Anda di halaman 1dari 18

PRESENTASI KASUS

TINEA CORPORIS ET CRURIS

Moderator:
dr. Murniati B, SpKK

Disusun oleh:
Suci Amatul ‘Alima
2110221080

Dipresentasikan pada:
Kamis, 7 Oktober 2021

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN VETERAN JAKARTA
RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE 20 SEPTEMBER – 24 OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Tinea Corporis et Cruris”. Tujuan
penulisan laporan kasus ini ialah untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti
mengikuti kepaniteraan klinik bagian kulit dan kelamin di RSPAD Gatot Soebroto,
Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Murniati B Sp.KK selaku moderator dalam pemaparan laporan kasus ini.

2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin lainnya, atas arahan dan bimbingannya.

3. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan
kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan serta masih terdapat banyak kekurangan. Penulis berharap semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

Jakarta, 7 Oktober 2021

Penulis
BAB 1
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cipinang
Pekerjaan : Pengurus RT
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Status pernikahan : Menikah

II. Anamnesis

Dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin


RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 5 Oktober 2021.

Keluhan Utama

Timbul bercak-bercak kemerahan pada ketiak kiri, pelipatan paha


kanan dan kiri yang disertai rasa gatal sejak 1 minggu yang lalu.

Keluhan Tambahan

Rasa gatal semakin bertambah jika pasien berkativitas dan berkeringat.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke Poli klinik Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot


Soebroto dengan keluhan bercak merah kecoklatan yang terasa sangat
gatal pada ketiak kiri, serta area lipatan paha kiri dan kanan sejak 1
minggu yang lalu. Awalnya muncul bercak kemerahan dengan rasa gatal
pada ketiak kiri, berukuran sebesar uang logam yang lama kelamaan
melebar dan diikuti timbulnya bercak lain pada daerah lipatan paha kanan
dan kiri. Sekitar 1 tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan yang
sama. Pasien hanya mengobatinya dengan menggunakan obat fungiderm
tetapi keluhan tersebut muncul kembali 1 minggu yang lalu.
Pasien merupakan seorang pengurus RT yang aktif dalam
bersosialisasi seperti menjadi pengurus vaksin dan sebagian besar kegiatan
pasien berada di luar ruangan sehingga pasien mudah berkeringat. Pasien
mandi 2x sehari dan selalu mengeringkan badan dengan handuk kecil
sebelum menggunakan pakaian. Pasien tidak menggunakan handuk yang
sama dengan anggota keluarganya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki penyakit Hipertensi dan rutin mengkonsumsi


Amlodipin.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada.

III. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : 130/890 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Frekuensi Napas : 20x/menit
- Suhu : 37 ℃

BB : 76 kg

TB : 160 cm

IMT : 26,2 kg/m2 (Obese 1)

Kepala : Normosefal, distribusi rambut merata, rambut


berwarna hitam

Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Edema


Palpebra -/-

Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan


Hidung : Deviasi septum (-), napas cuping hidung (-),
sekret (-)

Mulut : Mukosa lembab, Ulkus(-)

Tenggorokan : Ronsil T1/T1 tenang, Hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks :

Paru

I : simetris kanan dan kiri

P : vokal fremitus normal kanan = kiri

P : sonor kedua lapang paru

A : vesicular breathing sound, ronkhi (-/-), wheezing (-)

Jantung

I : pergerakan dada sietris kanan dan kiri

P : tidak dilakukan pemeriksaan

P : tidak dilakukan pemeriksaan

A : bunyi jantung I-II, regular, murmur (-), s3 gallop (-)

Abdomen

I : datar

A : bising usus (+)

P : tidak dilakukan pemeriksaan

P : timpani

Ekstremitas Atas dan Bawah : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-),
sianosis (-). lihat status dermatologikus.

b. Status dermatologikus
Gambar 1. Regio Axilla Sinistra

Gambar 2. Regio Axilla Dextra

Lokasi : Regio Axilla Sinistra


Efloresensi : Bercak hiperpigmentosa berukuran plakat berbatas
tegas, disertai erosi multipel berukuran milier tersebar diatas
permukaan lesi.
Gambar 3. Regio Inguinalis dextra dan sinistra
Lokasi : Regio Inguinalis dextra dan sinistra
Efloresensi : Bercak hiperpigmentosa berukuran plakat berbatas
tegas, disertai ekskoriasi multipel tersebar diatas permukaan lesi.

