Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

OS GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan


Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Mata


RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun oleh :

Prisselya Anisa

30101507537

Pembimbing :

dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Mata periode 20 Juli
2019 – 16 Agustus 2019.

Nama : Prisselya Anisa

NIM : 30101507537

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Mata

Periode Kepaniteraan Klinik : 20 Juli 2019 – 16 Agustus 2019

Pembimbing : dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)


1. LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. J
Usia : 70 Tahun
Alamat : Wates, Kudus
Status perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Petani
No RM : 138-67-xx
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 08 Agustus 2019
1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Agustus 2019 di Poli
Mata RSI Sultan Agung Semarang

Keluhan Utama : Mata kanan tidak bisa melihat

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli mata RS Islam Sultan Agung pada tanggal 08 Agustus 2019
dengan keluhan mata kanannya sudah tidak dapat melihat sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien mengatakan awalnya mata kanan buram seperti ada yang menutupi sejak 1 tahun
yang lalu dan semakin lama semakin tidak jelas untuk melihat. Sebelumnya pasien
mengeluhkan nyeri kepala disertai mata merah yang hilang timbul sekitar 1 tahun yang
lalu. Pasien tidak mengobati keluhan pada matanya sehingga akhirnya mata kanannya
tidak dapat melihat sama sekali sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
pandangan kabur pada mata kiri sejak 3 bulan yang lalu. Penglihatan kabur disertai rasa
silau apabila melihat sinar matahari. Pasien lebih jelas melihat pada malam hari
dibandingkan dengan siang hari pada mata kirinya. Pasien menyangkal pernah
menggunakan kacamata baca dan sekarang pasien masih dapat membaca dengan mata
sebelah kirinya. Keluhan mata kiri cekot-cekot, nyeri pada mata kiri, melihat pelangi
disekitar lampu, mata merah dan mual muntah disangkal oleh pasien. Pasien
menyangkal sering tersandung saat berjalan dan melihat seperti terowongan saat
berjalan.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
 Riwayat penyakit DM : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat penggunaan obat tetes mata steroid : disangkal
 Riwayat trauma pada mata : disangkal
 Riwayat infeksi pada mata : disangkal

Riwayat Keluarga

 Keluhan sakit serupa : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien menggunakan BPJS PBI. Kesan ekonomi cukup.


1.3. PEMERIKSAAN FISIK
1.3.1. STATUS GENERALIS
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Kompos mentis

1.3.2. STATUS OFTALMOLOGIS

 Kamis, 08 Agustus 2019

OD OS
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan 0 6/60 ph(+)
S (-2.00D)  6/15 nbc
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus (-) (-)
Endoftalmus (-) (-)
Strabismus (-) (-)
Gerak bola mata (+) baik kesegala arah (+) baik kesegala arah
SUPRA SILIA Hitam, distribusi merata, Hitam, distribusi merata, tidak
tidak rontok, sekret (-), rontok, sekret (-), simetris.
Simatris.
3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema (-) (-)
Tanda radang (hiperemis) (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Massa (-) (-)
Dapat menutup mata (+) (+)
4. KONJUNGTIVA PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Anemi (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Kemosis (-) (-)
5. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi perikorneal (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
Papil (-) (-)
Trantas dots (-) (-)
6. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik (-) (-)
7. KORNEA
Kejernihan Keruh dan Edem Jernih
Sikatrik (-) (-)
Infiltrate (-) (-)
8. BILIK MATA DEPAN
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dangkal Dangkal
Hifema (-) (-)
Hipopion (-) (-)
9. IRIS
Warna Coklat Coklat
Bentuk Bulat Bulat
Kripte (+) (+)
Sinekia (-) (-)
Shadow test (+) (+)
PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 5 mm 2 mm
Reflek cahaya direk (-) (+)
Reflex cahaya indirek (+) lambat (-)
LENSA
Kejernihan Keruh tidak rata keruh tidak rata

FUNDUSKOPI
Refleks fundus Agak suram Agak suram
Papil berbatas tidak tegas.
Papil N.II Cup/disc :0.3
Cup/disc : 0.8
Vasa
Warna Merah Merah
Ratio AV 2/3 2/3

