Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

Tinea corporis adalah suata penyakit yang menular yang menyerang daerah
yang tak berambut yang disebabkan jamur dermatofita spesies Trichophyton,
Microsporus, Epidermophyton. Dari tiga golongan tersebut penyebab tersering
penyakit tinea corporis adalah Tricophyton rubrum dengan prevalensi 47% dari
semua kasus tinea corporis. Tinea corporis merupakan infeksi yang umum terjadi
pada daerah dengan iklim tropis seperti Negara Indonesia dan dapat menyerang
semua usia terutama dewasa. (1,2,3)
Penegakan diagnosis tinea corporis berdasarkan gambaran klinis, status
lokalis dan pemeriksaan penunjang. Keluhan yang dirasakan penderita biasanya
gatal terutama saat berkeringat. Keluhan gatal tersebut memacu pasien untuk
menggaruk lesi yang pada akhirnya menyebabkan perluasan lesi terutama di
daerah yang lembab. Kelainan kulit berupa lesi bentuk bulat atau lonjong,
berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan
papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Pada pemeriksaan
mikroskopis kerokan lesi dengan larutan kalium hidroksida (KOH) 10%
didapatkan hifa. (1,2)
Penegakan diagnosis penting untuk memberikan terapi yang adekut agar
tidak terjadi penyulit berupa kekambuhan, reaksi alergi, hiperpigmentasi, maupun
infeksi sekunder yang membuat penderita menjadi tidak kunjung sembuh. Berikut
ini dilaporkan satu kasus tinea korporis. Pembahasan akan menekankan pada
penegakan diagnosis pasien. (1,3)
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan menyerang
20-25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok
umur sehingga infeksi jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis
(iklim panas dan kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi.(1)

1
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika
Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum Trycophyton
mentagrophytes, Microsporum canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab
tersering tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes,
sedangkan di Eropa penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di
Asia penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes
dan Tricophyton violaceum.(2)

2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. W
Umur : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Kaliwungu ,Kendal

B. ANAMNESIS
Anamnesis terhadap pasie dilakukan pada hari senin, tanggal 23 Oktober 2017
pukul 11.30 WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Adhyatma Semarang.
Keluhan Utama :Gatal di leher belakang
a. Riwayat Pasien Sekarang
Seorang pasien datang ke poli kulit RS Tugurejo dengan keluhan gatal di leher
belakang disertai bercak berwrna kemerahan yang gatal, gatal sudah dirasakan
2 minggu SMRS. awalnya hanya berupa bintik-bintik kemerahan yang
kemudian semakin meluas. Keluhan gatal dirasakan semakin memberat
terutama jika berkeringat, keluhan ini dirasakn sangat mengganggu aktivitas
sehari-hari pasien terutama jika setelah berolahraga disekolahnya, pasien juga
mengatakan sering menggaruknya. Pasien menyangkal adanya keluhan lain
selain gatal di seluruh tubuh.
1 minggu yang lalu pasien sudah berobat ke dokter umum, namun
keluhan tidak kunjung membaik, sehingga pasien memutuskan untuk berobat
ke Rumah Sakit Umum Dr. Adhyatma Semarang.

b. Riwayat Penyakit Dahulu


Sakit seperti ini : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes : disangkal

3
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Sakit serupa : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
d. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien mandi 2 kali dalam sehari, memakai handuk sendiri, dan air di
rumah menggunakan air PDAM. Pasien dalam kesehariaanya adalah seorang
pelajar di salah satu SMK di daerah Kendal, Tinggal bersama ayah, ibu dan
satu orang kakak. Tinggal di lingkungan yang bersih, di dalam rumah cahaya
dapat masuk dan ventilasi udara baik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada Senin, 10Juli 2017 pukul 11.00 WIB di Poli
Kulit RSUD Tugurejo Semarang.
a. Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
a. Tekanan darah : 114/76 mmHg
b. Nadi : 88kali/menit
c. Respiratory rate : 22 kali/menit
d. Suhu : 36,50 C
4. Status gizi
a. Berat badan : 48 kg
b. Tinggi badan :-
c. Kesan : Gizi cukup
5. Status interna
Kepala :
a. Rambut : Hitam, distribusi merata
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

4
c. Hidung : Deformitas (-), secret (-), warna sama dengan
sekitarnya
d. Telinga : Secret (-),nyeri tekan tragus (-),
e. Mulut : Lesi pada mukosa (-), faring hiperemis(-), tonsil
hiperemis (-)
f. Leher : Pembesaran KGB (-), terdapat kelainan kulit berupa
bercak kemerahan, pengelupasan kulit dan lesi yang tidak merata.
g. Thoraks : Inspeksi simetris, vesikuler +/+, terdapat kelainan
kulit berupa bercak kemerahan, pengelupasan kulit dan lesi yang tidak
merata.
h. Abdomen : Normal, bising Usus (+), tidak terdapat kelainan kulit.
i. Ekstremitas Atas : Akral hangat, kesemutan (-/-), ujung jari terasa dingin
(-/-), bengkak (-/-) , terdapat kelainan kulit berupa bercak kemerahan,
pengelupasan kulit dan lesi yang tidak merata.
j. Ekstremitas Bawah : Akral hangat, kesemutan (-/-), ujung jari terasa
dingin(-/-), bengkak (-/-) , terdapat kelainan kulit berupa bercak
kemerahan, pengelupasan kulit dan lesi yang tidak merata.
b. Status Lokalis
Kulit : Status Dermatologikus
Distribusi : Lokalisata
Ad Region : region coli posterior
Lesi : Bentuk tidak merata, batas tegas, dan terjadi perubahan warna
Efloresensi : makula, eritematosus, skuama halus berwarna putih.

5
Gambar pada leher belakang

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.

E. RESUME
Seorang pasien datang ke poli kulit RS Tugurejo dengan keluhan gatal di leher
belakang disertai bercak berwrna kemerahan yang gatal, gatal sudah dirasakan 2
minggu SMRS. awalnya hanya berupa bintik-bintik kemerahan yang kemudian
semakin meluas. Keluhan gatal dirasakan semakin memberat terutama jika
berkeringat, keluhan ini dirasakn sangat mengganggu aktivitas sehari-hari pasien
terutama jika setelah berolahraga disekolahnya, Pasien menyangkal adanya
keluhan lain selain gatal di seluruh tubuh.
1 minggu yang lalu pasien sudah berobat ke dokter umum, namun keluhan
tidak kunjung membaik, sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke Rumah
Sakit Umum Dr. Adhyatma Semarang.
Pada pemeriksaan fisik status generalis tekanan darah 114/76 mmHg, Nadi 88
kali/menit, Respiratory rate 22 kali/menit, Suhu 36,50 C. pada status dermatologi
didapatkan inspeksi pada coli posterior Gambaran UKK adalah makula,
eritematus, skuama halus berwarna putih.

6
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis seboroik
2. Pitiriasis rosea
3. Psoriasis

G. DIAGNOSIS KERJA
Tinea Korporis

H. USULAN PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%.
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit
yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan
skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula
atau ditempel pada selotip. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung
dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker biru hitam atau biru laktofenol,
dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah
mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang
memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan
oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa. (4)

b. Pemeriksaan Biakan. Sabouroud Dekstrose Agar


Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik
karena memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini mengunakan media
biakan agar malt atau saborauds agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter,
sedikit meninggi, bulat mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan
dibawah mikroskop terlihat yeast cell bentuk oval dengan hifa pendek. (4)
I. PENATALAKSANAAN
1. Non-medikamentosa
a. Memberikan penjelasan pada pasien tentang penyakit dan
pengobatannya.

7
b. Pemakaian obat yang diberikan harus diberikan rutin sesuai aturan agar
mencapai penyembuhan yang maksimal.
c. Memelihara dan menjaga kebersihan
d. Menggunakan pakaian yang menyerap keringat, tidak ketat, dan
menghindari kulit lembab,
e. Tidak menggunakan pakaian atau handuk secara bergantian atau
bersamasama dengan anggota keluarga lain.
2. Medikamentosa
a. Sistemik
Antihistamin : Cetirizine 1 x 10 mg per hari selama 7 hari
Griseofulvin 1x 500 mg, Lama pemberian sampai gejala klinis
membaik, dan umumnya 3-4 minggu
b. Topical
Ketokenazole 2% krim dioleskan 2x sehari, selama minimal 2
minggu
J. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad kosmetikam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Anatomi Kulit

Kulit bagian paling luar dari tubuh, mempunyai posisi yang strategis,bagi
semua makluk hidup. Membatasi lingkungan luar (milleu exterior) dengan
kehidupan didalam tubuh (milleu interior) kulit mempunyai fungsi utama
sebagai pelindung dan pertahanan, tidak saja yang bersifat fisik mekanis, juga
biologis karena komponen sel didalam kulit dapat mensintesis berbagai struktur
biologi seperti sitokin, melanin, growth. factor yang semuanya bersifat protektif
terhadap tubuh. Merupakan organ paling luas yaitu : 1.5-2.0 m2 dengan berat
20 kg, secara sepintas kulit tidak lebih dari selaput penutup badan, namun
didalamnya terjadi proses atau kegiatan yang luar biasa, suatu proses biologik
dalam rangka mempertahankan integritas maupun memelihara fungsi tubuh.(3,6)

8
Kulit memiliki bebrapa lapisan yaitu Epidermis yang merupakan lapisan
paling atas memiliki 4 lapisan yaitu lapisan basal atau stratum germinativum,
lapisan Malpighi atau stratum spinosum, lapisan granular atau stratum
granulosum dan lapisan tanduk atau stratum korneum.(1)
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar
sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin.
Fungsinya mengatur suhu tubuh, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara
penguapan. Kelenjar ekrin terdapat di semua daerah di kulit, tetapi tidak terdapat
pada selaput lendir. Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5 juta, yang terbanyak
di telapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara
ke folikel rambut. Tardapat di ketiak, daerah anogenital, puting susu, dan areola.
Kelenjar sebaseus terdapat di seluruh tubuh, kecuali di tapak tangan, tapak kaki,
dan punggung kaki. Terdapat banyak kulit kepala, muka, kening, dan dagu.
Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol, dan zat lain. (1)
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis
dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis
tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya
terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars
papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis).
Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian bawahnya sampai
ke subkutis . baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari jaringan ikat
longgar yang tersusun dari serabutserabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis
dan serabut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masingmasing
mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan
kepada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel
rambut dan memberikan kekuatan pada alat tersebut. (5,4)
Subkutis merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari kumpulan
kumpulan selsel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabutserabut
jaringan ikat dermis. Selsel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak
ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut
penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiaptiap tempat dan juga

9
pembagian antar lakilaki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna
penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau pegas bila tekanan trauma
mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan
suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah
subkurtis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot. (1)

Gambar. Bagian kulit


III.2 Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain


menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu(4,5,6) :
1. Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang
dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas
misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya
bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit
dan serabutserabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung
terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit
terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan
asam asetil).
2. Proteksi rangsangan kimia

10
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable
terhadap berbagai zat kimia dan air.
3. Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang
larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui
celah di antara sel, menembus selsel epidermis, atau melalui saluran
kelenjar dan yang lebih banyak melalui selsel epidermis.
4. Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.
Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh
pusat pengatur panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu
suhu visceral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian
persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu
vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas
dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada
permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit
menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu
tubuh tidak dikeluarkan).
5. Ekskresi
Kelenjarkelenjar kulit mengeluarkan zatzat yang tidak berguna lagi
atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit
karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini
menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi
kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.
6. Persepsi

11
Kulit mengandung ujungujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis,
terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila
dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis.
Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

7. Pembentukan Pigmen
Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan
sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim
melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu,
dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar
ke epidermis melalui tangantangan dendrit sedangkan lapisan di
bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya
dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit,
reduksi Hb dan karoten.
8. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel
spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi
sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini
menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus
seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi
lapisan tanduk yang berlangsung kirakira 14-21 hari dan memberikan
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
9. Pembentukan vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar
matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari
proses tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
III.3 Tinea Korporis
III.3.1 Definisi

12
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut
(glabrous skin). Keluhan yang dirasakan penderita biasanya gatal dengan
kelainan kulit berupa lesi bentuk bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas
eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah
tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang-kadang dapat terlihat erosi dan krusta
akibat garukan. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi dengan pinggir
yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang bergabung menjadi satu. (6)
III.3.2 Etiologi
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat
lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan
salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea
korporis. . (6)

Spesis Hos Gambaran klinis Frekuensi

Trichophyton

Trichophyton Manusia. Tinea pedis, tinea manum, Sering.


rubrum
tinea korporis,
onikomikosis.

Trichophyton Manusia. Tinea korporis, tinea fasialis, Sering pada anak-


mentagrophytes anak.
tinea barbae, tinea kapitis.
var. interdigitale

var. granulosum Tikus, babi guinea.

Trichophyton Landak. Tinea korporis, Jarang.


erinacei
tinea manum.

Trichophyton Sapi, kuda. Tinea korporis, tinea Sering.

Verrucosum barbae, tinea kapitis

(biasanya kerion).

13
Trichophyton Manusia. Tinea kapitis, tinea barbae, Umum di
Mediterania
violaceum tinea korporis.
wilayah.

Trichophyton Manusia. Tinea kapitis (black dot), Umum di


Amerika Utara
tonsurans tinea korporis.
dan Amerika
Tengah.

Trichophyton Manusia Tinea kapitis (favus), Jarang; di daerah


endemic.
schoenleinii Onikomikosis.

Epidermophyton

Epidermophyton Manusia. Tinea inguinalis, tinea Jarang.

Floccosum pedis, tinea korporis.

Microsporon

Microsporon canis Anjing, kucing. Tinea kapitis, tinea korporis Sering.

Microsporon Tanah. Tinea kapitis, tinea korporis Sering.

Gypseum

Microsporon Manusia. Tinea kapitis Sering (Jarang di


Amerika Utara)
Audouinii

Tabel: Etiologi infeksi dermatofitosis

III.3.3 Epidemiologi
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan
menyerang 20-25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi
kulit tersering (Rezvani dan Sefidgar,2010). Penyakit ini tersebar di seluruh
dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok umur sehingga infeksi
jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan
kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi. (5)
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di
Amerika Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Universitas
Sumatera Utara Trycophyton mentagrophytes, Microsporum canis dan

14
Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab tersering tinea korporis adalah
Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di Eropa
penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di Asia penyebab
terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes dan
Tricophyton violaceum. (4,5)
Dilaporkan penyebab dermatofitosis yang dapat dibiakkan di Jakarta
adalah T. rubrum 57,6%, E. floccosum 17,5%, M. canis 9,2%, T.mentagrophytes
var. granulare 9,0%, M. gypseum 3,2%, T. concentricum 0,5%. (4,5)
Di RSU Adam malik/Dokter Pirngadi Medan spesies jamur penyebab
adalah dermatofita yaitu: T.rubrum 43%, E.floccosum 12,1%, T.mentagrophytes
4,4%, dan M.canis 2%,serta nondermatofita 18,5%, ragi 19,1% (C. albicans
17,3%, Candida lain 1,8%). (4,5)
III.3.4 Patogenesis
Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau
membentuk spora, baik seksual maupun aseksual. Spora adalah suatu alat
reproduksi yang dibentuk hifa, besarnya antara 1-3, biasanya bentuknya
bulat, segi empat, kerucut atau lonjong. Spora dalam pertumbuhannya makin
lama makin besar dan memanjang membentuk hifa. terdapat 2 macam spora
yaitu spora seksual (gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk
oleh hifa tanpa penggabungan). (3)
Infeksi Dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen
jamur yang dapat tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat
perlekatan, jamur dermatofita harus tahan terhadap rintangan seperti sinar
ultraviolet, variasi temperatur dan kelembaban, kompetensi dengan flora
normal, spingosin dan asam lemak. Kerusakan stratum korneum, tempat yang
tertutup dan maserasi memudahkan masuknya jamur ke epidermis. (4)
Masa inkubasi 1-3 minggu, dermatofita menyebar secara sentrifugal.
Dalam merespon infeksi, aktivasi kulit dengan meningkatkan proliferasi sel
epidermis. Ini menjadi pertahan terhadap infeksi kulit. (3)

15
Masuknya dermatofita ke epidermis menyebabkan respon imun
pejamu baik respon imun nonspesifik maupun respon imun spesifik. Respon
imun nonspesifik merupakan pertahanan lini pertama melawan infeksi jamur.
Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor umum, seperti gizi, keadaan
hormonal, usia, dan faktor khusus seperti penghalang mekanik dari kulit dan
mukosa, sekresi permukaan dan respons Universitas Sumatera Utara radang.
Respons radang merupakan mekanisme pertahanan nonspesifik terpenting
yang dirangsang oleh penetrasi elemen jamur. Terdapat 2 unsur reaksi radang,
yaitu pertama produksi sejumlah komponen kimia yang larut dan bersifat
toksik terhadap invasi organisme. Komponen kimia ini antara lain ialah
lisozim,sitokin,interferon,komplemen, dan protein fase akut. Unsur kedua
merupakan elemen seluler,seperti netrofil, dan makrofag, dengan fungsi utama
fagositosis, mencerna, dan merusak partikel asing. Makrofag juga terlibat
dalam respons imun yang spesifik. Selsel lain yang termasuk respons radang
nonspesifik ialah basophil, sel mast, eosinophil, trombosit dan sel NK (natural
killer). Neutrofil mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan
infeksi jamur. (3)
III.3.5 Gejala Klinis
Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi
yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan
akhirnya memberi gambaran yang polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian
pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul
atau vesikel, sedangkan pada bagian Universitas Sumatera Utara tengah lesi
relatif lebih tenang. Tinea korporis yang menahun, tandatanda aktif menjadi
hilang dan selanjutnya hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja.
Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan kadang-kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan. (2,6)
Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau
dengan binatang piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak

16
dengan mamalia liar atau tanah yang terkontaminasi. Penyebaran juga
mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian, perabot dan sebagainya. (6)
III.3.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%.
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit
yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan
skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril
pula atau ditempel pada selotip. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa
langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker biru hitam atau biru
laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan
diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka
kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-
jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa. (4)
b. Pemeriksaan Biakan. Sabouroud Dekstrose Agar
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara
diagnostik karena memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini
mengunakan media biakan agar malt atau saborauds agar. Koloni yang
tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat mengkilap dan lama
kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell bentuk
oval dengan hifa pendek. (4)
III.3.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari tinea korporis adalah :
1. Dermatitis seboroik : Kelainan kulit menyerupai tinea korporis, namum
berbeda predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), dan daerah lipatan-lipatan
kulit, misalnya di belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.Sebuah
dermatosis kronis yang sangat umum ditandai dengan kemerahan dan bersisik
yang terjadi di daerah di mana kelenjar sebaceous yang paling aktif, seperti
sebagai wajah dan kulit kepala, daerah presternal, dan tubuh lipatan. Namun
gambaran klinisnya biasanya simetris dan yang sering ada pada dermatitis

17
seboroik adalah ia berhubungan pada kulit kepala dan mungkin intertrigo pada
bagian lipatan tubuh. (4,5)
2. Pitiriasis Rosea dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan
skuama halus, umumnya di badan, solitar, berbentuk oval dan anular, dengan
diameter kira-kira 3 cm. Selanjutnya lesi akan memberikan gambaran yang
khas dengan susunan yang sejajar dengan costa hingga menyerupai pohon
cemara terbalik. Tempat predileksi di badan, lengan atas bagian proksimal,
dan paha atas. Pada pasien ini tidak terdapat tampakan khas pitiriasis rosea
dengan lesi inisial dan tampakan pohon cemara terbalik. (4,5)
3. Psoriasis : soriasis yang penyebabnya masih tidak diketahui juga memiliki lesi
kulit berupa plak eritematosa yang sirkumskripta dan tersebar merata, ditutupi
oleh skuama tebal, berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih mengkilat seperti
mika. Jika skuama digores menunjukkan tanda tetesan lilin. Pada psoriasis
terdapat 2 fenomena, yaitu Koebner dan Auspitz. Predileksi penyakit ini
biasanya pada perbatasan daerah scalp dan wajah, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku dan lutut, serta daerah lumbosakral. (4,5)

III.3.8 Diagnosis
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan rasa gatal daerah
predileksi tinea korporis, pada pemeriksaan fisik ditemukan terdapat makula
eritema batas tegas, tepi meninggi dan aktif, dan terdapat penyembuhan di
bagian tengah, serta diperkuat dengan pemeriksaan kerokan kulit dari daerah
lesi dengan larutan KOH 10-20%. Dibawah mikroskop terlihat hifa hifa
pendek dengan spora panjang seperti bambu. (4,5)

III.3.9 Penatalaksanaan
Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan
daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.

18
A. Terapi topical
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal
dipengaruhi oleh mekanisme kerja,viskositas, hidrofobisitas dan asiditas
formulasi obat tersebut. Selain obat-obat klasik, obatobat derivate imidazole
dan alilamin dapat digunakan untuk mengatasi masalah tinea korporis ini.
Efektivitas obat yang Universitas Sumatera Utara termasuk golongan imidaol
kurang lebih sama. Pemberian obat dianjurkan selama 3-4 minggu atau
sampai hasil kultur negative. Selanjutnya dianjurkan juga untuk meneruskan
pengobatan selama 7-10 hari setelah penyembuhan klinis dan mikologis
dengan maksud mengurangi kekambuhan. (7)
Berikut obat yang sering digunakan :
1. Topical azol terdiri atas :
a. Econazol 1 %
b. Ketoconazol 2 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2% dll.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-
alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
2. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan
pada regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid
hanya diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi. (7)

B. Terapi sistemik
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology
menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada
kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas,
infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun
intoleran terhadap OAJ topical
1. Griseofulvin Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan pertama.
Dosis untuk anak-anak 15-20 mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 500-

19
1000 mg/hari.
2. Ketokonazol Ketokonazol digunakan untuk mengobati tinea korporis
yang resisten terhadap griseofulvin atau terapi topikal. Dosisnya adalah
200 mg/hari selama 3 minggu. (7)

III.3.10 Pencegahan
1. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena
infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah
penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya.
2. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian
dengan orang yang terinfeksi.
3. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk
mencegah penyebaran jamur tersebut.
4. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
5. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat
menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis
yang dapat menghambat sirkulasi udara.
6. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan
bersihkan debu-debu yang menempel pada sepatu.
7. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur.
Gunakan sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet (3)

III.3.11 Prognosis dan Komplikasi


Untuk tinea korporis dengan lesi yang terlokalisir, prognosisnya
umumnya baik, dengan angka kesembuhan mencapai 70-100% setelah
pengobatan dengan golongan azol atau alinamin topikal. Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah infeksi berulang, apabila pengobatan tidak berhasil
menghilangkan organism secara menyeluruh, seperti misalnya pada pasien
yang menghentikan penggunaan pengobatan topical terlalu cepat ataupun
pada jamur tersebut resisten terhadap pengobatan anti jamur yang diberikan.
(5)

20
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan satu kasus tinea korporis. Diagnosa didapatkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis gatal pada leher belakang gatal dirasakan bertambhan berat jika
berkeringat dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
ditemukan terdapat makula eritema batas tegas, tepi meninggi dan aktif
dengan eksoriasi, Diperlukan pemeriksaan penunjang dengan kerokan kulit
yang ditetesi KOH 10% untuk menegakkan diagnosis dan biakan agar

21
Sabouraud Dextrose Agar untuk menentukan spesies jamurnya. Pengobatan
yang diberikan untuk kasus diatas adalah pengobatan dengan anti jamur
topikal dan oral dengan ketokonazol dan griseovulfin, dan diberikan
antihistamin cetirizine untuk mengurangi gatal. (2,3,4,7)

DAFTAR PUSTAKA
1. Adiguna, MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Jakarta : FKUI;
2004
2. Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam, Cetakan Kedua. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta; 2011
3. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi
4.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005
4. Sylvia, Price. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama; 2008.
5. Adhi Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi V. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : 2010

22
6. Djuanda, Adhi.dkk : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2010.
7. Kuswaji. Obat Anti Jamur. Jakarta: FKUI. 2004

23

Anda mungkin juga menyukai