Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

ULKUS PEDIS DIABETIKUM


DAN GANGREN DIGITI II DEKSTRA

Disusun oleh:
Sigit Harya Hutama
30.101.307081

Pembimbing:
dr. Radian Tunjung Baroto, MSi Med, SpB

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
PERIODE 16 OKTOBER 2018 – 13 DESEMBER 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Sigit Harya Hutama

NPM : 30.101.307081

Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Judul : Ulkus Pedis Diabetikum dan Gangren Digiti II Dekstra

Bagian : Ilmu Bedah RSUD K.R.M.T Wongsonegoro

Pembimbing : dr. Radian Tunjung Baroto, MSi Med, SpB

Semarang, 26 Oktober 2018

dr. Radian Tunjung Baroto, MSi Med, SpB


STATUS ILMU BEDAH
SMF BEDAH
RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO

Nama Mahasiswa : Sigit Harya Hutama


NIM : 30.101.307081
Dokter Pembimbing : dr. Radian Tunjung Baroto, MSi Med, SpB
Tanggal : 26 Oktober 2018

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Rustamaji Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 49 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PKL No. CM : 453124
Alamat : Miroto, Semarang Tengah Tgl Masuk RS : 22 Oktober 2018

II. ANAMNESIS (SUBJEKTIF)


Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 22 Oktober 2018 pukul 14.00
WIB di bangsal bedah Nakula 1 Ruang 5, Bed 5 dan di dukung dengan rekam medis pasien di
RSUD K.R.M.T.Wongsonegoro.

A. Keluhan Utama
Luka pada kaki kanan belum sembuh-sembuh

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang laki-laki datang ke poli rawat jalan K.R.M.T Wongsonegoro, pada tanggal
22 Oktober 2018 pukul 09.00 dengan keluhan luka pada kaki kanan pasien belum
sembuh-sembuh. Luka berawal dari ukuran kecil dan semakin lama semakin membesar,
timbul nanah dan berbau serta berwarna kehitaman pada jari kaki ke 2, luka terasa nyeri
terus menerus dan menjalar hingga ke paha, nyeri dirasakan semakin memberat saat
beraktivitas, bengkak pada kaki. Pasien mengaku telah menjalani operasi amputasi jari
ke 5 kaki kanan pasien ±3 minggu yang lalu. Setelah operasi pasien selalu rutin
membersihkan luka dan mengganti perban. Sekitar 2 minggu setelah operasi amputasi
jari ke-5, jari kaki ke-2 mulai nampak kehitaman. Pasien juga merasakan bahwa semakin
hari pasien merasa semakin lemas. Keluhan disertai dengan demam dan sakit kepala,
mual dan muntah disangkal. Penurunan berat badan (+) ±2kg, kesemutan dan mati rasa
dan pasien juga mengatakan sering makan, minum dan buang air kecil. BAB normal.
Riwayat trauma kaki (-). Pasien rutin minum obat dan kontrol sejak muncul luka di kaki
dan terdiagnosa DM sejak 5 bulan yang lalu.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien ±3 minggu sebelumnya pasien menjalani operasi amputasi pada jari ke 5
kaki kanan, pasien menjalani operasi karena ±5 bulan yang lalu jari ke-5 kaki kanan
pasien terkena luka kecil, kemudian semakin lama-semakin membesar, kemudian
bernanah, darah (+) dan nyeri (+). Pasien tidak mengetahui bila memiliki riwayat DM
dan baru berobat sejak 5 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat
asma dan alergi obat atau makanan disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat keluhan yang serupa pada keluarga pasien. Dua orang kakak dan
adik kandung pasien memiliki riwayat DM (+). Riwayat tekanan darah tinggi (-).

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien saat ini bekerja sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL) di Simpang Lima
Semarang. Biaya pengobatan pasien menggunakan biaya BPJS.

F. Riwayat Asupan nutrisi


Nafsu makan pasien baik, setelah terdiagnosis DM pasien makan 3 kali sehari
dengan nasi, sedikit makan sayur dan buah, lauk bervariasi seperti ikan, tempe, tahu dan
banyak makan cemilan. Minum air lebih banyak lebih dari 2 liter karna sering haus.
Pasien mengatakan bahwa makan sehari-hari dengan lauk yang bervariasi. Sebelum
didiagnosa DM, pasien memiliki nafsu makan yang tinggi, makan 4-5 kali sehari.

G. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak, pasien jarang berolah raga,
jarang memakai alas kaki ketika berada di dalam atau sekitar lingkungan luar rumah.
Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol. Dan pasien jarang untuk
berolahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
– Keadaan Umum : Sakit sedang
– Kesadaran : Compos Mentis
– Tanda Vital:
• Tekanan Darah : 170/80 mmHg
• Nadi : 90 x/menit
• Suhu : 38,2 C
• Pernapasan : 20 kali/menit
• ABPI : 150 (kaki kanan) ÷ 170 (tangan kanan)= 0,88 (Abnormal)
– Antropometri:
• BB : 88 kg
• TB : 175 cm
• IMT : 28,73 kg/m2 (Overweight)
– Kepala
• Mesocephal, rambut berwarna hitam dan putih, tidak mudah dicabut, kulit
kepala tidak ada kelainan.
– Mata
• Bentuk simetris, pupil ODS bulat, isokor, reflex cahaya (+/+), konjungtiva
anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
– Hidung
• Bentuk normal, sekret (-/-), deviasi septum (-).
– Telinga
• Normotia, discharge (-/-).
– Mulut
• Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1,
mulut tidak tampak kering.
– Thorax
Paru
• Inspeksi : bentuk normal, simetri saat statis dan dinamis,
• Palpasi : stem fremitus sama kuat pada seluruh lapang paru
• Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
• Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
• Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : iktus kordis tidak teraba
• Perkusi :
Batas atas jantung : ICS II lineasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra
Kiri jantung : ICS V linea midclavicula sinistra 2 cm ke arah
medial
• Auskultasi : bunyi jantung I/II regular
– Abdomen
• Inspeksi : Sikatrik (-), striae (-), caput medusa (-), asites (-)
hiperpigmentasi (-), spider nevi (-)
• Auskultasi : bising usus (+) normal
• Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen
• Palpasi : defans muskular (-), nyeri tekan (-),massa (-)
– Kulit : Tidak tampak kelainan
– Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
– Genital : Tidak tampak kelainan
– Ekstremitas :
Ekstremitas atas : edema (-), akral hangat +/+
Ekstremitas bawah : (Lokasi regio pedis dextra)
• Inspeksi : luka dengan ukuran diameter 2 ½ cm, eritem (+), pus (+), bau
(+), edema (+), deformitas (-), tampak nekrosis jaringan, kuku jari ke 2 ada,
warna kehitaman (+) digiti II, vulnus amputatum (+) pada phalang V pedis
dextra
• Palpasi : nyeri tekan (+), sensasi sentuh berkurang, suhu meningkat
dibanding kulit yang sehat, CTR > 2 detik, ROM terbatas.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (22 Oktober 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 9,7 (L) g/dL 12,2 – 17,2
Hematokrit 27.30 (L) % 40 – 52
Eritrosit 3,66 (L) /uL 4,7 - 6,1
Leukosit 19,0 (H) /uL 3,8 – 10,6
Trombosit 370 /uL 150 – 400
PPT
Pasien 12,3 detik 11,0 – 15,0
Kontrol 9,9 detik
INR 1,07
PTTK/APTT

Pasien 29,9 detik 26,0 – 34,0

Kontrol 24,5 detik

Kimia Klinik

GDS 244 (H) mg/dl 70 – 110

Ureum 58,0 (H) mg/dl 17,0 - 43,0

Kreatinin 1,7 (H) mg/dl 0,6 - 1,1

GFR 65,42 (L) ml/menit 97-137

SGOT 27 U/L 0 - 50

SGPT 29 U/L 0 - 50

Natrium 120,0 (L) mmol/L 135,0 - 147,0

Kalium 3,70 mmol/L 3,50 - 5,0

Kalsium 1,01 (L) mmol/L 1,12 - 1,32

Imunologi

HbsAg Negatif Negatif


B. Foto Thorax

Kesan :
- Cor tak membesar
- Gambaran bronkopneumonia
Kesan :
- Gambaran osteomielitis pedis dextra
- Tak tampak struktur phalang media et distal digiti V pedis dextra --> amputasi

V. RESUME
 Clinical Reasoning

Telah diperiksa seorang pasien laki- laki berusia 49 tahun dengan keluhan luka pada kaki
kanan belum sembuh-sembuh. Luka berawal dari ukuran kecil dan semakin lama
semakin membesar, timbul nanah dan berbau serta berwarna kehitaman pada jari kaki ke
2, luka terasa nyeri terus menerus dan menjalar hingga ke paha, nyeri dirasakan semakin
memberat saat beraktivitas, bengkak pada kaki. Pasien mengaku telah menjalani operasi
amputasi jari ke 5 kaki kanan pasien ±3 minggu yang lalu. Setelah operasi pasien selalu
rutin membersihkan luka dan mengganti perban. Sekitar 2 minggu setelah operasi
amputasi jari ke-5, jari kaki ke-2 mulai nampak kehitaman. Pasien juga merasakan
bahwa semakin hari pasien merasa semakin lemas. Keluhan disertai dengan demam dan
sakit kepala, mual dan muntah disangkal. Penurunan berat badan (+) ±2kg, kesemutan
dan mati rasa dan pasien juga mengatakan sering makan, minum dan buang air kecil.
BAB normal. Riwayat trauma kaki (-). Pasien rutin minum obat dan kontrol sejak
muncul luka di kaki dan terdiagnosa DM sejak 5 bulan yang lalu. TTV terdapat
peningkatan tekanan darah, peningkatan suhu 38,20C, ABPI abnormal, konjungtiva
anemis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, leukositosis, gula darah
sewaktu yang tinggi, peningkatan ureum dan kreatinin, GFR turun, hiponatremia dan
hipokalsemia. Pada pemeriksaan rontgen tampak gambaran BRPN, gambaran
osteomielitis pedis dextra dan tak tampak struktur phalang media et distal digiti V pedis
dextra karena amputasi.

VI. DAFTAR MASALAH/ DIAGNOSA


 Diagnosis Kerja
Ulkus Pedis Diabetikum dan Gangren Digiti II Dekstra
 Diagnosis Tambahan
Diabetes Mellitus Tipe 2
Overweight
Hipertensi Stage 2
Anemia
Hiponatremia
Hipokalsemia
Post amputatum digiti V pedis dextra
CKD grade II
BRPN
 Diagnosis Banding
Peripheral Arterial Disease (PAD)
Sindroma metabolik
Nefropati Diabetikum

VII. TATALAKSANA
Terapi Farmakologi
 Infus NaCl 3% 20 tpm
 PRC 2 kolf
 Irbesartan 1x1
 Acetylcysteine tab 200mg 2x1
 Inj ceftriaxon 2 gr/24 jam
 Inj. Lantus 20 unit
 Paracetamol 3 x 500mg

Terapi Non Farmakologi


 Terapi operatif : Pro Debridement dan Amputasi pedis dextra
Rencana Evaluasi
 Memantau keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
 Memantau status gizi pasien
 Merawat luka pasien
Edukasi
 Memantau bekas luka operasi
 Rutin mengganti perban
 Menjaga pola hidup sehat, dan menurunkan berat badan
 Mengatur pola makan dengan menggunakan 3J (Jadwal,Jumlah,Jenis)
 Mengajarkan cara perawatan kaki dan luka pada tubuh lain.

PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad functionam : dubia ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam
PR

Derajat Wagner I-VI

Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas


untuk mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes.

Tabel . Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner-Meggit

Klasifikasi Wagner-Meggit dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot


(IWGDF) dan dapat diterima semua pihak agar memudahkan perbandingan hasil-hasil
penelitian. Dengan klasifikasi ini akan dapat ditentukan kelainan yang dominan, vaskular,
infeksi, atau neuropatik dengan ankle brachial index (ABI), filament test, nerve conduction
study, electromyography (EMG), autonomic testing, sehingga pengelolaan lebih baik.
Ulkus gangren dengan critical limb ischemia lebih memerlukan evaluasi dan perbaikan
keadaan vaskularnya. Sebaliknya jika faktor infeksi menonjol, antibiotik harus adekuat.
Sekiranya faktor mekanik yang dominan, harus diutamakan koreksi untuk mengurangi
tekanan plantar.
Referensi:

The Journal of Diabetic Foot Complication 2012; 4(1): 2.