Makula
Refleks +
-
Perdarahan -
-
Retina
Robekan - -
Perdarahan - -

TENSI OKULI (DIGITAL) N N


TES KONFRONTASI Tidak dilakukan Lapang pandang menyempit

1.4. RESUME
Subyektif:

Pasien datang dengan keluhan mata kanannya sudah tidak dapat melihat sejak 6 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan awalnya mata kanan buram 1 tahun yang lalu. Sebelumnya
pasien mengeluhkan nyeri kepala disertai mata merah yang hilang timbul sekitar 1 tahun
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan pandangan kabur pada mata kiri sejak 3 bulan yang
lalu. Penglihatan kabur disertai silau. Pasien lebih jelas melihat pada malam hari
dibandingkan dengan siang hari pada mata kirinya. Pasien menyangkal pernah
menggunakan kacamata baca tetapi pasien masih dapat membaca dengan mata kiri.
Keluhan mata kiri cekot-cekot, nyeri pada mata kiri, melihat pelangi disekitar lampu,
mata merah dan mual muntah disangkal oleh pasien. Pasien menyangkal sering
tersandung saat berjalan dan melihat seperti terowongan saat berjalan (tunnel vision).
Riwayat trauma pada dan infeksi pada mata (-), riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-),
riwayat penggunaan steroid tetes (-), riwayat asma dan penyakit jantung (-)

Obyektif:
Status Oftalmologi
OCULI DEXTRA PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA
0 VISUS 6/60 ph(+)
S(-2.00D)  6/15
Keruh dan edema KORNEA Jernih
Dangkal BILIK MATA DEPAN Dangkal
Sentral PUPIL Sentral
Bulat Bulat
Diameter : 5 mm Diameter : 2 mm
Reflex pupil Refleks Pupil
Direct (-) Direct (+)
Indirect (+) lambat Indirect (-)

Shadow test (+) IRIS Shadow test (+)


Keruh tidak rata LENSA Keruh tidak rata
Refleks fundus agak suram Funduskopi Refleks fundus agak suram
Papil N.II cup/disc 0.8 Papil N.II cup/disc 0.3
N TIO DIGITAL N
Tidak dilakukan LAPANG PANDANG Menyempit

1.5. DIAGNOSA BANDING & DIAGNOSA KERJA


DX BANDING:
OD glaucoma absolute
OD glaucoma sekunder sudut tertutup
ODS katarak imature
DX KERJA
OD glaucoma absolute
ODS katarak imature

1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Non contact tonometry (NCT) :
OD : 23 mmHg
OS : 8 mmHg
1.7. TERAPI
Medikamentosa
 Oral :
Azetazolamid 250 mg 2 x 1 tablet / hari
Kalium klorida (KSR) 600 mg 3x1 tablet/ hari
 Topikal :
Timolol maleat 0,5% 2 x 1 tetes / hari OD
 Parenteral :
Tidak diberikan
Operatif
Phacoemulsifikasi+IOL (OS) : Agar sudut iridocorneal tidak dangkal (mencegah
glaukoma)

Non Medikamentosa

 Tidak diberikan

1.8. EDUKASI
 Menjelaskan tentang penyakit pasien bahwa penyakit pasien terjadi karena
peningkatan tekanan dalam bola mata dan telah terjadi kerusakan pada saraf mata
pasien sehingga kebutaan yang terjadi pada mata kiri pasien. Peningkatan bola
mata disebabkan karena komplikasi dari katarak dan pasien terlambat untuk
memeriksakan mata ke dokter.
 Menjelaskan pada pasien bahwa pengobatan pada mata kanan pasien tidak bisa
menyembuhkan keluhan mata pasien. Karena sudah terjadi kerusakan saraf
permanen.
 Menjelaskan untuk mata kiri pasien yang masih sehat agar segera dilakukan
operasi katarak agar terhindar dari penyakit yang sama seperti pada mata kanan
pasien,

1.9 PROGNOSA
OD OS
Quo Ad Vitam Ad malam Ad bonam
Quo Ad Functionam Ad malam Ad bonam
Quo Ad Cosmetian Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Sanationam Ad malam Ad bonam
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI PENGALIRAN HUMUOR AQUOS


Struktur dasar mata yang berhubungan dengan humor aquos adalah badan siliaris,
sudut kamera okuli anterior, dan sistem aliran humor aquos.
A. Badan siliaris

