kulit.
Pada penderita psoriasis, sel kulit akan matur dan menuju peemukaan kulit pada 3-4 hari,
sehingga akan menonjol dan menimbulkan bentukan peninggian kumpulan plak berwarna
kemerahan. Warna kemerahan tersebut berasal dari peniningkatan suplai darah untuk nutrisi
bagi sel kulit yang bersangkutan. Bentukan berwarna putih seperti tetesan lilin (atau sisik putih)
merupakan campuran sel kulit yang mati. Bila dilakukan kerokan pada permukaan psoriasis,
maka akan timbul gejala Koebner phenomenon.

11
Manifestasi Klinis
Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris, dan biasanya disebut psoriasis
plakat kronik.
Gambaran klasik yang muncul berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai
titik-titik perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari seujung jarum hingga sampai plakat
menutupi sebagaian besar area tubuh, gambaran umum biasanya tampak simetris. Letaknya
terlokalisir, misalnya pada siku, lutut Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa dan
sendi tetapi tidak menggangu rambut. Penampilan berupa infiltrat eritematosa, eritema yang
muncul bervariasi dari yang sangat cerah, biasanya disertai dengan rasa gatal sampai merah
pucat.
Pada psoriasis terdapat tanda patognomonik yaitu:
- Auspitz sign dimana terlihat titik-titik perdarahan (Pin Point Bleeding) ketika skuama
di lepas.
- Fenomena Koebner (isomorfik respon), fenomena tersebut adalah peristiwa munculnya
lesi psoriasis setelah terjadi trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien psoriasis
dan muncul setelah 7-14 hari setelah trauma.
- Fenomena tetesan lilin, skuama akan berubah berwarna putih seperti kerokan lilin saat
di gores.
Pada lidah dapat dijumpai plak putih berkonfigurasi mirip dengan peta yang disebut lidah
geografik. Fenotip psoriasis dapat berubah-ubah, spektrum penyakit pada pasien yang sama
dapat menetap atau berubah, dari asimtomatik sampai dengan generalisata (eritoderma).
Stadium akut sering dijumpai pada orang muda, tetapi dalam waktu tidak terlalu lama dapat
berjalan kronik residif. Kepatahan memiliki gambaran klinik dan proses evolusi yang beragam,
sehingga tidak ada kesesuaian klasifikasi variasi klinis. 1,4

Pemeriksaan Penunjang
Biopsi Kulit
Biopsi kulit merupakan tindakan pengambilan sebagian kecil jaringan yang ada di kulit untuk
dilakukan pemeriksaan hitopatologi di bawah mikroskop. Tujuan biopsi kulit adalah untuk
menegakan diagnosis secara pasti untuk lesi kulit seperti keganasan, infeksi, gangguan bulosa,
keeatosis ataupun penyakit sistemik yang memiliki manifestasi kulit seperti SLE. Biopsi kulit
merupakan tindakan yang aman, sederhana dan dapat dilakukan pada unit rawat jalan.
Spesimen jaringan kulit yang diambil dari biopsi dapat dievaluasi dengan teknik pewarnaan
sederhana, imunofluoresens, imunohistokimia maupun hibridasi fluoresens in situ (FISH).

12
Teknik biopsy yang dilakukan adalah :

1. Biopsi plong (Punch Biopsy)


Dengan menggunakan alat khusus, berbentuk seperti tabung kecil dengan baian tajam
pada ujungnya, untuk mengambil jaringan kulit dengan diameter tertentu sehingga
jaringan kulit yang terambil akan berbentuk lingkaran. Tindakan penjahitan perlu
dilakukan apabila diameter kulit yang diambil cukup lebar.
2. Biopsi cukur (Shave Biopsy)
Prosedur dari tindakan biopsi shave adalah memotong tipis bagian atas kulit
menggunakan pisau bedah. Teknik ini lazim digunakan untuk kelainan kulit yang
bentuknya seolah bertangkai seperti keratosis seboroik, kutil, papilloma, atau skin tag.
3. Biopsi Eksisi
Dilakukan agar dpat mengambil jaringan kulit lebih luas. Tindakan biopsi ini dilakukan
menggunakan pisau bedah dengan luas tertentu dan memerlukan penjahitan setelahnya.

