Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Mumps atau yang lebih dikenal dengan parotitis ialah penyakit virus akut
yang disebabkan oleh paramyxovirus dan biasanya menyerang kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis. Gejala khas yang biasa terjadi yaitu pembesaran kelenjar
ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa
pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Menyerang pada anak
dibawah usia 2-15 tahun (sekitar 85% kasus). Pada kasus lain bisa terjadi infeksi
mumps yang asimptomatis.1

Agen penyebab parotitis adalah anggota dari group paramyxovirus, yang juga
termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease.
Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus ini mempunyai dua
komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut
(soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari
hemaglutinin permukaan. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini
hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan.1,2

Virus menyebar melalui kontak langsung, air ludah, muntah yang bercampur
dengan saliva, dan urin. Epidemi tampaknya terkait dengan tidak adanya imunisasi,
bukan pada menyusutnya imunitas. Masa inkubasi 12 sampai 24 hari dengan rata-
rata 17-18 hari, kemudian virus bereplikasi di dalam traktus respiratorius atas dan
nodus limfatikus servikalis, dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-
organ lain, termasuk selaput otak, gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung,
hati, ginjal, dan saraf otak.1,2,3

Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai Parotitis Epidemika


pada pasien anak yang berobat di RS Anutapura Palu.

BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. P
Jenis Kelamin : laki-laki
Usia : 10 tahun
Ruangan : AMC lt 4 kamar 4
Tanggal pemeriksaan : 13-02-2017

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : bengkak pada kedua sisi leher

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke RS Anutapura dengan keluhan bengkak yang berwarna
kemerahan pada leher sisi kanan dan kiri yang dialami sejak 2 hari yang lalu sakit
saat menelan, buka mulut maupun saat berkunyah, nyeri tekan (+). Awalnya bengkak
muncul pada sisi kanan dan kiri leher dengan ukuran yang kecil, keesokan harinya
bengkak kemudian bertambah besar. Selain itu pasien mengeluh panas sejak 2 hari
yang lalu, panas dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga mengatakan timbul
bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal dan panas di bagian perut dan badan
pasien, sejak 2 hari yang lalu. Demam yang dialami munculnya bersamaan dengan
bengkak pada leher. Pasien juga muntah 3 kali, isi muntahan air dan sisa makanan.
Sakit kepala (-), Batuk dan beringus (-). Nafsu makan menurun selama sakit. Sakit
perut (-). BAB dan BAK biasa. Riwayat kontak dengan orang yang memiliki keluhan
yang sama tidak diketahui.

Riwayat penyakit sebelumnya:


Pasien belum pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Pasien pernah
dirawat sebelumnya pada desembar 2016 dengan keluhan muntah dan BAB cair.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti ini.

Riwayat sosial-ekonomi
Pasien tergolong dalam sosial-ekonomi menengah.

Riwayat kebiasaan dan Lingkungan

2
Pasien jarang jajan diluar, dan lebih sering makan makanan dirumah. Pasien
juga aktif bermain bersama teman-temannya.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Pasien lahir normal, cukup bulan, melahirkan di rumah sakit dibantu oleh
bidan. Dengan BBL 3800 gram.

Kemampuan dan kepandaian bayi :


Sesuai umur yaitu pasien dapat mulai bicara dan berjalan pertama kali pada
usia 11 bulan.

Anamnesis makanan :
ASI pada usia 0-1 tahun dan usia 1 tahun- 2 tahun pasien diberi air gula dan
bubur tim karena pasien tidak suka minum susu. Sekarang pasien makan makanan
dirumah dan kadang-kadang juga jajan disekolah.