IV. Pemeriksaan laboratorium


1. Kerokan Kulit Regio Axilla Sinistra

Gambar 4. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Kerokan Kulit dengan


KOH 10%
2. Kerokan Kulit Regio Inguinal, Pubis, dan Genitalia
Gambar 5 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Kerokan Kulit dengan
KOH 10%

Interpretasi : Ditemukan hifa sejati dan artrospora

V. Resume

Pasien Ny. S berusia 61 tahun datang dengan keluhan bercak


kehitaman pada ketiak kiri dan kedua lipat paha sejak 1 minggu yang lalu. Diawali
dengan bercak kemerahan seukuran uang logam pada ketiak kiri yang meluas dan
menjadi kehitaman. Bercak kemerahan juga timbul pada kedua lipat paha pasien.
Pasien mengeluhkan adanya rasa gatal dan bertambah parah ketika pasien sedang
beraktivitas lalu berkeringat. 1 tahun yang lalu pasien mengalami keluhan yang
sama. Kesadaran, keadaan umum, dan TTV dalam batas normal. Statius generalis
dalam batas normal. Secara dermatologis pada regio axilla sinistra tampak
efloresensi bercak hiperpigmentosa berukuran plakat berbatas tegas, disertai erosi
multipel berukuran milier tersebar diatas permukaan lesi dan pada regio inguinalis
dextra dan sinistra tampak bercak hiperpigmentosa berukuran plakat berbatas
tegas, disertai ekskoriasi multipe tersebar diatas permukaan lesi.

VI. Diagnosis Kerja


Tinea Corporis et Cruris
VII. Diagnosis Banding

Tidak ada
VIII. Anjuran Pemeriksaan
Biakan pada agar Sabouraud Dekstrosa
IX. Penatalaksanaan
a. Nonmedikamentosa
 Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan diri
 Menganjurkan pasien agar menghindari penggunaan handuk
atau pakaian yang bergantian dengan anggota keluarganya.
 Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah
resistensi obat.
 Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
 Konsul ke gizi untuk menurunkan berat badan.
 Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area
yang rentan terinfeksi jamur.

b. Medikamentosa
- Topikal
▪ Ketokonazole 2% krim
- Sistemik
 Itrakonazole 2x100 mg
 Cetirizine 1x10 mg
X. Prognosis
a. Quo ad vitam : Ad bonam
b. Quo ad fungsionam : Ad bonam
c. Quo ad sanationam : Ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat


tanduk, contohnya stratum kornemum pada epidermis, rambut, dan kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita. Jamur ini dapat menginvasi seluruh lapisan
stratum korneum dan menghasilkan gejala melalui aktivasi respons imun pejamu. 1
Terminologi “tinea” atau ringworm secara tepat menggambarkan dermatomikosis,
dan dibedakan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.2

1.2 Etiologi

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.


Golongan jamur ini mermpunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk
kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Tricophyton,
dan Epidermophyton. Selain sifat keratinofilik pada dermatofita juga memiliki sifat
faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan
penyebab penyakit.1

1.3 Epidemiologi

Tinea kruris seringkali ditemukan pada orang dewasa dengan pria lebih
banyak terkena dibandingkan wanita. Tinea kruris juga banyak terjadi pada daerah
tropis, dengan insidensi yang meningkat pada lingkungan yang kotor dan lembab.
Tinea korporis banyak menyerang orang dewasa. Perbandingan kasus antara pria dan
wanita sama banyak. Insidensinya meningkat pada kelembaban udara yang tinggi.3

1.4 Klasifikasi1,2,3

Dermatofitosis dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:

1. Tinea kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala

2. Tinea barbe : dermatofitosis pada dagu dan jenggot

3. Tinea kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,


bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah

4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan


5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki

6. Tinea korporis : dermatofitosis pada kulit glabrosa pada bagian lain


yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas.

Bentuk lain dari tinea mempunyai arti khusus, yaitu:

1. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris


dan disebabkan Trichophyton concentricum

2. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh


Trichophyton schoenleini: secara klinis antara lain
terbentuk skutula dan berbagai seperti tikus (mousy
odor).

3. Tinea fasialis, tinea aksilaris : menunjukkan daerah kelainan.

4. Tinea sirsinata, arkuata : penamaan deskriptif morfologis.

Keempat istilah tersebut dapat dianggap sebagai tinea korporis. Selain itu, dikenal
istilah tinea inkognito, yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas
oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.

