Anda di halaman 1dari 23

Case Report

Dermatitis Atopik

Oleh:

Helsy Honesty Haikal 1840312645

Fajria Khalida 1940312010

Preseptor :

Dr. dr. Qaira Anum, SpKK (K), FINSDV, FAADV


dr. Ennesta Asri, SpKK, FINSDV

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dermatitis atopik adalah kondisi kulit inflamasi yang gatal, kronis, atau kambuh
kronis, yang menimbulkan beban signifikan pada sumber daya layanan kesehatan dan
kualitas hidup pasien. Prevalensi dermatitis atopik saat ini di sebagian besar negara-
negara berpenghasilan tinggi dan rendah adalah sekitar 10-30% pada anak-anak dan 2-
10% pada orang dewasa, mewakili peningkatan 2-3 kali lipat selama beberapa dekade
1,2
terakhir.
Dermatitis atopik adalah penyakit yang kompleks dan memiliki spektrum
manifestasi dermatologis yang luas. Diagnosis DA didasarkan pada konstelasi tanda
dan gejala. Tidak ada "standar emas" laboratorium untuk diagnosis DA. Namun
demikian, hasil dan reproduksibilitas studi genetik, etiologis, epidemiologis, diagnostik
dan terapeutik bergantung pada penetapan kriteria diagnostik yang andal dan valid.
Selama dekade terakhir berbagai daftar kriteria diagnostik untuk DA telah diusulkan.
Hanifin dan Rajka untuk pertama kalinya mengusulkan pendekatan sistematis menuju
standarisasi diagnosis DA dengan menggabungkan empat fitur utama / dasar dan 23
3,4
kecil.
Pengamatan baru terhadap DA menunjukkan bahwa keduanya kelainan struktural
kulit dan disregulasi imunitas tubuh berperan penting dalam patofisiologi penyakit ini.
Oleh karena itu, manajemen DA yang optimal membutuhkan pendekatan beragam yang
ditujukan untuk penyembuhan dan melindungi pelindung kulit dan mengatasi
imunopatogenesis kompleks penyakit ini.5

1.2. Batasan Masalah


Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi, dan prognosis Dermatitis atopik.

1.3. Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
dokter muda mengenai Dermatitis atopik.
1.4. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk
dari berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Dermatitis atopik adalah suatu peradangan kulit kronik dan residif (atau
sekelompok gangguan yang berkaitan), yang sering ditemukan pada penderita
rhinitis alergika dan asma serta diantara para anggota keluarga mereka, yang ditandai
dengan kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural) tubuh.6,7 Rasa gatal yang timbul dapat
ringan sampai berat, bersifat kumat-kumatan, sebagian besar muncul pada saat bayi
dan anak. Terdapat berbagai istilah yang digunakan sebagai sinonim dermatitis atopi
seperti eczema atopic, eczema fleksural, neuodermatitis diseminata, dan prurigo
Besnier.5,8
Dermatitis atopik, atau eczema atopik ditandai dengan eritema dengan batas
tidak tegas, edema, vesikel, dan madidans pada stadium akut dan penebalan kulit
(likenifikasi) pada stadium kronik dan sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi keluarga dan gangguan atopi lainnya
seperti rhinitis alergika dan asma bronkial.8,9 Rajka mendefinisikan dermatitis atopik
adalah suatu inflamasi yang spesifik pada kompartemen dermo-epidermal, terjadi
pada kulit atopik yang bereaksi abnormal, dengan manifestasi klinis timbulnya gatal
dan lesi kulit inflamasi bersifat eczematous.10

2.2. Epidemiologi
Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit yang sering menyerang anak-anak
dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan prevalensi pada orang dewasa 1-3%
di Amerika, Jepang, Eropa, Australia, dan negara industri lain. Sedangkan pada
negara agraris seperti Cina dan Asia Tengah prevalensi dermatitis atopi lebih
rendah.11 Di Indonesia, angka prevalensi kasus dermatitis atopik menurut Kelompok
Studi Dermatologi Anak (KSDAI) yaitu sebesar 23,67% dimana dermatitis atopic
menempati menmpati peringkat pertama dari 10 besar penyakit kulit anak. Dermatitis
atopik lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 1,3:1.8
Pada anak, sekitar 45% kasus dermatitis atopic muncul dalam 6 bulan pertama
kehidupan, 60% muncul dalam tahun pertama kehidupan, dan 85% kasus muncul
sebelum usia 5 tahun. Dermatitis atopik sering dimulai pada awal masa pertumbuhan
(early-onset dermatitis atopic). Sekitar 45% kasus dermatitis atopic anak muncul
dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% muncul dalam tahun pertama kehidupan, dan
85% kasus muncul sebelum usia 5tahun. Sebagian besar yaitu 70% kasus penderita
dermatitis atopik anak, akan mengalami remisi spontan sebelum dewasa. Namun
penyakit ini juga dapat terjadi pada saat dewasa (late onset dermatitis atopic ).2,12
Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka
lebih dari seperempat anaknya akan menderita Dermatitis atopik pada 3 bulan
pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya
menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka
ini meningkat sampai 75 %.8

2.3. Etiologi
Timbulnya inflamasi dan rasa gatal merupakan hasil interaksi berbagai faktor
internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor predisposisi genetik (melibatkan
banyak gen) yang mehasilkan disfungsi sawar kulit serta perubahan pada sistem imun,
khususnya hipersensitifitas terhadap berbagai alergen dan antigen mikroba. Faktor
psikologis dapat menjadi penyebab atau dampak dari dermatitis atopik.13

2.4. Patogenesis
Dermatitis atopik merupakan hasil interaksi kompleks antara defek pada fungsi
pelindung kulit, disregulasi imun, dan lingkungan serta agen infeksi. Pada DA terdapat
kelainan pelindung kulit terkait dengan mutasi di dalam gen atau gangguan ekspresi
dari gen filaggrin, yang mengkode struktural protein essensial untuk pembentukan
pelindung kulit.
Kulit individu dengan DA juga telah terbukti kurang ceramides (molekul lipid)
serta antimikroba peptida seperti cathelicidins, yang mewakili lini pertama pertahanan
terhadap banyak agen infeksius. Kelainan pelindung kulit ini menyebabkan
meningkatnya kehilangan air transepidermal (aliran air dari dalam tubuh melalui
lapisan epidermis kulit ke atmosfer sekitarnya) dan peningkatan penetrasi alergen dan
mikroba ke dalam kulit.
Agen infeksi paling sering terlibat dalam DA adalah Staphylococcus aureus (S.
Aureus), yang berkolonisasi sekitar 90% dari pasien DA. Respons imun bawaan yang
defek juga tampak berkontribusi terhadap peningkatan infeksi bakteri dan virus pada
pasien dengan DA.8,13
2.5. Manifestasi Klinis
Gejala utama dermatitis atopik adalah gatal/pruritus yang muncul sepanjang hari
dan memberat ketika malam hari yang dapat menyebabkan insomnia dan penurunan
kualitas hidup. Rasa gatal yang hebat menyebabkan penderita menggaruk kulitnya
sehingga memberikan tanda bekas garukan (scratch mark) yang akan diikuti oleh
kelainan-kelainan sekunder berupa papula, erosi atau ekskoriasi dan selanjutnya akan
terjadi likenifikasi bila proses menjadi kronis.
Gambaran lesi eksematous dapat timbul secara akut (plak eritematosa, prurigo
papules, papulovesikel), subakut (penebalan dan plak ekskoriasi), dan kronik
(likenifikasi). Lesi eksematous dapat menjadi erosif bila terkena garukan dan terjadi
eksudasi yang berakhir dengan lesi berkrustae. Lesi kulit yang sangat basah (weeping)
dan berkrusta sering didapatkan pada kelainan yang lanjut.5,10
Gambaran klinis dermatitis atopic dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan lokaliasasinya
terhadap usia. 8,14
1. Dermatitis Atopik Infantil (0-1 tahun)
Dermatitis atopi sering muncul pada tahun pertama kehidupan dan dimulai
sekitar usia 2 bulan. Jenis ini disebut juga milk scale karena lesinya menyerupai
bekas susu. Lesi berupa plak eritematosa, papulo-vesikel yang halus, dan
menjadi krusta akibat garukan pada pipi dan dahi. Rasa gatal yang timbul
menyebabkan anak menjadi gelisah, sulit tidur, dan sering menangis. Lesi
eksudatif, erosi, dan krusta dapat menyebabkan infeksi sekunder dan meluas
generalisata dan menjadi lesi kronis dan residif.
2. Dermatitis Atopik pada Anak (1- 4 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantile atau timbul sendiri. Pada
umumnya lesi berupa papul eritematosa simetris dengan ekskoriasi, krusta
kecil, dan likenifikasi. Lesi dapat ditemukan di bagian fleksura dan ekstensor
ekstremitas, sekitar mulut, kelopak mata, tangan dan leher.
3. Dermatitis Atopik pada Anak (4- 16 tahun)
Pada usia 4-16 tahun dapat dijumpai dermatitis pada tubuh bagian atas dan
wajah. Umumnya muncul dermatitis yang simetris pada area fleksura, tangan,
dan kaki.
4. Dermatitis Atopik pada Dewasa (4-16 tahun)
Pada orang dewasa, lesi dermatitis kurang karakteristik, dapat di wajah, tubuh
bagian atas, fleksura, bibir dan tangan. Lesi kering, papul datar, plak
likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi
karena garukan. Terkadang dapat berkembang menjadi eritroderma. Stres
dapat menjadi faktor pencetus karena saat stres nilai ambang rasa gatal
menurun.

Dermatitis atopik dapat disertai berbagai kelainan seperti hiperlinearis palmaris,


xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, ptiriasis alba, keratosis pilaris, tanda Hertoghe,
keilitis, liken spinulosus, dan keratokonus.5,8

2.6. Diagnosis (DA2)


Pada awalnya diagnosis dermatitis atopik didasarkan pada temuan klinis yang
tampak menonjol, terutama gejala-gatal. Dalam perkembangan selanjutnya untuk
mendiagnosis dermatitis atopik digunakan uji alergi yaitu uji tusuk (skin pricktest) dan
pemeriksaan kadar IgE total sebagai kriteria diagnosis. Pada tahun 1980 Hanifin dan
Rajka mengusulkan suatu kriteria diagnosis dermatitis atopik yaitu terdiri dari 4
kriteria mayor dan 23 kriteria minor.5,10
Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor
jika menggunakan kriteria Hanifin and Rajka. Kriteria ini cocok digunakan untuk
diagnosis penelitian berbasis rumah sakit dan eksperimental, namun tidak cocok pada
penelitian berbasis populasi. Oleh karena itu William, dkk pada tahun 1994
memodifikasi dan menyederhanakan kriteria Hanifin and Rajka menjadi satu pedoman
diagnosis dermatitis atopik yang dapat digunakan untuk diagnosis dengan cepat.
Kriteria William,dkk yaitu:8
1. Harus ada : Rasa gatal ( pada anak- anak dengan bekas garukan).
2. Ditambah 3 atau lebih:
1. Terkena pada daerah lipatan siku, lutut, di depan mata kaki atau sekitar
leher (termasuk pipi pada anak di bawah 10 tahun).
2. Anamnesis ada riwayat atopi seperti asma atau hay fever (ada riwayat
penyakit atopi pada anak-anak).
3. Kulit kering secara menyeluruh pada tahun terakhir.
4. Ekzema pada lipatan (termasuk pipi, kening, badan luar pada anak <4
tahun).
5. Mulai terkena pada usia dibawah 2 tahun (tidak digunakan pada anak <4
tahun).
Tabel 2.1 Kriteria Hanifin dan Rajka8