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi pasien lengkap

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 44 kg
TinggiBadan : 145 cm
Status Gizi : Overweight CDC 118 %
Tanda Vital
- Denyut nadi : 100 kali/menit
- Suhu : 37,2 oC
- Respirasi : 20 kali/menit
Kulit : ruam (-), rumple leed (-), Efloresensi (-),
sianosis (-), turgor (-)
Kepala : Bentuk : normocephali
Mata : Conjungtiva anemis (-)/(-), sclera icterus (-)/(-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis
(-)
Hidung : rhinorrhea (-)/(-)
Tonsil : T2/T2, hiperemis (-)
Telinga : Otorrhea (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar parotis (+/+)
Pembesaran kelenjar servikal (-/-)

3
Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada Simetris bilateral (+), retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan sama kiri, penonjolan / massa (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC
midclavicularisdextra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung
SIC V linea parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea
axilla anterior
- Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi
tambahan (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar (+) kesan normal, Cembung (-), cekung (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal, bising usus (-)
- Perkusi : Timpani (+) seluruh region abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Genital : Dalam batas normal


Punggung : Dalam batas normal
Anggota gerak :
- Ekstremitas atas akral hangat, udema (-)
- Ekstremitas bawah akral hangat, udema (-)

Otot-otot : Eutrofi, tonus otot normal

Refleks :
N N
F
N N
(-) (-)
P
(-) (-)

4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah Rutintgl. 18/04/2016
Jenis Nilai
WBC 6,0 x 103 /mm3
RBC 4,68 x 106 /mm3
HGB 13 g/dl
HCT 39,5 %
PLT 301 x 103 /mm3

4. RESUME
Pasien datang ke RS Anutapura dengan keluhan bengkak yang berwarna
kemerahan pada leher sisi kanan dan kiri yang dialami sejak 2 hari yang lalu sakit
saat menelan, buka mulut maupun saat berkunyah, nyeri tekan (+). Awalnya bengkak
muncul pada sisi kanan dan kiri leher dengan ukuran yang kecil, keesokan harinya
bengkak kemudian bertambah besar. Selain itu pasien mengeluh panas sejak 2 hari
yang lalu, panas dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga mengatakan timbul
bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal dan panas di bagian perut dan badan
pasien, sejak 2 hari yang lalu. Demam yang dialami munculnya bersamaan dengan
bengkak pada leher. Pasien juga muntah 3 kali, isi muntahan air dan sisa makanan.
Nafsu makan menurun selama sakit. BAB dan BAK biasa. Riwayat kontak dengan
orang yang memiliki keluhan yang sama tidak diketahui.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Denyut nadi : 100 kali/menit, Suhu: 37,2
o
C, Respirasi : 20 kali/menit. Pembesaran kelenjar parotis (+/+).

5. DIAGNOSIS : Diagnosis Kerja : Parotitis


epidemika bilateral.

6. TERAPI
Medikamentosa:
- IVFD RL + neurosanbe 1 Amp/20 tpm
- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
Non Medikamentosa:
- Istirahat yang cukup

7. FOLLOW UP

Tanggal 14/02/2017
S : Demam (+) hari ke-3, bengkak pada kedua pipi (+/+), muntah (-), sakit menelan
(+), penurunan nafsu makan, BAB biasa & BAK lancar.
O : Tanda vital
Nadi : 90 x/menit, Suhu : 37,8 C
Respirasi : 20 kali/menit
A : Parotitis
P:
Non-Medikamentosa

- Istirahat lebih banyak


- Parbaikan nutrisi
Medikamentosa

- IVFD RL + neurosanbe 1 Amp/20 tpm


- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth

Tanggal 15/02/2017
S : Demam (-), bengkak kedua pipi (+/+) sakit menelan (+), penurunan nafsu makan,
BAB biasa & BAK lancar.
O : Tanda vital
Nadi : 96 x/menit, Suhu : 36,3 C
Respirasi : 20 kali/menit

A : Parotitis
P:
Non-Medikamentosa
- Istirahat lebih banyak
- Parbaikan nutrisi
Medikamentosa

- IVFD KAEB 3B 28 tpm


- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth

Tanggal 16/02/2017
S : Demam (-), muntah (-) mual (+),sakit kepala (-), bengkak pada kedua pipi (+/+)
sudah berkurang, sakit menelan (+), penurunan nafsu makan, BAB cair 2 kali &
BAK lancar.
O : Tanda vital
Nadi : 80 x/menit, Suhu : 36,5 C
Respirasi : 20 kali/menit

A : Parotitis
P:
Non-Medikamentosa

- Istirahat lebih banyak


- Parbaikan nutrisi
Medikamentosa

- IVFD IVFD KAEB 3B 24 tpm


- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
- Zink 20 mg 1 x 1
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam

Tanggal 17/02/2017
S : Demam (-), muntah (-) mual (-),sakit kepala (-), bengkak pada kedua pipi (-),
sakit menelan (-), nafsu makan baik, BAB & BAK lancar.
O : Tanda vital
Nadi : 86 x/menit, Suhu : 36,2 C
Respirasi : 20 kali/menit

A : Parotitis
P:
Non-Medikamentosa

- Istirahat lebih banyak


- Parbaikan nutrisi
Medikamentosa

- PCT 3 x 1 tab
- Interhistin 2 x 1 tab
- Imunoplus syr 1 x 1 cth
- Zink 20 mg 1 x 1
PASIEN BOLEH PULANG

BAB III
DISKUSI
Kelenjar air liur adalah glandula parotidea, glandula
submandibularis, dan glandula sublingualis. Glandula parotidea merupakan
glandula terbesar antara ketiga pasang kelenjar air liur. Kelenjar ini
terbungkus dalam selubung parotis (parotis sheath).1,2

Gambar 1. Kelenjar-kelenjar air liur


Glandula parotidea dapat terinfeksi melalui aliran darah, seperti pada
kasus mumps atau gondong. Infeksi glandula parotidea menyebabkan
peradangan atau parotitis dan pembengkakan glandula parotidea. Terjadi rasa
sakit yang hebat karena selubung parotis membatasi pembengkakan.1,2

Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang


disebabkan oleh virus RNA untai tunggal yang termasuk dalam genus
Rubulavirus, subfamili dari paramyxovirinae dan famili paramyxooviridae.
Strain virus di seluruh dunia terdiri dari 10 genotipe dan diberikan nama A-J,
berguna untuk penelitian kejadian ikutan pasca vaksinasi serta menentukan
vaksin pada kejadian luar biasa. Strain virus yang berbeda menunjukkan
virulensi yang berbeda. Virus parotitis dapat ditemukan pada saliva, cairan
serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi dari penderita parotitis
epidemika .1,2,3,4

Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dan menyerang kedua


jenis kelamin secara seimbang terutama menyerang anak berumur 5-10 tahun.
Delapan puluh lima persen ditemukan pada anak-anak berumur di bawah 15
tahun. Setelah ditemukan vaksin untuk parotitis, penyakit ini semakin tahun
semakin menurun. Kematian karena parotitis epidemika sangat jarang. Di
daerah dengan empat musim, parotitis epidemika terutama terjadi pada
musim dingin dan semi tetapi penyakit ini tetap dapat ditemukan disepanjang
tahun.1,2,3,4

Virus menyebar melalui kontak langsung lewat droplet. Sumber


infeksi adalah saliva dan bahan-bahan yang tercemar oleh saliva yang
terinfeksi dan masuk ke host yang baru lewat saluran pernapasan. Virus dapat
diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesuah
munculnya pembengkakan pada kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam
sebelum pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan
menghilang.1,2,3,4

Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus


bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar
limfe lokal dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari yang berlangsung 3-
5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotidea,
ovarium, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke sistem
saraf pusat melalui plexus koroideus lewat infeksi pada sel mononuklear.
Virus bermultiplikasi pada koroid dan sel ependim pada permukaan epitel dan
sel ini mengalami deskuamasi ke cairan serebrospinal dan menyebabkan
meningitis. Pada ensefalitis selain terjadi dedmielinisasi periventrikuler juga
terjadi infiltrasi perivaskuler oleh sel mononuklear dan proliferasi dari
mikrogial rod-cel.1,2,3,4

Berbagai patomekanisme yang menjelaskan tentang cara infeksi


jaringan oleh virus ini. Salh satunya dengan teori apoptosis dimana terjadi
pada individu yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap apoptosis
setelah mendapat stres dari luar. Infeksi ini menyebabkan peningkatan IgG
dan IgM yang dapat terdeteksi dengan ELISA. IgM akan meningkat pada
stadium awal (hari kedua sakit) dan bertahan selama 5-6 bulan. IgG muncul
pada akhir minggu pertama, mencapai puncaknya 3 minggu kemudian dan
bertahan seumur hidup. ,2,3,4
Manifestasi klinis yang dapat dilihat yaitu adanya gejala klasik yang
timbul dalam 24 jam pertama. Anak mengeluhkan sakit telinga dan diperberat
jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar akan mengeluh
pembengkakan dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit. Dalam
beberapa hari, kelenjar parotis dapat terlihat dan membesar dengan cepat
dalam 1-3 hari dan membuat aurikula akan terangkat dan terdorong ke lateral.
1,2,3,4

Selama pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan sangatlah


hebat. Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri, serta
kulit kemerahan disekitarnya.

Gambar 2. Pembengkakan bagian bawah aurikula

Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar dapat terjadi edema


laring dan palatum mole sehingga mendorong tonsil ke tengah. Kadang
ditemukan edema di atas manubrium sterni disebabkan adanya bendungan
aliran limfe. Demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu turun mendahului
hilangnya pembengkakan kelenjar. Pembengkakan kelenjar menghilang
dalam 3-7 hari. Gejala klinis tersebut merupakan gambaran klasik parotitis
epidemika. Tetapi gejala yang timbul sebenarnya sangat bervariasi.1,2,3,4
Pada kasus ini didapatkan bengkak pada kelenjar parotis warna
kemerahan sejak 2 hari disertai demam, pasien juga mengeluh sakit menelan
dan buka mulut. Ini sesuai dengan teori yang merupakan stadium awal
penyakit. Selain itu demam sudah mulai menghilang pada hari ke 4 ini sesuai
dngan teori dimana demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu turun
mendahului hilangnya pembengkakan kelenjar. Pembengkakan kelenjar
menghilang dalam 3-7 hari.

Diagnosis parotitis mudah ditegakkan dengan gejala klinik, namun


jika manifestasi klinik yang kurang lazim ditemukan, maka dapat
mengaburkan diagnosis. Faktor yang harus diperhatikan dalam penegakan
diagnosisnya:

1. Riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu


sebelum onset penyakit
2. Adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar lain
3. Tanda meningitis asseptik
Pada kasus ini, pasien mengatakan tidak pernah kontak dengan penderita yang
memiliki gejala yang sama sebelumnya, namun pasien juga tidak dapat mengingat
dengan jelas.

Pada kasus klasik, pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada keadaan


tanpa parotitis menyebabkan kesulitan mendiagnosa, sehingga diperlukan
pemeriksaan laboratorium, seperti :

1. Pemeriksaan darah rutin, hasilnya kurang spesifik, kadang ditemukan


leukopenia dengan limfositosis relatif atau kadang normal.
2. Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap parotitis
epidemika
3. Peningkatan C-reactive protein
4. Isolasi virus penyebab dar saliva dan urin rutin selama masa akut penyakit.
Dalam urin, virus masih dapat ditemukan setelah 2 minggu onset penyakit.
5. Peningkatan amilase serum yang meninggi pada minggu pertama dan
menurun pada minggu kedua dan ketiga
6. Deteksi virus dengan reverse transcription-PCR yang didapat dari hapusan
nasofaring atau dari cairan serebrospinal pernah dilaporkan. RT-PCR lebih
sensitif daripada ELISA untuk menentukan adanya infeksi parotitis
epidemika.

Beberapa diagnosis banding untuk parotitis epidemika adalah :

1. Parotitis supuratifa dimana dibedakan dari manifestasi klinisnya kulit di atas


kelenjar panas, memerah dan nyeri tekan. Terlihat nanah keluar dari papilla
ductus stensoni jika dilakukan penekanan. Dari hasil lab darah rutin,
didapatkan peningkatan PMN berhubungan dengan infeksi bakteri. Infeksi
kebanyakan oleh Staphylococcus aureus.
2. Parotitis berulang, merupakan peradangan yang terjadi berulang-ulang dan
tidak diketahui penyebabnya. Di tandai dengan pembengkakan frekuen dari
kelenjar parotis. Pembengkakan submandibula dan sublingual tidak terjadi
pada kasus ini.
3. Adanya kalkulus di ductus Stensoni yang menyebabkan terjadinya obstruksi.
Penyumbatan ini menyebabkan peradangan yang hilang timbul.
4. Meningoensefalitis yang sulit dibedakan dengan ensefalitis oleh sebab lain
jika tidak disertai gejala parotitis sehingga perlu isolasi virus dan
pemeriksaan antibodi spesifik.1,2,3,4

Penatalaksanaan untuk parotitis epidemika yaitu secara konservatif. Penyakit ini


merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif yang perlu
berupa hidrasi yang adekuat, dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan.
Pemberian parasetamol digunakan sebagai penghilang rasa nyeri karena
pembengkakan kelanjar. Pengobatan dengan antivirus tidak ada yang tepat digunakan
untuk parotitis epidemika. Terapi cairan intravena diindikasikan untuk penderita
meningoensefalitis dan muntah-muntah yang persisten. 1,2,3,4,5

Pada kasus ini An. P, usia 10 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan panas sejak 2 hari yang lalu, panas dirasakan terus menerus. Selain
itu pasien juga mengeluh bengkak bengkak yang berwarna kemerahan pada
leher sisi kanan dan kiri yang dialami sejak 2 hari yang lalu sakit saat
menelan, buka mulut maupun saat berkunyah, nyeri tekan (+). Awalnya
bengkak muncul pada sisi kanan dan kiri leher dengan ukuran yang kecil,
keesokan harinya bengkak kemudian bertambah besar. Selain itu pasien juga
mengatakan timbul bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal dan panas di
bagian perut dan badan pasien, sejak 2 hari yang lalu. Demam yang dialami
munculnya bersamaan dengan bengkak pada leher. Pasien juga muntah 3 kali,
isi muntahan air dan sisa makanan. Nafsu makan menurun selama sakit.

Hal ini sesuai dengan teorinya gejala klinik pembesaran cepat satu
atau dua kelenjar parotis, pada kasus bilateral terjadi 70-80% kasus, lebih
banyak dibandingangkan pembesaran unilateral hanya 25% kasus, manifistasi
klinik yang dapat dilihat juga gejala klasik yang timbul dalam 24 jam
pertama. Anak mengeluhkan sakit telinga dan diperberat jika mengunyah
makanan.

Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan dan nyeri
rahang pada stadium awal penyakit. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis
dapat terlihat dan membesar dengan cepat dalam 1-3 hari. Demam akan
turun 1-6 hari, dimana suhu turun mendahului hilangnya pembengkakan
kelenjar. Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari. Gejala klinis
tersebut merupakan gambaran klasik parotitis epidemika. Tetapi gejala yang
timbul sebenarnya sangat bervariasi.

Pemeriksaan laboratorium pada kasus ini tidak begitu bermakna dan


sesuai dengan teori sebenarnya tidak terlalu di perlukan. Pada keadaan tanpa
gejala parotitis biasanya menyebabkan kesulitan mendiagnosa, sehingga
diperlukan pemeriksaan laboratorium, seperti :

Pemeriksaan darah rutin, hasilnya kurang spesifik dan biasanya tidak


diperlukan, kadang ditemukan leukopenia sedangkan pada kasus ini di temukan
jumlah leukosit yang normal yaitu 6,0 x 103/uL, sedangkan tes laboratorium yang
lain tidak dilakukan, karena gejala klinik parotitis yang muncul, pada pasien ini
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, penatalaksanaan yang di berikan pada
pasien ini hanyalah secara konservatif seperti pada pasien diberikan
Medikamentosa:
- Domperidone syr 3x1 cth (bila perlu) karena pasien mengalami muntah
- Paracetamol syrup 3 x 2 cth (bila perlu) karena pasien mengalami demam
- Interhistin 2 x 1 tab karena pada pasien ini mengalami gatal-gatal dan
kemerahan pada perut dan punggung.
- Imunoplus syr 1 x 1 cth sebagai multivitamin untuk menambah nafsu makan
agar meningkatkan daya taha tubuh pasien.

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Adanya komplikasi neurologis berupa mielitis dan neuritis saraf dan


komplikasi pasca ensefalitis seperti kejang gangguan motorik, retardasi
mental, emosi tidak stabil, sulit tidur (pada pasien ini tidak ditemukan).
2. Komplikasi diabetes mellitus sebagai komplikasi parotitis epidemika akan
tetapi patogenesisnya belum jelas dimana secara in vitro virus parotitis dapat
merusak sel beta pankreas dengan proses yang tidak diketahui (pada pasien
ini tidak ditemukan)..
3. Tiroiditis timbul setelah satu minggu onset parotitis. Tiroiditis sangat jarang
terjadi pada anak-anak yang ditandai pembengkakan kelenjar tiroid dan
peningkatan antibodi antitiroid (pada pasien ini tidak ditemukan).
4. Orkitis epididimis merupakan gejala klinis kedua tersering selain
pembengkakan kelenjar ludah pada anak laki-laki yang telah pubertas.
Insiden terjadinya oritis unilateral pada laki-laki yang telah melewati masa
pubertas adalah 20-30% sedangkan bilateral sekitar 2%. Kejadian orkitis
didahului dengan demam, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut
bagian bawah. Lamanya demam jarang melebihi 1 minggu. Demam bertahan
sampai 5 hari pada 80% kasus. Dengan munculnya demam, maka testis
membengkak dengan cepat dan dapat mencapai 4 kali ukuran normal. Testis
yang terserang terasa nyeri, membengkak, kulit sekitar edema serta berwarna
merah. Lama penyakit dapat berlangsung sampai 4 hari dan dapat terjadi
atrofi terutama pada orkitis bilateral. Hal yang sangat mengkhawatirkan
adalah terjadinya impotensi, diikuti sterilitas, tetapi sekuel ini sangat jarang
dijumpai. 1,2,3,4
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif yang monovalen atau
kombinasi dengan vaksin MMR. Antibodi netralisasi yang terbentuk setelah
vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan setelah infeksi parotitis epidemika
alamiah, namun penelitian mendapatkan anak dengan vaksin tidak menderita
parotitis epidemika selama 12 tahun follow up dibanding anak yang tidak
tervaksinasi. Di Indonesia, vaksin MMR diberikan pada anak usia 12-18 bulan.
Vaksin ini diberikan secara subkutan dalam atau intramuskular dan harus digunakan
1 jam setelah terampur dengan pelarutnya. 1,2,3,4

Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan
sekuele karena meningoensefalitis.1,2,3,4

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, SSP. et al. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. IDAI. 2010 : 134-
140
2. Erwanto, BM. Gondokan (Mumps). 2010 : 24-6
3. Templer, J. et al. Parotitis. Medscape. 2014 : 1-20
4. Pudjiadi, MTS. Orkitis pada infeksi parotitis epidemika. 2009; 11(1) : 47-51
5. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak, Sagung Seto,
Jakarta. 2011

Anda mungkin juga menyukai