Albert M. The role of hyperbaric oxygen therapy in wound healing. Wound Care Canada
2008;6(1):60-2
DM menjadi osteomyelitis

Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi,
neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi
kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom.

Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang
berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga meningkatkan risiko ulkus
kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga hilang.

Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan penonjolan abnormal


tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan
hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat
meningkatkan tekanan plantar kaki dan mudah terjadi ulkus.

Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan
pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan
timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut
juga dapat karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson
menghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan
atrofi otot.

Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan
proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang
atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea;
menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis.
Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit karena penumpukan
lemak di dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otototot
kaki karena berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam
jangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus
kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah perifer tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal
tungkai berkurang.
DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membran
basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki
terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum.

Peningkatan HbA1C menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen


oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan
oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus. Peningkatan
kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit meningkatkan agregasi
eritrosit, sehingga sirkulasi darah melambat dan memudahkan terbentuknya trombus
(gumpalan darah) pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu aliran darah ke
ujung kaki.

Referensi:

Kartika R.W., 2017, Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik, CDK-248, 44(1):18-22.


DM Terjadi Anemia

DM merupakan penyakit kronik dan dapat menimbulkan komplikasi kronik salah


satunya nefropati (gangguan fungsi ginjal) yang angka kejadiannya belum dapat diperkirakan
dengan pasti namun diprediksikan cukup tinggi sekitar 20-40%.1,2 Salah satu cara yang
digunakan untuk menilai fungsi ginjal adalah dengan menilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
atau Glomerular Filtration Rate (GFR), dihitung dari jumlah kadar kreatinin yang
menunjukkan kemampuan fungsi ginjal menyaring darah. Komplikasi dari gangguan fungsi
ginjal yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas secara bermakna salah satunya
adalah anemia.3,4 Anemia yang dapat terjadi akibat gangguan ginjal kronik yaitu anemia
normokrom normositter yang penyebabnya bervariasi, namun penyebab utama diperkirakan
karena terjadi defisiensi relatif dari eritropoietin.3,5
Keadaan hiperglikemia kronis dapat menyebabkan lingkungan hipoksia dalam
interstitium ginjal, Adanya gangguan pada ginjal inilah berpengaruh pada LFG dan juga
menandakan semakin sedikitnya nefron yang berfungsi sehingga terjadi gangguan produksi
eritropoietin yang dihasilkan oleh sel fibroblas peritubular. Eritropoietin merangsang sumsum
tulang untuk membuat sel darah merah, sehingga jika terjadi gangguan dalam
pembentukannya, Hb tidak maksimal dibentuk dan terjadilah anemia.4,6,
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik.Anemia pada penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan
dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran
cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut
maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum/serum iron,
kapasitas ikat besi total/Tbto/ Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain bila
ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian
EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam
mekanisme kerjanya.7
Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati,
berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang
dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan
pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12
g/dl.7

Referensi:

1. Kurniawan, Indra. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia lanjut. Majalah Kedokteran
Indonesia, volume: 60, nomor: 12, Desember 2010. Klinik Usila, Puskesmas Pangkalbalam,
Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia.
2. Probosari, Enny. Faktor Risiko Gagal Ginjal Pada Diabetes Melitus, http:
//download.portalgaruda.org/article.php?article=72 031&val=1248. 2013
3. Artune, F, and T. Risler. Serum Erythropoietin Concentration and Responses to Anemia in
Patients with or without Chronic Kidney Disease. Nephrol Dial Transplant 2007;22:2900-8.
4. Walaa, Saweins. The Renal Unit at the Royal Informary of Edinburgh. Scotland, Uk, Renal
@ed.ac.uk. 2004
5. Mcdougal, et al. Corrects Anemia in Patients with Chronic Kidney Diseae not on Dialysis:
result of randomized clinical trial. Clin J Am Soc Nephrol 2008;3: 337-47.l
6. Singh, et al. Erythropietic Stress and Anemia in Diabetes Mellitus. Nat Rev Endocrinol.
2009 Apr;5(4):204-10. doi: 10.1038/nrendo.2009.17.
7. Setiati S., 2014, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI, Interna Publishing, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai