Anda di halaman 1dari 36

CASE REPORT

Selulitis Preseptal

Pembimbing:
dr. Rani Himayani, Sp.M

Disusun oleh :
Adinda Ayu Lintang Suri, S.Ked
Nabila Fatimah Azzahra, S.Ked
Rafian Novaldy, S.Ked
Rani Purnama Sari, S.Ked
Yosua Pandapot P, S.Ked

KEPANITRAAN KLINIK SMF BAGIAN MATA


RUMAH SAKIT DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
STATUS PASIEN

1.1 IdentitasPasien
Nama : Nn. S
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Negeri Katon, Pesawaran
Tanggal Pemeriksaan : 22 Desember 2018
No. RM : 57. 29.56

1.2 Anamnesis
Informasi didapatkan melalui autoanamnesis dan allo-anamnesis pada tanggal 22
Desember 2018.

Keluhan Utama
Kelopak mata kanan atas bengkak sejak ± 3 bulan yll
 
Keluhan Tambahan
Terasa nyeri dan tampak kemerahan pada kelopak mata, mual

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien diantar oleh keluarganya ke poli mata RSAM dengan keluhan kelopak
mata kanan atas bengkak sejak 1 minggu SMRS. Awalnya kelopak mata kanan
atas bengkak dan kemerahan sejak 3 bulan yll setelah operasi bintitan. Bengkak
yang dirasakan semakin membesar dan semakin nyeri sejak 1 minggu terakhir.
Bengkak disertai rasa nyeri terutama saat bangun tidur dan diberikan minyak
tawon. Nyeri hebat timbul juga saat pasien mencoba menggerakan bola mata.
Pasien juga mengeluh mual namun tidak muntah. Tidak ada keluhan penglihatan
buram dan mata berair. Pasien sudah berulang kali berobat ke dokter spesialis
mata. Pasien mengatakan jika minum obat, bengkak dirasakan berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi mata (+), riwayat batuk pilek sebelumnya (-), riwayat sinusitis
(-), riwayat trauma pada mata (-), riwayat alergi (-), riwayat DM atau hipertensi
(-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa, riwayat DM atau
hipertensi (-) .

1.3 PemeriksaanFisik
1. Tanda Vital
KeadaanUmum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
FrekuensiNadi : 84 x/menit
FrekuensiNapas : 18 x/menit
Suhu : 36.5 0C

2. Status Generalis
Kepala
Bentuk : Simetris, normochepal
Rambut : Hitam
Mata : Sesuai Status Oftalmologis
Telinga : Edema (-), sekret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : Kering (-), sianosis (-)
Kesan : Dalam batas normal

Leher
Trakea : Deviasi trachea (-), letak normal
KGB : Tidak ada pembesaran KGB leher
Kesan : Dalam batas normal

Thoraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal

Paru

Anterior Posterior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Inspeksi Normochest, Normochest, Normochest, Normochest,
pergerakan pergerakan pergerakan pergerakan
dada simetris dada simetris dada simetris dada simetris
Palpasi ekspansi dada ekspansi dada ekspansi dada ekspansi dada
dextra = dextra = dextra = dextra =
sinistra sinistra sinistra sinistra
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Suara napas Suara napas Suara napas Suara napas
vesikuler (N), vesikuler(N), vesikuler vesikuler (N),
ronki ronki (N),ronki ronki -/-,
-/-,wheezing -/-,wheezing -/-,wheezing wheezing -/-
-/- -/- -/-
Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bisingusus (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar& lien dalam batas normal
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, oedem (-/-), CRT <2 dt
Infrerior : Akral hangat, oedem (-/-), CRT <2 dt
Kesan :Dalam batas normal

3. Status Lokalis Oftalmologis

Oculus Dextra (OD) Oculus Sinistra (OS)


6/60 Visus 6/60

Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan


Tidak dilakukan Skiaskopi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Sensus Coloris Tidak dilakukan
Ortoforia, Eksoftalmus Ortoforia, Eksoftalmus
(-), Endoftalmus (-), (-), Endoftalmus (-),
Bulbus Oculi
proptosis (-), strabismus proptosis (-), strabismus
(-) (-)
Hitam, simetris, Supersilia Hitam, simetris,
madarosis (-) madarosis (-)
Edema (+), hiperemis Palpebra Superior Edema (-),ektropion (-),
(+), nyeri (+), terdapat entropion (-), hiperemis
kantong pus pada margo (-)
palpebral superior dekat
kantus lateral.
Edema (-),ektropion (-), Palpebra Inferior Edema (-),ektropion (-),
entropion (-), hiperemis entropion (-), hiperemis
(-) (-)
Hiperemis (-), sikatriks Konjungtiva Hiperemis (-), sikatriks
(-) Palpebra (-)
Sekret (-) Konjungtiva Sekret (-)
Fornices
Injeksi (-), jaringan Konjungtiva Bulbi Injeksi (-), jaringan
fibrovaskular (-), fibrovaskular (-),
perdarahan sub perdarahan sub
konjungtiva (-), sekret konjungtiva (-), sekret
(-) (-)

Injeksi siliar (-), Ikterik Sclera Injeksi siliar (-), Ikterik


(-) (-)
Jernih, ulkus(-), Kornea Jernih,
infiltrat(-), arcus senilis ulkus(-),infiltrat(-),
(-) arcus senilis (-)
Kedalaman cukup, Camera Oculi Kedalaman cukup,
bening Anterior bening

Kecoklatan, kripta (+) Iris Kecoklatan, kripta (+)


Bulat, reguler, sentral, Ø Pupil Bulat, reguler, sentral,
3 mm, reflek cahaya Ø 3 mm, reflek cahaya
(+) (+)
Jernih, shadow test (-) Lensa Jernih, shadow test (-)
Tidak diperiksa Fundus Refleks Tidak diperiksa
Tidak dilakukan Corpus Vitreum Tidak dilakukan
T dig N Tensio Oculi T dig N
Tidak ada obstruksi Sistem Kanalis, Tidak ada obstruksi
Lakrimalis
Kesan: Visus ODS : 6/60 / (+), Palpebra superior edema (+), hiperemis (+),
nyeri (+), terdapat kantong pus pada margo palpebral superior dekat kantus
lateral.

4. Resume
Pasien Nn. S, 12 tahun datang dengan keluhan kelopak mata kanan atas bengkak
sejak 1 minggu SMRS. Awalnya kelopak mata kanan atas bengkak dan
kemerahan sejak 3 bulan yll setelah operasi bintitan. Bengkak yang dirasakan
semakin membesar dan semakin nyeri sejak 1 minggu terakhir. Rasa nyeri
terutama saat bangun tidur dan saat mencoba menggerakan bola mata. Mual
namun tidak muntah. Pasien sudah berulang kali berobat ke dokter spesialis mata.
Pasien mengatakan jika minum obat, bengkak dirasakan berkurang. Penglihatan
buram (-), mata berair (-). Riwayat op hordeolum (+) pada bulan September 2018.
Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada.

Status oftalmologis:
OD Palpebra superior edema (+), hiperemis (+), nyeri (+),
terdapat kantong pus pada margo palpebral superior dekat
kantus lateral.

5. PemeriksaanAnjuran
 Pemeriksaan laboratorium
 CT-Scan
 MRI
 Kultur swab mata

6. Diagnosis Kerja
Selulitis preseptal OD

7. Diagnosis Banding
Periostitis orbita
Rabdomiosarkoma orbital
Pseudotumor orbital

8. Penatalaksanaan
Ceftriaxone 1gr/12jam
Metilprednisolon 250mg/6jam

9. Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Palpebra


Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot dan jaringan fibrosa yang berfungsi
melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah
digerakkan karena kulit di sini paling tipis diantara kulit di bagian tubuh
lain. Palpebra mempunyai beberapa fungsional yang berbeda. Yang paling
penting palpebra memberikan proteksi mekanikal terhadap bola mata.
Palpebra juga memberikan unsur kimia terhadap lapisan air mata
prekornea, dan membantu mendistribusi lapisan ini ke seluruh permukaan
bola mata. Ketika berkedip palpebra mendorong air mata menuju kantus
medialis dimana air mata akan masuk ke punctum dari sistem drainase
lakrimalis. Bulu mata sepanjang margo palpebra membersihkan partikel-
partikel dari permukaan bola mata, secara sadar dan refleks gerakkan dari
palpebra melindungi kornea dari kerusakan dan cahaya yang menyilaukan.
Palpebra mempunyai fungsi yang kompleks seperti anatominya.
Kerumitan dari anatomi palpebra berasal dari perkembangan
embriologinya.

Palpebra dibungkus oleh muskulus jaringan lunak yang terletak di depan


bola mata dan melindungi bola mata dari kerusakan. Bentuknya
menyerupai bola mata yang akan menutupi dengan sempurna bila menutup
mata. Stimulus mekanik yang kuat, optik dan akustik (seperti benda asing,
cahaya yang silau atau suara keras yang tiba-tiba) secara otomatis
merangsang refleks menutup mata. Kornea juga dilindungi oleh
pergerakan bola mata ke atas (Bell’s Phenomenon). Berkedip secara
teratur (20 – 30 kali/menit) membantu secara keseluruhan dirtribusi
sekresi glandula dan air mata ke seluruh konjungtiva dan kornea,
mencegah konjungtiva dan kornea dari kekeringan.

Pada remaja fissura intrapalpebranya ukurannya 10 – 11 mm secara


vertikal. Pada orang dewasa menurun menjadi sekitar 8 – 10 mm dan pada
orang tua fissuranya tinggal sekitar 6 – 8 mm atau kurang. Panjang
horizontal dari fissura 30 – 33 mm. Palpebra superior, lebih mudah
bergerak dibandingkan palpebra inferior, dapat dinaikkan sampai 15 mm
oleh muskulus levator. Apabila muskulus frontalis dari alis digunakan,
fissura palpebralis menjadi lebih lebar 2 mm. Palpebra superior dan
inferior bertemu pada sudut kira-kira 60 derajat di medial dan lateral. Pada
posisi primer melihat, pada anak-anak margo palpebra superior terletak
pada limbus superior kornea dan 1,5 – 2 mm di bawah limbus superior
kornea pada orang dewasa. Margo palpebra inferior terletak pada limbus
inferior kornea atau sedikit di atas limbus inferior kornea.

Margo dari setiap palpebra mempunyai ketebalan sekitar 2 mm. Di bagian


posterior margo, permukaan tarsal dilindungi oleh epithel konjungtiva,
diantaranya terdapat glandula meiboms. Bagian anterior margo dilindungi
oleh epidermis kutaneus setelah bulu mata. Garis abu-abu adalah garis
yang tidak jelas membagi kedua daerah tersebut. Antara kulit dan
konjungtiva pada jarak 5 mm setelah tarsus, lapisan dari depan ke
belakang, muskulus orbikularis, septum orbita, kantung preaponeurotik
lemak, aponeurosis levator dan muskulus supratarsal Muller’s.

ANATOMI
Anatomi dari palpebra secara sederhana dibagi atas 4 lapisan:
1. Kulit, dibentuk oleh lapisan epidermis dan dermis.
2. Muskulus yang beralur, dibentuk oleh orbikularis okuli.
3. Tarsus yang terdiri dari glandula Meibom.
4. Mukosa konjungtiva.

Kulit dan Jaringan Subkutaneus


Kulit palpebra terdiri dari lapisan tipis dermis dan tidak mempunyai
lapisan lemak subkutaneus. Kulit palpebra sangat elastis dan merupakan
kulit tertipis di badan. Kulit palpebra melekat secara longgar di atas
muskulus orbikularis okuli. Kulit dari palpebra superior lebih tipis dari
palpera inferior. Jaringan pretarsal biasanya melekat erat pada jaringan di
bawahnya dari palpebra superior dan inferior, sedangkan jaringan
preseptal yang melekat secara longgar membentuk ruang potensial untuk
akumulasi cairan.

Garis pada kulit palpebra dibagi atas sulkus palpebra dan lipatan palpebra.
Sulkus palpebra transversus terdapat di superior dan inferior palpebra,
berukuran 8 sampai 10 mm di atas margo palpebra superior dan 4 sampai
5 mm di bawah margo palpebra inferior. Sulkus palpebra superior
dibentuk oleh insersi serabut kutaneus dari aponeurosis levator ke dalam
preseptal orbikularis okuli, yang merupakan tempat lipatan palpebra.
Daerah ini terletak dekat dengan batas superior dari tarsus. Lipatan
palpebra superior terjadi akibat terlipatnya kulit di atas sulkus palpebra
dan merupakan kulit preseptal yang longgar dan jaringan subkutaneus.

Palpebra inferior mempunyai tiga sulkus. Sulkus palpebra inferior


merupakan tanda batas inferior dari tarsus dan insersi muskulus refraktor
palpebra inferior. Dua sulkus lainnya kurang dijelaskan dan sulkus
nasojugal terletak di inferomedial dan sulkus malar inferior terletak di
kantus lateralis, yang merupakan tempat pertemuan muskulus orbikularis
dan bantalan lemak malar.

Gbr 1. Sulkus Palpebra

Margo Palpebra
Margo palpebra superior dan inferior terdiri dari beberapa struktur. Barisan
bulu mata merupakan barisan terdepan margo palpebra. Terdapat 100
sampai 150 silia pada palpebra superior, dan 50 sampai 75 silia pada
palpebra inferior. Bulumata berasal dari folikel rambut pada permukaan
anterior tarsus dan menonjol keluar, di depan margo palpebra. Setiap
folikel rambut terdiri dari dua glandula Zeis. Kelenjar keringat, atau
glandula Moll, terdapat di dekat silia dan bermuara dekat folikel.
Glandula Moll dan Zeis menghasilkan lipid yang akan dikonstribusikan ke
lapisan superfisial dari air mata dan memperlambat penguapan. Posterior
ke barisan bulu mata dan anterior ke tarsus terdapat Grey Line. Grey line
merupakan gambaran dari muskulus riolan dan muskulus pretarsal
orbikularis dan juga memisahkan lamella anterior dari lamella posterior.

Glandula meibom dan tarsus membentuk lapisan dari margo palpebra di


belakang grey line dan merupakan bagian lamella posterior. Glandula
meibom tersusun secara vertikal di dalam tarsus dengan orifisiumnya pada
permukaan margo. Mucocutaneous junction terletak di posterior dari
orifisium glandula meibom. Punktum lakrimale terlihat di dekat sudut
kantus medial. Punktum superior tesembunyi oleh sedikit rotasi kedalam,
terletak lebih ke medial. Punktum inferior dapat terlihat tanpa melakukan
evers

Gbr 22. Margo Palpebra

Muskulus Orbikularis Okuli


M. orbikularis okuli merupakan lapisan otot yang tipis dari serabut otot
yang tersusun secara konsentris yang menutupi palpebra dan daerah
periorbital. Muskulus ini merupakan muskulus protraktor yang utama
dengan fungsi utama untuk membatasi fissura palpebra dan penutupan
palpebra. Muskulus ini juga mempunyai peranan dalam sistem pompa
lakrimal. M. orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus fasialis. Walaupun
muskulus ini merupakan muskulus skeletal, namun muskulus ini juga
dapat bekerja secara refleks.

M. orbikularis okuli dibagi menjadi tiga bagian anatomi, pretarsal,


preseptal dan orbital. Pretarsal dan preseptal merupakan bagian palpebra,
bergerak secara refleks, seperti berkedip dan berfungsi sebagai pompa
lakrimal. Bagain pretarsal palpebra superior dan inferior, bagian profunda
berorigo pada krista lakrimalis posterior dan bagian superfisial berorigo
pada permukaan anterior tendo kantus medial. Dekat kanalikuli kaput
profunda bagian pretarsal bersatu membentuk sekumpulan serabut yang
dikenal sebagai m. Horner’s (torsi Horner’s tensor). Di bagian posterior
M. Horner’s berlanjut sampai krista lakrimalis posterior. Pada bagian
lateral bagian pretarsal bersatu menjadi tendo kantus lateralis.
Bagian preseptal berasal dari batas atas dan bawah tendo kantus medial.
M.preseptal inferior berasal dari kaput tendon. Pada palpebra superior, M.
Preseptal mempunyai kaput anterior dari tendon sedangkan kaput posterior
berasal dari cabang superior dan posterior tendon. Pada bagian lateral, M.
Preseptal membentuk membentuk Raphe lateral palpebra.

Bagian orbital dari muskulus orbikularis okuli merupakan bagian terluar


dan terbesar. Bagian ini berfungsi untuk menutup mata dengan keras dan
berkedip secara sadar. Bagian orbital berasal dari permukaan anterior
tendo kantus medialis, processus orbitalis dari os. frontalis, dan prosessus
frontalis dari os. Maxillaris di bagian depan krista lakrimalis. Muskulus ini
berjalan mengelilingi orbital sampai berinsersi kembali ke kantus medial
inferior dimana muskulus ini melekat ke periosteum krista lakrimalis
posterior, faskia lakrimalis dan tendo muskulus medialis.

Di superior, bagian orbital meluas sampai alis dan bergabung dengan M.


frontalis dan M. Corrugator supercilii. Di medial, perlekatan meluas dari
supraorbita sampai os. Nasalis. Di inferior, bagian orbital berasal dari
permukaan anterior tendo kantus medial dengan sekitar periosteum dan
meluas sampai foramen intraorbita yang akan berlanjut sepanjang margo
infraorbita. Di lateral, bagian ini melewati zygomaticum, pipi dan
menutupi fascia temporalis.

Gbr 3. Muskulus orbikularis okuli9

Ket. Gambar : a. Muskulus Frontalis b. Muskulus Corrugator Supercilii

c. Muskulus Procerus d. Muskulus Orbikularis Okuli


(pars orbitalis)

e. M. Orbikularis Okuli f. M. Orbikularis Okuli (pars pretarsal)


(pars preseptal)

Septum Orbita
Septum orbita merupakan lembaran-lembaran fibrous yang tipis secara
anatomi di mulai pada arkus marginalis sampai superior dan inferior rima
orbita yang berasal dari periosteum. Pada palpebra superior, distal fibrous
septum orbita bersatu dengan permukaan anterior aponeurosis levator.
Septum orbita biasanya berinsersi 3 – 5 mm di atas tepi tarsal superior dan
sekitar 10 mm di atas bulu mata. Pada palpebra inferior, septum berjalan
ke depan sampai bertemu M. Retraktor 4 – 5 mm di bawah tarsus inferior
dan bersatu dengan kapsulopalpebral.

Septum berjalan ke arah medial bersama M. Orbikularis pretarsal dan


melekat pada krista lakrimalis postrior bersama beberapa jaringan fibrous
meluas sampai krista lakrimalis anterior. Pada bagian lateral, septum
melekat pada tendo kantus lateral dan berinsersi pada bagian atas tuberkel
orbita lateral. Tepat dibelakang septum terdapat kantung kuning lemak
tepat di depan aponeurosis levator palpebra superior dan fascia
kapsulopalpebral pada palpebra inferior.

Lemak Orbita
Lemak orbita memberikan perlindungan yang lunak pada bola mata dan
mempermudah pergerakan bola mata. Terdapat tiga kantung lemak di
bawah mata dan dua di atas; terletak di posterior septum orbita dan di
anterior aponeurosis Levator (palpebra superior) atau di anterior fascia
kapsulopalpebral (palpebra inferior). Pada palpebra superior, terdapat dua
kantung lemak, daerah nasal dan sentral (preaponeurotik). Pada palpebra
inferior, terdapat tiga kantung lemak; nasal, sentral dan temporal.
Kantung-kantung lemak ini dibungkus oleh lapisan tipis fibrous.

Muskulus Retraktor
Refraktor pada palpebra superior adalah muskulus levator palpebra dan
aponeurosisnya dan muskulus tarsal superior (M.Muller’s) yang
dipersarafi oleh simpati. Pada palpebra inferior sebagai retraktor adalah
fascia kapsulopalpebral dan muskulus tarsal inferior.

o M. Levator Palpebra
M. levator palpebra berorigo pada apeks orbita yaitu pada periorbita
tulang spenoidal tepat di atas Annulus Zinni. Komponen otot
berukuran 40 mm, sedangkan aponeurosisnya 14 – 20 mm.
Ligamentum tarsal superior (ligamentum Whitnall) adalah
kondensasi serabut elastis selubung M. Levator bagian anterior
yang berlokasi pada area transisi muskulus levator dengan
aponeurosis Levator.
Ligamentum Whitnall fungsi utamanya sebagai penunjang palpebra
superior dan jaringan orbita superior. Di medial melekat di sekitar
troklea dan tendon M. Obliqus superior. Di lateral membentuk
septum yang berisi stroma kelenjar lakrimalis, kemudian ke atas
melekat pada bagian dalam dinding lateral orbita kira-kira 10 mm
diatas tuberkel orbita. Aponeurosis levator selanjutnya terbagi
menjdi bagian anterior yang berinsersi pada septum antara serat-
serat muskulus preseptal orbikularis dan posterior berinsersi pada
permukaan anterior seperdua bagian bawah tarsus. Kornu lateral
dari levator palpebra membagi kelenjar lakrimal menjadi lobus
orbital dan lobus palpebral. Kornu medial melekat pada bagian
posterior tendo medial dan posterior krista lakrimal.

o Muskulus Muller
M. Muller disebut juga M. Tarsalis Superior. M. Muller berorigo
pada permukaan bawah aponeurosis levator pada level ligamentum
Whitnall kira-kira 12 – 14 mm di atas tepi tarsal superior,
dipersarafi oleh saraf simpatis dan berinsersi pada tepi tarsus
superior. Muskulus ini melekat erat pada batas posterior
konjungtiva.

o Fascia Kapsulopalpebral
Fascia kapsulopalpebral inferior analog dengan aponeurosis levator
palpebra superior, berasal dari ujung serat-serat M. Rektus Inferior.
Fascia kapsulopalpebral selanjutnya menyatu dengan pembungkus
M. Obliqus Inferior. Di antara M. Obliqus inferior, dua fascia ini
membentuk ligamentum suspensori Lockwood’s. Ligamentum ini
berinsersi pada tepi tarsus inferior dan tepat berada di bawah tarsus
selanjutnya bergabung dengan fascia septum orbita.

o M. Tarsalis Inferior
M. tarsalis inferior pada palpebra inferior analog dengan M.
Muller’s, terletak di posterior dari fascia kapsulopalpebral dan
berasal dari perluasan fascia kapsulopalpebral pembungkungkus
dari M. Rektus Inferior. M. Tarsalis inferior melekat di atas
permukaan fascia kapsulopalpebral dan melekat di bawah
konjungtiva. Pembungkus fascia kapsulopalpebral dan M. Tarsalis
Inferior terbagi dan mengelilingi M. Obliqus Inferior dan bertemu
kembali sebelum berinsersi di anterior tarsus inferior. Serabut dari
fascia kapsulopalpebral dan M. Tarsalis Inferior bersatu dengan
septum orbita 4 – 5 mm di bawah tarsus inferior dan berinsersi di
tepi bawah tarsus inferior.

Tarsus
Tarsus merupakan lamella posterior dan merupakan struktur penyokong
utama dari palpebra yang terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan tidak
mengandung kartilago. Tarsus melebar sepanjang palpebra superior dan
inferior berukuran kira-kira 25 mm dan tebalnya 1 mm. Tarsus palpebra
superior lebarnya kira-kira 9 – 10 mm dan tarsus palpebra inferior 4 – 5
mm. Lempengan tarsus melekat kaku pada bagian medial dan lateral
periosteum. Di dalam tarsus terdapat glandula meibom. Pada palpebra
superior tarsus mempunyai sekitar 30 glandula sedangkan pada palpebra
inferior terdapat sekitar 20 glandula.

Konjungtiva
Konjungtiva adalah suatu membran mukosa tipis yang transparan ditutupi
oleh berlapis-lapis epithel squamous non keratin membentuk lapisan
posterior palpebra. Konjungtiva membatasi kantung mata mulai dari
margo palpebra sampai limbus kornea. Konjungtiva bulbi melekat secara
longgar pada bola mata, sedangkan konjungtiva palpebra melekat erat
dengant palpebra. Konjungtiva berisi sel-sel goblet dan kelenjar asesorius
Krause dan Wolfring dimana secara histologi identik dengan kelenjar
lakrimal utama. Kelenjar ini terletak terutama jaringan subkonjungtival di
palpebra superior di antara batas tarsus superior dan forniks. Beberapa
kelenjar ditemukan pada palpebra inferior yaitu pada forniks inferior. Sel-
sel goblet menghasilkan musin yang disebarkan keseluruh konjungtiva dan
ada yang terkumpul di kripte Henle tepat di atas tepi tarsus. Musin
merupakan komponen utama dari lapisan air mata. Pada bagian medial,
konjungtiva membentuk lipatan semilunaris.

Gbr 3. Konjungtiva terdiri dari konjungtiva bagian bulbi (merah), forniks (hitam) dan palpebra
(biru).5

Vaskularisasi dan Sistem Limfatik


Vaskularisasi palpebra bersumber dari dua arteri, yaitu: (1) arteri karotis
interna yang mempercabangkan arteri oftalmika yang selanjutnya
bercabang menjadi arteri supraorbital, arteri supra trochlear dan arteri
dorsonasal di sebelah medial serta arteri lakrimal di sebelah lateral dan (2)
arteri karotis eksterna bercabang menjadi arteri angular dan temporal pada
wajah. Sirkulasi kedua sistem ini sangat luas beranastomose melalui
palpebra superior dan inferior membentuk arkade marginal dan perifer.
Arteri karotis interna mensuplai bagian intraorbital termasuk arteri
oftalmika yang cabang terminalnya mensuplai palpebra superior. Arteri
karotis eksterna mensuplai arteri superfisial yaitu arteri fasialis dan angular
yang mensuplai palpebra inferior. Arteri fasial mempercabangkan arteri
angular yang melalui regio kantus medialis dan beranastomose dengan
arteri dorsonasal. Arteri temporalis superfisial beranastomose melalui
cabang fasial transversa dan cabang zygomatikum.

Aliran darah vena palpebra dibagi atas dua bagian yaitu bagian pretarsal
atau superfisial dan bagian postarsal atau bagian profunda. Bagian
pretarsal mengalir ke vena jugularis eksterna dan interna. Bagian posttarsal
mengalirkan darah vena ke dalam vena oftalmika dan berakhir di sinus
kavernosus.

Drainase limfatik dari palpebra sesuai dengan perjalanan aliran vena.


Terdapat dua kelompok limfatik pada palpebra, yaitu kelompok medial
yang mengalir ke dalam limfonodus submandibular dan kelompok lateral
yang mengalir ke dalam limfonodus preaurikuler. Pembuluh limfe yang
melayani bagian medial palpebra mengalir ke dalam kelenjar limfe
submandibular.

Gbr. 4 : Drainase imfatik dari palpebra. 7

Inervasi Palpebra
Nervus motorik dari muskulus orbikularis okuli berasal dari nervus fasialis
(N. VII) melalui cabang temporal dan zygomatikus. Nervus fasialis dibagi
menjadi dua cabang, yaitu cabang temporofasial superior dan cabang
servikofasial inferior. Temporofasial superior dibagi lagi menjadi dua
subdivisi, yaitu cabang temporal dan zygomatikus yang menginnervasi M.
Frontalis dan M. Orbikularis okuli. Servikofasial inferior memberi cabang
pada bukal, mandibula dan servikal yang menginnervasi muskulus pada
wajah bagian bawah dan leher.

