Selulitis Preseptal
Pembimbing:
dr. Rani Himayani, Sp.M
Disusun oleh :
Adinda Ayu Lintang Suri, S.Ked
Nabila Fatimah Azzahra, S.Ked
Rafian Novaldy, S.Ked
Rani Purnama Sari, S.Ked
Yosua Pandapot P, S.Ked
1.1 IdentitasPasien
Nama : Nn. S
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Negeri Katon, Pesawaran
Tanggal Pemeriksaan : 22 Desember 2018
No. RM : 57. 29.56
1.2 Anamnesis
Informasi didapatkan melalui autoanamnesis dan allo-anamnesis pada tanggal 22
Desember 2018.
Keluhan Utama
Kelopak mata kanan atas bengkak sejak ± 3 bulan yll
Keluhan Tambahan
Terasa nyeri dan tampak kemerahan pada kelopak mata, mual
1.3 PemeriksaanFisik
1. Tanda Vital
KeadaanUmum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
FrekuensiNadi : 84 x/menit
FrekuensiNapas : 18 x/menit
Suhu : 36.5 0C
2. Status Generalis
Kepala
Bentuk : Simetris, normochepal
Rambut : Hitam
Mata : Sesuai Status Oftalmologis
Telinga : Edema (-), sekret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : Kering (-), sianosis (-)
Kesan : Dalam batas normal
Leher
Trakea : Deviasi trachea (-), letak normal
KGB : Tidak ada pembesaran KGB leher
Kesan : Dalam batas normal
Thoraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal
Paru
Anterior Posterior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Inspeksi Normochest, Normochest, Normochest, Normochest,
pergerakan pergerakan pergerakan pergerakan
dada simetris dada simetris dada simetris dada simetris
Palpasi ekspansi dada ekspansi dada ekspansi dada ekspansi dada
dextra = dextra = dextra = dextra =
sinistra sinistra sinistra sinistra
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Suara napas Suara napas Suara napas Suara napas
vesikuler (N), vesikuler(N), vesikuler vesikuler (N),
ronki ronki (N),ronki ronki -/-,
-/-,wheezing -/-,wheezing -/-,wheezing wheezing -/-
-/- -/- -/-
Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bisingusus (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar& lien dalam batas normal
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, oedem (-/-), CRT <2 dt
Infrerior : Akral hangat, oedem (-/-), CRT <2 dt
Kesan :Dalam batas normal
4. Resume
Pasien Nn. S, 12 tahun datang dengan keluhan kelopak mata kanan atas bengkak
sejak 1 minggu SMRS. Awalnya kelopak mata kanan atas bengkak dan
kemerahan sejak 3 bulan yll setelah operasi bintitan. Bengkak yang dirasakan
semakin membesar dan semakin nyeri sejak 1 minggu terakhir. Rasa nyeri
terutama saat bangun tidur dan saat mencoba menggerakan bola mata. Mual
namun tidak muntah. Pasien sudah berulang kali berobat ke dokter spesialis mata.
Pasien mengatakan jika minum obat, bengkak dirasakan berkurang. Penglihatan
buram (-), mata berair (-). Riwayat op hordeolum (+) pada bulan September 2018.
Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada.
Status oftalmologis:
OD Palpebra superior edema (+), hiperemis (+), nyeri (+),
terdapat kantong pus pada margo palpebral superior dekat
kantus lateral.
5. PemeriksaanAnjuran
Pemeriksaan laboratorium
CT-Scan
MRI
Kultur swab mata
6. Diagnosis Kerja
Selulitis preseptal OD
7. Diagnosis Banding
Periostitis orbita
Rabdomiosarkoma orbital
Pseudotumor orbital
8. Penatalaksanaan
Ceftriaxone 1gr/12jam
Metilprednisolon 250mg/6jam
9. Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Anatomi dari palpebra secara sederhana dibagi atas 4 lapisan:
1. Kulit, dibentuk oleh lapisan epidermis dan dermis.
2. Muskulus yang beralur, dibentuk oleh orbikularis okuli.
3. Tarsus yang terdiri dari glandula Meibom.
4. Mukosa konjungtiva.
Garis pada kulit palpebra dibagi atas sulkus palpebra dan lipatan palpebra.
Sulkus palpebra transversus terdapat di superior dan inferior palpebra,
berukuran 8 sampai 10 mm di atas margo palpebra superior dan 4 sampai
5 mm di bawah margo palpebra inferior. Sulkus palpebra superior
dibentuk oleh insersi serabut kutaneus dari aponeurosis levator ke dalam
preseptal orbikularis okuli, yang merupakan tempat lipatan palpebra.
Daerah ini terletak dekat dengan batas superior dari tarsus. Lipatan
palpebra superior terjadi akibat terlipatnya kulit di atas sulkus palpebra
dan merupakan kulit preseptal yang longgar dan jaringan subkutaneus.
Margo Palpebra
Margo palpebra superior dan inferior terdiri dari beberapa struktur. Barisan
bulu mata merupakan barisan terdepan margo palpebra. Terdapat 100
sampai 150 silia pada palpebra superior, dan 50 sampai 75 silia pada
palpebra inferior. Bulumata berasal dari folikel rambut pada permukaan
anterior tarsus dan menonjol keluar, di depan margo palpebra. Setiap
folikel rambut terdiri dari dua glandula Zeis. Kelenjar keringat, atau
glandula Moll, terdapat di dekat silia dan bermuara dekat folikel.
Glandula Moll dan Zeis menghasilkan lipid yang akan dikonstribusikan ke
lapisan superfisial dari air mata dan memperlambat penguapan. Posterior
ke barisan bulu mata dan anterior ke tarsus terdapat Grey Line. Grey line
merupakan gambaran dari muskulus riolan dan muskulus pretarsal
orbikularis dan juga memisahkan lamella anterior dari lamella posterior.
Septum Orbita
Septum orbita merupakan lembaran-lembaran fibrous yang tipis secara
anatomi di mulai pada arkus marginalis sampai superior dan inferior rima
orbita yang berasal dari periosteum. Pada palpebra superior, distal fibrous
septum orbita bersatu dengan permukaan anterior aponeurosis levator.
Septum orbita biasanya berinsersi 3 – 5 mm di atas tepi tarsal superior dan
sekitar 10 mm di atas bulu mata. Pada palpebra inferior, septum berjalan
ke depan sampai bertemu M. Retraktor 4 – 5 mm di bawah tarsus inferior
dan bersatu dengan kapsulopalpebral.
Lemak Orbita
Lemak orbita memberikan perlindungan yang lunak pada bola mata dan
mempermudah pergerakan bola mata. Terdapat tiga kantung lemak di
bawah mata dan dua di atas; terletak di posterior septum orbita dan di
anterior aponeurosis Levator (palpebra superior) atau di anterior fascia
kapsulopalpebral (palpebra inferior). Pada palpebra superior, terdapat dua
kantung lemak, daerah nasal dan sentral (preaponeurotik). Pada palpebra
inferior, terdapat tiga kantung lemak; nasal, sentral dan temporal.
Kantung-kantung lemak ini dibungkus oleh lapisan tipis fibrous.
Muskulus Retraktor
Refraktor pada palpebra superior adalah muskulus levator palpebra dan
aponeurosisnya dan muskulus tarsal superior (M.Muller’s) yang
dipersarafi oleh simpati. Pada palpebra inferior sebagai retraktor adalah
fascia kapsulopalpebral dan muskulus tarsal inferior.
o M. Levator Palpebra
M. levator palpebra berorigo pada apeks orbita yaitu pada periorbita
tulang spenoidal tepat di atas Annulus Zinni. Komponen otot
berukuran 40 mm, sedangkan aponeurosisnya 14 – 20 mm.
Ligamentum tarsal superior (ligamentum Whitnall) adalah
kondensasi serabut elastis selubung M. Levator bagian anterior
yang berlokasi pada area transisi muskulus levator dengan
aponeurosis Levator.
Ligamentum Whitnall fungsi utamanya sebagai penunjang palpebra
superior dan jaringan orbita superior. Di medial melekat di sekitar
troklea dan tendon M. Obliqus superior. Di lateral membentuk
septum yang berisi stroma kelenjar lakrimalis, kemudian ke atas
melekat pada bagian dalam dinding lateral orbita kira-kira 10 mm
diatas tuberkel orbita. Aponeurosis levator selanjutnya terbagi
menjdi bagian anterior yang berinsersi pada septum antara serat-
serat muskulus preseptal orbikularis dan posterior berinsersi pada
permukaan anterior seperdua bagian bawah tarsus. Kornu lateral
dari levator palpebra membagi kelenjar lakrimal menjadi lobus
orbital dan lobus palpebral. Kornu medial melekat pada bagian
posterior tendo medial dan posterior krista lakrimal.
o Muskulus Muller
M. Muller disebut juga M. Tarsalis Superior. M. Muller berorigo
pada permukaan bawah aponeurosis levator pada level ligamentum
Whitnall kira-kira 12 – 14 mm di atas tepi tarsal superior,
dipersarafi oleh saraf simpatis dan berinsersi pada tepi tarsus
superior. Muskulus ini melekat erat pada batas posterior
konjungtiva.
o Fascia Kapsulopalpebral
Fascia kapsulopalpebral inferior analog dengan aponeurosis levator
palpebra superior, berasal dari ujung serat-serat M. Rektus Inferior.
Fascia kapsulopalpebral selanjutnya menyatu dengan pembungkus
M. Obliqus Inferior. Di antara M. Obliqus inferior, dua fascia ini
membentuk ligamentum suspensori Lockwood’s. Ligamentum ini
berinsersi pada tepi tarsus inferior dan tepat berada di bawah tarsus
selanjutnya bergabung dengan fascia septum orbita.
o M. Tarsalis Inferior
M. tarsalis inferior pada palpebra inferior analog dengan M.
Muller’s, terletak di posterior dari fascia kapsulopalpebral dan
berasal dari perluasan fascia kapsulopalpebral pembungkungkus
dari M. Rektus Inferior. M. Tarsalis inferior melekat di atas
permukaan fascia kapsulopalpebral dan melekat di bawah
konjungtiva. Pembungkus fascia kapsulopalpebral dan M. Tarsalis
Inferior terbagi dan mengelilingi M. Obliqus Inferior dan bertemu
kembali sebelum berinsersi di anterior tarsus inferior. Serabut dari
fascia kapsulopalpebral dan M. Tarsalis Inferior bersatu dengan
septum orbita 4 – 5 mm di bawah tarsus inferior dan berinsersi di
tepi bawah tarsus inferior.
Tarsus
Tarsus merupakan lamella posterior dan merupakan struktur penyokong
utama dari palpebra yang terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan tidak
mengandung kartilago. Tarsus melebar sepanjang palpebra superior dan
inferior berukuran kira-kira 25 mm dan tebalnya 1 mm. Tarsus palpebra
superior lebarnya kira-kira 9 – 10 mm dan tarsus palpebra inferior 4 – 5
mm. Lempengan tarsus melekat kaku pada bagian medial dan lateral
periosteum. Di dalam tarsus terdapat glandula meibom. Pada palpebra
superior tarsus mempunyai sekitar 30 glandula sedangkan pada palpebra
inferior terdapat sekitar 20 glandula.
Konjungtiva
Konjungtiva adalah suatu membran mukosa tipis yang transparan ditutupi
oleh berlapis-lapis epithel squamous non keratin membentuk lapisan
posterior palpebra. Konjungtiva membatasi kantung mata mulai dari
margo palpebra sampai limbus kornea. Konjungtiva bulbi melekat secara
longgar pada bola mata, sedangkan konjungtiva palpebra melekat erat
dengant palpebra. Konjungtiva berisi sel-sel goblet dan kelenjar asesorius
Krause dan Wolfring dimana secara histologi identik dengan kelenjar
lakrimal utama. Kelenjar ini terletak terutama jaringan subkonjungtival di
palpebra superior di antara batas tarsus superior dan forniks. Beberapa
kelenjar ditemukan pada palpebra inferior yaitu pada forniks inferior. Sel-
sel goblet menghasilkan musin yang disebarkan keseluruh konjungtiva dan
ada yang terkumpul di kripte Henle tepat di atas tepi tarsus. Musin
merupakan komponen utama dari lapisan air mata. Pada bagian medial,
konjungtiva membentuk lipatan semilunaris.
Gbr 3. Konjungtiva terdiri dari konjungtiva bagian bulbi (merah), forniks (hitam) dan palpebra
(biru).5
Aliran darah vena palpebra dibagi atas dua bagian yaitu bagian pretarsal
atau superfisial dan bagian postarsal atau bagian profunda. Bagian
pretarsal mengalir ke vena jugularis eksterna dan interna. Bagian posttarsal
mengalirkan darah vena ke dalam vena oftalmika dan berakhir di sinus
kavernosus.
Inervasi Palpebra
Nervus motorik dari muskulus orbikularis okuli berasal dari nervus fasialis
(N. VII) melalui cabang temporal dan zygomatikus. Nervus fasialis dibagi
menjadi dua cabang, yaitu cabang temporofasial superior dan cabang
servikofasial inferior. Temporofasial superior dibagi lagi menjadi dua
subdivisi, yaitu cabang temporal dan zygomatikus yang menginnervasi M.
Frontalis dan M. Orbikularis okuli. Servikofasial inferior memberi cabang
pada bukal, mandibula dan servikal yang menginnervasi muskulus pada
wajah bagian bawah dan leher.
FISIOLOGI PALPEBRA
Palpebra merupakan salah satu unsur yang paling penting yang terbentuk
dalam sistem proteksi pada mata fungsi ini dilaksanakan oleh tiga unsur
pada palpebra :
1. Fungsi sensasi dan penyaringan dari silia
2. Sekresi kelenjar-kelanjar palpebra
3. Gerakan-gerakan palpebra3
Fungsi proteksi palpebra yang pertama adalah silia dan alis mata pada
folikel silia dikelilingi pleksus saraf yang sangat rendah ambang
rangsangannya, sehingga bila silia tersentuh akan timbul refleks berkedip.
Alis berfungsi sebagai penghalang objek yang mendekati mata dari alis.
Alis mata dapat dielevasi tanpa gerakan bola mata ke atas, namun bila bola
mata menatap ke atas alis mata dapat ikut terelevasi. Alis mata dielevasi
oleh m.frontalis dan didepresi oleh m.orbicularis oculi saat menutup
palpebra.
Sekresi Pelpebra
Fungsi proteksi yang kedua dilakukan oleh sekresi kelenjar palpebra oleh
kelenjar Meibom yang terdapat pada lempeng tarsal, yang jumlahnya kira-
kira 30 pada tiap tarsus. Lapisan minyak yang terbentuk merupakan
lapisan superfisial dari tear film prekorneal dan berfungsi mencegah
evaporasi dan tumpahnya air mata dari palpebra. Palpebra juga
mengandung kelenjar lakrimal aksesorius yaitu Krause dan Wolfring.
Elevasi
Menutup Mata
Berkedip
Air mata tidak hanya tergantung pada komposisinya, tapi juga tergantung
pada kemampuan palpebra untuk berkedip. Dengan berkedip terjadi
pendistribusian kembali air mata dan meransang sekresi air mata dari
kelenjar lakrimal aksesorius dan memompakan ke dalam sakkus lakrimal.
Sebagian besar orang berkedip kira-kira 20-30 kali permenit.
Berkedip dapat diinduksi oleh rasa nyeri atau sentuhan pada permukaan
okuler dan dihantarkan melalui N.V atau oleh stimulus cahaya melalui
N.Optik. Stimulus dihantarkan ke nukleus sensorik N.Trigemunus dan
diproses pada regio supranuklear. Stimulus efferent untuk mengedip
dibawa ke muskulus orbicularis oculi pretarsal oleh cabang Zygomaticus
dari N. VII. Abnormal dari N. V dapat dilihat dari infeksi Herpes
Simpleks atau Varicella Zoster yang dapat mencegah konduksi stimulus
sensoris ke batang otak dan menurunkan angka frekuensi mengedip atau
menyebabkan kedipan yang tidak sempurna.
2.2. EMBRIOLOGI
Gbr 1. Embriologi
Palpebra berkembang dari mesenkim kecuali epidermis kulit dan epitel
konjugtiva, yang merupakan turunan ektoderm permukaan. Kuncup
palpebra pertama kali muncul pada tahap 16 mm (6 minggu), bertumbuh
di depan mata, tempat ia bertemu dan menyatu pada tahap 37 mm (8
minggu). Mereka memisah selama bulan kelima. Bulu mata dan glandula
meibom dan kelenjar palpebra lainnya berkembang berupa penumbuhan
ke bawah dari epidermis.
Penggabungan (Fusion)
Penggabungan dari palpebra oleh epitel dimulai dari kedua ujung pada
minggu kedelapan dan ketika sempurna segera menutupi epitel kornea.
Pelekatan satu sama lain dari palpebra berlangsung hingga akhir bulan
kelima sampai bulan ketujuh.
Gbr 3. Fusion
Inflamasi orbita
Penyakit inflamasi pada orbita dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Inflamasi orbita akut dan inflamasi
terkait
a. Selulitis preseptal
b. Selulitis orbita dan abses
intraorbital
c. Osteoperiostitis orbita
d. Tromboflebitis orbita
e. Tenonitis
f. Trombosis sinus kavernosus
2. Inflamasi orbita kronik
a. Inflamasi spesifik
i. Tuberkulosis
ii. Sifilis
iii. Actinomikosis
iv. Mukormikosis
v. Infestasi parasit
b. Inflamasi non spesifik
i. Penyakit inflamasi orbital idiopatik
ii. Sindroma tolosa hunt
iii. Periostitis orbital kronik
2.4. Epidemiologi
Infeksi bakteriorbitaldapat terjadi pada semua usia tetapi lebih sering pada
populasi usia anak anak. Dalam analisis retrospektif dari infeksi orbital
anak, usia rata-rata pasien yang terkena adalah 6,8 tahun, mulai dari 1
minggu sampai 16 tahun. Predileksi jenis kelamin tidak mempengaruhi
selulitis orbita terjadi lebih sering pada musim dingin karena terkait erat
dengan sinus paranasal dan infeksi saluran pernapasan atas sebagian
besarkasus memberikan gambaran klinis pada mata yang bersifat
unilateral. Pada studi lain menyatakan sebagian besar kasus selulitis orbita
terjadi pada kelompok usia anak-anak(0-20 tahun) dengan presentase
sebesar (44%), kemudian dilanjutkan dengan usia pertengahan sebesar
(40%), dan lanjut usia dengan presentase sebesar (16%) dengan usia di
atas 50 tahun. Predileksi terjadinya selulitis preseptal tidak dipengaruhi
ras atau gender pada dewasa. Tetapi pada anak-anak ditemukan anak laki-
laki 2 kali lebih sering terjadi selulitis preseptal dan orbital dibandingkan
dengan perempuan. Rerata usia antara 7-12tahun. Kondisi ini lebih sering
terjadi pada musim dingin dikarenakan meningkatnya risiko terjadinya
sinusitis.
2.5. Etiologi
Pada dewasa sering kali penyebab preseptal cellulitis adalah karena trauma
penetrasi atau adanya sumber infeksi kutaneus (kalazion yang terinfeksi,
kista epidermal), pada anak-anak penyebab paling sering adalah sinusitis.
Selulitis preseptal pada anak-anak dan balita kurang dari 5 tahun sering
terjadi berkaitan dengan bakterimia, septisemia, dan meningitis yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae dan kokus gram positif. Pada
remaja dan dewasa selulitis preseptal berasal dari sumber superfisial yaitu
inokulasi traumatic, kalazion, atau kista epidermal dan berespon pada
antibiotic oral. Antibiotik dipilih berdasar riwayat, manifestasi klinis, dan
pemeriksaan laboratorium. Staphylococcusaureus merupakan pathogen
paling sering pada pasien dengan trauma.
2.6. Patofisiologi
Kakunya struktur tulang orbita menyebabkan lubang anterior menjadi
satu- satunyatempat ekspansi. Setiap penambahan isi orbita yang terjadi di
samping atau belakang bola mata akan mendorong organ tersebut ke
depan, hal ini disebut dengan proptosis. Penonjolan bola mata adalah
tanda utama penyakit orbita. Proptosis dapat disebabkan lesilesi ekspansif
yang dapat bersifat jinak atau ganas, berasal dari tulang, otot, saraf,
pembuluh darah, atau jaringan ikat. Selain itu dapat juga terjadi proptosis
tanpa adanyapenyakit orbita. Hal ini disebut dengan pseudoproptosis.
Pseudoproptosis dapat terjadi pada miopia tinggi, buftalmos, dan retraksi
kelopak mata. Proptosis sendiri tidak menimbulkan cedera kecuali
membuat kelopak mata tidak bisa ditutup, akan tetapipenyebab proptosis
itu sendiri seringkali berbahaya.
Posisi mata ditentukan oleh lokasi massa. Ekspansi di dalam kerucut otot
mendorong mata lurus ke depan(proptosis aksialis), sedangkan massa
yang tumbuh di luarkerucut otot mendorong mata ke samping atau
vertikal menjauhi masa tersebut (proptosisnon aksialis). Kelainan bilateral
umumnya mengindikasikan adanya penyakit sistemik misalnya penyakit
graves. Istilah eksoftalmos sering dipakai untuk menggambarkan
proptosis pada graves. Proptosis pulsatil dapat disebabkan oleh fistula
karotiko kavernosa, malformasi pembuluh darah arteri orbita, atau
transmisi denyut otak akibat tidak adanyaatap orbita superior. Proptosis
yang bertambah dengan penekukan kepala ke depan ataudengan perasat
valsava merupakan suatu tanda adanya malformasi vena orbita atau
meningokel.
Pada perubahan posisi bola mata, terutama apabila terjadi dengan
cepat, mungkintimbul interferensi mekanis terhadap gerakan bola
mata yang cukup untuk membatasi pergerakan mata dan diplopia.
Dapat timbul nyeri akibat ekspansi cepat, peradangan, atau infiltrasi
pada saraf sensoris. Penglihatan biasanya tidak terpengaruh di awal
ekcuali bila lesi berasal dari n. optikus atau langsung menekan saraf
tersebut.
Pasien dapat febris atau subfebris, dan pasien dapat mengeluhkan nyeri,
konjuntivitis, epifora, dan kaburnya pandangan. Tanda dari preseptal
selulitis adalah eritemdan edema periorbital, terkadang karena terlalu berat
pasien tidak dapat membuka matasecara volunter.
Pemeriksaan fisik
Selulitis preseptal dan selulitis orbital, keduanya disertai dengan inflamasi
palpebera, sehingga sangatlah penting untuk melakukan pemeriksaan
ocular yang lengkap.Harus dicermati tanda-tanda sistemik, terutama pada
anak. Diperiksa adnexa palpebral dan ocular untuk mencari tanda trauma
local. Dapat ditemukan limfadenopati cervical, submandibular, atau
preaurikular. Limfa node preaurikular yang tender dapat menandakan
konjungtivitis adenoviral.
Tes pengelihatan dan reaksi pupil, pergerakan bola mata, bila terdapat
gangguan dapat diperkirakan infeksi telah menjalar sampai ke orbita. Bila
terdapat RAPD diperkirakan terdapat kompresi saraf.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
Kultur bakteri dari usap nasal dan konjungitva dan spesimen darah
Pemeriksaan darah perifer lengkap
X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait
USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital
CT scan dan MRI untuk:
a) Membedakan selulitits preseptal dan post septal
b) Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital
c) Mendeteksi ekstensi intrakranial
d) Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses
orbital
Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan
serebral.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, Taylor. Rundaneva, Paul. Vaughan, Daniel P.Oftalmologi Umum.
Jakarta : Widya Medika. Hal. 1-5, 265-266.
2. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th
ed.Elsevier, 2011.
3. Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP,
editor.Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC.2007.p. 251-256.
4. Dutton JJ, Gayre GS, Proia AD. Anatomy of Eyelids. In : Diagnostik Atlas
of Common Eyelid Disease.(CD-ROOM). Informa Helthcare. New York :
2007.
5. Kikkawa DO, Lucarelli MJ, Shoplin JP, Cook BE, Lemke BN.
Ophthalmic Facial Anatomy and Physiologi. In : Adler’s Physiology of the
Eye.10th Edition. St.louis (USA) : Mosby ; 2003.
6. Lang GK, Wayner P. The Eyelids. In : Ophthalmology A Pocket Textbook
Atlas 2nd edition.(CD-ROOM). Thieme Stutgart. New York : 2006.
7. Liesegang TJ, Skuata GL. Cantor LB. Fundamental and principle of
ophthalmology. Section 2. American Academy of ophthalmology. San
Fransisco.2008-2009.
8. Mallika OU, Sujatha, Narayan S. Orbital and preseptal cellulitis. Kerala
Journal of Opthalmology. MAret 2011; Vol XXIII (1); 10-4.
9. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age
international, 2007. p. 377-378, 384-386.
10. Dolfus H, Varloes A. Development anomalies of the lids. In : Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. 3rd Edition. Philadelphia (USA) : Elsevier
Saunders : 2005.
11. Eyelid Anatomy.Duane's Clinical Ophthalmology (six volumes). (CD-
ROOM). Lippincott Williams & Wilkins. USA : 2003
12. Sehu KW, Lee WR. Eyelid and Lacrimal Sac. In : Ophthalmic Pathology
An illustrated guide for clinicians. (CD-ROOM). Blackwell Publishing.
UK : 2005.
13. Liesegang TJ, Skuata GL. Cantor LB. Orbital anatomy in : Orbit,Eyelids
and Lacrimal System. Section 7. Academy of ophthalmology. San
Fransisco.2008-2009.
14. Oyster, C W. The Eyelids and the Lacrimal System. In : The Human Eye
Structure and Function. Sunderland (USA) : Sinauer Associates,Inc. 1999.
15. Larrabee WF, Makielski KH, Henderson JL. Eyelid, Anterior Orbit and
Lacrimal System. In : Surgical Anatomy of The Face 2 nd Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia (USA) : 2004.
16. Fida, Monica, Kocinaj alma, Abazi Flora, Arjeta Grezda. Preseptal
Cellulitis. Common Eye Infection. Intech. 2013. Pg: 107-22.
17. Chaudhry IA, Shamsi FA, Elzaridi E, Al-Rashed W, Al-Amri A, Arat YO.
Inpatient Preseptal Cellulitis; experience from a tertiary eye care centre. Br
J Ophthalmol. 2008; 92(10) ; 1337-41