Pada pemeriksaan histopatologis psoriasis plakat yang matur dijumpai tanda spesifik berupa :
penebalan (akantosis) dengan elongasi seragam dan penipisan epidermis diatas papila dermis.
Masa sel epidermis meningkat 3-5 kali dan masih banyak dijumpai mitosis diatas lapisan basal.
Ujung rete ridge berbentuk gada yang sering bertaut dengan rete ridge sekitarnya. Tampak
hiperkeratosis dan parakeratosis dengan penipisan atau hilangnya stratum granulosum.
Pembuluh darah di papila dermis yang membengkak tampak memanjang, melebar dan
berkelok-kelok. Pada lesi awal di dermis bagian atas tepat di bawah epidermis tampak
pembuluh darah dermis yang jumlahnya lebih banyak daripda kulit normal. Infiltrat sel radang
limfosit, makrofag, sel dendrit dan sel mast terdapat sekitar pembuluh darah. Pada psoriasis
yang matang dijumpai limfosit tidak saja pada dermis tetapi juga epidermis. Gambaran spesifik
psoriasis adalah bermigrasinya sel radang granulosit-neutrofilik berasal dari ujung subset
kapiler dermal mebcapai bagia atas epidermis yaitu lapisan parakeratosis stratum korneum
yang disebut mikroabses Munro atau pada lapisan spinosum yang disebut spongiosum pustules
of Kogoj.1

Diagnosis
Dapat dikatakan psoriasis vulgaris bila ditemukan lesi kulit berupa plakat eritematosa
kurang dari 1 cm yang melebar ke arah pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi satu,
berdiameter 1 sampai dengan beberapa centimeter. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi

13
psoriasis plakat yang dikenal dengan Woronoff’s ring. Dengan proses pelebaran lesi yang
berjalan bertahap maka bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva linier, bisa
berupa serupa dengan bentuk cincin, dan papul berskuama pada mulut folikel pilosebaseus.
Psoriasis hiperkeratolitik tebal berdiameter 2-5 cm dikenal dengan plak rupioid, sedangkan
plak hiperkeratotik tebal berbentuk cembung meneyerupai kulit tiram disebut plak ostraseus.
Umumnya dijumpai di skalp, siku, lutut, punggung, lumbal, dan retroaurikuler. Hampir 70%
pasien mengeluh gatal, rasa terbakar, bahkan nyeri, terutama bila terkena kulit kepala. Tes
Auspitz menjadi tidak spesifik untuk psoriasis, karena uji positif dapat dijumpai pada dermatitis
seboroik atau dermatitis kronis lainnya.

Diagnosis Banding
1. Parapsoriasis
Parapsoriasis menggambarkan sekelompok penyakit kulit yang dapat ditandai dengan
bercak bersisik atau papula yang sedikit meningkat dan / atau plak yang tersebar pada batang
atau ekstremitas proksimal yang memiliki kemiripan dengan psoriasis karena itu nomenklatur.
Namun, deskripsi ini mencakup beberapa penyakit kulit inflamasi yang tidak terkait dengan
patogenesis, histopatologi, dan respons terhadap pengobatan. Karena variasi dalam presentasi
klinis dan kurangnya temuan diagnostik spesifik pada histopatologi, definisi parapsoriasis yang
diterima secara seragam masih kurang. Timbulnya parapsoriasis bersifat indolen. Parapsoriasis
berkembang dari beberapa tambalan dan menjadi lebih terlihat selama periode waktu yang
panjang. Lesi tambahan berkembang secara progresif pada beberapa individu.Parapsoriasis
plak kecil dapat berlangsung berbulan-bulan hingga beberapa tahun; penyakit ini sering
sembuh secara spontan. Sedangkan pada parapsoriasis plak besar adalah kelainan kronis yang
bermanifestasi dengan cara yang lama dan berkembang selama bertahun-tahun, kadang-kadang
beberapa dekade. Keadaan ini dapat berkembang menjadi mikosis fungoides (MF), limfoma
sel T kulit (CTCL), setelah beberapa tahun namun tidak dapat ditentukan.6

2. Ptiriasis Rosea
Pityriasis rosea bermanifestasi sebagai erupsi papulosquamous akut, sembuh sendiri
dengan durasi 6-8 minggu. Ini berevolusi dengan cepat, biasanya dimulai dengan bercak yang
menandai erupsi, yang disebut “herald patch”. Kadang-kadang dapat terjadi pada varian
atipikal atau mungkin meniru gangguan kulit lainnya, seperti tinea corporis dan sifilis
sekunder. Telah disarankan bahwa kondisi ini dipicu oleh agen virus. Lesi awal ini membesar
selama beberapa hari untuk menjadi bercak dengan kerah bersisik baik di dalam perbatasan