1.5 Gejala Klinis1

1. Tinea Korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende, Flechte, kurap, herpes
sircine trichophytique)

Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut


(glabrous skin)

- Kelainan berupa lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas lesi polimorfi
berupa eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah
tengahnya biasanya lebih tenang (central healing). Kadang terlihat erosi dan kurta
akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu
dengan lainnya. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir
yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.

- Pada Tinea korporis yang menahun:

Tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap
bagian tubuh dan Bersama-sama dengan kelainan pada sela paha (tinea corporis et
cruris atau tinea cruris et corporis). Bentuk menahun yang disebabkan oleh
Tricophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium.

- Bentuk khas oleh Trichophyton concentricum (Tinea imbrikata) :

Terdapat di daerah tertentu di Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua,


Kepulauan Aru dan Kei, dan Sulawesi Tengah. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk
papul berwarna coklat yang perlahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah
ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi
dari bagian tengah, seingga berbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris.
Dengan jari tangan, dapat teraba dari bagian tengah kea rah luar akan terasa jelas
skuama yang menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila
menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran disebelahnya sehingga
membentuk pinggir yang polisiklik. Pada permulaan infeksi, penderita dapat merasa
sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada
penderita. Pada kasus menahun, lesi kulit kadang dapat menyerupai iktiosis.

- Tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut (tinea favosa atau favus) :

Biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwama
merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan
berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan
bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut
kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, penyakit ini
meluas ke seluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea
korporis, yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil
balik. Biasanya dapat tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus.
Kadang- kadang penyakit ini dapat menyerupai dermatitis seboroika. Tinea favosa
pada kulit dapat dilihat sebagai kelainan kulit papulovesikel dan papuloskuamosa,
disertai kelainan kulit berbentuk cawan yang khas, yang kemudian menjadi jaringan
parut. Favus pada kuku tidak dapat dibedakan dengan tinea unguium pada umumnya,
yang disebabkan oleh spesies dermatofita yang lain. Tiga spesies dermatofita dapat
menyebabkan favus , yaitu Trichophyton schoenleini, Trichophyton violaceum, dan
Microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak, tidak bergantung
pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat
kebersihan, umur, dan ketahanan penderita sendiri.
B. Tinea Kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the
groin)

Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, suprapubic, area
genital atau bagian tubuh lain.

Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata dibandingkan tengahnya. Efloresensi terdiri atas
bermacam bentuk yang primer dan sekunder (polimorf), dapat serupa dengan lesi
tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas dengan tepi meninggi yang dapat pula
disertai papul dan vesikel. Bila penyakit ini menahun, dapat berupa bercak hitam
disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Sering
disertai gatal dengan maserasi atau infeksi sekunder

1.6 Diagnosis

A. Anamnesis
Pada tinea korporis terdapat ruam kemerahan atau yang gatal di badan,
ekstremitas atau wajah terutama bila berkeringat, jika keluhan gatal ini digaruk maka
lesi akan semakin meluas terutama pada daerah kulit yang lembab. Sedangkan pada
tinea kruris didapatkan ruam kemerahan yang gatal di paha bagian atas dan inguinal,
bokong dan dapat sampai ke area genitalia. Gatal semakin hebat bila banyak keringat.
Terdapat riwayat keluhan yang sama sebelumnya. 2,3,4

B. Pemeriksaan Fisik2

Lesi pada tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas dengan tepi
meninggi yang dapat pula disertai papul dan vesikel. Terletak di daerah inguinal,
dapat meluas ke suprapubis, perineum, perianal dan bokong. Area genital dan skrotum
dapat terkena pada pasien tertentu. Sering disertai gatal dengan maserasi atau infeksi
sekunder.

Pada tinea kruris biasanya lesi mengenai kulit berambut halus, keluhan gatal
terutama bila berkeringat, dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi
aktif karena tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas eritema, skuama,
dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di tengah (central healing).
C. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis tinea korporis dan tinea kruris seringkali cukup hanya dengan
klinis. Namun beberapa penyakit kulit lain juga dapat menyerupai tinea korporis
ataupun tinea kruris sehingga diperlukan konfirmasi infeksi dermatofita melalui
pemeriksaan mikroskopis dengan kalium hidroksida (KOH) dan/atau kultur jamur.5

a. Pemeriksaan langsung sediaan basah1

Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan


bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk
pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih
dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%, kemudian untuk:

1. Kulit tidak berambut (glabrous skin)

Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luas


kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.