Nervus sensorik dari palpebra berasal dari cabang oftalmikus dan


maxillaris yang berasal dari nervus trigeminus. Rangsangan sensori dari
palpebra superior berjalan ke cabang oftalmikus melalui cabang terminal
utama, yaitu nervus supraorbital, supratrokhlear dan lakrimalis. Cabang
dari nervus maxillaris (V2) menginervasi palpebra inferior, pipi dan daerah
inferial lateral. Kulit palpebra bagian medial, kantus medial, sakkus
lakrimalis dan kurunkel diinnervasi oleh nervus infratrokhlearis yang
merupakan cabang dari nervus nasosiliaris (cabang V1). Nervus
zygomaticotemporal (cabang nervus lakrimalis) menginnervasi bagian
lateral dari palpebra dan pelipis. Cabang ini juga menginnervasi daerah
sekitar alis, dahi dan hidung.

FISIOLOGI PALPEBRA
Palpebra merupakan salah satu unsur yang paling penting yang terbentuk
dalam sistem proteksi pada mata fungsi ini dilaksanakan oleh tiga unsur
pada palpebra :
1. Fungsi sensasi dan penyaringan dari silia
2. Sekresi kelenjar-kelanjar palpebra
3. Gerakan-gerakan palpebra3

Silia dan Alis Mata

Fungsi proteksi palpebra yang pertama adalah silia dan alis mata pada
folikel silia dikelilingi pleksus saraf yang sangat rendah ambang
rangsangannya, sehingga bila silia tersentuh akan timbul refleks berkedip.
Alis berfungsi sebagai penghalang objek yang mendekati mata dari alis.
Alis mata dapat dielevasi tanpa gerakan bola mata ke atas, namun bila bola
mata menatap ke atas alis mata dapat ikut terelevasi. Alis mata dielevasi
oleh m.frontalis dan didepresi oleh m.orbicularis oculi saat menutup
palpebra.

Sekresi Pelpebra

Fungsi proteksi yang kedua dilakukan oleh sekresi kelenjar palpebra oleh
kelenjar Meibom yang terdapat pada lempeng tarsal, yang jumlahnya kira-
kira 30 pada tiap tarsus. Lapisan minyak yang terbentuk merupakan
lapisan superfisial dari tear film prekorneal dan berfungsi mencegah
evaporasi dan tumpahnya air mata dari palpebra. Palpebra juga
mengandung kelenjar lakrimal aksesorius yaitu Krause dan Wolfring.

Pergerakan Normal Palpebra

M. levator Palpebra, m.orbicularis oculi dan m.Muller’s pada palpebra


superior dan inferior mempunyai peranan dalam fungsi pergerakan bola
mata. Gerakan palpebra menutup dan terbuka dapat secara volunter
(disadari) maupun secara refleks.

Elevasi

Pada saat mata dibuka, palpebra superior terangkat kira-kira 10 mm


melawan gravitasi dan terlipat di bawah tepi orbita pada lipatan palpebra.
Gerakan ini terutama diakibatkan oleh kontrasi dari m. Levator palpebra
yang diinervasi oleh sistem simpatis.
Gerakan ini selalu berhubungan dengan kontraksi m.Rectus superior.
Walaupun palpebra superior mengikuti bola mata saat menatap ke atas,
pada refleks berkedip bola mata dan palpebra superior bergerak ke arah
yag berlawanan, bola mata bergerak ke atas sedangkan palpebra superior
ke bawah dan menutup.

Menutup Mata

Gerakan menutup palpebra dilakukan oleh m.Orbicularis oculi yang


diinervsi oleh nervus faciais (N.VII). Bagian palpebra yang melapisi tarsus
dan septum orbita berperan pada pergerakan berkedip dan menutup mata,
dan bagian orbital berperan pada saat palpebra menutup mata dengan
keras. Ada tiga jenis gerakan menutup mata yang dihasilkan oleh
kombinasi-kombinasi yang berbeda dari serabut muskulus orbicularis
oculi dan muskulus yang menggerakkan alis mata yaitu berkedip, menutup
mata dengan sadar dan blefarospasme.

Gerakan menutup mata secara sadar (voluntary Winking) adalah gerakan


satu mata. Gerakan ini dihasilan oleh konstraksi M. Orbicularis Oculi
bagian palpebra dan orbital secara simultan. Sedangkan pada
blefarospasme, dihasilkan oleh kontraksi M. Orbicularis oculi pars
palpebra dan otot-otot pada alis mata.

Gbr 5 : Fisiologi dari mekanisme aliran air mata.

Berkedip
Air mata tidak hanya tergantung pada komposisinya, tapi juga tergantung
pada kemampuan palpebra untuk berkedip. Dengan berkedip terjadi
pendistribusian kembali air mata dan meransang sekresi air mata dari
kelenjar lakrimal aksesorius dan memompakan ke dalam sakkus lakrimal.
Sebagian besar orang berkedip kira-kira 20-30 kali permenit.

Berkedip dapat diinduksi oleh rasa nyeri atau sentuhan pada permukaan
okuler dan dihantarkan melalui N.V atau oleh stimulus cahaya melalui
N.Optik. Stimulus dihantarkan ke nukleus sensorik N.Trigemunus dan
diproses pada regio supranuklear. Stimulus efferent untuk mengedip
dibawa ke muskulus orbicularis oculi pretarsal oleh cabang Zygomaticus
dari N. VII. Abnormal dari N. V dapat dilihat dari infeksi Herpes
Simpleks atau Varicella Zoster yang dapat mencegah konduksi stimulus
sensoris ke batang otak dan menurunkan angka frekuensi mengedip atau
menyebabkan kedipan yang tidak sempurna.
2.2. EMBRIOLOGI

Mata berkembang dari tiga lapis embrional primitif: ektoderm


permukaan, ektoderm neural dan mesoderm. Mesenkim adalah istilah
untuk jaringan ikat embrional. Palpebra superior dan inferior berkembang
dari hubungan yang kompleks antara permukaan ektoderm dan mesoderm.
Kondensasi mesenkim terletak inferior dan superior terhadap optik cup,
berkembang ke arah frontonasal dan maxillaris membentuk palpebra
superior dan inferior.

Gbr 1. Embriologi
Palpebra berkembang dari mesenkim kecuali epidermis kulit dan epitel
konjugtiva, yang merupakan turunan ektoderm permukaan. Kuncup
palpebra pertama kali muncul pada tahap 16 mm (6 minggu), bertumbuh
di depan mata, tempat ia bertemu dan menyatu pada tahap 37 mm (8
minggu). Mereka memisah selama bulan kelima. Bulu mata dan glandula
meibom dan kelenjar palpebra lainnya berkembang berupa penumbuhan
ke bawah dari epidermis.

Perkembangan dari palpebra terdiri dari tiga tahap:


1. Perkembangan awal (Initial Development)
2. Penggabungan (Fusion)
3. Pemisahan (Final Reopening)
Perkembangan awal (Initial Development)
Pada bulan pertama dari perkembangan embrio, vesikel optik ditutupi oleh
lapisan tipis dari ektoderm permukaan. Pada bulan kedua, proliferasi
seluler yang aktif dari sekitar mesoderm membentuk lipatan sirkuler dari
lapisan mesoderm pada kedua sisi ektoderm. Lipatan ini membentu
palpebra yang rudimenter, yang secara bertahap memanjang menutupi
mata. Bagian mesodermal dari palpebra superior berkembang dari arah
prosessus frontonasal, sedangkan palpebra inferior berasal dari prosessus
maxillaris. Lapisan luar dari ektoderm menjadi kulit pada bagian luar dan
konjungtiva pada bagian dalam. Tarsal, jaringan penyambung dan jaringan
muskular dari palpebra berasal dari inti mesodermal.