14
yang dibatasi dengan baik. Evaluasi Dermoscopy menggunakan sumber triple-light mungkin
berguna. Dalam 1-2 minggu ke depan, exanthem umum biasanya muncul, meskipun dapat
terjadi dari beberapa jam hingga berbulan-bulan setelah pemberita patch. Fase sekunder ini
terdiri dari makula bilateral dan simetris dengan skala kerah yang berorientasi dengan sumbu
panjang di sepanjang garis pembelahan. Fase ini cenderung membaik selama 6 minggu ke
depan, tetapi variabilitas sering terjadi dan kadang-kadang persisten. Sejumlah kecil (sekitar
5%) pasien dengan pityriasis rosea memiliki gejala prodromal ringan (misalnya, malaise,
kelelahan, sakit kepala, mual, anoreksia, kedinginan, demam, dan artralgia) yang mendahului
penampilan herald patch.7

3. Tinea Corporis
Tinea corporis adalah infeksi dermatofit superfisial yang ditandai oleh lesi inflamasi
atau noninflamasi pada kulit yang berserat. Tiga genera anamorfik menyebabkan
dermatofitosis: Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Dermatofita dapat
menginfeksi manusia (antropofilik) atau mamalia bukan manusia (zoofilik), atau mereka
mungkin berada terutama di tanah (geofilik). Tinea corporis dapat bermanifestasi sebagai
berikut: Biasanya, lesi dimulai sebagai eritematosa, plak bersisik yang dapat dengan cepat
memburuk, Mengikuti resolusi sentral, lesi dapat menjadi berbentuk annular dalam bentuk,
Peradangan dapat menyebabkan kerak, krusta, papul, vesikel, dan bahkan berkembang,
terutama di perbatasan semakin berkembang, Jarang, tinea korporis dapat hadir menjadi bulla,
terutama sebagai makula purpura, Pasien yang immunocompromised atau terinfeksi dengan
human immunodeficiency virus (HIV) sering memiliki presentasi atipikal, termasuk abses
yang dalam atau infeksi kulit yang menyebar. Studi laboratorium: pemeriksaan kalium
hidroksida (KOH) dari kerokan kulit, yang digunakan untuk memvisualisasikan elemen jamur
yang dihapus dari stratum corneum kulit, mungkin diagnostik pada tinea korporis. Histologi:
spesimen biopsi kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin dari tinea corporis
menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan infiltrat inflamasi superfisial. Neutrofil dapat
dilihat pada stratum korneum, yang merupakan petunjuk diagnostik yang signifikan.8

Penatalaksanaan
Terdapat banyak variasi pengobatan psoriasis, tergantung dari lokasi lesi, luasnya lesi,
dan beratnya penyakit, lamanya menderita penyakit dan usia penderita. Pada pengobatan awal
sebaiknya diberikan obat topikal, tetapi bila hasilnya tidak memuaskan dapat dipertimbangkan
pengobatan sistemik, atau diberikan kombinasi dari keduanya.

15
Terapi topikal digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan agen topikal lainnya
atau dengan fototerapi.
Terapi topikal yang dapat diberikan seperti Analog vitamin D yaitu kalsipotriol yang
mampu mengobati psoriasis ringan sampai sedang. Mekanisme kerja dari sediaan ini adalah
antiproloferasi keratinosit, menghambat proliferasi sel, dan meningkatkan diferensiasi juga
menghambat produksi sitokin yang berasal dari keratinosit maupun limfosit. Kalsipotriol
merupakan pilihan utama atau kedua pengobatan topikal. Dermatitis kontak iritan merupakan
efek samping terbanyak yang dijumpai. Respon terapi terlihat lambat bahkan awalnya terlihat
lesi menjadi merah. Penyembuhan batu terlihat setelah pemakaian 14-78 hari.1

Anthralin dengan konsentrasi 0,05-0,1% untuk pengobatan psoriasis bentuk plakat yang kronis.
Terapi topikal ini bekerja sebagai antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit. Efek
sampingnya adalah bersifat iritasi dan mewarnai kulit dan pakaian. Preparat tar seperti liquor
carbonis detergent 2-5% dalam bentuk salep dipakai untuk pengobatan psoriasis yang kronis.
Diduga mempunyai efek yang menghambat proliferasi keratinosit. Efeknya akan meningkat
bila dikombinasi dengan asam salisilat 2-5%. Dapat diberikan dalam jangka lama tanpa iritasi.
Acetylenic retinoid adalah asam vitamin A dan sintetik analog dengan reseptor β dan γ.
Retinoid meregulasi transkrip gen dengan berikatan RAR-RXR heterodimer, berikatan
langsung elemen respon asam retinoat pada sisi promoter gen aktivasi. Tazaroten menormalkan
proliferasi dan diferensiasi keratinosit serta menurunkan jumlah sel radang. Tazaroten 0,1%
lebih efektif pada pemakaian 12 minggu dalam merdakan skuama dan infiltrat psoriasis.
Kortikosteroid topikal masih tetap banyak dipakai dalam pengobatan psoriasis secara tunggal
atau kombinasi, biasanya dipakai yang mempunyai potensi sedang sampai kuat, untuk
pengobatan lesi psoriasis yang soliter. Mempunyai efek anti inflamasi dan anti mitosis.