Kriteria diagnostik dermatitis atopik yang lain adalah kriteria diagnostik


menurut Svensson, 1985, yang membagi kriteria menjadi 3 kelompok. Dalam
menegakkan diagnosis dermatitis atopik berdasarkan kriteria Svennson, pasien harus
memiliki dermatitis di daerah fleksural kronik yang hilang timbul ditambah dengan
memiliki 15 nilai dari sistem skor Svennson.10
The Europian Task Force on Atopic Dermatitis membuat suatu indeks untuk
menilai derajat dermatitis atopik, dikenal dengan istilah SCORAD (Score of atopic
dermatitis). SCORAD dapat menilai derajat keparahan inflamasi dermatitis atopik
dengan menilai (A) luas luka, (B) tanda-tanda inflamasi, dan (C) Keluhan gatal dan
gangguan tidur. Tanda inflamasi yaitu eritema, indurasi, ekskoriasi, papul, dan
likenifikasi. Eritema adalah kemerahan kulit karena pelebaran pembuluh-pembuluh
darah.
Ekskoriasi adalah kerusakan kulit yang lebih dalam dari pada kulit epidermis
sehingga berdarah (lecet). Papul adalah tonjolan kulit yang kecil, berbatas jelas dan
padat. Likenifikasi adalah perubahan suatu erupsi kulit misalnya eksema, sehingga
berwujud seperti liken (penyakit kulit yang ditandai dengan bintil-bintil kecil padat,
teratur secara berkelompok), kulit menjadi lebih tebal dan garis-garis kulit menjadi
lebih jelas.8,15
Luas luka (A) diukur dengan menggunakan the rule of nine dengan skala
penilaian 0-100. Tanda-tanda inflamasi (B) pada SCORAD terdiri dari 6 kriteria:
eritema, edema/papul, ekskoriasi, likenifikasi, krusta, dan kulit kering yang masing-
masing dinilai dari skala 0-3. Gejala subjektif (C) terdiri dari pruritus dan gangguan
tidur yang masing-masing dinilai dengan visual analogue scale dari skala 0-10
sehingga skor maksimum untuk bagian ini adalah
20. Formula SCORAD yaitu A/5 + 7B/2 + C. Pada formula ini A adalah luas luka
(0-100), B adalah intensitas (0-18), dan C adalah gejala subjektif (0-20). Skor
maksimal SCORAD adalah 10.15

Rumus SCORAD = A/5 + 7B/2 + C

Keterangan :
A : adalah jumlah luas permukaan kulit yang terkena dermatitis atopik di luar kulit
kering dengan mengikuti rule of nine dengan jumlah skor tertinggi kategori A adalah
100.
B : adalah jumlah dari 6 kriteria inflamasi yaitu eritema/kemerahan,
edema/papul/gelembung yang melepuh, oozing/krusta, ekskoriasi, likenifikasi/
berkerak/ bersisik, keringan kulit, semua mempunyai nilai masing- masing berskala
0-3 (0 = tidak ada, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat), jumlah skor tertinggi kategori
B ini adalah 18.
C : adalah jumlah dari nilai gatal dan gangguan tidur dengan skala 0 – 10 dengan
jumlah skor tertinggi kategori C adalah 20.15
Gambar 2.1. Rule of nine sebelum usia 2 tahun

Gambar 2.2. Rule of nine usia > 2 tahun Berdasarkan dari penilaian

SCORAD dermatitis atopik digolongkan menjadi:


1. Dermatitis atopik ringan (skor SCORAD <15)
Perubahan warna kulit menjadi kemerahan, kulit kering yang ringan, gatal
ringan, tidak ada infeksi sekunder.
2. Dermatitis atopik sedang (skor SCORAD antara 15–40)
Kulit kemerahan, infeksi kulit ringan atau sedang, gatal, gangguan tidur, dan
likenifikasi.
3. Dermatitis atopik berat (skor SCORAD >40)
Kemerahan kulit, gatal, likenifikasi, gangguan tidur, dan infeksi kulit yang
semuanya berat.15
2.7. Tatalaksana
Masalah pada DA sangat kompleks sehingga dalam penatalaksanaannya perlu
dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi, upaya preventif atau terapi
kausal sesuai etiologi dan sebagian patogenesis penyakit yang telah diketahui.13
Kongres konsensus Internasional Dermatitis Atopik ke II (ICCAD II) di New
Orleans 2002, telah menyepakati pedoman terbaru terapi DA dengan memperhatikan :
1. Efektifitas obat sistemik yang aman, bertujuan untuk mengurangi rasa gatal,
reaksi alergik dan inflamasi. Sebagai terapi sistemik dapat diberikan
antihistamin (generasi sedatif atau non sedatif sesuai kebutuhan) dan
kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sistemik bukan merupakan hal yang
rutin, digunakan terutama pada kasus yang parah dengan memperhatikan efek
samping jangka panjang.
2. Terapi topikal yang dapat diberikan berupa Kortikosteroid sebagai anti
inflamasi, antipruritus dan imunosupresif dengan bahan vehikulum disesuaikan
dengan fase dan kondisi kulit. Pelembab digunakan untuk mngatasi gangguan
sawar kulit.
3. Kualitas kehidupan dan tumbuh kembang anak.

Edukasi dan konseling perlu diberikan kepada orangtua, pengasuh, keluarga dan pasien
tentang dermatitis atopik yang diderita pasien, perjalanan penyakit, serta berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi penyakit. Faktor pencetus kekambuhan seperti
alergen hirup (debu, tungau), alergen makanan dan faktor psikologis.13

2.1. Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan DA umumnya bonam, dengan sebagian besar anak
mengatasi kondisi tersebut pada awal masa remaja. Namun, pasien dengan penyakit
luas dan kondisi atopik bersamaan, seperti asma dan rinitis alergi, kemungkinan besar
terjadi mengalami hasil yang lebih buruk .8
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : RA
Umur : 1 tahun 4 bulan
Tanggal lahir : 26 Juli 2018
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :
Alamat : Aur Duri, Padang
Status Perkawinan : Belum Kawin
Negeri Asal : Padang
Agama : Islam
Nama Ibu Kandung : Sari
Suku : Minangkabau
No. HP :

Keluhan Utama :
Bintik-bintik berwarna merah yang terasa gatal pada dahi, kedua pipi, leher, telinga,
dada, punggung, perut, kedua lengan, kedua tungkai, yang terasa semakin parah sejak
lebih kurang 1 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Awalnya, muncul bintik-bintik merah di tungkai kanan bawah yang terasa
gatal, dan pasien sering menggaruknya. Gatal dirasakan tidak dipengaruhi oleh
waktu maupun cuaca. Beberapa hari kemudian lesi mulai menyebar ke dahi,
sehingga muncul bintik-bintik merah di dahi yang juga terasa gatal. Karena
keluhannya yang semakin menyebar, ibu pasien membawa pasien berobat ke
klinik untuk pertama kalinya dan mendapatkan obat makan 3 x sehari namun
tidak ada perubahan. Beberapa hari berikutnya keluhan semakin bertambah
banyak hingga meluas ke seluruh tungkai. Lalu pasien kembali dibawa berobat
ke klinik yang sama dan mendapatkan obat makan 3 x sehari dan obat krim 2 x
sehari, namun juga tidak ada perubahan.
• Sekitar dua minggu yang lalu, keluhan dirasakan semakin bertambah, dan
pasien berobat ke RS. Aisyiyah, lalu pasien didiagnosa dengan Scabies, dan
mendapatkan obat makan 3 x sehari serta Scabimite yang dioleskan 1 kali ke
seluruh tubuh. Keluhan bintik-bintik berair dirasakan mengering, namun pasien
tetap merasakan gatal. Lebih kurang 1 minggu yang lalu, keluhan dirasakan
menetap dan ibu pasien kembali memakaikan Scabimite sesuai seperti
pemakaian pertama, namun keluhan dirasakan menetap sehingga pasien dirujuk
ke RSUP Dr. M.Djamil.
• Pasien sehari-hari menggunakan singlet dan baju kaus, pasien mudah
berkeringat
• Riwayat memakai pakaian tebal disangkal
• Riwayat alergi makanan dan obat pasien pada pasien disangkal.
• Riwayat bersin-bersin pada pagi hari, mata merah dan asma tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pasien belum pernah mengalami gejala penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga / Atopi / Alergi :
• Riwayat urtikaria pada ibu pasien dan kakak pasien
• Riwayat paman menderita penyakit kulit dengan gejala gatal diseluruh tubuh
dan kulit bersisik tebal.
• Riwayat alergi makanan tidak ada.
• Riwayat asma ada (pada paman pasien)
• Riwayat bersin-bersin pada pagi hari tidak ada.
• Riwayat alergi obat-obatan tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Berat Badan : 13 kg
Tinggi Badan : 85 cm
Status Gizi : baik
Frekuensi Nadi : 112 x/menit
Frekuensi Nafas : 22 x/menit
Tekanan Darah : diharapkan dalam batas normal
Suhu : afebris
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada deformitas
KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Rambut : tidak mudah rontok, botak setempat tidak ada
Pemeriksaan thorak : diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan abdomen : diharapkan dalam batas normal
Ekstremitas : diharapkan dalam batas normal
Status Dermatologikus :
Lokasi : dahi, kedua pipi, leher, telinga, dada, punggung, perut, kedua lengan,
kedua tungkai
Distribusi : generalisata
Bentuk : tidak khas
Susunan : tidak khas
Batas : tidak tegas
Ukuran : milier
Efloresensi : papul eritem, plak eritem, skuama putih halus, erosi, likenifikasi,
ekskoriasi, krusta kecoklatan
Foto Pasien
Status Venerologikus :
Skrotum : skuama putih halus
Resume :
• Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 1 tahun tahun dengan keluhan
utama bintik-bintik berwarna merah yang terasa gatal pada dahi, kedua pipi,
leher, telinga, dada, punggung, perut, kedua lengan, kedua tungkai, yang terasa
semakin parah sejak lebih kurang 1 bulan yang lalu
• Awalnya, muncul bintik-bintik merah di tungkai kanan bawah yang terasa
gatal, dan pasien sering menggaruknya. Gatal dirasakan tidak dipengaruhi oleh
waktu maupun cuaca. Beberapa hari kemudian lesi mulai menyebar ke dahi,
sehingga muncul bintik-bintik merah di dahi yang juga terasa gatal. Karena
keluhannya yang semakin menyebar, ibu pasien membawa pasien berobat ke
klinik untuk pertama kalinya dan mendapatkan obat makan 3 x sehari namun
tidak ada perubahan. Beberapa hari berikutnya keluhan semakin bertambah
banyak hingga meluas ke seluruh tungkai. Lalu pasien kembali dibawa berobat
ke klinik yang sama dan mendapatkan obat makan 3 x sehari dan obat krim 2 x
sehari, namun juga tidak ada perubahan.
• Sekitar dua minggu yang lalu, keluhan dirasakan semakin bertambah, dan
pasien berobat ke RS. Aisyiyah, lalu pasien didiagnosa dengan Scabies, dan
mendapatkan obat makan 3 x sehari serta Scabimite yang dioleskan 1 kali ke
seluruh tubuh. Keluhan bintik-bintik berair dirasakan mengering, namun pasien
tetap merasakan gatal. Lebih kurang 1 minggu yang lalu, keluhan dirasakan
menetap dan ibu pasien kembali memakaikan Scabimite sesuai seperti
pemakaian pertama, namun keluhan dirasakan menetap sehingga pasien dirujuk
ke RSUP Dr. M.Djamil.
• Pasien sehari-hari menggunakan singlet dan baju kaus, pasien mudah
berkeringat
• Riwayat memakai pakaian tebal disangkal
• Riwayat alergi makanan dan obat pasien pada pasien disangkal.
• Riwayat bersin-bersin pada pagi hari, mata merah dan asma tidak ada.
• Terdapat riwayat urtikaria pada ibu dan kakak pasien
• Paman pasien menderita penyakit kulit dengan gejala gatal diseluruh tubuh dan
kulit bersisik tebal dan riwayat asma pada paman pasien
• Pada status dermatologikus ditemukan papul eritem, plak eritem, skuama putih
halus, erosi, likenifikasi, ekskoriasi, krusta kecoklatan pada dahi, kedua pipi,
leher, telinga, dada, punggung, perut, kedua lengan, kedua tungkai dengan
distribusi , bentuk dan susunan tidak khas, batas tidak tegas, generalisata,
ukuran milier

DIAGNOSIS KERJA : Dermatitis Atopik


DIAGNOSIS BANDING : Tidak ada
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
• Tidak ada pemeriksaan laboratorium rutin pada kasus ini.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM ANJURAN


• Skin prick test untuk menilai intoleransi terhadap makanan/alergen
DIAGNOSIS :Dermatitis Atopik
PENATALAKSANAAN :
Terapi Umum:
• Menjelaskan kepada pasien penyakit ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor
dan bisa berlangsung lama atau bisa sembuh sendiri (kronik-residif).
• Memberikan edukasi kepada pasien untuk menghindari faktor pencetus.
• Memberikan edukasi kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi.
• Memberikan edukasi kepada pasien untuk menggunakan pelembab kulit.
Terapi Khusus:
• Prednison 3x1,25 mg
• Cetirizine sirup 1 x ½ sdt
• Krim mometason furoat 0,1% 2x1 pada bintik merah

PROGNOSIS:
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
• Quo ad kosmetikum : dubia ad malam

Kriteria Hanifin-Radjka
Keterangan
No Kriteria
Ada Tidak Ada
KRITERIA MAYOR
1 Pruritus (gatal) V
2 Morfologi sesuai umur dan distribusi V
lesi yang khas
3 Bersifat kronik eksaserbasi V
4 Ada riwayat atopi individu atau V
keluarga
KRITERIA MINOR
1 HIperpigmentasi daerah periorbita V
2 Tanda Dennie-Morgan V
3 Konjungtivitis Rekuren V
4 Chellitis pada bibir V
5 White dermatograhisme V
6 Ptiriasis alba V
7 Fissura pre-aurikular V
8 Dermatitis dilipatan leher ant V
9 Facial pallor V
10 Hiperlinear palmaris V
11 Keratosis palmaris V
12 Papul perifolikuler hyperkeratosis V
13 Xerotic V
14 Iktiosis pada kaki V
15 Eczema of the nipple V
16 Gatal bila berkeringat V
17 Awitan dini V
18 Reaktivasi kulit tipe cepat V
19 Intoleransi makanan tertentu V
20 Intoleransi beberapa jenis bulu V
21 Perjalanan peyakit dipengaruhi factor V
lingkungan dan emosi
22 Tanda Hetoghe ( kerontokan pada alis V
bagian lateral
BAB IV
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berumur 1 tahun yang datang ke Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUP dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 November 2019
dengan keluhan utama bintik-bintik berwarna merah yang terasa gatal pada dahi, kedua
pipi, leher, telinga, dada, punggung, perut, kedua lengan, kedua tungkai, yang terasa
semakin parah sejak lebih kurang 1 bulan yang lalu. Awalnya, muncul bintik-bintik
merah di tungkai kanan bawah yang terasa gatal, dan pasien sering menggaruknya.
Gatal dirasakan tidak dipengaruhi oleh waktu maupun cuaca. Beberapa hari kemudian
lesi mulai menyebar ke dahi, sehingga muncul bintik-bintik merah di dahi yang juga
terasa gatal. Karena keluhannya yang semakin menyebar, ibu pasien membawa pasien
berobat ke klinik untuk pertama kalinya dan mendapatkan obat makan 3 x sehari namun
tidak ada perubahan. Beberapa hari berikutnya keluhan semakin bertambah banyak
hingga meluas ke seluruh tungkai. Lalu pasien kembali dibawa berobat ke klinik yang
sama dan mendapatkan obat makan 3 x sehari dan obat krim 2 x sehari, namun juga
tidak ada perubahan.
Sekitar dua minggu yang lalu, keluhan dirasakan semakin bertambah, dan pasien
berobat ke RS. Aisyiyah, lalu pasien didiagnosa dengan Scabies, dan mendapatkan obat
makan 3 x sehari serta Scabimite yang dioleskan 1 kali ke seluruh tubuh. Keluhan
bintik-bintik berair dirasakan mengering, namun pasien tetap merasakan gatal. Lebih
kurang 1 minggu yang lalu, keluhan dirasakan menetap dan ibu pasien kembali
memakaikan Scabimite sesuai seperti pemakaian pertama, namun keluhan dirasakan
menetap sehingga pasien dirujuk ke RSUP Dr. M.Djamil.
Menurut ibu pasien, anaknya sering menggaruk saat berkeringat dan udara panas.
Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara gatal dan keringat pada
pasien dermatitis atopi yaitu peningkatan produksi keringat akan berpengaruh terhadap
terjadinya pruritus pada pasien dermatitis atopi. Hal itu berkaitan dengan adanya peran
asetilkolin dalam mekanisme gatal yang diinduksi keringat.
Terdapat keluhan kulit kering pada pasien. Pada penderita dermatitis atopik kulit
kering terjadi sebagai akibat disfungsi sawar kulit, kulit kering berisiko terhadap
mudahnya penetrasi alergen, iritan, dan terjadinya keadaan patologis kulit lainnya.
Berdasarkan hasil anamnesis terdapat adanya riwayat atopi pada pasien, yaitu terdapat
riwayat urtikaria pada ibu dan kakak pasien, serta riwayat penyakit kulit pada paman
pasien dan riwayat asma pada paman.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ditemukan papul eritem, plak eritem, skuama
putih halus, erosi, likenifikasi, ekskoriasi, krusta kecoklatan pada dahi, kedua pipi,
leher, telinga, dada, punggung, perut, kedua lengan, kedua tungkai dengan distribusi
, bentuk dan susunan tidak khas, batas tidak tegas, generalisata, ukuran milier.
Pada pasien ini memenuhi kriteria mayor dan kriteria minor untuk dermatitis
atopi menggunakan kriteria Hanifin-Rajka, ditemukan 3 kriteria mayor yaitu pruritus,
dermatitis di dahi, kedua pipi, leher, telinga, dada, punggung, perut, kedua lengan,
kedua tungkai, riwayat atopi pada keluarga yaitu paman pasien. Kriteria minor pada
pasien ini diantaranya white dermatograhisms, fissura pre-aurikular, facial pallor,
hiperlinear palmaris, xerosis, gatal bila berkeringat dan awitan dini. Karena telah
memenuhi 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari Hanifin-rajka maka pasien
didiagnosis dengan dermatitis atopi.
Pada pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan prick test untuk
mengatahui apakah ada alergen yang dapat mencetuskan keluhan pasien. Selain itu ibu
pasien diedukasi agar menghindari pemakaian baju tebal, lingkungan yang terlalu panas
dan berkeringat berlebihan pada anaknya, serta menjaga kelembapan kulit.
Pasien diterapi dengan Prednison 3x1,25 mg, Cetirizine sirup 1 x ½ sdt, dan krim
mometason furoat 0,1% 2x1 pada bintik merah. Prednison merupakan golongan
kortikosteroid yang bekerja sebagai anti-inflamasi. Pertimbangan pemberian terapi
kortikosteroid sistemik pada pasien ini adalah untuk mengendalikan eksaserbasi akut
penyakitnya, namun dosis obat ini harus di tappering off untuk menghidari efek
samping jangka panjang dari pengobatan kortikosteroidCetirizene marupakan obat
antihistmin selektif dan memiliki efek sedatif yang rendah serta masa kerja yang
panjang (long acting) sehingga efektif untuk mengurangi rasa gatal pada pasien.. Krim
mometason furoat merupakan obat golongan kortikosteroid topikal poten yang
memiliki daya atrofogenitas kulit yang sangan rendah. Prognosis pada pasien ini adalah
quo ada sanam dubia ad bonam, quo ad vitam bonam, quo ad kosmetikum dubia ad
malam, quo ad functionam dubi ad bonam.
Daftar Pustaka

1. Nutten S, Dermatitis Atopik: Epidemiologi Global dan Faktor Risiko. Ann Nutr
Metab 2015; 66 (1): 8-16.

2. Bieber T, Bussmann C. Dermatitis Atopik. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL,


Schaffer JV, editor. Dermatologi. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Saunders Ltd;
2012. p. 203- 17.

3. Brenninkmeijer EE, Schram ME, Leeflang MM, Bos JD, Spuls PI. Kriteria
diagnostik untuk dermatitis atopik: tinjauan sistematis. Br J Dermatol 2008; 158:
754–65.

4. Dhar S, Dermatitis Banerjee R. Atopic pada bayi dan anak- anak di India. India
J Dermatol Venereol Leprol 2010; 76: 504-13.

5. Solomon WR. Dermatitis atopik dan urtikaria. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2005. hlm. 191-7.

6. Yeung DYM, Tharp M, Boguniewicz M. Atopic dermatitis. In: Goldsmith LA,


Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 8thed. New York: Mc Graw Hill; 2012.p.165-
82.

7. James WD, Berger TG, Elston DM. Atopic dermatitis, eczema, and non
infectious immuodeficiencies disorder. In: Gabbedy R, Pinczewski S, editors.
Andrews’ disease of the skin. 11th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2011.p.62-70.

8. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,


editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. hlm. 129-53.

9. Natalia, Menaldi SL, Agustin T. Perkembangan terkini pada terapi dermatitis


atopik. J Indon Med Assoc. 2015; 61(7): 299-304.

10. Kariosentono H. Dermatitis atopik (eksema). Cetakan 1 . Surakarta: LPP UNS


dan UNS Press; 2006.

11. Spergel JM. Immunology and treatment of atopic dermatitis. Am J Clin


Dermatol. 2015; 9(4): 233-34.

12. Bantz SK, Zhu Z, Zheng T. The atopic march: progression from atopic dermatitis
to allergic rhinitis and asthma. J Clin Cell Immunol [online]. April 2014; 5(2).

13. D
14. Remitz A, Reitamo S. The clinical manifestations of atopic dermatitis. In:
Reitamo S, Luger TA, Steinhoff M, editors. Textbook of atopic dermatitis. United
Kingdom: Informa Healthcare UK Ltd.; 2008. p.1-12.

15. Wahyuni TD. Atopic dermatitis wound cleaning with normal saline. J Kep. 2014;
5(1): 79-91.

Anda mungkin juga menyukai