Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

MYOPIA TINGGI DENGAN DEGENERASI RETINA

Pembimbing:
dr. I Gede Eka Yudiasa, Sp.M

Penyusun:
Dylan Darient Jayanegara (030.12.088)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO
PERIODE 11 DESEMBER 2017-12 JANUARI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

“SEORANG LAKI-LAKI DENGAN MYOPIA TINGGI DAN DEGENERASI


RETINA”

Disusun oleh:

Dylan Dant Jayanegara

030.12.088

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepanitraan Klinik Ilmu Mata di RS TNI AL DR.MINTOHARDJO

Periode 11 Desember 2017-12 Januari 2018

Jakarta, Januari 2018

dr. I Gede Eka Yudiasa, Sp.M

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3

BAB I LAPORAN KASUS ............................................................... ......................... 4

BAB II ANALISA KASUS .......................................................................................... 9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... ................... 10

KESIMPULAN .................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 28

3
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Usia : 23 tahun
TTL : Jakarta, 21 Juni 1994
Jenis Kelamin : Pria
Pekerjaan : Teknisi
Agama : Nasrani
Alamat : Jl. Kota Bambu Utara, Jakarta Barat
Status : Belum menikah

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 20 Desember 2017 pukul 11.00 WIB di Poli
Mata RSAL dr. Mintohardjo.

A. Keluhan Utama
Pandangan mata sebelah kiri buram setengahnya sejak 1 minggu yang lalu.

B. Keluhan Tambahan
Pasien juga mengeluh sering melihat seperti benda-benda yang melayang dan terkadang
melihat seperti kilatan cahaya sejak kira-kira 2 minggu yang lalu

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Mata RSAL dr. Mintoharjo dengan keluhan penglihatan buram
setengahnya pada mata sebelah kiri yang timbul secara mendadak sejak 1 minggu yang
lalu, keluhan ini dirasakan pasien untuk pertama kalinya. Awal keluhan muncul pasien
mengatakan bahwa hanya bagian pinggir sekitar 10% yang buram namun semakin
berjalan waktu hingga 1 minggu keburaman bertambah hingga sekitar 50-60% menurut
pasien. Selain itu pasien juga mengatakan bahwa sering seperti benda-benda yang
melayang dan seperti kilatan-kilatan cahaya sejak 2 minggu yang lalu atau 1 minggu
sebelum keluhan penglihatan buram. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma dalam

4
waktu dekat ini. Pasien pernah memiliki riwayat trauma pada bagian pipi hingga ke
rahang kirinya karena kecelakaan pada 8 tahun yang lalu namun pasien menyangkal
kalau trauma mengenai bagian matanya. Pasien telah menggunakan kacamata minus
sejak kelas 2 SMP namun pasien telah mengeluh kalau penglihatannya sudah tidak jelas
sejak pasien masih duduk di bangku SD. Pasien mengaku pertama kali memakai
kacamata dengan ukuran -6.00 pada mata kanannya dan -8.00 pada mata kirinya namun
pasien sama sekali tidak pernah kontrol. Pasien juga tidak merasakan silau saat melihat
cahaya. Pasien juga menyangkal adanya keluhan nyeri pada mata, mata merah, dan mata
gatal.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah megalami sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat glaucoma (-)
Kacamata (+) Lensa Kontak (-) Alergi (-) DM (-)Hipertensi (-). Riwayat trauma (+) 8
tahun yang lalu, Riwayat Operasi Mata(-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga serumah yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Namun diketahui ibu pasien yang sudah meninggal menggunakan kacamata yang sangat
tebal menurut pasien namun pasien tidak mengetahui ukuran dioptri kacamata ibu pasien.

F. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke puskesmas dan langsung dirujuk ke Rumah Sakit.

G. Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari-hari bekerja sebagai teknisi alat elektronik. Pasien mempunyai kebiasaan
main game pada gadgetnya dengan durasi sekitar 6 jam per hari diselangi istirahat.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak normal, gizi cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah: 120/80 mmHg suhu: Afebris
Nadi: 88x/menit pernapasan: 20x/menit

5
Kepala : Normocephali
Mata : Lihat status oftalmologi
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-
Hidung : Septum deviasi (-), sekret -/-, konka hiperemis -/-
Mulut : lidah kotor (-),tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : Paru: Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Bising Usus (+) normal
B. Status Oftalmologi
OD (mata kanan) OS (mata kiri)
2/60 Visus 0,25/60
S-9.50 C-2.50x10 1.0 S-11.00 C-3.25x170 1/60
Pinhole tetap
Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia
Bola mata bergerak ke Pergerakan bola mata Bola mata bergerak ke
segala arah segala arah
Ptosis (-), lagoftalmus (-), Palpebra Ptosis (-), lagoftalmus (-),
blefaritis (-), hordeolum (-), blefaritis (-), hordeolum (-
kalazion (-), ektropion (-), ), kalazion (-), ektropion (-
entropion (-), oedem (- ), entropion (-), oedem (-),
),trikiasis (-), hematoma (-) trikiasis (-), hematoma (-)
Hiperemis (-), Injeksi Konjungtiva Hiperemis (-), Injeksi
Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi
siliar (-), kemosis (-) sekret siliar (-), kemosis (-) sekret
(-), subkonjungtiva (-), subkonjungtiva
bleeding (-), pinguekula (-), bleeding (-), pinguekula (-
folikel (-), papil (-), foamy ), folikel (-), papil (-),
tears (-) foamy tears (-)
jernih, kekeruhan setempat Kornea jernih, kekeruhan setempat
(-), neovaskular (-), ulkus (-), neovaskular (-), ulkus
kornea (-), perforasi (-) kornea (-), perforasi (-),
Dalam, hifema (-), COA Dalam, hifema (-),

6
hipopion (-), flare (-). hipopion (-), flare (-).
Warna cokelat, kripti baik, Iris Warna cokelat, kripti baik,
atrofi (-) atrofi (-)
Tepi reguler, bulat, refleks Pupil Tepi reguler, bulat, refleks
cahaya langsung +, refleks cahaya langsung +, refleks
cahaya tak langsung + cahaya tak langsung +
Keruh (-), shadow test (-) Lensa Keruh (-), shadow test (-)
CDR 0,3, bercak berbatas Funduskopi CDR 0,3
tegas supratemporal
15 mmHg TIO 21 mmHg

- Palpasi Tekanan Bola mata : normal

c. Pemeriksaan penunjang
Belum dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.

IV. RESUME
Pasien Tn. Y usia 23 tahun datang ke Poli RSAL dr. Mintoharjo dengan mata kiri buram
setengahnya secara mendadak sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan ini dirasakan pasien
untuk pertama kalinya. Pasien juga mengeluh melihat seperti benda mengambang dan
kilatan cahaya sejak 2 minggu terakhir. Pasien mempunyai riwayat myopia tinggi sejak
lama dan juga mempunyai riwayat keluarga dengan myopia tinggi. Tidak ada riwayat
trauma dalam waktu dekat namun pernah trauma wajah 8 tahun yang lalu tanpa
mengenai mata menurut pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OS menurun dan bercak berbatas tegas di
bagian supratemporal pada funduskopi OS.

V. DIAGNOSIS KERJA
Myopia ODS + Degenerasi Latis OD

VI. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :

7
- Menjelaskan kepada pasien kondisi yang terjadi di matanya
- Menganjurkan pasien untuk mengistirahatkan matanya dan mengurangi kebiasaan
bermain gadget dalam waktu yang lama
- Menganjurkan dan mengedukasi pasien untuk segera melakukan tindakan laser retinal
atau cryopexi secepatnya untuk menghindari terlepasnya retina
- Menganjurkan pasien untuk selalu memakai kacamata dan kontrol rutin
- Mengedukasi pasien untuk menghindari terjadinya trauma pada mata seperti
mengurangi kegiatan yang bersifat fisik berat dan pekerjaan yang berbahaya.
Medikamentosa :
Vitamin Mata (Nutrivision) 1 kali sehari
VII. PROGNOSIS
Oculi Sinistra (OS)
ad vitam : Dubia ad bonam
ad fungsionam : Dubia ad bonam
ad sanatioam : Dubia ad bonam

8
BAB II
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, pasien didapatkan diagnosis kerja myopia ODS dan degenerasi latis
OS berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis yang telah di lakukan. Diagnosis
ditegakkan atas dasar :
Anamnesis :
1. Mata kiri buram separuh secara mendadak
2. Mata kiri melihat floaters dan kilatan cahaya sebelum buram
3. Riwayat myopia tinggi pada pasien dan keluarga
Pemeriksaan Oftalmologi pada mata kiri:
1. AVOS 0,25/60 dengan koreksi lensa sferis hanya mengoreksi hingga 1/60
2. Funduskopi : bercak berbatas tegas pada superotemporal
Diagnosis kerja ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan funduskopi yaitu
ditemukannya bercak latis berbatas tegas pada bagian superotemporal kemudian didukung
oleh koreksi lensa sferis yang tidak bisa mengembalikan ke visus normal karena adanya
gangguan pada retina.
Diagnosis banding dari kasus ini adalah Ablasio retina, karena pada ablasio retina
keluhan serupa yaitu penglihatan menurun secara tiba-tiba dan melihat floaters dan kilatan
cahaya namun pada pemeriksaan funduksopi harus ditemukan adanya bagian retina yang
terlepas.
Tindakan retinal laser atau cryopexi harus segera dilaksanakan untuk menghindari
terjadinya ablasio retina karena retina yang tipis dan mudah sekali terlepas akibat faktor
predisposisi myopia tinggi.