Pengobatan sistemik atau oral dapat diberikan kortikosteroid, salah satu obat yang dapat
digunakan adalah methotrexate sebagai agen anti-neoplastik, juga berguna dalam pengobatan
inflamasi termasuk psoriasis. Methotrexate menampilkan efek anti psoriasis dengan
menginduksi apoptosis keratinosit yang berproliferasi dan menghambat jalur T17 serta ekspresi
IL-17, IL-23A, dan interferon-γ. Methotrexate yang bekerja menghambat sintesis DNA ini
juga bekerja dengan menekan kemotaktik terhadap sel netrofil yang dapat diberikan untuk
pengobatan psoriasis pustulosa generalisata, eritrodermis psoriatik, dan artritis psoriatik. Dosis
yang diberikan adalah 7,5-15 mg perminggu,atau 5mg setiap 12 jam selama periode 36 jam
dalam seminggu. Efek samping dapat berupa gangguan fungsi hati, ginjal, sistem hemopoetik,
ulkus peptikum, dan lain-lain. Siklosporin yaitu imunosupresor bekerja menghambat aktivasi

16
dan proliferasi sel T. Selain itu juga dapat menghambat pertumbuhan sel keratinosit. Dosis
yang dianjurkan adalah 2-5 mg/kg BB, namun memerlukan waktu yang cukup lama, dapat
sampai 3-6 bulan. Obat ini bersifat nefrotoksik dan juga hepatotoksik.9
Fototerapi juga menjadi pilihan terapi dari psoriasis. Fototerapi memiliki kemampuan
menginduksi apoptosis, imunosupresan, mengubah profil sitokin dan mekanisme lainnya. Sinar
ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan
psoriasis. Untuk saat ini diketahui efek biologik dari sinar UVB dengan mengunakan lampuu
UVB (TL-01) mendapat efek kisaran 311-313 nm yang dapat memancarkan sinar
monokromatik. UVB dengan spectrum sempit ini lebih efektif untuk pengobatan psoriasis
sedang sampai berat, bila dikombinasikan dengan terdapat meningkatkan efektivitas terapi.
Efek samping cepat berupa sunburn pada kulit, eritema, vesikulasi dan kulit kering, dan dapat
terjadi efek jangka panjang sperti penuaan pada kulit dan keganasan.
Pada penggunaan sinar UVB spektrum sempit dapat diberikan kombinasi dengan
antralin dan ter, sehingga masa remisi berlangsung lama. Pengunaan sinar ulraviolet artifisial,
diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara
tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) biasanya
dikenal dengan PUVA. Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek
sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum penyinaran ultraviolet. Dilakukan
2x seminggu, kesembuhan terjadi setelah 2-4 kali pengobatan. Selanjutnya dilakukan
pengobatan rumatan (maintenance) tiap 2 bulan. Efek samping overdosis dari fototerapi berupa
mual, muntah, pusing dan sakit kepala. Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos) yang
dianggap sebagai resiko PUVA masih kontroversial. UVB sprektrum sempit dikatakan lebih
aman jika dibandingkan dengan PUVA yang dapat menjadi karsinoma sel basal dan melanoma
malignan pada kulit sehingga terjadi penginkatan resiko keganasan kulit.1,3,4
Agen biologik berkerja dengan menghambat biomolekuler yang berperan dalam
tahapan patogenesis psoriasis. Terdapat tiga tipe obat yang beredar di pasaran, yaitu recombinat
human cytokine, fusi protein, dan monoklonal antibodi. Perkembangan agen biologik ini sangat
pesat dan yang dikenal adalah alefacept, efalizumab, infliximab, dan ustekinumab. Pemakaian
terbatas pada kasus yang berat atau yang tidak berhasil dengan pengobatan sistemik klasik.
Efek samping yang harus diperhatikan adalah infeksi karena agen ini bersifat imunosupresif,
reaksi infus dan pembentukan antibodi setra pemakaian jangka panjang masih perlu evaluasi.1