Gambar 2.1 Badan siliaris

Berfungsi sebagai pembentuk humor aquos, memiliki panjang 6 mm,


membentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung
anterior koroid ke pangkal iris. Terdiri dari dua bagian yaitu : anterior: pars
plicata ( 2mm), posterior: pars plana (4 mm). Tersusun dari 2 lapisan sel epitel
siliaris:
a.    Non pigmented ciliary epithelium (NPE)
b.    Pigmented ciliary epithelium (PE)
Humor aquos disekresikan secara aktif oleh epitel yang tidak berpigmen.
Sebagai hasil proses metabolik yang tergantung pada beberapa sistem enzim,
terutama pompa Na+/K+ - ATP ase, yang mensekresikan ion Na+ ke ruang
posterior.
B.    Sudut kamera okuli anterior
Memegang peranan penting dalam proses aliran humor aquos. Dibentuk iris,
bagian paling anterior korpus siliaris, sklera spur, trabecular meshwork dan garis
schwalbe (bagian akhir dari membran descemet kornea)
C.    Sistem Aliran Humor Aquos

Gambar 2.2 Sistem aliran humor aquos yang normal


Melibatkan trabecular meshwork, kanalis schlemm, saluran kolektor, vena
aqueous, dan vena episklera.
1.    Trabecular meshwork
Suatu struktur yang mirip saringan yang dilewati humor aquos, 90 % humor
aquos melewati bagian ini. Terdiri dari 3 bagian:
1.    Uvea meshwork
2.    Corneoscleral meshwork
3.    Juxtacanalicular meshwork
Gambar 2.3 Trabecular meshwork

2.     Kanalis schlemm


Merupakan saluran pada perilimbal sklera, dihubungkan oleh septa. Dinding
bagian dalam kanalis schlemm dibatasi oleh sel endotel yang ireguler yang
memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal dibatasi oleh sel gepeng
yang halus dan mencakup pembukaan saluran pengumpul yang meninggalkan
kanalis schlemm pada sudut miring dan berhubungan secara langsung atau tidak
langsung dengan vena episklera.
3.    Saluran kolektor
Disebut juga pembuluh aquos intrasklera, berjumlah 25-35, meninggalkan
kanalis schlemm pada sudut lingkaran ke arah tepi ke dalam vena sklera.

2.2. GLAUKOMA
A. DEFINISI
Glaucoma berasal dari kata “Glaukos” yang dalam bahasa yunani berarti hijau
kebiruan, dikarenakan pada penderita glaucoma pupil penderita memberikan kesan
seperti warna tersebut. Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh
peningkatan tekanan intraocular yang disertai oleh atropi papil saraf optic dan
pengecilan lapang pandang. Penyakit ini dapat diasebabkan oleh bertambahnya
produksi cairan humour aquous oleh badan siliaris atau berkurangnya pengeluaran
humuor aquos di sudut bilik mata atau celah pupil.
B. KLASIFIKASI
 Primer
- Sudut terbuka (kronis)
o Primary open angle glaucoma
o Glaucoma normo tension
Glaukoma primer sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang
tersering dijumpai. Sekitar 0,4-0,7 % orang berusia lebih dari 40
tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan
mengidap glaukoma primer sudut terbuka. Diduga glaukoma
primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif pada
50% penderita, secara genetik penderitanya adalah homozigot.
Terdapat faktor resiko pada seseorang untuk mendapatkan
glaukoma seperti diabetes melitus, hipertensi, kulit berwarna dan
miopia.

Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-


hari tinggi atau lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak
terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan
anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Gangguan saraf
optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa penciutan lapang
pandang.
Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata
normal sedang terlihat gejala gangguan fungsi saraf optik seperti
glaukoma mungkin akibat adanya variasi diurnal. Dalam keadaan
ini maka dilakukan uji provokasi minum air, pilokarpin, uji variasi
diurnal, dan provokasi steroid.
Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut
terbuka adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk
pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan
endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan aquoeus
humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Mulai
timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang
kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan.

- Sudut tertutup (akut)


Glaucoma sudut tertutup adalah glaucoma yang disebabkan oleh
menyempitnya kamera okuli anterior dan bersifat akut. Glaukoma
sudut tertutup akut primer ditandai oleh hilangnya penglihatan
mendadak yang disertai nyeri hebat, mual serta muntah. Temuan-
temuan lain adalah peningkatan mencolok tekanan intraokular, kamera
anterior dangkal, kornea berkabut, pupil terfiksasi berdilatasi sedang
dan injeksi siliaris.

 Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat
disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang
telah diderita sebelumnya atau pada saat itu.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit
mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainnya, seperti:
a) Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma
fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis/sindrom
eksfoliasi)
b) Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c) Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang
disertai prolaps iris)
d) Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya
pembentukan bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil post-
operasi katarak)
e) Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka
waktu yang lama.

Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya


adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan
perdarahan ke dalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Uveitis kronik atau rekuren
menyebabkan gangguan permanen fungsi trabekula, sinekia anterior perifer,
dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut,yang semuanya meningkatkan
glaukoma sekunder.
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena
korpus siliar yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior,
disertai edema sekunder, atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan
yang spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).

 Kongenital
Glaukoma kongenital (jarang) dapat dibagi menjadi (1) glaukoma
kongenital primer, yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas pada
sudut kamera anterior; (2) anomali perkembangan segmen anterior - sindrom
Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Reiger. Disini perkembangan iris dan
kornea juga abnormal;(3) berbagai kelainan lain, termasuk aniridia, sindrom
Sturge-weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe dan rubela kongenital. Pada
keadaan ini, anomali perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan
okular dan ekstraokular lain.
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus,
didiagnosis pada 6 bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir
tahun pertama pada 80% kasus. Gejala paling dini dan paling sering adalah
epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan pengurangan kilau kornea. Peningkatan
tekanan intraokular adalah tanda kardinal. Pencekungan diskus optikus akibat
glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting.
Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah, edema epitel, robekan
membran Descemet, dan peningkatan kedalaman kamera anterior serta edema
dan kekeruhan lensa.

 Absolut
Stadium akhir glaucoma apabila tidak ditangani. Ditandai dengan kerasnya
bola mata, kebutaan dan nyeri
C. PATOFISIOLOGI
Sejauh ini, 11 gen dan multiple lokus diketahui berkontribusi terhadap
perkembangan glaucoma yang juga dipengaruhi oleh usia dan lingkungan. Glaukoma
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan pengaliran(drainage) dari
humuor aquos. Berikut adalah faktor resiko terjadinya glaucoma;
1. Tekanan intarokuler yang tinggi: Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21
mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu,
tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur : Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia.
Terdapat 2% dari populasi 40 tahun yang terkena glaukoma.
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga: Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga
penderita galukoma mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena
glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua
dan anak-anak.
4. Obat-obatan: Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata
yang mengandung steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya
glaukoma.
5. Riwayat trauma pada mata
6. Penyakit lain :Riwayat penyakit diabetes, hipertensi

Gambar 2.4 Patofisiologi glaucoma sudut tertutup dan terbuka


Mekanisme utama penurunan pengelihtan pada glaucoma adalah apoptosis sel
ganglion retina yang mrnyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti
dalam retina serta berkurangnya akso di nervus opticus. Diskus optikus menjadi
atrofik disertai pembesaran diskus.

D. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis glaucoma dapat ditegakan apabila ditemukan ; peningkatan
TIO(>21 mmHg), penurunan lapang pandang dan gangguan papil n.II.
Glaukoma sudut terbuka (kronis) biasanya didapatkan gejala yang tidak menonjol.
Oleh karena itu, pasien sering datang terlambat dengan keluhan penurunan
pengelihatan secara perlahan. Biasanya pasien mengeluh sering pusing kepala
sebelah, mata terasa berat, kadang pasien tidak merasakan adanya halo maupun cekot
cekot dan mata cendrung tenang. Khas dari anamnesis adalah pasien sering
menambrak benda sekitar dan tersandung saat berlajalan. Pada pemeriksaan fisik
biasanya didapatkan adanya edema kornea, peningkatan TIO, penyempitan lapang
pandang dan penurunan visus.
Glaucoma sudut tertutup (akut). Pasien mengeluh mata merah dengan pengelihatan
hilang mendadak. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan sudut bilik mata sempit
sehingga peningkatan tekanan bola mata karena humuor aquos tidak dapat mengalir
ke bilik anterior. Anamnesa yang khas pada glaucoma primer sudut tertutup adalah
serangan berlangsung beberapa jam dan hilang setelah tidur sebentar. Pasien juga
sering mengeluh mual muntah.
Pada pemeriksaan segmen posterior pada pasien glaucoma didapatkan edema papil
n.II yang disebut dengan ekskavasio glakomatosa dengan cup/disc >0.5

Gambar 2.5 Gambaran funduskopi


E. TATALAKSANA
a. Supresi Pembentukan Aquous Humor
 Penghambat adrenergik beta (beta blocker)
 Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
 Betaksolol 0,25% dan 0,5%
 Levobunolol 0,25% dan 0,5%
 Metipranolol 0,3%
Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan
napas menahun, terutama asma dan defek hantaran jantung.