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Retina


3.1.1 Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam 2/3 poterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir
sama jauhnya dengan corpus sillier, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora
serrata berada disekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di
belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan
epitel pigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane Bruch, khoroid, dan sclera.
Di sebagian besar tempat, retina dan epithelium pigmen retina mudah terpisah hingga
membentuk ruang subretina. tetapi pada discus optikus dan ora serrata, retina dan epithelium
pigmen retina saling melekat kuat.
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada sentral retina. Di
tengah-tengah retina posterior terdapat macula. Di tengah macula, sekitar 3,5 mm sebelah
lateral discus optikus terdapat fovea.
Retina menerima asupan darah dari dua sumber : khoriokapilaria yang berada tepat di
luar membrane Bruch yang memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina; serta
cabang-cabang dari ateria sentralis retina yang memperdarahi dua pertiga sebelah dalam.
Berdasarkan topografi, retina dibagi menjadi retina sentral yaitu kurang lebih sama
dengan daerah macula dan retina perifer yaitu di daerah retina di luar daerah macula.
Fungsi retina pada dasarnya ialah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak.
Bagian sentral retina atau daerah macula mengandung lebih banyak fotoreseptor kerucut
daripada bagian perifer retina yang memiliki banyak sel batang.

10
Retina manusia terdiri atas sepuluh lapis. Urutan lapisan-lapisan tersebut (ke arah kornea)
adalah:
1. Retinal pigment epithelium (RPE)
2. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut (Rods/Cones).
3. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel batang dan kerucut.
Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolism dari kapiler koroid.
5. Lapisan plexiformis luar, atau dikenal sebagai "Lapisan serat Henle" (Fiber layer
of Henle) merupakan lapisan aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapisan nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller. Lapis ini mendapat metabolism dari arteri retina sentral.
7. Lapisan plexiformis dalam, merupakan lapisan aseluler, tempat sinaps sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan yang terdiri dari inti sel ganglion dan
merupakan asal dari serat saraf optik.

11
9. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju kearah saraf
optic. Di dalam lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retrina.
10. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
Epitel pigmen retina ( RPE ) terbentuk dari satu lapis sel, melekat longgar pada retina
kecuali diperifer ( ora serata ) dan disekitar lempeng optic. RPE ini membentuk mikrovili
yang menonjol diantara lempeng segmen luar sel batang dan sel kerucut dan
menyeimbanginya. Lapisan ini berfungsi memfagosit sisa segmen eksternal sel batang dan
kerucut, memfasilitasi pasase nutrient dan metabolit antara retina dan koroid, serta berperan
dalam regenerasi rodopsin dan opsin sel kerucut, pigmen visual fotoreseptor yang mengolah
kembali vitamin A. RPE juga mengandung granula melanin yang mengabsorpsi cahaya yang
terpencar.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. Batang
lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut lebih banyak.
Fotoreseptor kerucut berfungsi untuk sensasi terang, bentuk serta warna. Fovea hanya
mengandung fotoreseptor kerucut. Apabila fovea atau daerah makula menderita penyakit,
maka visus sentral (dan tajam penglihatan) akan terganggu. Fotoreseptor batang berfungsi
untuk melihat dalam suasana gelap atau remang-remang. Apabila bagian retina perifer
menderita penyakit, maka penglihatan malam, adaptasi gelap dan penglihatan samping akan
terganggu. Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak
mempunyai daya penglihatan (bintik buta). Penyakit retina biasanya tidak memberi keluhan
nyeri dan mata tidak merah. Pemeriksaan retina dilakukan dengan oftalmoskop direk atau
oftalmoskop indirek, foto fundus biasa dan angiografi.
3.1.2 Fisiologi Retina 4
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducens yang
efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan, serta saraf retina melalui
saraf optikus dan akhirnya ke konteks penglihatan.
Macula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Macula terutama digunakan
untuk ketajaman sentral dan warna (fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang besar

12
terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).

3.2 Fisiologi Penglihatan Normal 4


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan
sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya
dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous , lensa, dan humor vitreus. Kedua,
akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek
yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstniksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil
agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila
cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi
mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu
pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah
objek yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang
dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1)
perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan
posterior kornea dan udara, (3) perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior
lensa kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous.
Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1, kornea
1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34.

13
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan
sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya
sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan sederhana.
Pada reduced eye dibayangkan hanya terdpat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan
retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata
bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea. Alasan
utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari indeks bias
udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal bersinggungan dengan
cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira
sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan
kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab
dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang
tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena
lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya
“akomodasi”.
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa kaca
pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan
ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap dalam
keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih
menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal. (Guyton, 1997)
Mata kita menjalani serangkaian proses untuk dapat melihat. Proses ini mirip dengan
proses yang terjadi dalam sebuah kamera saat digunakan untuk memotret. Gelombang cahaya
masuk melewati sejumlah lensa kamera yang kemudian memfokuskan gambar yang kita
potret serta memproyeksikannya ke permukaan film. Pada mata kita, yang berfungsi sebagai
film adalah retina. Saat mata kita melihat suatu benda, mata kita menerima cahaya yang
dipantulkan oleh benda tersebut. Cahaya masuk melalui lensa mata yang memfokuskan
gambar dan memproyeksikannya ke retina yang terletak di belakang. Retina merupakan
lapisan sel-sel yang sangat sensitif terhadap cahaya. Bagian retina yang dapat menerima dan
meneruskan detil-detil gambar disebut macula. Macula tersusun dari lapisan-lapisan sel yang
dapat mengubah energi cahaya menjadi impuls elektrokimia. Informasi ini kemudian dikirim
ke syaraf optik yang akan meneruskannya ke otak yang kemudian memprosesnya sehingga
dapat mengenali gambar tersebut.

14
2.3 Definisi Miopia
Miopia adalah status refraksi dimana berkas paralel cahaya yang masuk ke dalam
mata pada saat mata istirahat difokuskan di depan retina.1

Menurut Curtin, secara klinik miopia dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) miopia
fisiologi dan (2) miopia patologi.
Miopia fisiologi (simple, school) adalah suatu keadaan refraksi dengan struktur bola
mata masih dalam batas normal. Kurvatura kornea dan lensa ataupun peningkatan aksial dari
bola mata sesuai dengan laju pertumbuhan normal.1
Miopia patologi menurut American Academy of Ophthalmology (AAO) disebutkan
dengan istilah miopia tinggi atau miopia degeneratif. Miopia patologi adalah miopia dengan
perubahan retina disertai dengan sangat bertambahnya panjang bola mata dan biasanya
walaupun tidak selalu, besar refraksinya 8 dioptri atau lebih atau axial lenght (AL) sama
dengan 32,5 mm atau lebih.2
Miopia patologi (degenerative, progressive, malignant) adalah miopia yang berkaitan
dengan konsekuensi langsung dari abnormalitas pemanjangan aksial bola mata (axial length).
Proses pemanjangan ini diikuti oleh regangan sklera yang melibatkan seluruh sklera
posterior., begitu juga di bagian anterior sampai ke insersi muskuli recti. Dalam hal ini istilah
miopia patologi dimaksudkan dengan sebagai adanya pemanjangan aksial bola mata yang
abnormal dan disertai adanya stafiloma posterior.1

3.4 Prevalensi Miopia Secara Umum.


Prevalensi miopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi miopia
meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda,mencapai 20-25% pada populasi remaja dan
25-35% pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara-negara maju. Dilaporkan bahwa

15
prevalensi miopia lebih tinggi pada beberapa area di Asia,seperti Cina dan Jepang. Prevalensi
miopia pada populasi Asia sekarang mencapai 70-90%. Prevalensi ini berkurang pada
populasi berusia di atas 45 tahun, mencapai 20% pada usia 65 tahun, dan menurun hingga
14% pada orang berusia 70-an.3

3.5 Etiologi Miopia Secara Umum.1


Teori yang telah diajukan sebagai etiologi dari miopia ada tiga, yaitu :
1. Herediter. Belum ada kesepakatan mengenai pola herediter ini, tetapi umumnya
merupakan autosomal resesif.
2. Miopia sehubungan penyakit sistemik serta okular yang transmisi penyakitnya
juga melalui transmisi herediter.
3. Faktor environment/ lingkungan. Dalam hal lingkungan ini tekanan intraokular
berperanan penting pada timbulnya sklerektasi dan stafiloma.

3.6 Faktor Resiko5


Faktor risiko yang penting dalam perkembangan miopia adalah riwayat keluarga
miopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60% miopia pada anak, yang kedua orang
tuanya mengalami miopia. Pada anak yang memiliki satu orang tua penderita
miopia,prevalensinya adalah 23-40%. Bila tak satupun orang tua yang menderita miopia,
hanya 6-15% anak-anak mereka yang miopia.
Miopia yang diketahui dengan retinoskopi nonsikloplegi pada masa bayi dan
kemudian menurun menjadi emetropia sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah
tampaknya adalahfaktor risiko perkembangan miopia pada masa kanak-kanak. Suatu analisis
menyatakan bahwa anomali refraksi yang dialami saat masuk sekolah adalah prediktor yang
lebih baik untuk mengetahui siapa yang akan mengalami miopia pada masa kanak-kanak
dibandingkan riwayat miopia pada orang tua. Anak dan dewasa muda dengan anomali
refraksi berkisar antara emetropia hingga hiperopia 0,5 D memiliki kemungkinan mengalami
miopia yang lebih besar dibanding individu berusia sama dengan hiperopia lebihdari 0,5 D.
Selain itu, risiko miopia lebih tinggi pada anak dengan astigmatagainst-the-rule.
Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat meningkatkan risiko
miopia. Miopia berkaitan denganbanyaknya waktu yang digunakan untuk membaca,
pendidikanyang lebih tinggi, dan pekerjaan yang melakukan banyak kegiatan jarak dekat.

16
Kurvatura kornea yang lebih tajam dan rasio panjang aksial terhadap radius kornea
yang lebih dari 3,00 dapat menjadi faktor risiko. Pada anak-anak, kondisi yang mengganggu
pembentukan penglihatan yang normal sering menyebabkan miopia.

3.7 Klasifikasi Miopia


Pada tahun 1968 Goldschmidt mengemukakan bahwa miopia dibagi atas 3 bentuk
simple myopia/ stasionary, late myopia, dan high/ patologic myopia atau miopia degeneratif.
Klasifikasi lain menurut Curtin adalah miopia fisiologi dan patologi. Miopia patologi disebut
juga miopia degeneratif, progresif, miopia maligna.1,6

3.8 Miopia Degeneratif.


Miopia Degeneratif adalah tipe miopia dengan perubahan-perubahan degenerasi yang
terjadi terutama di segmen posterior bola mata. Biasanya berhubungan dengan
memanjangnya aksis antero-posterior (A-P) bola mata, tapi tak selalu berarti progresif. 1,6
Istilah miopia degeneratif tidak berkaitan dengan derajat refraksi. Sedangkan istilah
miopia maligna lebih ditujukan adanya stafiloma posterior yang juga meliputi makula
sehingga tajam penglihatan penderita termasuk dalam golongan legally blind di kemudian
hari. Istilah miopia patologis sebaiknya digunakan untuk keadaan axial length abnormal
dengan tanda stafiloma posterior. Stafiloma posterior pada penderia miopia merupakan tanda
proses degenerasi koriaretina.1
Miopia tinggi dianggap dengan ukuran lebih dari 6 Dioptri. Menurut penelitian
Guttman tentang populasi miopia, miopia lebih dari 6D (27% - 32%) (Guttman 1902;
Blegvad 1927) dan lebih dari 8 D (6% - 18%) (Hartel, 1903; Betsch, 1929), prosesnya lebih
sering pada wanita.6
Miopia patologi sebagaimana namanya, merupakan kelainan yang khas, yaitu
pembesaran bola mata, dengan pemanjangan segmen posterior. Secara garis besar tampak
bola mata memanjang dan bentuknya lebih kearah bulat telur daripada bentuk bola dunia.
Tingginya refraksi pada miopia sesuai dengan perubahan degenerasi pada fundus dan
sebanding dengan pemanjangan axial length.1,6

3.9 Gejala dan Tanda Miopia Degeneratif.


Pada penderita miopia degeneratif didapatkan tanda dan gejala sebagai berikut :

17
1. Penurunan tajam penglihatan (visus).
Penurunan visus yang bertahap setelah usia pertengahan disebabkan proses
degenerasi yang melibatkan makula, tapi bisa juga karena katarak, ablasio retina,
dan glaukoma.
Bila penderita mengeluh penurunan visus tiba-tiba, harus dilakukan pemeriksaan
fundus perifer karena kemungkinan hal ini diakibatkan adanya retinal tear yang
mengenai pembuluh darah kecil dengan konsekuensi perdarahan intravitreal. 1
2. Floaters.
Merupakan keluhan lapangan pandang paling sering. Hal ini terjadi pada awal dari
proses degenerasi vitreous. Keluhan berupa bayangan berupa goresan di dalam
lapangan pandang, dan bila bayangan goresan itu bertambah merupakan tanda
adanya vitreous detachment dan hyaloid hole di dekat aksis visualis. 1\
3. Asthenopia
Asthenopia disebabkan kemampuan mata yang hanya dapat melihat pada jarak
dekat dan memerlukan konvergensi berlebihan tanpa menggunakan kacamata
koreksi.1
4. Cephalgia
Sakit kepala dan daerah mata atau periorbital kadang-kadang dikeluhkan oleh
penderita.1
5. Fotopsia
Keluhan yang paling sering adalah melihat kilat yang diasumsikan sebagai adanya
traksi retina dan awal dari suatu ablasio retina atau ada goncangan vitreous yag
encer. Pada penderita ini harus dilakukan pemeriksaan retina perifer.1
6. Metamorfopsia
Adalah gejala gangguan penglihatan yang sangat serius karena biasanya
disebabkan transudasi atau perdarahan pada area makula yang sebelumnya sudah
terbentuk membran neovaskular subretina. Bila kelainan ini terdapat diluar daerah
fovea dapat disarankan terapi laser.1
7. Diplopia
Juga merupakan keluhan pada penglihatan bila kerja otot luar bola mata terganggu
akibat memakai kacamata dengan ukuran koreksi yang tidak sesuai.1
8. Penurunan Rigiditas Okular

18
Pada miopia degeneratif, rigiditas okular menurun. Tidak ada korelasi antara
rigiditas okular dengan tingginya refraksi.1

3.10 Perubahan pada pemeriksaan dengan fundus yang merupakan dasar diagnosis
miopia degeneratif terutama pole posterior.
1. Penipisan sclera
Penipisan sklera dan lokalisasi ektasia di pole posterior adalah khas untuk
miopia degeneratif. Pemanjangan diameter bola mata antero-posterior (AP)
disertai penipisan sklera di posterior tampak sebagai posterior ectasia atau
stafiloma.

Left fundus with tilted disc, myopic degeneration,and posterior staphyloma.