17
Komplikasi
Tentunya komplikasi yang ditakutkan pada pasien dengan psoriasis memiliki angka
morbiditas dan mortalitas yang terus meningkat pada pada pasien dengan gangguan
kardiovaskuler terutama pada pasien psoriasis berat dan lama. Risiko infark miokard terutama
sekali terjadi pada pasien psoriasis muda yang mendertia dalam jangka waktu panjang. Pasien
psoriasis juga mempunyai peningkatan risiko limfoma malignum. Dari sisi emosional pasien
dengan psoriasis cenderung mengalami depresi sehubungan dengan manifestasi klinis yang
berdammpak terhadap penurunan harga diri, penolakan sosial, merasa malu, masalah seksual,
dan gangguan kemampuan proffesional. Semuanya diperberat dengan perasaan gatal dan nyer,
dan keadaan ini menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien. Komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien eritroderma adalah hipotermia dan hipoalbuminemia sekunder terhadap
penglupasan kulit yang berlebihan juga dapat terjadi gagal jantung dan pneumonia.1,2,5

Prognosis
Meskipun psoriasis biasanya jinak, itu adalah penyakit seumur hidup dengan remisi dan
eksaserbasi dan kadang-kadang refrakter terhadap pengobatan. Ini berkembang menjadi radang
sendi pada sekitar 10% kasus. Sekitar 17-55% pasien mengalami remisi dengan panjang yang
berbeda-beda. Psoriasis dikaitkan dengan merokok, alkohol, sindrom metabolik, limfoma,
depresi, bunuh diri, obat-obatan yang berpotensi berbahaya dan terapi cahaya, dan
kemungkinan kanker kulit melanoma dan nonmelanoma. Psoriasis secara signifikan dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kecacatan fisik dan mental yang dialami dengan
penyakit ini dapat sebanding atau lebih dari yang ditemukan pada pasien dengan penyakit
kronis lainnya seperti kanker, radang sendi, hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan depresi.
Studi menunjukkan bahwa psoriasis pada telapak tangan dan telapak kaki cenderung memiliki
dampak yang lebih besar pada kualitas hidup pasien dibandingkan dengan mereka yang
memiliki keterlibatan psoriatik yang lebih luas yang tidak melibatkan telapak tangan dan
telapak kaki. Psoriasis gutata akut muncul dengan cepat, “ruam.” Umum Kadang-kadang jenis
psoriasis ini menghilang secara spontan dalam beberapa minggu tanpa perawatan apa pun.
Lebih sering, psoriasis gutata berkembang menjadi psoriasis plak kronis. Ini stabil dan dapat
mengalami remisi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun, berulang, dan menjadi teman
seumur hidup.1,2,4,5

18
BAB III
KESIMPULAN
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan penyebab utamanya adalah faktor
genetik yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis
disertai manifestasi vaskuler, dan pengaruh sistem saraf. Diagnosis psoriasis dapat ditegakan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Psoriasis
menjadi penyakit jangka panjang. Pengobatan dan edukasi yang tepat bagi pasien untuk tetap
rajin berobat dapat meminimalkan gejala yang diderita pasien hingga bisa meningkatkan
kualitas hidup pasien seperti sedia kala.

19
Daftar Pustaka
1. Jacoeb TNA. Ilmu pe nyakit kulit dan kelamin.Edisi ke-7 (cetakam keenam 2019).
Jakarta : Badan Penerbit FKUI; 2016.h 213-21.
2. Jacquiline H, William DJ. Psoriasis. Medscape. Downloaded from
https://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview. 2020. Febuari 2020.
3. Aprilliana KF, Hanna M. Psoriasis vulgaris pada laki-laki 46 tahun. J AgromedUnila.
Juni 2017. Volume 4 No 1. 160-7.
4. Pratiwi KD, Damayanti. Profil Psoriasis Vulgaris di RSUD Dr.Soetomo Surabaya:
Studi Retrospektif. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamain. Vol 30. No 3.
Desember 2018. No. 248-54.
5. World health organization. Global report on psoriasis. WHO library cataloguing in
publication data. 2016,
6. Wong HK, Dirk ME. Parapsoriasis. Medscape. Downloaded from
https://emedicine.medscape.com/article/1107425-clinical. 2020. Febuari 2020.
7. Schwartz RA, Dirk ME. Pityriasis Rosea. Medscape. Downloaded from
https://emedicine.medscape.com/article/1107532-overview. 2020. Febuari 2020.
8. Lesher JL, Dirk ME. Tinea corporis. Medscape. Downloaded from
https://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview. 2020. Ferbuari 2020.
9. Rosenbach M, Hsu S, Korman NJ, Lebwohl MG, Young M, Bebo BF, Voorhees ASV.
Treatment of erythrodermic psoriasis: From the medical board of the National Psoriasis
Foundation. J Am Acad Dermatol 2010; 62: 655- 62.

20

Anda mungkin juga menyukai