2. Kulit berambut

Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan. Kulit di


daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan dengan
lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih
jelas daerah yang terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi
pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu

3. Kuku

Bahan diambil dari bagian kuku yang sakit dan diambil sedalam-
dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku
diambil pula.

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula


dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 1Ox45. Pemeriksaan
dengan pembesaran 1Ox100 biasanya tidak diperlukan. Sediaan basah dibuat dengan
meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH.
Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku
20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini
diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat
dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat mulai ke luar uap dari
sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan
terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat
elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya
tinta Parker superchroom blue black. Pengambilan sampel terbaik dibagian tepi lesi.1

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang , maupun spora berderet (artrospora) pada
kelainan kulit lama dan/atau sudah.1

b. Kultur/biakan

Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus (Mycosel, Mycobiotic): pada suhu
28°C selama 1-4 minggu (bila dihubungkan dengan pengobatan, kultur tidak harus
selalu dikerjakan kecuali pada tinea unguium). Perkembangan koloni dapat memakan
waktu 5-7 hari dalam kasus Epidermophyton floccosum dan hingga 4 minggu untuk
Trichophyton verrucosum.1

c. Lampu Wood

Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang disebabkan


oleh Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium)1

1.7 Tatalaksana2,3

A. Medikamentosa

1. Topikal

A. Obat Pilihan : golongan alilamin (krim terbinafine, buternafin) sekali sehari


selama 1-2 minggu

B. Alternatif :

Golongan azol : misalnya krim mikonizol,ketokonazol, klorimazol, 2 kali sehari


selama 4-6 minggu.

2. Sistemik

Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi


A. Obat pilihan:

Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan
laboratorium negatif) selama 2 minggu. Terbinafin bersifat fungisidal yang daopat
diberikan sebagai griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg-250 mg sehari
bergantung pada berat badan. Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10%
penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus,
nyeri lambung, diarea , konstipasi , umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat
berupa gangguan pengecapan, presentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian
atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara .
Sefalgia ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3- 7%
kasus. lnteraksi obat dapat terjadi antara lain dengan enmetideine dan ritompisi

B. Alternatif:

- Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu

- Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu. Secara
umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g
untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10-25 mg/kg berat
badan. Diberikan 1-2 kali sehari , lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit,
penyebab penyakit , dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis
pengobatan dilanjutkan hingga 2 minggu. Untuk mempercepat waktu penyembuhan,
terkadang diperlukan tindakan khusus atau pemberian obat topikal tambahan. Efek
samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia,
dizziness, dan insomnia.

- Ketokonazol 200 mg/hari, bersifat fungistatik. Pada kasus resisten terhadap


griseofulvin dapat diberikan ketokonazole sebanyak 200mg/hari selama 10 hari-2
minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk
penderita kelainan hepar karena bersifat hepatotoksik.

Catatan:

- Lama pemberian disesuaikan dengan diagnosis

- Hati-hati efek samping obat sistemik, khususnya ketokonazol

- Griseofulvin dan terbinafin hanya untuk anak usia di atas 4 tahun.


B. Non Medikamentosa

1. Mengindari dan mengeliminasi agen penyebab

2. Mencegah penularan

3. Edukasi :

 Menjaga kebersihan diri

 Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat.

 Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.

 Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan
terinfeksi jamur.

 Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah mandi

 Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain.

 Cuci handuk yang kemungkinan terkontaminasi.

 Skrining keluarga

 Tatalaksana linen infeksius: pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya


direndam dengan sodium hipoklorit 2% untuk membunuh jamur atau
menggunakan disinfektan lain.

1.8 Prognosis 2

Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh, kecuali
bila terpajan ulang dengan jamur penyebab.

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanactionam : bonam


DAFTAR PUSTAKA

1. Linuwih S, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 7th


ed. Badan Penerbit FKUI; 2016.

2. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan


Kelamin di Indonesia. Published online 2017.

3. RS S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC; 2005.

4. Wiederkehr M. Tinea Cruris Clinical Presentation: History, Physical

Examination, Causes [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2020 [cited 6


October 2021]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1091806-clinical

5. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Cutaneous Fungal Infections. In :


Fitzpatrick’s Color Atlas and Sinopsis of Clinical Dermatology, 5th Ed. New
York: McGraw-Hill Medical, 2005.

Anda mungkin juga menyukai