Gbr 2. Initial Development

Penggabungan (Fusion)
Penggabungan dari palpebra oleh epitel dimulai dari kedua ujung pada
minggu kedelapan dan ketika sempurna segera menutupi epitel kornea.
Pelekatan satu sama lain dari palpebra berlangsung hingga akhir bulan
kelima sampai bulan ketujuh.
Gbr 3. Fusion

Pemisahan (Final Reopening)


Pemisahan dimulai dari sisi nasal dan umumnya selesai pada bulan
keenam atau ketujuh dari masa perkembangannya. Ketidaksempurnaan
proses ini sangat jarang ditemukan pada bayi cukup bulan.

Gbr 4. Final Reopening

Struktur khusus palpebra berkembang antara delapan minggu dan tujuh


bulan, dan pada saat cukup bulan palpebra telah terbentuk sempurna
dengan otot-otot penggerak, bulu mata, dan kelenjar meibom.

Duktus nasolakrimalis merupakan derivat dari jaringan ektoderm pada


celah nasolakrimalis antara nasal bagian lateral dan prosessus maxillaris.
Jaringan ini dikenal sebagai pita ektoderm nasolakrimalis. Jaringan
mesenkim dari prosessus maksilaris membungkus jaringan ektoderm
medial, sebelum terbentuk saluran. Sel-sel inti dari pita ektoderm
berdegenerasi sampai terdapat membran superior yang terdiri dari
kanalikulus dan epithel konjungtiva, dan juga membran inferior yang
terdiri dari nasolakrimalis dan epithel nasal. Membran superior dan
inferior ini selesai biasanya pada saat kelahiran. Kelenjar lakrimalis
berasal dari lipatan konjungtiva yang bermodifikasi seperti kelenjar saliva.

Jaringan mesoderm melebar sampai menutupi seluruh kepala dan leher


melalui proses myoblast. Muskulus embrionik superfisial ini akan menjadi
muskulus skletal superfisial dari palpebra. Muskulus orbikularis okuli,
corrugator supersilii dan procerus berkembang dari lamina infraorbital di
bawah lingkaran orbita, dimana muskulus frontalis berkembang dari
lamina lamina temporal. Jaringan aponeurosis dari pembungkus galea
membentuk muskulus frontalis dan terbagi menjadi lapisan profunda dan
superfisial. Lapisan superfisial galea berlanjut menjadi pembungkus
anterior muskulus frontalis dan orbicularis, sedangkan lapisan profunda
galea membungkus lemak di bawah alis dan berlanjut ke palpebra sebagai
lapisan posterior orbicularis.

2.3. Definisi Selulitis Preseptal


Selulitis preseptal merupakan suatu inflamasi dan infeksi pada kelopak
mata (termasuk jaringan lunak periorbita), septum anterior orbital, yang
dikategorikan sebagai eritema dan edema akut pada kelopak mata. Infeksi
ini sering terjadi dan tidak separah apabila dibandingkan dengan selulitis
orbita (yang dikenal sebagai selulitis postseptal). Hal ini bisa disebabkan
akibat penyebaran dari infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi mata luar,
atau trauma kelopak mata.

Pada selulitis preseptal, jaringan lunak anterior hingga septum orbita


terkena, dan struktur posterior orbita hingga septum tidak terinfeksi namun
bisa terinfeksi akibat dari infeksi sekunder yang disebabkan abses
subperiosteal dan abses orbita. Pada kasus yang lebih parah, hal ini bisa
menyebabkan thrombosis sinus kavernosus atau meningitis. Pasien dengan
edema periorbita, eritem, dan peningkatan hiperemis local tanpa proptosis,
oftalmoplegi, dan perburukan penglihatan, dapat diperkirakan sebagai
selulitis preseptal.

Inflamasi orbita
Penyakit inflamasi pada orbita dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Inflamasi orbita akut dan inflamasi
terkait
a. Selulitis preseptal
b. Selulitis orbita dan abses
intraorbital
c. Osteoperiostitis orbita
d. Tromboflebitis orbita
e. Tenonitis
f. Trombosis sinus kavernosus
2. Inflamasi orbita kronik
a. Inflamasi spesifik
i. Tuberkulosis
ii. Sifilis
iii. Actinomikosis
iv. Mukormikosis
v. Infestasi parasit
b. Inflamasi non spesifik
i. Penyakit inflamasi orbital idiopatik
ii. Sindroma tolosa hunt
iii. Periostitis orbital kronik

2.4. Epidemiologi
Infeksi bakteriorbitaldapat terjadi pada semua usia tetapi lebih sering pada
populasi usia anak anak. Dalam analisis retrospektif dari infeksi orbital
anak, usia rata-rata pasien yang terkena adalah 6,8 tahun, mulai dari 1
minggu sampai 16 tahun. Predileksi jenis kelamin tidak mempengaruhi
selulitis orbita terjadi lebih sering pada musim dingin karena terkait erat
dengan sinus paranasal dan infeksi saluran pernapasan atas sebagian
besarkasus memberikan gambaran klinis pada mata yang bersifat
unilateral. Pada studi lain menyatakan sebagian besar kasus selulitis orbita
terjadi pada kelompok usia anak-anak(0-20 tahun) dengan presentase
sebesar (44%), kemudian dilanjutkan dengan usia pertengahan sebesar
(40%), dan lanjut usia dengan presentase sebesar (16%) dengan usia di
atas 50 tahun. Predileksi terjadinya selulitis preseptal tidak dipengaruhi
ras atau gender pada dewasa. Tetapi pada anak-anak ditemukan anak laki-
laki 2 kali lebih sering terjadi selulitis preseptal dan orbital dibandingkan
dengan perempuan. Rerata usia antara 7-12tahun. Kondisi ini lebih sering
terjadi pada musim dingin dikarenakan meningkatnya risiko terjadinya
sinusitis.

2.5. Etiologi
Pada dewasa sering kali penyebab preseptal cellulitis adalah karena trauma
penetrasi atau adanya sumber infeksi kutaneus (kalazion yang terinfeksi,
kista epidermal), pada anak-anak penyebab paling sering adalah sinusitis.
Selulitis preseptal pada anak-anak dan balita kurang dari 5 tahun sering
terjadi berkaitan dengan bakterimia, septisemia, dan meningitis yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae dan kokus gram positif. Pada
remaja dan dewasa selulitis preseptal berasal dari sumber superfisial yaitu
inokulasi traumatic, kalazion, atau kista epidermal dan berespon pada
antibiotic oral. Antibiotik dipilih berdasar riwayat, manifestasi klinis, dan
pemeriksaan laboratorium. Staphylococcusaureus merupakan pathogen
paling sering pada pasien dengan trauma.

Preseptal selulitis biasanya merupakan kondisi unilateral yang mungkin


disebabkan kondisi-kondisi seperti:
1. Trauma palpebral, organisme yang paling sering adalah S. aureus,
dan S. pyogenes. Organisme yang lebih jarang adalah anaerob dan
polimikrobal.
2. Infeksi kulit ekstraokular, dapat ditemukan pada impetigo (karena
S. aureus, S.pyogenes grup A); erysipelas (karena S. pyogenes
grup A); atau ruam kulit akibat virus (HSV, HZV).
3. Penyebaran infeksi dari traktus pernafasan atas atau telinga tengah,
penyebab yang paling sering ditemukan adalah H. influenzae dan
S. pneumoniae.

Sedangkan pada selulitis Orbital dapat terinfeksi melalui beberapa jalur,


sebagai berikut:
1. Infeksi eksogen. Hal ini disebabkan oleh cedera penetrasi terutama
bila dikaitkan dengan retensi benda asing intraorbital, dan tindakan
operasi seperti eviserasi, enukleasi, dacryocystectomy dan
orbitotomy.
2. Perluasan atau penyebaran infeksi dari organ stuktur sekitar bola
mata. Hal ini disebabkan olehinfeksi sinusitis paranasal,
gigi,wajah, kelopak mata, ronggaintrakranial dan struktur
intraorbital. Ini adalah jalur yang paling sering penyebab dari
infeksi orbital.
3. Infeksi endogen. Mungkin jarang terjadi sebagai infeksi metastasis
dari abses payudara, nifas sepsis, trombo flebitis kaki dan
septikemia. Organisme penyebab sering ditemukan adalah:
Streptococcuspneumoniae, Staphylococcusaureus, Streptococcus
pyogenes dan Haemophilus influenzae.

Trauma mungkin merupakan penyebab masuknya bahan tercemar


kedalam orbitamelalui kulit atau sinus-sinus paranasal. Di zaman
praantibiotik, selulittis orbita sering menyebabkan kebutaan dan
kematian akibat trombosis sinus kavernosus septik. Orbita dikelilingi
oleh sinus sinus paranasal dan sebagian drainasi dari vena sinus sinus
tersebuberjalan melalui orbita. Sebagian besar kasus selulitis orbita
timbul akibat perluasan. Sinusistis melalui tulang tulang ethmoid yang
tipis. Organisme yang biasa menjadi penyebab aalah organisme yang
sering ditemukan di dalam sinus: Haemophilus influenzae,
streptococcus pneumoniae, streptokokus lainnya dan stafilokokus.
Inflamasi akut septum orbital posterior biasanya peradangan berasal
dari jaringan sekitarnya. Lebih dari 60% dari semua kasus (setinggi
84% pada anak-anak) dapat diklasifikasikan sebagai berasal disinus,
terutama sel-sel sinus etmoidalis dan sinus frontal. Pada bayi, radang
kuman gigi mungkin menjadi penyebabnya. Jarang disebabkan oleh
furunkel wajah, erisipelas, hordeolum, panophthalmitis, cederaorbital,
dan sepsis.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri infeksi, bakteri yang paling
umum adalah staphylococci, streptokokus, dan Spesies Haemophilus.

2.6. Patofisiologi
Kakunya struktur tulang orbita menyebabkan lubang anterior menjadi
satu- satunyatempat ekspansi. Setiap penambahan isi orbita yang terjadi di
samping atau belakang bola mata akan mendorong organ tersebut ke
depan, hal ini disebut dengan proptosis. Penonjolan bola mata adalah
tanda utama penyakit orbita. Proptosis dapat disebabkan lesilesi ekspansif
yang dapat bersifat jinak atau ganas, berasal dari tulang, otot, saraf,
pembuluh darah, atau jaringan ikat. Selain itu dapat juga terjadi proptosis
tanpa adanyapenyakit orbita. Hal ini disebut dengan pseudoproptosis.
Pseudoproptosis dapat terjadi pada miopia tinggi, buftalmos, dan retraksi
kelopak mata. Proptosis sendiri tidak menimbulkan cedera kecuali
membuat kelopak mata tidak bisa ditutup, akan tetapipenyebab proptosis
itu sendiri seringkali berbahaya.

Posisi mata ditentukan oleh lokasi massa. Ekspansi di dalam kerucut otot
mendorong mata lurus ke depan(proptosis aksialis), sedangkan massa
yang tumbuh di luarkerucut otot mendorong mata ke samping atau
vertikal menjauhi masa tersebut (proptosisnon aksialis). Kelainan bilateral
umumnya mengindikasikan adanya penyakit sistemik misalnya penyakit
graves. Istilah eksoftalmos sering dipakai untuk menggambarkan
proptosis pada graves. Proptosis pulsatil dapat disebabkan oleh fistula
karotiko kavernosa, malformasi pembuluh darah arteri orbita, atau
transmisi denyut otak akibat tidak adanyaatap orbita superior. Proptosis
yang bertambah dengan penekukan kepala ke depan ataudengan perasat
valsava merupakan suatu tanda adanya malformasi vena orbita atau
meningokel.
Pada perubahan posisi bola mata, terutama apabila terjadi dengan
cepat, mungkintimbul interferensi mekanis terhadap gerakan bola
mata yang cukup untuk membatasi pergerakan mata dan diplopia.
Dapat timbul nyeri akibat ekspansi cepat, peradangan, atau infiltrasi
pada saraf sensoris. Penglihatan biasanya tidak terpengaruh di awal
ekcuali bila lesi berasal dari n. optikus atau langsung menekan saraf
tersebut.

Tanda lainnya dapat berupa edema kelopak mata dan periorbital,


diskolorisasi kulit, ptosis, kemosis, dan injeksi epibulbar. Selain itu
dapat juga terjadi perubahan fundus seperti pembengkakan cakram
optik, atrofi optik, kolateral optikosiliaris, dan lipatan koroid.
Rinosinusitis, terutama ethmoiditis, adalah yang paling sering sebagai
faktorpredisposisi umum untuk selulitis orbital anak. Namun selulitis
orbital bisa juga disebabkan dari perluasan infeksi mata eksternal
seperti sebuah hordeolum ataudakriosistitis / Dakrioadenitis (infeksi
pada system lakrimal); infeksi saluran pernapasan atas,abses gigi, luka
superfisial pada kulit,gigitan serangga, impetigo,jerawat,
eksim,operasi periokular, atau penetrasi langsung pada trauma orbita;
dan infeksi secara hematogen. Secara umum gambaran patologis
selulitis orbital mirip dengan inflamasi supuratif tubuh, kecuali
bahwa:
1. Karena tidak adanya sistem limfatik sebagi sebuah sistem agen
pertahanan lokal fagositosis disediakan oleh reticular orbital
jaringan
2. Karena kompartemen keras, peningkatan tekanan yang
disebabkan perluasanpenyebaran virulensi infeksi penyebab
awal dan nekrotik luas dari jaringan
3. Dalam kebanyakan kasus penyebaran infeksi sebagai
tromboflebitis dari struktur sekitarnya, dapat menyebar secara
cepat dengan nekrosis yang luas.

Penyebab utama selulitis adalah infeksi bakteri. Infeksi bakteri pada


jaringan orbita dan periorbita berasal dari 3 sumber primer yaitu
penyebaran langsung dari sinusitis ataudakriosistitis, trauma atau infeksi
kulit, dan penyebaran bakteremia dari lokasi yang lebihjauh seperti otitis
media, pneumonia.

2.7. Manifestasi Klinik


Edema palpebral, eritema, dan inflamasi berat mungkin terjadi.
Biasanyamelibatkan bola mata. Reaksi pupil, ketajaman pengelihatan, dan
motilitas ocular tidakterganggu. Rasa nyeri pada pergerakan bola mata
dan kemosis tidak ditemukan.

Pasien dapat febris atau subfebris, dan pasien dapat mengeluhkan nyeri,
konjuntivitis, epifora, dan kaburnya pandangan. Tanda dari preseptal
selulitis adalah eritemdan edema periorbital, terkadang karena terlalu berat
pasien tidak dapat membuka matasecara volunter.

Gejala yang dapat ditimbulkan adalah palpebral bengkak dan kemerahan


yang unilateral dan tenderness. Tanda yang muncul antara lain:
o Keadaan umum pasien baik, dapat disertai demam ringan
o Edema palpebral ( dapat disertai ptosis)
o Skin tenderness
o Eritema
o Perabaan hangat
o Kemosis dapat menyertai
o Foul-smelling discharge, crepitus, atau nekrosis dapat
mengindikasikan organisme anaerob
o Infeksi Hemophilus biasanya non purulent, dengan perubahan
warna ungu kebiruan pada kelopak mata
o Erysipelas

Gejala utama yang didapatkan pada selulitis orbita berupa pembengkakan


pada mata yang biasa bersifat unilateral dan nyeri hebat yang meningkat
dengan pergerakan bola mata atau adanya tekanan. Gejala yang lain yang
bisa didapat antara lain demam,mual, muntah,dan kadang-kadang
kehilangan penglihatan. Kadang pasien mengeluh tidak bisa membuka
mata untuk melihat gerakan mata yang terbatas. Biasanya ada riwayat
sinusitis akut atau infeksi saluran pernapasan atas pada hari-hari sebelum
terjadi edema kelopak mata. Gejala dapat berkembang dengan cepat,dan
dengan demikian, diagnosis dan pengobatan cepat adalah hal yang
terpenting.

Tanda-tanda selulitis orbita yang didapatkan pada pemeriksaan fisis dan


oftalmologi adalah:
o Ditandai dengan adanya pembengkakan yang menutup bola mata
dengan karakteristik kekerasan seperti papan dan kemerahan
o Ditemukan adanya chemosis konjungtiva, yang menonjoldan
menjadi kering atau nekrotik.
o Bola mata proptosis.
o Gerakan bola mata terbatas
o Pemeriksaan fundus dapat menunjukkan adanya kongesti vena retina
dan tanda tanda papillitis atau edema papil.
o Penurunan visus, gangguan pengelihatan warna.

Pemeriksaan fisik
Selulitis preseptal dan selulitis orbital, keduanya disertai dengan inflamasi
palpebera, sehingga sangatlah penting untuk melakukan pemeriksaan
ocular yang lengkap.Harus dicermati tanda-tanda sistemik, terutama pada
anak. Diperiksa adnexa palpebral dan ocular untuk mencari tanda trauma
local. Dapat ditemukan limfadenopati cervical, submandibular, atau
preaurikular. Limfa node preaurikular yang tender dapat menandakan
konjungtivitis adenoviral.

Tes pengelihatan dan reaksi pupil, pergerakan bola mata, bila terdapat
gangguan dapat diperkirakan infeksi telah menjalar sampai ke orbita. Bila
terdapat RAPD diperkirakan terdapat kompresi saraf.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
 Kultur bakteri dari usap nasal dan konjungitva dan spesimen darah
 Pemeriksaan darah perifer lengkap
 X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait
 USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital
 CT scan dan MRI untuk:
a) Membedakan selulitits preseptal dan post septal
b) Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital
c) Mendeteksi ekstensi intrakranial
d) Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses
orbital
 Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan
serebral.

DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, Taylor. Rundaneva, Paul. Vaughan, Daniel P.Oftalmologi Umum.
Jakarta : Widya Medika. Hal. 1-5, 265-266.
2. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th
ed.Elsevier, 2011.
3. Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP,
editor.Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC.2007.p. 251-256.
4. Dutton JJ, Gayre GS, Proia AD. Anatomy of Eyelids. In : Diagnostik Atlas
of Common Eyelid Disease.(CD-ROOM). Informa Helthcare. New York :
2007.
5. Kikkawa DO, Lucarelli MJ, Shoplin JP, Cook BE, Lemke BN.
Ophthalmic Facial Anatomy and Physiologi. In : Adler’s Physiology of the
Eye.10th Edition. St.louis (USA) : Mosby ; 2003.
6. Lang GK, Wayner P. The Eyelids. In : Ophthalmology A Pocket Textbook
Atlas 2nd edition.(CD-ROOM). Thieme Stutgart. New York : 2006.
7. Liesegang TJ, Skuata GL. Cantor LB. Fundamental and principle of
ophthalmology. Section 2. American Academy of ophthalmology. San
Fransisco.2008-2009.
8. Mallika OU, Sujatha, Narayan S. Orbital and preseptal cellulitis. Kerala
Journal of Opthalmology. MAret 2011; Vol XXIII (1); 10-4.
9. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age
international, 2007. p. 377-378, 384-386.
10. Dolfus H, Varloes A. Development anomalies of the lids. In : Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. 3rd Edition. Philadelphia (USA) : Elsevier
Saunders : 2005.
11. Eyelid Anatomy.Duane's Clinical Ophthalmology (six volumes). (CD-
ROOM). Lippincott Williams & Wilkins. USA : 2003
12. Sehu KW, Lee WR. Eyelid and Lacrimal Sac. In : Ophthalmic Pathology
An illustrated guide for clinicians. (CD-ROOM). Blackwell Publishing.
UK : 2005.
13. Liesegang TJ, Skuata GL. Cantor LB. Orbital anatomy in : Orbit,Eyelids
and Lacrimal System. Section 7. Academy of ophthalmology. San
Fransisco.2008-2009.
14. Oyster, C W. The Eyelids and the Lacrimal System. In : The Human Eye
Structure and Function. Sunderland (USA) : Sinauer Associates,Inc. 1999.
15. Larrabee WF, Makielski KH, Henderson JL. Eyelid, Anterior Orbit and
Lacrimal System. In : Surgical Anatomy of The Face 2 nd Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia (USA) : 2004.
16. Fida, Monica, Kocinaj alma, Abazi Flora, Arjeta Grezda. Preseptal
Cellulitis. Common Eye Infection. Intech. 2013. Pg: 107-22.
17. Chaudhry IA, Shamsi FA, Elzaridi E, Al-Rashed W, Al-Amri A, Arat YO.
Inpatient Preseptal Cellulitis; experience from a tertiary eye care centre. Br
J Ophthalmol. 2008; 92(10) ; 1337-41

Anda mungkin juga menyukai