Curtin pada tahun 1977 menemukan stafiloma tersebut di daerah pole


posterior, area makular, area peripapil, area nasal atau inferior. Juga ditemukan
bentuk campuran dan kompleks. Penelitian tersebut stafiloma posterior terdapat
pada 19% mata miopia dengan axial length 26,5 mm. Peningkatan usia juga
sangat mempengaruhi timbulnya stafiloma posterior dan adanya stafiloma
posterior merupakan petunjuk bagi prognosa visus, sebab 19,6% diantaranya
termasuk dalam keadaan buta sosial. Sesudah usia 60 tahun, 53,3% mata dengan
stafiloma termasuk buta sosial.1,6,7,8
Stafiloma posterior merupakan tanda karakteristik pada miopia
degeneratif.1

19
2. Retina schisis
Pada miopia pembesaran bola mata tidak disertai pemanjangan vassa
retina sebagaimana retina. Dan inilah salah satu mekanisme terjadinya retina
schisis yaitu pemisahan vassa retina yang besar pada membrana limitan interna
dari lapisan retina yang lain.1,6

Development of myopic CNV from lacquer cracks. Patient 3. A 28 year old woman. (A) Left
fundus at the initial examination (November 1993) revealed two lacquer cracks above the macula
(arrows). (B) Fluorescein angiogram at the initial examination showed linear hyperfluorescence
corresponding to the lacquer cracks (arrows). (C) Three years later (December 1996), CNV
developed at corresponding site of previous lacquer crack (arrow). (D) Fluorescein angiogram at
the onset of CNV. At 1 minute after dye injection, there was intense hyperfluorescence
corresponding to the site of the CNV (arrow). The patient’s visual acuity dropped from 20/20 to
20/200.10

3. Perubahan degenerasi pada lapisan koroid


Perubahan degenerasi pada lapisan koroid awalnya melibatkan koriokapilaris,
vitreous, dan retinal pigment epitel (RPE). Diantaranya perubahan berupa tigroid
retina. Di tempa atrofi korioretina terlihat berbatas tegas serta tampak hilangnya
koriokapilaris di daerah tersebut. Penelitian terakhir menyebutkan adanya
gangguan aliran darah koriokapilaris pada keadaan ini.1

20
Fundus Tigroid

4. Lacquer cracks
Bila proses degenerasi pada koroid berlanjut timbul pembentukan jaringan
kolagen menggantikan jaringan koriokapilaris. Tetapi bila hal ini tidak terjadi,
penipisan koroid akan berkembang sampai ke membran Bruch’s dan akan terjadi
robekan. Klein dan Curtin tahun 1975 memperkirakan bahwa robekan-robekan ini
akan membaik lalu mengecil dan kemudian membentuk garis kuning tak
beraturan, bercabang, dan membentuk garis bersilang di sekitar pole posterior.
Garis-garis tersebut disebut dengan lacquer cracks yang hanya tampak pada 4,3%
penderita miopia tinggi (axial length 26,5 mm atau lebih) dan terdapat pada
kelompok laki-laki muda. Pada penelitian Clein dan Curtin ditemukan 22 mata
dengan lacquer cracks, semuanya mengalami stafiloma dan temporal crescent.6

5. Perdarahan koroid sepanjang lacquer cracks dan membran neovaskular.


Keadaan ini diperkirakan merupakan proses robeknya membran Bruch dan
merupakan faktor predisposisi terbentuknya membran neovaskular pada sub RFE
yang selannjutnya bisa berakibat timbulnya perdarahan maupun sikatrik
disciformis.6,8

21
6. Fuch’s spot

Sebanyak 5,2% penderita miopia degeneratif yang telah diteliti mempuyai lesi
berpigmen di area sentral dan dikenal dengan Fuch’s spot. Lesi ini berbeda
dengan degenerasi makula senilis yang juga mempunyai kecenderungan tinggi
terbentuknya deposit pigmen. Pada miopia hal ini terjadi pada daerah atrofi
korioretinal. Kebanyakan Fuch’s spot diikuti neovaskularisasi koroid yang
menembus membran Bruch kemudian meluas ke bawah RFE akhirnya
mengakibatkan detachment RPE tipe serous dan hemorraghic. Secara histologi,
tampak bercak sebagai jaringan sikatriks fibrovaskular. Anastomosis vaskular-
vaskular tersebut mengelilingi RPE sehingga pada FFA terlihat kebocoran
fluorescein didaerah tersebut.1,6

7. Degenerasi Lattice

22
Pertama kali dideskripsikan oleh Gonin tahun 1904. Merupakan bercak penipisan
retina berbatas tegas, terletak di lapisan retina dalam. Beberapa lesi bisa disertai
dengan hiperpigmentasi atau tanpa pigmen. Di daerah tersebut tampak vitreous
encer dan kondensasi serabut vitreous tampak melekat di daerah tersebut.
Merupakan hal yang serius pada miopia degeneratif karena merupakan predileksi
timbulnya robekan dan ablasio retina. Biasanya terdapat dikuadran
supratemporal.1,6
Pada penelitian terhadap 1437 mata oleh Karlin dan Curtin tahun 1976 ada
hubungan positif diantara prevalensi keempat tanda degenerasi yaitu stafiloma
posterior, lattice degenerasi, pavingstone appearance, dan white without pressure
dengan axial length mata.6

8. Degenerasi peripapil nervus optikus.


Degenerasi juga meliputi daerah peripapil yang merupakan tanda awal
yang dapat dilihat, sehingga terlihat lapisan koroid di area tersebut.1,6
Pada papil nervus optikus terlihat gambaran klasik akibat miopia. Dengan
oftalmoskop papil nervus optikus arahnya tampak miring ke arah sisi temporal
(tilted disc) dengan permukaan datar, tampaknya peningkatan ratio cup dan disc
yang sesuai dengan axial length. Di daerah temporal disc terlihat kresen putih
terang dari sklera yang dipinggirnya ada pigmentasi. Pigmen di daerah kresen
disebabkan oleh hipertrofi dan kadang-kadang hiperplasia RPE. Gambaran
ophtalmoskopik ini adalah bentuk klasik dari Schnabel yang merupakan akibat
dari tarikan pada koroid dan membran Bruch atau dorongan ke posterior ke daerah
ekstasi. Akibatnya daerah retina disekitar papil nervus optikus tertarik menjauhi
posisi normalnya. Insiden kresen temporal berhubungan langsung dengan axial
length adalah 0% pada axial length pendek dan 100% pada axial length panjang.
Dengan pemeriksaan histopatologi adanya kresen temporal mengakibatkan posisi
nervus optikus di dalam kanal sklera menjadi oblik. Pada diskus sebelah temporal,
RPE dan membran Bruch berhenti dengan jarak yang sama dari pinggir papil.
Oleh karena itu koroid tak tertutup oleh pigmen epitel sedangka RPE pun menipis.
Biasanya koroid sendiri berakhir di dekat pinggir diskus dan meninggalkan sklera
sehingga sklera yang membentuk kanal optik dapat tampak.1,6

23
2.11 Perubahan di segmen anterior pada miopia degeneratif
Degenerasi pigmen dengan akumulasi pigmen pada kamera okuli anterior biasanya
tampak pada penderita miopia degenerasi usia tua. Dengan terjadinya pembesaran bola mata
maka kamera okuli anterior menjadi lebih dalam. Korpus siliaris biasanya menjadi lebih datar
pada miopia tinggi.1,6

2.12 Tatalaksana 5,9


1. Kacamata
Meskipun masih sedikit bukti ilmiah untuk menyatakan bahwa pemakaian
kacamata koreksi secara terus menerus progresivitas miopia atau mempertahankan
visus namun dapat mengurangi kelelahan pada mata dan melatih mata terutama
pada anak-anak. Miopi dikoreksi dengan lensa konkaf atau lensa negatif. Pada
kasus dengan miopi tinggi koreksi yang penuh jarang diberikan. Pengurangan
koreksi dilakukan sampai tercapai penglihatan binokuler yang masih nyaman. Jika
sudah terdapat perubahan patologis pada fundus maka sedikit sekali keuntungan
yang didapat pada pemakaian kacamata.Kacamata yang terbuat dari bahan kaca
dan plastik dengan indeks yang tinggi dan lensa polikarbonat cocok digunakan.
Bahkan lensa polikarbonat dapat memberikan derajat proteksi yang lebih tinggi.

2. Penggunaan Lensa kontak


Lensa kontak telah menjadi pilihan yang baik untuk miopia tinggi selama
bertahun-tahun karena disamping dapat mengurangi berat dan ketebalan lensa
pada kacamata, juga mengeliminasi kesulitan akibat pemakaian lensa yang tebal
tersebut. Pasien miopia biasanya akan memiliki mengatasi masalah yang timbul
pada pemakaian kacamata. Lensa kontak yang sering digunakan yaitu lensa
kontak yang soft dan lensa kontak gas-permeabel. Lensa kontak yang soft dapat
menimbulkan kenyamanan namun harus dimonitor pemakaiannya karena dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia. Lensa gas-permeabel memberikan optik yang
penuh dan fisiologi yang baik.

3. Bedah Refraktif / LASIK (Laser Assisted In-Situ Keratomileusis)


LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis) adalah suatu prosedur
untuk mengubah bentuk lapisan kornea mata dengan menggunakan sinar excimer

24
laser. Prosedur LASIK dapat dilakukan untuk mengoreksi miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabun dekat) maupun astigmatisme (silinder). Tindakan ini
bertujuan untuk membantu melepaskan diri dari ketergantungan pada kacamata
dan lensa kontak.
LASIK konvensional menggunakan alat mikrokeratom untuk membuka
lapisan permukaan kornea mata. Kemudian dilakukan excimer laser untuk
menghilangkan sebagian lapisan kornea.
Lapisan permukaan kornea yang dibuka (flap), dikembalikan ke posisi semula.
Karena prosedur LASIK hanya dikerjakan pada lapisan dalam kornea saja
(permukaan kornea sama sekali tidak disentuh), maka tidak ada rasa sakit pasca
tindakan. Flap akan secara alami melekat kembali setelah beberapa menit tanpa
perlu dijahit sama sekali.

4. Alternatif lain untuk pasien miopia adalah penanaman lensa intraokular yaitu
suatu lensa yang ditanam bilik mata depan melalui insisi kecil sedangkan lensa
yang asli masih tetap ada terutama dilakukan untuk mengoreksi miopi yang berat.
Akan tetapi keamanan penggunaan pada beberapa kasus dapat dilakukan ekstraksi
lensa tapi lensa intraokular tidak dipasang. Dengan mengangkat lensa maka
sekitar 15 D dari miopi secara otomatis akan terkoreksi. Namun harus diingat
bahwa teknik ini dapat menimbulkan komplikasi berupa ablasio retina sehingga
jarang digunakan.

2.13 Komplikasi 5,9


Komplikasi miopia yang sering terdapat pada miopia tinggi adalah ablasio retina,
perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid, dan julginesotropi. Bila terdapat eksotropia
mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
Penderita miopia tinggi memiliki risiko 3-4 kali lebih besar untuk mengalami
komplikasi pada mata, seperti degenerasi retina perifer, robekan pada retina, ablasio retina,
neovaskularisasi koroid, dan atrofi korioretinal dan mungkin berkaitan dengan katarak dan
glaukoma. Penambahan panjang aksial bola mata yang berlebihan pada miopia dapat
menyebabkan peregangan mekanik dan penipisan lapisan koroid dan epitel retina.
Untuk mengatasi komplikasi ini dapat dilakukan laser retinal atau cryopexi pada
retina untuk mempertahankan retina pada posisinya sehingga terjadinya retinal detachment

25
dapat dihindari. Prinsip tindakan ini adalah membuat jaringan parut minimal pada retina
sehingga jaringan parut tersebut dapat menempel pada lapisan koroid sehingga kedudukan
retina terfiksasi.

26
BAB III
KESIMPULAN

Miopia degeneratif dilaporkan menjadi penyebab kebutaan ketujuh di Amerika


Serikat, keempat di Hongkong, dan kedua di Cina dan Jepang. Miopia degeneratif merupakan
masalah kesehatan yang penting di dunia seiring dengan penanganan yang kurang efektif
sehingga kebanyakan ahli ophtalmologis beranggapan bahwa penyebabnya tidak diketahui
atau hilang. Sebagai hasilnya, kondisi ini menyebabkan hilangnya penglihatan dari begitu
banyak orang selama bertahun-tahun pada periode pertengahan kehidupan dan usia tua.3
Miopia Degeneratif adalah tipe miopia dengan perubahan-perubahan degenerasi yang
terjadi terutama di segmen posterior bola mata. Faktor risiko yang penting dalam
perkembangan miopia adalah riwayat keluarga miopia. Tingginya refraksi pada miopia sesuai
dengan perubahan degenerasi pada fundus dan sebanding dengan pemanjangan axial
length.1,6
Pada penderita miopia degeneratif didapatkan gejala berupa penurunan visus, floaters,
asthenopia, cephalgia, fotopsia, metamorfopsia, diplopia, dan penurunan rigiditas ocular.
Pemeriksaan segmen anterior individu dengan miopia degeneratif akan menunjukkan adanya
degenerasi pigmen, pada kamera okuli anterior, dan pendataran dari korpus siliaris akibat
memanjangnya axial length pada mata. Sedangkan pada pemeriksaan pole posterior biasanya
ditemukan tanda penipisan sclera, retina schisis, perubahan degenerasi pada lapisan koroid,
Lacquer cracks, perdarahan koroid sepanjang lacquer cracks dan membran neovaskular,
Fuch’s spot, degenerasi Lattice, dan degenerasi papil nervusoptikus.
Tatalaksana pada miopia degeneratif sama dengan tatalaksana miopia pada umumnya,
yaitu dengan koreksi kacamata, penggunaan lensa kontak, tatalaksana dengan bedah refraktif
seperti LASIK, ataupun dengan penanaman lensa intra ocular.
Komplikasi miopia yang sering terdapat pada miopia tinggi adalah ablasio retina,
perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid, dan julginesotropi. Bila terdapat eksotropia
mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
Miopia degeneratif dapat dicegah untuk selanjutnya. Hal ini memerlukan evaluasi
mata dan penglihatan secara periodik, tergantung pada keparahan perubahan okuler.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Curtin, BJ. The Nature of Pathologic Myopia. In : The Myopias. Basic Science and
Clinical Management. Philadelphia. Harper and Row, Publisher 1985:6, 63-104, 237-
315
2. Slamovits, TL. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreous. San
Fransisco : American Academy of Ophthalmology, 1997-1998; 12: 59-60
3. Ward, Brian. 2011. Degenerative Myopia: a Review of its Nature and Current
Treatment. Retinal Diagnostic Center. Campbell, California.
4. Guyton & Hall.2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC.
5. Vaughanand Asbury. 2007. General Ophthalmology 17 th edition.
6. Duke Elder, SS. System Ophthalmology. Ophthalmic Optics and Refraction. St. Louis
: CV, Mosby Co, 1970; V: 300-355.
7. Thomas, JV. Primary of Open Angle Glaucoma. In : Clinical Practice, Principles and
Practice of Ophthalmology. Philadelphia : WB. Saunders Company, 1994;3 : 1342-9
8. Supiandi E, Haroen M. Glaukoma. Cara Pemeriksaan dan Jenis Glaukoma. Penerbit:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1986:28
9. Ilyas, Sidarta 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI; Jakarta.
10. K Ohno-Matsui, T Yoshida, S Futagami, K Yasuzumi, N Shimada, A Kojima, T
Tokoro, M Mochizuki. 2003. Patchy Atrophy and Lacquer Cracks Predispose to the
Development of Choroidal Neovascularisation in Pathological Myopia. Br J
Ophthalmol 2003;87:570-573 doi:10.1136/bjo.87.5.570

28

Anda mungkin juga menyukai