 Apraklonidin
Suatu agonis adrenergik α2 yang menurunkan pembentukan Aquoeus humor
tanpa efek pada aliran keluar.

 Inhibitor karbonat anhidrase


 Asetazolamid → dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg
sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini timbul
poliuria.
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni,
kelainan ginjal.

 Diklorfenamid
 Metazolamid
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat
tinggi perlu segera dikontrol.

b. Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor


 Obat parasimpatomimetik
- Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4% sebelum
tidur.
- Demekarium bromide 0,125% dan 0,25%
- Ekotiopat iodide 0,03%-0,25%

Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada jalinan


trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Semua obat parasimpatomimetik
menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan, terutama pada pasien
katarak.

• Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus humor
dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan Aquoeus humor .

• Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraocular menjadi bentuk
aktifnya.
c. Penurunan Volume Korpus Vitreum
 Obat-obat hiperosmotik

Darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum
dan terjadi penciutan korpus vitreum selain itu juga terjadi penurunan produksi
Aquoeus humor . Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh
perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan penutupan
sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).

 Gliserin (gliserol)
d. Miotik, Midriatik dan Sikloplegik

Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut


tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombé karena sinekia
posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh penutupan lensa ke anterior,
sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk melemaskan otot
siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik
lensa ke belakang.

Terapi Bedah & Laser

Menurut Luntz jika tekanan berkisar antara 35 – 40 mmHg dengan nervus


optikus normal, maka dipantau 1-2 bulan untuk memantau keadaan papil nervus
optikus, lapang pandang, peningkatan rasio cupdisc, jika semua ini masih dalam
batas normal dan opthalmologis yakin masih ada kemungkinan terapi berhasil
maka terapi medikamentosa dapat diteruskan. Tetapi jika papil nervus optikus
sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan dan defek lapang pandang sudah
sangat spesifik glaukoma, maka harus segera dioperasi. Jika sudah terjadi
sinekhia anterior perifer dan kerusakan sudut iridokornealis sudah muncul,
diperlukan trabekulektomi, seklusio papil dapat diatasi dengan iridektomi perifer
(dengan laser). Iridektomi perifer dan pembebasan pupil juga perlu dilakukan jika
terjadi sinekhia posterior yang ekstensif antara iris dan lensa, dilakukan secara
dini sebagai terapi glaukoma.

 Iridektomi & Iridotomi Perifer


Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara
keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium : YAG
atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer.
Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea jernih dan
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar,
terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi laser
YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum
terjadi serangan penutupan sudut.

 Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa
ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran akueus karena efek luka
bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya
proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini
dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka.

 Bedah Drainase Glaukoma


Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dan dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan
tindakan-tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama trabekulotomi
adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen
bagi Aquoeus humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak
membaik dengan trabekulotomi atau kecil kemungkinannya berespons
terhadap trabekulotomi.
Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang menjanjikan
sebagai alternatif bagi trabekulotomi. Goniotomi adalah suatu teknik yang
bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya
terjadi sumbatan drainase Aquoeus humor di bagian dalam jalinan trabekular.
Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga terbentuk celah
untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophtalmology. Glaucome Section 10. American Academic of
Ophtalmology. San Francisco, 2008.
2. American Academy Of Ophthalmology: Fundamental and Principles of
Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course, Section 2, 2003-2004.p. 56-58.
3. American Academy of Ophtalmology. Glaucome Section 10. American Academic of
Ophtalmology. San Francisco, 2008.
4. Denniston AK. Glaucoma in OXFORD Hand Book of Ophthalmology 3rd ,UK,
OXFORD University; 2014. p. 345-405.
5. Riordan-eva P. 2018. Cunningham E. Vaughan & Asbury general ophthalmology.
189h ed. McGraw-Hill Professional.
6. Ilyas, S dan Yulianti, S. Ilmu Penyakit Mata. 2013. Badan Penerbit FKUI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai