Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Palpebra adalah modifikasi dari lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola
mata bagian anterior. Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama yaitu lapisan kulit,
lapisan otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan fibrosa (tarsus), dan lapisan
membran mukosa (konjungtiva pelpebra).
13
Sama seperti orbita, palpebra juga dapat
mengalami berbagai macam kelainan seperti kelainan kongenital, infeksi, inflamasi, trauma,
dan neoplasma.
14

Neoplasma pada palpebra, baik jinak maupun ganas, kebanyakan berkembang pada
kulit periokular mulai dari lapisan epidermis, dermis, atau struktur adneksa palpebra.
1
Tumor
ganas palpebra merupakan tumor ganas yang sering dijumpai dan dilaporkan sekitar 5-10%
dari tumor kulit.
8
Tumor ganas yang paling sering mengenai palpebra adalah karsinoma sel
basal, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel sebasea, sarkoma, dan melanoma.
Sedangkan tumor jinak palpebra yang sering ditemui yaitu hemangioma, molluscum
contagiosum, nevus, dan xanthelasma
13

Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas palpebra yang sering ditemukan.
11
Sembilan puluh lima persen karsinoma palpebra berjenis sel basal dan sisa lima persen terdiri
atas karsinoma sel skuamosa, karsinoma kelenjar Meibom, dan tumor tumor lain yang
jarang seperti karsinoma sel Merkel dan karsinoma kelenjar sebasea.
13
Melanoma maligna
merupakan tumor ganas palpebra yang paling jarang tetapi paling ganas dan banyak
menimbulkan kematian.
8,11

Hemangioma merupakan pertumbuhan hamartomatous yang terdiri dari sel-sel
endotel kapiler yang berproliferasi.
2
Hemangioma biasanya muncul pada waktu lahir atau
segera sesudah lahir sebagai lesi yang berwarna merah terang, bertambah besar dalam
2

beberapa minggu hingga bulanan, dan mengalami involusi pada usia sekolah.
1,2
Molluscum
contagiosum adalah infeksi virus pada epidermis yang sering mengenai kelopak mata dan
banyak terjadi pada anak.
8
Nevus dapat terjadi pada bermacam usia dan berasal dari
melanosit, yaitu sel yang memproduksi pigmen.
11
Sedangkan xanthelasma lebih sering terjadi
pada usia dewasa. Xanthelasma diartikan sebagai kumpulan kolesterol di bawah kulit dengan
batas tegas berwarna kekuningan biasanya di permukaan anterior palpebra
12,13

Tumor palpebra kebanyakan mudah dikenali secara klinis, dan eksisi dilakukan
dengan alasan kosmetik. Meskipun begitu lesi ganas sering kali sulit dikenali secara klinis
dan biopsi harus selalu dilakukan pada kecurigaan keganasan.
13

1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan dari tumor jinak dan ganas palpebra.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ialah memahami definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan dari tumor jinak dan ganas
palpebra.

1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini ialah tinjauan kepustakaan dengan
merujuk pada berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan
1. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3

2. Memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUP DR. M. Djamil Padang.
3. Menambah informasi bagi para pembaca mengenai definisi, klasifikasi, etiologi,
epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan dari tumor
jinak dan ganas palpebra.















4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan
melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea dan konjungtiva dari
dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata sedangkan palpebra inferior menyatu
dengan pipi.
13


Gambar 2.1 : Anatomi palpebra superior Gambar 2.2 : Anatomi palpebral inferior

Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam terdapat
lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan fibrosa (tarsus), dan
lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebra).
13

1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan
elastic dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis Okuli
Fungsi muskulus orbikularis okuli adalah menutup palpebra. Serat-serat ototnya
mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian
5

orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam
palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal, bagian diatas septum orbitae adalah bagian
praseptal. Segmen luar palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi
oleh nervus facialis.
3. Jaringan Areolar
Terletak di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan dengan lapisan sub-
aponeurotik dari kulit kepala.
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapisan jaringan fibrosa padat yang
disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong kelopak
mata dengan kelenjar Meibom.
5. Konjungtiva Palpebrae
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa dan konjungtiva palpebra
yang melekat erat pada tarsus.

Panjang tepian bebas palpebra adalah 25-30 mm dan lebar 2 mm, dipisahkan oleh
garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior. Tepian anterior terdiri
dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll.
13
Bulu mata muncul dari pinggir palpebra dan
tersusun tidak teratur. Bulu mata atas lebih panjang dan lebih banyak dari yang di bawah dan
melengkung ke atas, bulu mata bawah melengkung ke bawah. Glandula Zeiss adalah
modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat
bulu mata.
13
Tepian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini
terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasesa yang telah dimodifikasi (glandula Meibom
atau tarsal)
1

6

Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior palpebra, berupa
elevasi kecil dengan lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior.
Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikulus terkait ke sakus
lakrimalis.
13

Fisura palpebrae adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang dibuka. Fisura ini
berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian
lateral orbita dan membentuk sudut tajam.
10

Septum orbitale adalah fascia di belakang bagian muskularis orbikularis yang terletak
di antara tepian orbita dan tarsus dan berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita. Septum
orbitale superius menyatu dengan tendo dari levator palpebra superior dan tarsus superior;
septum orbitale inferius menyatu dengan tarsus inferior.
13

Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior, bagian otot
rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke
depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang
mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Di palpebra
inferior, retraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan fibrosa
untuk membungkus muskulus obliqus inferior dan berinsersi ke dalam batas bawah tarsus
inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebrae disarafi oleh nervus
simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus okulomotoris.
13

Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah A. Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak mata
bawah oleh cabang kedua nervus V.
13




7

2.2 Tumor Jinak
2.2.1 Hemangioma
Hemangioma kapiler merupakan tumor palpebra yang paling sering ditemukan pada
anak. Hemangioma kapiler atau hemangioma strawberry dapat mengenai kulit pada 10% bayi
dan tampaknya lebih sering pada bayi prematur dan anak kembar. Tumor ini biasanya muncul
pada waktu lahir atau segera sesudah lahir sebagai lesi yang berwarna merah terang,
bertambah besar dalam beberapa minggu hingga bulanan, dan mengalami involusi pada usia
sekolah.
1

Hemangioma merupakan pertumbuhan hamartomatous yang terdiri dari sel-sel
endotel kapiler yang berproliferasi. Hemangioma ditemukan pada fase awal pertumbuhan
aktif pada bayi dengan periode selanjutnya berupa regresi dan involusi.
2



Gambar 2.3 : Hemangioma

2.2.1.1 Klasifikasi
Secara histologik hemangioma dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan besarnya
pembuluh darah yang terlibat, yaitu:
3

1. Hemangioma kapiler
hemangioma kapiler pada anak (nevus vasculosus, strawberry nevus)
8

granuloma piogenik
cherry-spot (ruby-spot), angioma senilis
2. Hemangioma kavernosum
hemangioma kavernosum (hemangioma matang)
hemangioma keratotik
hamartoma vaskular
3. Telangiektasis
nevus flameus
angiokeratoma
spider angioma

Umumnya dipakai sistem pembagian sebagai berikut:
3

1. Hemangioma kapiler
2. Hemangioma kavernosum
3. Hemangioma campuran

Perkembangan dalam karakteristik biologi dari lesi vaskuler telah merevisi klasifikasi
dari hemangioma. Klasifikasi lesi vaskuler yang digunakan saat ini mampu membedakan
dengan jelas gambaran klinis, histopatologi, dan prognosis antara hemangioma dan
malformasi vaskuler. Istilah lama hemangioma kapiler dan hemangioma strawberry diubah
menjadi satu istilah saja yaitu hemangioma. Sebaliknya, hemangioma kavernosa, port-wine
stains, dan limfangioma merupakan bagian dari malformasi vaskuler. Penamaan ini telah
dimasukkan ke dalam literatur kedokteran tetapi belum digunakan secara konsisten pada
literatur mata.
2

9

2.2.1.2 Etiologi
4

Sampai saat ini, patogenesis terjadinya hemangioma masih belum diketahui.
Meskipun growth factor, hormonal, dan pengaruh mekanik di perkirakan menjadi penyebab
proliferasi abnormal pada jaringan hemangioma, tapi penyebab utama yang menimbulkan
defek pada hemangiogenesis masih belum jelas. Dan belum terbukti sampai saat ini tentang
pengaruh genetik.
Vaskularisasi kulit mulai terbentuk pada hari ke-35 gestasi, berlanjut sampai beberapa
bulan setelah lahir. Maturasi sistem vaskular terjadi pada bulan ke-4 setelah lahir. Faktor
angiogenik kemungkinan mempunyai peranan penting pada fase proliferasi dan involusi
hemangioma. Pertumbuhan endotel yang cepat pada hemangioma mempunyai kemiripan
dengan proliferasi kapiler pada tumor. Proliferasi endotel dipengaruhi oleh agen angiogenik.
Angiogenik bekerja melalui dua cara, yaitu secara langsung dengan mempengaruhi mitosis
endotel pembuluh darah, dan secara tidak langsung dengan mempengaruhi makrofag, sel
mast, dan sel T helper.
Heparin yang dilepaskan makrofag menstimuli migrasi sel endotel dan pertumbuhan
kapiler, di samping heparin sendiri berperan sebagai agen angiogenesis. Efek angiogenesis ini
dihambat oleh adanya protamin, kartilago, dan beberapa kortikosteroid. Konsep inhibisi
kortikosteroid ini diterapkan untuk terapi pada beberapa jenis hemangioma pada fase
involusi.
Angioplastin, salah satu fragmen internal dari plasminogen merupakan inhibitor poten
dan spesifik untuk proliferasi endotel. Makrofag meghasilkan stimulator ataupun inhibitor
angiogenesis. Pada fase proliferasi, jaringan hemangioma di infiltrasi oleh makrofag dan mast
cell, sedangkan pada fase involusi terdapat infiltrasi monosit.
Diperkirakan infiltrasi makrofag dipengaruhi oleh Monocyte Chemoattractant
Protein-1 (MCP-1), suatu glikoprotein yang berperan sebagai kemotaksis mediator. Zat ini
10

dihasilkan oleh sel otot polos pembuluh darah pada fase proliferasi, tetapi tidak dihasilkan
oleh hemangioma pada fase involusi ataupun malformasi vaskuler. Keberadaan MCP-1 dapat
di-down-regulasi oleh deksametason dan interferon alfa. Interferon alfa terbukti menghambat
migrasi endotel yang disebabkan oleh stimulus kemotaksis. Hal ini memberikan efek
tambahan interferon alfa dalam menurunkan jumlah dan aktifitas makrofag. Bukti-bukti di
atas menjelaskan efek deksametason dan interferon alfa pada hemangioma pada fase
proliferasi.

2.2.1.3 Epidemiologi
4

Prevalensi hemangioma infantil 1- 3% pada neonatus dan 10% pada bayi sampai
dengan umur 1 tahun. Lokasi tersering yaitu pada kepala dan leher (60%), dan faktor resiko
yang telah teridentifikasi, terutama neonatus dengan berat badan lahir di bawah 1500 gram.
Rasio kejadian pada perempuan dibandingkan laki-laki yaitu 3:1. Hemangioma infantil lebih
sering terjadi di ras Kaukasia daripada ras di Afrika maupun Amerika.
Lesi hemangioma infantil tidak ada pada saat kelahiran. Seiring dengan bertambahnya
usia, resiko hemangioma infantil, pada usia 5 tahun meningkat 50%, pada usia 7
meningkatkan 70%, dan 90% pada usia 9 tahun. Mereka bermanifestasi pada bulan pertama
kehidupan, menunjukkan fase proliferasi yang cepat dan perlahan-lahan berinvolusi menuju
bentuk lesi yang sempurna.

2.2.1.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis hemangioma berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Hemangioma
kapiler tampak beberapa hari sesudah lahir. Strawberry nevus terlihat sebagai bercak merah
yang makin lama makin besar. Warnanya menjadi merah menyala, tegang dan berbentuk
lobular, berbatas tegas, dan keras pada perabaan. Ukuran dan dalamnya sangat bervariasi, ada
11

yang superfisial berwarna merah terang, dan ada yang subkutan berwarna kebiru-biruan.
Involusi spontan ditandai oleh memucatnya warna di daerah sentral, lesi menjadi kurang
tegang dan lebih mendatar.
5

Hemangioma kavernosa tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau
nodus yang berwarna merah sampai ungu. Biasanya merupakan tonjolan yang timbul dari
permukaan, bila ditekan mengempis dan pucat lalu akan cepat menggembung lagi apabila
dilepas dan kembali berwarna merah keunguan. Lesi terdiri atas elemen vaskular yang
matang. Lesi ini jarang mengadakan involusi spontan, kadang-kadang bersifat permanen.
5

Gambaran klinis hemangioma campuran merupakan gabungan dari jenis kapiler dan
jenis kavernosum. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna merah kebiruan yang pada
perkembangannya dapat memberikan gambaran keratotik dan verukosa. Sebagian besar
ditemukan pada ekstremitas inferior dan biasanya unilateral.
5

2.2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Ketersediaan alat-alat canggih saat ini memungkinkan pencitraan massa orbita untuk
dibedakan secara non-invasif dalam banyak kasus. Untuk evaluasi diagnostik pada orbita,
CT-Scan memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap tulang, sedangkan MRI terutama untuk
jaringan lemak. Selain itu, di tangan yang berpengalaman, USG juga dapat memberikan
informasi penting dalam diagnosis massa orbita.
2

Jika diagnosis hemangioma belum jelas secara klinis, MRI sangat berguna untuk
membedakan hemangioma dari neurofibroma pleksiformis, malformasi limfatik, dan
rhabdomiosarkoma, dimana masing-masing berhubungan dengan pertumbuhan dan
proliferasi yang cepat atau proptosis yang progresif. MRI atau USG Doppler dapat
menggambarkan perluasan tumor ke posterior apabila tidak dapat dipastikan secara klinis.
2

Gambaran histopatologi tergantung dari stadium perkembangan hemangioma. Lesi
awal tampak banyak sel dengan sarang-sarang padat sel endotel dan selalu berhubungan
12

dengan pembentukan lumen vaskuler yang kecil. Lesi yang terbentuk secara khas
menunjukkan saluran kapiler yang berkembang dengan baik, rata, dan mengandung endotel
dengan konfigurasi lobuler. Lesi involusi menunjukkan peningkatan fibrosis dan hyalinisasi
dinding kapiler dengan oklusi lumen.
2


2.2.1.6 Penatalaksanaan
Observasi dilakukan apabila hemangioma berukuran kecil dan tidak ada risiko
terjadinya ambliopia, baik akibat obstruksi aksis visual maupun astigmat terinduksi.
2

Hemangioma yang belum mengalami komplikasi sebagian besar mendapat terapi
konservatif, baik hemangioma kapiler, kavernosa maupun campuran. Hal ini disebabkan lesi
ini kebanyakan akan mengalami involusi spontan. Pada banyak kasus hemangioma yang
mendapatkan terapi konservatif mempunyai hasil yang lebih baik daripada terapi
pembedahan baik secara fungsional maupun kosmetik. Terdapat dua cara pengobatan pada
hemangioma, yaitu:
3

1. Terapi konservatif
Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam
bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah itu terjadi
regresi spontan sekitar umur 12 bulan, lesi terus mengadakan regresi sampai umur 5
tahun. Hemangioma superfisial atau hemangioma strawberry sering tidak diterapi.
Apabila hemangioma ini dibiarkan hilang sendiri, hasilnya kulit terlihat normal.
5

2. Terapi aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah hemangioma
yang tumbuh pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan tenggorokan;
hemangioma yang mengalami perdarahan; hemangioma yang mengalami ulserasi;
13

hemangioma yang mengalami infeksi; hemangioma yang mengalami pertumbuhan
cepat dan terjadi deformitas jaringan.
3

3. Terapi kompresi
Terdapat dua macam terapi kompresi yang dapat digunakan yaitu continous
compression dengan menggunakan bebat elastik dan intermittent pneumatic
compression dengan menggunakan pompa Wright Linear. Diduga dengan penekanan
yang diberikan, akan terjadi pengosongan pembuluh darah yang akan menyebabkan
rusaknya sel-sel endothelial yang akan menyebabkan involusi dini dari
hemangioma.
12
4. Terapi kortikosteroid
Steroid digunakan selama fase proliferatif tumor untuk menghentikan pertumbuhan
dan mempercepat involusi lesi. Steroid dapat digunakan secara topikal, intralesi, atau
sistemik. Krim Clobetasol Propionate 0,05% topikal dapat digunakan pada lesi
superfisial yang kecil. Injeksi intralesi kombinasi antara steroid kerja panjang dan
kerja singkat sering digunakan pada hemangioma periorbita terlokalisir (sebaiknya
digunakan sediaan steroid yang terbukti dapat digunakan untuk suntikan intralesi).
Jika hemangioma difus atau meluas ke posterior orbita, digunakan steroid sistemik
dengan dosis anjuran Prednison atau Prednisolon 2-5 mg/kg BB/hari. Terapi dengan
kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang akan menimbulkan regresi pada lesi
yang tumbuh cepat.
2

Steroid dihubungkan dengan banyak komplikasi sehingga perlu dipertimbangkan
keuntungan dan kerugiannya. Supresi adrenal dan retardasi pertumbuhan dapat terjadi
pada semua cara penggunaan, termasuk krim topikal. Injeksi intralesi berisiko
menyebabkan emboli arteri retinalis bilateral, atrofi lemak subkutan linier, dan
14

depigmentasi palpebra. Imunisasi perlu ditunda pada anak-anak yang mendapat terapi
steroid dosis tinggi. Dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.
2

Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah:
1. Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital,
2. Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik,
3. Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium,
4. Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia,
5. Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.
7

Hemangioma kavernosum yang tumbuh pada kelopak mata dan mengganggu
penglihatan umumnya diobati dengan steroid injeksi untuk mengurangi ukuran lesi
secara cepat, sehingga penglihatan bisa pulih. Hemangioma kavernosum atau
hemangioma campuran dapat diobati bila steroid diberikan secara oral dan injeksi
langsung pada hemangioma. Penggunaan kortikosteroid peroral dalam waktu yang
lama dapat meningkatkan infeksi sistemik, tekanan darah, diabetes, iritasi lambung,
serta pertumbuhan terhambat.
7

5. Terapi pembedahan
Indikasi pembedahan tergantung dari ukuran dan lokasi hemangioma yang akan
dieksisi. Karena itu pemeriksaan radiologi dan penunjang lainnya sangat diperlukan
untuk menegakkan diagnosa secara akurat. Adapun indikasi dilakukannya terapi
pembedahan pada hemangioma adalah:
1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam
beberapa minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar,
2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia,
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6-7
tahun.
6

15

Eksisi hemangioma periorbita dapat dilakukan dengan mudah pada beberapa lesi yang
terlokalisir dengan baik. Pada kasus lain, pembedahan rekonstruksi dapat dilakukan
bertahun-tahun setelah terapi medis.
2

Embolisasi sebelum pembedahan dapat sangat berguna apabila hemangioma yang
akan dieksisi mempunyai ukuran yang besar dan lokasi yang sulit dijangkau dengan
pembedahan. Embolisasi akan mengecilkan ukuran hemangioma dan mengurangi
resiko perdarahan pada saat pembedahan.
6

6. Terapi radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak ditinggalkan karena:
1. Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan
tulangnya masih sangat aktif,
2. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka panjang,
3. Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan menyulitkan bila
diperlukan suatu tindakan.
3

7. Terapi sklerotik
Terapi ini diberikan dengan cara menyuntikan bahan sklerotik pada lesi hemangioma,
misalnya dengan Namor Rhocate 50%, HCl kinin 20%, Na-salisilat 30%, atau larutan
NaCl hipertonik. Akan tetapi cara ini sering tidak disukai karena rasa nyeri dan
menimbulkan sikatriks.
3
8. Terapi pembekuan
Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair. Dianggap cukup efektif diberikan
pada hemangioma tipe superfisial, akan tetapi terapi ini jarang dilakukan karena
dilaporkan menyebakan sikatrik paska terapi.
6

16

9. Terapi embolisasi
Embolisasi merupakan teknik memposisikan bahan yang bersifat trombus kedalam
lumen pembuluh darah melalui kateter arteri dengan panduan fluoroskopi. Embolisasi
dilakukan apabila modalitas terapi yang lain tidak dapat dilakukan atau sebagai
persiapan pembedahan. Pembuntuan pembuluh darah ini dapat bersifat permanen,
semi permanen atau sementara, tergantung jenis bahan yang digunakan. Banyak
bahan embolisasi yang digunakan, antara lain methacrylate spheres, balon kateter,
cyanoacrylate, karet silicon, wol, katun, spon gelatin, spon polyvinyl alcohol.
6

10. Terapi laser
Penyinaran hemangioma dengan laser dapat dilakukan dengan menggunakan Pulsed-
Dye Laser (PDL), dimana jenis laser ini dianggap efektif terutama untuk jenis Port-
Wine Stain. PDL dapat digunakan untuk mengobati hemangioma superfisial dengan
beberapa komplikasi, tetapi berefek kecil terhadap komponen tumor yang lebih
dalam. Jenis laser ini memiliki keuntungan bila dibandingkan dengan jenis laser lain
karena efek keloid yang ditimbulkan minimal.
5

11. Kemoterapi
Vinkristin merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan tetapi masih dalam
penelitian. Vinkristin merupakan terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan pada
anak-anak yang tidak berhasil diterapi dengan kortikosteroid dan juga dianggap
efektif pada anak-anak yang menderita Sindrom Kassabach-Merritt. Vinkristin
diberikan secara intravena dengan angka keberhasilan lebih dari 80%. Efek samping
dari terapi ini adalah peripheral neuropathy, konstipasi dan rambut rontok.
Siklofosfamid jarang digunakan pada tumor vaskuler yang jinak karena mempunyai
efek toksisitas yang sangat besar.
5
17

2.2.1.7 Komplikasi
Morbiditas hemangioma mata sangat bergantung dari seberapa besar ukurannya
mengisi rongga mata. Komplikasi yang paling sering dari hemangioma adalah ambliopia
deprivasi pada mata yang terkena jika lesi cukup besar untuk menghalangi aksis visual. Hal
ini dapat ditemukan pada 43-60% pasien dengan hemangioma palpebra. Jika lesi cukup besar
untuk menyebabkan distorsi kornea dan astigmat, maka ambliopia anisometrik dapat
terjadi.
1,2

Perdarahan juga merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Penyebabnya ialah
trauma dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas
permukaan hemangioma, sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh.
6
Ulkus
dapat menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi, perdarahan dan sikatrik.
Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga terjadi akibat ruptur.
6


2.2.2 Molluscum Contagiosum
2.2.2.1 Definisi
Molluscum contagiosum adalah infeksi virus pada epidermis yang sering mengenai
kelopak mata. Dahulunya molluscum contagiosum paling sering mengenai anak anak tapi
baru baru ini telah diketahui bahwa penyakit ini lebih sering terdapat pada orang dewasa
dengan sindrom defisiensi imun (AIDS). Pada anak anak, penularan penyakit ini adalah
melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi dan autoinokulasi sedangkan pada
orang dewasa umumnya menular melalui hubungan seksual. Molluscum contagiosum
merupakan infeksi pox virus pada kulit yang juga bisa menyebabkan lesi pada wajah, batang
tubuh dan bagian proksimal ekstremitas.
8



18

2.2.2.2 Epidemiologi
Molluskum contagiosum lebih sering terlihat pada anak dibawah usia 15 tahun,
sekitar 80 % kasus dilaporkan bahwa anak anak yang terkena pada usia 1 4 tahun yang
paling parah keadaannya.
9


2.2.2.3 Etiologi
Penyebab molluskum contagiosum adalah Poxvirus. Virus ini bereplikasi di dalam sel
epitel host. Masa inkubasi dari virus ini adalah sekitar 2 minggu.
10


2.2.2.4 Manifestasi Klinik
Infeksi molluskum contagiosum biasanya muncul sebagai satu atau lebih lesi yang
terpisah satu dengan yang lain, lesi berupa papul yang berukuran 1 5 mm. Setiap lesi
biasanya memiliki umbilisasi di tengahnya dimana dari bagian tengah lesi tersebut dapat
muncul detritus. Sebagai akibat dari penyebaran partikel virus ke dalam konjungtiva forniks
dapat mengakibatkan konjungtivitis follicular kronik yang jika tidak diobati maka hal ini
akan dapat menyebabkan pannus kornea dan dapat menimbulkan trachoma. Molluscum
contagiosum juga dapat menyebabkan dermatitis eksematosa di periorbita. Pada pasien yang
terinfeksi HIV, lesi cenderung lebih besar dan lebih agresif. Keterlibatan kelopak mata
bilateral dapat terjadi pada anak anak dengan immunosupresan. Infeksi molluscum
kontagiosum bisa menjadi tanda awal dari AIDS.
8


Gambar 2.4 : Molluscum Kontagiosum
19

2.2.2.5 Patologi
Secara histopatologi, khas dari lesi molluscum kontagiosum menunjukkan acanthosis
invasive dan degenerasi sel sel epitel yang mengisi bagian tengah lesi dan terdapat juga
sejumlah badan inklusi intrasitoplasma.
8


2.2.2.6 Tatalaksana
Pengobatan yang paling umum digunakan adalah insisi dan kuretase dari bagian
tengah lesi. Krioterapi dan pengobatan dengan laser telah digunakan sebagian besar untuk
lesi ekstraokular. Krioterapi hiperfokal dengan anestesi lokal dilaporkan menjadi metode
yang lebih aman untuk molluscum kontagiosum kelopak mata yang multipel pada pasien
AIDS. Topikal Trichoroacetic Acid Tretinoin, Asam Salisilat, dan Cantharidhin juga telah
digunakan. Sekali lesi dihilangkan secara total, hal ini akan memperkecil angka
kekambuhan.
8


2.2.3 Nevus
2.2.3.1 Definisi
Sel nevus berpigmen adalah pigmentasi tahi lalat yang umum terjadi pada kebanyakan
orang. Nevus berasal dari melanosit,yaitu sel yang memproduksi pigmen. Permukaan dari
nevus bisa halus ataupun berbenjol benjol tergantung pada jumlah keratin yang
dikandungnya. Pada tahi lalat bisa terdapat beberapa rambut dengan ukuran panjangnya yang
bervariasi. Warna dari nevus bervariasi mulai dari sewarna kulit hingga coklat dan hitam
tergantung pada jumlah dan lokasi dari melanin dan pigmen di dalam tumor. Nevus dengan
warna yang lebih gelap memiliki pigmen yang lebih dekat ke permukaan.
11

20


Gambar 2.5 : Nevus
2.2.3.2 Klasifikasi
1. Junctional nevus
Junctional nevus biasanya datar dan berbatas tegas dengan warna coklat yang
seragam. Dinamakan junctional nevus karena sel sel nevus ini terletak pada perbatasan
antara epidermis dan dermis. Nevus ini memiliki potensi yang rendah untuk berubah
menjadi suatu keganasan.

2. Intradermal nevus
Intradermal nevus umumnya meninggi di atas kulit dan merupakan jenis nevus
yang paling umum. Nevus ini biasanya berwarna coklat hingga hitam. Nevus intradermal
sering terdapat pada pinggir kelopak mata dan bulu mata pada kelopak mata yang
ditumbuhi nevus tersebut dapat tumbuh normal diatas nevus. Nevus ini juga bisa tumbuh
pada alis mata dan bulu bulu alis mata juga dapat tumbuh baik pada nevus. Oleh karena
itu sebagian besar ahli berpendapat bahwa nevus ini tidak memiliki potensi keganasan.

3. Compound nevus
Compound nevus adalah nevus yang berasal dari gabungan dari komponen
jaringan pembatas antara epidermis dan dermis dengan komponen jaringan dermis kulit.
Nevus ini memiliki potensi keganasan yang rendah.
21

4. Nevus biru
Nevus biru biasanya datar tetapi dapat pula berupa nodul yang berbatas tegas.
Nevus ini dapat berwarna biru, abu abu hingga hitam. Warna biru-hitam dari nevus ini
dikarenakan karena letaknya yang jauh lebih dalam dari kulit yang di atasnya.

5. Congenital oculodermal melanocytosis (nevus of Ota)
Adalah jenis dari nevus biru dari kulit di sekitar bola mata yang berhubungan
dengan nevus biru dari konjungtiva dan perluasan dari nevus di uvea. Nevus ini biasa
mengenai ras kulit hitam dan oriental dan jarang mengenai ras kaukasia. Nevus ini
berpotensi untuk menjadi ganas khususnya jika mengenai ras kaukasia.
11


2.2.3.3 Tatalaksana
Walaupun dari tampilan klinis dan riwayat penyakit membantu dalam membuat
diagnosis klinis, biopsi biasanya diperlukan untuk konfirmasi diagnosis nevus. Biopsi insisi
bisa dilakukan jika lesi berukuran besar dan untuk memastikan diagnosis. Biopsi eksisi juga
dapat dilakukan jika nevus ingin dihilangkan karena alasan kosmetik selain juga untuk
konfirmasi diagnosis. Nevus tidak sensitif terhadap radioterapi sehingga bedah eksisi adalah
cara terbaik untuk menghilangkan tumor ini.
11


2.2.4 Xanthelasma
2.2.4.1 Definisi
Xanthelasma adalah salah satu bentuk xantoma planum, merupakan jenis yang paling
sering dijumpai dari beberapa tipe klinik xantoma yang dikenal. Selain itu xanthelasma
diartikan pula sebagai kumpulan kolesterol di bawah kulit dengan batas tegas berwarna
kekuningan biasanya di permukaan anterior palpebra, sehingga sering disebut xanthelasma
palpebra.
12,13

22

2.2.4.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat jarang ditemukan xanthelasma. Secara global xanthelasma juga
merupakan kasus jarang di populasi umum. Pada studi kasus pasien dengan xanthomatosis,
xanthelasma lebih sering dijumpai pada wanita dengan persentase 32% dan 17,4% pada laki-
laki. Onset timbulnya xanthelasma berkisar antara 15 73 tahun dengan puncak pada usia 40
dan 50 tahun. Xanthelasma jarang ditemukan pada anak-anak dan remaja.
12


2.2.4.3 Patofisiologi
Setengah pasien xanthelasma mempunyai kelainan lipid. Erupsi xanthomas dapat
ditemui pada hiperlipidemia primer dan sekunder. Kelainan genetik primer termasuk
dislipoproteinemia, hipertrigliseridimia, dan defisiensi lipaselipoprotein yang diturunkan.
Diabetes yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan hiperlipidemia sekunder.
Xanthelasma juga bisa terjadi padapasien dengan lipid normal dalam darah yang mempunyai
HDL kolesterol rendah atau kelainan lain lipoprotein.
12


2.2.4.4 Manifestasi Klinis
Timbul plak irregular di kulit, warna kekuningan sering kali disekitar mata. Ukuran
xanthelasma bervariasi berkisar antara 2 30 mm, ada kalanya simetris dan cenderung
bersifat permanen. Pasien tidak mengeluh gatal, biasanya mengeluh untuk alasan estetika.
Xanthelasma atau xanthelasma palpebra biasanya terdapat di sisi medial kelopak mata atas.
Lesi berwarna kekuningan dan lembut berupa plaque berisi deposit lemak dengan batas tegas.
Lesi akan bertambah besar danbertambah jumlahnya. Biasanya lesi-lesi ini tidak
mempengaruhi fungsi kelopak mata, tetapi ptosis harus diperiksa bila ditemukan.
12


23


Gambar 2.6 : Xanthelasma

2.2.4.5 Pemeriksaan Laboratorium
Karena 50% pasien dengan xanthelasma mempunyai gangguan lipid, maka disarankan
untuk dilakukan pemeriksaan plasma lipid juga HDL dan LDL. Xanthelasma biasanya dapat
didiagnosis dengan jelas secara klinis. Jika ada keraguan sebaiknya dilakukan eksisi dan
analisispatologi.
12


2.2.4.6 Pemeriksaan Histologi
Xanthelasma tersusun atas sel-sel xanthoma. Sel-sel ini merupakan histiosit dengan
deposit lemak intraseluler terutama dalam retikuler dermis atas. Lipid utama yang disimpan
pada hiperlipidemia dan xanthelasma normolipid adalah kolesterol. Kebanyakan kolesterol
ini adalah yang teresterifikasi.
12


2.2.4.7 Tatalaksana
Pembatasan diet dan penggunaan obat-obatan penurun lipid serum hanya memberikan
respon pengobatan yang kecil terhadap xanthelasma.
1
Terdapat beberapa pilihan tindakan
untuk menghilangkan xanthelasma palpebrarum, yaitu eksisi bedah, argon dan karbon
dioksida ablasi laser, kauterisasi kimia, electrodesiccation, dan cryotherapy.
12,13

24

1. Eksisi Bedah
12

Pada lesi liniar yang kecil, eksisi lebih disarankan, karena scar akan berbaur
dengan jaringan sekitar. Pada eksisi lebih tebal, kelopak mata bawah cenderung
mudah terjadi scar karena jaringan yang diambil juga lebih tebal. Eksisi sederhana
pada lesi yang lebih luas beresiko menyebablan retraksi kelopak mata, ektropion,
sehingga membutuhkan cara rekonstruksi lain. Pengangkatan xanthelasma sudah
menjadi bagian dari bedah kosmetik.

2. Pengangkatan dengan laser karbondioksida dan argon
Menambah hemostasis, memberikan visualisasi lebih baik, tanpa penjahitan
dan lebih cepat, namun scar dan perubahan pigmen dapat terjadi.
12


3. Kauterisasi kimia
Penggunaan Chloracetic Acid efektif untuk menghilangkan xanthelasma. Zat
ini mengendapkan dan mengkoagulasikan protein dan lipid. Monochloroacetic Acid,
Dichloroacetic Acid, dan Trichloroacetic Acid dilaporkan memberi hasil yang baik.
Haygood menggunakan kurang dari 0.01 ml dari 100% Dichloracetic Acid dengan
hasil yang sempurna dan bekas luka minimal.
12


4. Elektrodesikasi dan cryoterapi
Dapat menghancurkan xanthelasma superfisial tetapi membutuhkan terapi
berulang. Cryoterapi dapat menyebabkan scar dan hipopigmentasi.
12


2.2.4.8 Prognosis
Kekambuhan sering terjadi. Pasien harus mengetahui bahwa dari penelitian yang
dilakukan pada eksisi bedah dapat terjadi kekambuhan pada 40% pasien. Persentase ini lebih
25

tinggi dengan eksisi sekunder. Kegagalan ini terjadi pada tahun pertama dengan persentase
26% dan lebih sering terjadipada pasien dengan sindrom hiperlipidemia dan bila terjadi pada
4 kelopakmata sekaligus.
12


2.3 Tumor Ganas
2.3.1 Klasifikasi Tumor Ganas Palpebra
Tumor ganas palpebra:
13

1. Karsinoma
a. Karsinoma sel basal
b. Karsinoma sel skuamosa
c. Karsinoma kelenjar sebasea
2. Sarkoma
3. Melanoma

2.3.2 Karsinoma Sel Basal
2.3.2.1 Definisi dan Epidemiologi
Karsinoma sel basal berasal dari lapisan basal epitel kulit atau dari lapis luar sel
folikel rambut. Berupa benjolan yang transparan, kadang dengan pinggir yang seperti
mutiara. Bagian sentral benjolan tersebut lalu mencekung dan halus, seakan-akan
menyembuh. Tumbuhnya lambat dengan ulserasi. Jenis ulkus rodiens tumbuh lebih cepat dan
dapat menyebabkan kerusakan hebat disekitarnya.
17

Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas paling banyak di kelopak mata dengan
frekuensi 90 95 % dari seluruh tumor ganas di kelopak mata. Karsinoma sel basal banyak
berlokasi di kelopak mata bawah bagian pinggir atau palpebra inferior (50 60 %) dan di
26

daerah kantus medial (25 30%). Selebihnya juga bisa tumbuh di kelopak mata atas atau
palpebra superior (15 %) dan di kantus lateral (5 %).
14


2.3.2.2 Faktor Resiko
Pasien yang memiliki faktor resiko tinggi untuk terjadinya karsinoma sel basal adalah
yang memiliki corak kulit putih, mata biru, rambut pirang, usia pertengahan dan usia tua pada
keturunan Inggris, Irlandia, Skotlandia, dan Skandinavia. Pasien biasanya juga memiliki
riwayat terpapar sinar matahari dalam jangka waktu lama pada usia dekade dua kehidupan.
Riwayat merokok cerutu juga merupakan resiko unruk terjadinya karsinoma sel basal. Pasien
dengan karsinoma sel basal sebelumnya, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk
berkembang menjadi kanker kulit.
14

Karsinoma sel basal terlihat meningkat frekuensinya pada pasien yang lebih muda dan
ditemukan lesi ganas di kelopak mata pada pasien ini atau mereka yang memiliki riwayat
keluarga dengan kelainan sistemik lain seperti basal cell nevus syndrome atau xeroderma
pigmentosum. Basal cell nevus syndrome (Gorlin syndrome) adalah kelainan autosomal
dominan, kerusakan multisitem yang ditandai dengan karsinoma sel basal nevoid yang
multipel yang muncul lebih awal dalam kehidupan yang diikuti dengan anomali skeletal
khususnya pada mandibula, maksila dan vertebra. Xeroderma pigmentosum merupakan
kelainan resesif autosomal yang ditandai dengan sangat sensitif terhadap paparan sinar
matahari dan kerusakan mekanisme repair terhadap sinar matahari sehingga merangsang
kerusakan DNA pada sel kulit.
14


2.3.2.3 Gejala Klinis
Tumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif, jarang
mempunyai anak sebar atau bermetastasis. Dapat merusak jaringan di sekitarnya terumata
bagian permukaan bahkan dapat sampai ke tulang (bersifat lokal destruktif), serta cenderung
27

untuk residif lebih bila pengobatannya tidak adekuat. Ulserasi dapat terjadi yang menjalar
dari samping maupun dari arah dasar, sehingga dapat merusak bola mata sampai orbita.
15

Karsinoma sel basal merupakan tumor yang bersifat radiosensitif dengan diagnosis
pasti dilihat dengan biopsi. Angka kematian untuk karsinoma sel basal adalah 2 3 % karena
tumor ini jarang bermetastasis.
16


Gambar 2.7 : Karsinoma Sel Basal

2.3.2.4 Klasifikasi
Secara klinis dan secara patologi, karsinoma sel basal di bagi menjadi empat tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel basal tipe nodular
Merupakan manifestasi klinis terbanyak dari karsinoma sel basal, keras, berbatas
tegas, nodul seperti mutiara dan disertai dengan telangiectasia and sentral ulkus. Secara
histologi, tumor ini terbentuk dari sekumpulan sel basal yang asalnya dari lapisan sel basal
epitelium dan terlihat seperti pagar di bagian pinggir.
14

Pada tahap permulaan, sangat sulit ditentukan malah dapat berwarna seperti kulit
normal atau menyerupai kutil.Kumpulan sel atipik merusak permukaan epitel, nekrosis di
tengah karena lebih cekung dan timbul ulkus bila sudah berdiameter 0,5 cm yang pada
pinggir tumor awalnya berbentuk papular, meninggi, anular. Bila telah berkembang lebih
28

lanjut, dapat melekat di dasarnya. Dengan trauma ringan atau bila krustanya diangkat mudah
terjadi perdarahan.
15


2. Karsinoma sel basal tipe morphea
Merupakan jenis yang paling sedikit ditemukan, tetapi tumor ini bersifat lebih agresif
karena dapat berkembang lebih cepat daripada karsinoma sel basal tipe nodular. Lesi tipe
morphea bersifat keras, lebih datar dengan pinggir yang secara klinis susah ditentukan.
Secara histologi, lesi tidak terlihat seperti pagar di pinggirnya tetapi berbentuk seperti kawat
tipis yang menyebar di daerah pinggir. Di sekitar stroma terlihat proliferasi dari jaringan
penyambung menjadi pola fibrosis.
14

Karsinoma sel basal mulai menstimulasi inflamasi kronis dari bagian pinggir kelopak
mata dan sering disertai dengan rontoknya bulu mata (madarosis).
14

Invasi dari karsinoma sel basal ke orbita bisa terjadi karena pengobatan yang tidak
adekuat, klinis yang terlambat ditemukan serta karsinoma sel basal dengan tipe morphea.
14


3. Karsinoma sel basal tipe ulserative
16


4. Karsinoma sel basal tipe multisentrik atau superfisial
Terjadi akibat blefaritis kronis dan bisa menyebar ke bagian pinggir kelopak mata
tanpa di sadari.
14
Ukurannya dapat berupa plakat dengan eritema, skuamasi halus dengan
pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak meninggi. Warnanya dapat hitam berbintik-
bintik atau homogen.
15


2.3.2.5 Tatalaksana
Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari karsinoma sel
basal. Diagnosis yang sangat akurat bisa dijamin jika pada setiap biopsi insisional jaringan
yang akan diperiksa:
29

1. Mewakili keadaan lesi secara klinis
2. Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
3. Tidak menambah trauma atau kerusakan
4. Mengikutsertakan jaringan normal di bagian pinggir sekitar daerah yang dicurigai

Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk
menkonfirmasi kecurigaan terhadap tumor ganas. Area dari biopsi insisi seharusnya di potret
atau di gambar dengan pengukuran sehingga daerah asal tumor menjadi tidak sulit untuk
ditemukan pada saat proses pengangkatan tumor berikutnya.
14

Biopsi eksisi bisa menjadi pertimbangan ketika lesi di kelopak mata kecil dan tidak
terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau saat lesi di pinggir kelopak mata yang
berlokasi di sentral jauh dari kantus lateral atau pungtum lakrimal. Biopsi eksisi harus
diarahkan secara vertikal sehingga tidak terjadi traksi pada kelopak mata. Jika pinggir dari
daerah kelopak mata yang di eksisi positif terdapat sel tumor, maka area yang terlibat harus di
reeksisi secara pembedahan dengan teknik Mohs micrographic untuk mengetahui batas
bawah atau teknik frozen-section untuk mengetahui batas samping.
14

Untuk menatalaksana karsinoma sel basal dapat ada beberapa pilihan terapi,
diantaranya :
1. Bedah
Dilakukan dengan mengeksisi tumor sampai dengan benar-benar meninggalkan sisa.
Pilihan terapi bedah :
Eksisi dengan potong beku (frozen section)
Bedh mikrografi Mohs
Bedah dengan laser CO2
Eksisi tanpa potong beku
30

Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak mata. Bedah
eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor secara keseluruhan dengan batas
areanya dikontrol secara histologi. Tingkat kekambuhan tumor pada terapi bedah lebih sedikit
dan lebih jarang jika dibandingkan jika diterapi dengan modalitas terapi lain.
14

Ketika karsinoma sel basal bertempat di daerah kantus medial, sistem aliran air mata
juga bisa terangkat jika dilakukan eradikasi tumor secara komplet. Jika sistem drainase air
mata telah terangkat setelah proses eradikasi tumor, rekonstruksi sistem aliran keluar air mata
tidak bisa dilakukan sampai pasien benar-benar bebas dari tumor. Beberapa tumor bisa
menyebar ke daerah subkutan dan tidak dapat diketahui sebelum operasi
14

Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total, infiltrasi yang lebih dalam, atau
tumor tipe morphea dan tumor yang berada di kantus medial dikelola dengan cara bedah
mikrografi Mohs. Jaringan diangkat secara lapis demi lapis dan dibuat tipis yang dilengkapi
dengan gambar 3 dimensi untuk mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik Mohs
paling sering digunakan untuk mengeksisi karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa.
14

Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal jumlah jaringan yang sehat untuk
tidak terlibat sehingga hanya area tumor yang terangkat secara komplet. Kekurangan dari
bedah mikrografi Mohs ini adalah dalam mengidentifikasi batas tumor ketika tumor sudah
menginvasi daerah orbita.
14

Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya direkonstruksi dengan
prosedur okuloplastik yang terstandar. Rekonstruksi ini penting walaupun bukan merupakan
hal yang mendesak, pembedahan awal bertujuan untuk melindungi secara maksimal bola
mata lalu diikuti dengan memperbaiki sisa kelopak mata yang masih baik. Jika rekonstruksi
tidak bisa dilakukan segera, kornea harus dilindungi dengan cara menempelkan atau
sementara dengan cara menutup kelopak mata. Jika defeknya kecil, maka granulasi jaringan
secara spontan bisa menjadi alternatif terapi.
14

31

Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi dengan cryotherapy lebih
besar daripada setelah diterapi secara pembedahan. Saat cryotherapy digunakan untuk
menangani diffuse sclerosing lesion, angka kekambuhan tinggi. Selain itu, secara histologi
pinggir area tidak bisa dievaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya, modalitas terapi ini
dihindari untuk lesi yang kambuh, lesi dengan diameter lebih dari 1 cm, dan lesi tipe
morphea. Lagipula, cryotherapy menimbulkan depigmentasi dan atropi pada jaringan. Maka
dari itu, cryotherapy untuk karsinoma sel basal pada kelopak mata dijadikan cadangan terapi
untuk pasien yang intoleran terhadap pembedahan seperti pasien yang sangat tua yang
aktifitasnya terbatas di tempat tidur, atau pasien dengan kondisi medis yang serius yang
kontraindikasi untuk dilakukan intervensi bedah.
14

Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas makroskopis.
Sedangkan jika tumor sudah menginvasi orbita, maka ada dua pilihan terapi secara eksentrasi
yaitu dengan mengangkat seluruh bola mata disertai dengan adneksa mata dengan
meninggalkan bagian tulang saja, selain itu juga bisa dilakukan radioterapi. Jika sudah
menginvasi intrakranial harus dikonsultasikan ke bagian bedah saraf.
16

2. Non bedah
Dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan pembedahan, respon dari terapi non
bedah cukup bagus tetapi memiliki efek samping yang cukup banyak. Pilihan terapi non
bedah yaitu :
Radioterapi
Kemoterapi
Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi untuk lesi
periorbita sebaiknya dihindari. Seperti cryotherapy, terapi radiasi juga tidak bisa digunakan
untuk memantau area pinggir tumor secara histologi. Angka kekambuhan jika diterapi dengan
32

radiasi juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan terapi pembedahan. Ditambah lagi,
kekambuhan setelah radiasi sulit untuk dideteksi. Kekambuhan ini timbulnya lebih lama
setelah terapi awal dan lebih sulit untuk menangani secara pembedahan karena telah terjadi
perubahan dari struktur jaringan yang telah diradiasi sebelumnya.
14

Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya adalah timbulnya sikatrik pada
kelopak mata, pembentukan scar pada drainase air mata disertai dengan obstruksi,keratitis
sica. Radiasi juga merangsang timbulnya keganasan baru atau cedera pada bola mata yang
timbul jika bola mata tidak dilindungi selama terapi.
14


2.3.3 Karsinoma sel skuamosa
2.3.3.1 Definisi
Karsinoma sel skuamosa adalah suatu jenis tumor ganas intra epitelial yang
bermanifestasi pada mata di saerah limbus dan margo palpebra, yaitu didaerah peralihan
epitel
18
. Margo palpebra merupakan daerah peralihan epitel dari susunan sel gepeng berlapis
epidermis menjadi sel silindris konjungtiva tarsal,sedangkan pada daerah limbus terdapat
peralihan berupa sel mukosa konjungtiva bulbi menjadi epitel skuamosa kornea. Lesi-lesi
yang berada di daerah peralihan ini perlu di perhatikan karena cendrung dapat bersifat
ganas.
18,20,21


Gambar 2.8 : Karsinoma Sel Skuamosa
33

2.3.3.2 Epidemiologi
Karsinoma sel skuamosa relatif jarang dijumpai pada kelopak mata dan konjungtiva,
frekuensinya kurang lebih 9,2% dari seluruh keganasan pada kelopak mata
19
. Meskipun
demikian kejadian karsinoma sel skuamosa yang telah menyerang orbita, tercatat sebanyak
36 pasien diantara 486 pasien tumor orbita di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
selama tahun 1980-1990
19

Karsinoma sel skuamosa lebih banyak mengenai pria daripada wanita. Tumor ini
sering terjadi pada usia lanjut, walaupuin bdapat juga dijumpai pada dewasa muda. Tumor
terutama didapat pada daerah tropis dan sifat karsinoma sel skuamosa cendrung lebih
invasif.
18,21,22


2.3.3.3 Etiologi
Penyebab karsinoma sel skuamosa ataupun tumor intraepitel belum diketahui, tetapi
diduga sebagai akibat terpapar oleh zat aktinik atau kimia, terapi radiasi, iritasi yang
berlebihan, serta virus yang akhir-akhir ini juga diduga sebagai penyebabnya, yaitu Virus
Papiloma Humanum.

2.3.3.4 Patofisiologi
Kelainan patologi karsinoma sel skuamosa dapat dijumpai dalam berbagai derajat
keganansan dimulai dari stadium awal pralesi displasia, karsinoma in situ sampai dengan
stadium lanjut invasif.
18,20,22
Karsinoma sel skuamosa dapat didahului oleh berbagai macam
tumor jinak seperti lesi papiloma skuamosa atai diskeratosis sebelum berubah menjadi
displasi. Pada displasia stadium awal gambaran patologi belum menunjukan terjadi
perubahan sel, yang terjadi hanya perubahan sel menjadi atipik, dimana secara histologis
belum termasuk kriteria keganasan.
34

Displasia mempunyai gradasi dari sel atipik yang ringan sampai berat, bergantung
pada ketebalan perubahan sel epitel. Karsinoma in situ sering dimasukan dalam kategori
kelainan displasia berat oleh banyak peneliti. Apabila sel yang telah berubahs sifat tersebut,
menembus membrana basalis maka lesi tersebut merupakan karsinoma invasif. Karsinoma sel
skuamosa terjadi akibat progresivitas karsinoma in situ dan displasia berat

2.3.3.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada riwayat perkembangan dari luka akibat paparan sinar matahari dan actinic
keratosis
Ada riwayat kemoterapi dan transplantasi organ
Riwayat terpapar sinar matahari
Ada riwayat kekambuhan setelah pengobatan lesi kelopak mata
Perubahan kontur, ukuran, atau warna lesi seperti adanya ulserasi, luka, bintik merah,
dan trikiasis.

2. Pemeriksaan fisik
Tumor ditemukan tumbuh lambat tanpa rasa sakit, berawal dari nodul hiperkeratotik
yang dapat berulkus dapat mengikis jaringan sekitar dan juga menyebar ke limfonodus
regional melalui sistem limfatik.

3. Pemeriksaan laboratorium
Biopsi untuk memastikan tumor
Tes fungsi hati atau CT scan jika terdapat metastasis


35

2.3.3.6 Tatalaksana
1. Pembedahan dilaksanakan eksisi tumor
2. Pembedahan radikal eksenterasi dengan atau tanpa kombinasi radiasi
18,20


2.3.3.7 Prognosis
Rekurensi karsinoma sel skuamosa terjadi sebanyak 20-40 % dan dilaporkan
umumnya terjafi setelah penderita mengalami eksisi tidak lengkap pada karsinoma sel
skuamosa tergantung beberapa faktor, baik derajat keganasan secara patologis ataupun
berdasarkan lokasi dan ukuran masa
20


2.3.4. Karsinoma Kelenjar Sebasea
2.3.4.1 Epidemiologi
Insiden karsinoma sel sebasea adalah 3,2% diantara tumor ganas dan 0,8% dari
seluruh tumor palpebra. Angka kematiannya berkisar sekitar 22%. Karsinoma sel sebasea
paling sering terjadi pada perempuan dibandingkan lelaki, terutama pada usia 70 tahun
keatas.
23


2.3.4.2 Gejala dan Tanda
Karsinoma kelenjar sebasea bisa menunjukkan gambaran klinis berspektrum luas.
Biasanya, berbentuk nodul yang kecil, keras seperti khalazion. Sering terlihat seperti
khalazion yang tidak khas atau berulang, menunjukkan konsistensi yang kenyal. Beberapa
pasien dengan karsinoma kelenjar Meibom mempunyai penebalan berbentuk plak yang difus
dari tarsus atau sebuah pertumbuhan berbentuk jamur atau papilloma menyerupai papilloma
sel skuamosa atau karsinoma sel skuamosa papilla.
24

Tempat predileksinya terdapat pada palpebra superior dan terlihat massa bewarna
kuning yang berisi lemak, massa ini juga dapat berupa papil-papil.
23,24
Tumor pada pinggir
36

palpebra bisanya menyebabkan hilangnya bulu mata. Biasanya, lesi tidak nyeri, berindurasi
atau berulkus diikuti dengan hilangnya silia pada daerah khalazion berulang.
24

Pada kondisi inflamasi seperti blepharoconjungtivitis atau keratokonhungtivitis juga
dapat menyertai karsinoma sel sebasea.
24


Gambar 2.9 : Karsinoma Sel Sebasea

2.3.4.3 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa pasti dari karsinoma sel sebasea ini dilakukan biopsi.
24


2.3.4.4 Diagnosis banding
Diagnosis banding karsinoma sel sebasea dapat dibagi menjadi dua. Yaitu, menurut
gejala klinis dapat di diagnosa banding dengan khalazion, blepharokonjungtivitis atau
keratokonjungtivitis. Secara histopatologis dapat didiagnosa banding dengan karsinoma sel
basal, karsinoma mukoepidermoid, dan hemangioma.
25


2.3.4.5 Tatalaksana
Pada penatalaksanaan karsinoma sel sebasea dilakukan terapi bedah. Pengobatan
bertujuan untuk mengangkat lesi yang ganas untuk mencegah penyebaran lokal ataupun
sistemik. Pengobatan dari karsinoma kelenjar sebasea adalah operasi eksisi yang adekuat,
37

dengan batasan operasi yang luas dengan control potongan beku segar untuk menggambarkan
pinggiran tumor. Evaluasi nodul limfatik diperlukan untuk menilai metastasis.
24

Jika terdapat keterlibatan difus dari kedua bola mata atas dan bawah, diperlukan
tindakan eksentrasi. Buatkan biopsi pada area konjungtiva yang hiperemis yang dicurigai
karsinoma kelenjar sebasea pada waktu operasi.
24


2.3.4.6 Prognosis
Karsinoma kelenjar sebasea dari kelopak mata dapat berhubungan dengan bagian
yang agresif dan prognosis yang buruk. Identifikasi faktor-faktor risiko dengan pasti
membantu menemukan pasien-pasien yang mungkin memperoleh keuntungan dari terapi
yang lebih agresif.
24,25

Indikator-indikator prognosis buruk, keterlibatan kelopak mata atas, durasi gejala
lebih dari 6 bulan, bentuk pertumbuhan yang infiltratif, diferensiasi sebasea sedang sampai
buruk, asal multisentrik, karsinoma intraepitel (penyebaran pagetoid), invasi vascular, dan
saluran limfatik, invasi ke orbita, ukuran lebih dari 10 mm.
24

Dengan eksisi luas dan tanpa bukti metastasis, hasil operasi dapat mencegah
keganasan. Meskipun demikian, lesi-lesi sebasea mempunyai insiden kekambuhan dan
metastase.
24,25


2.3.5 Sarkoma Palpebra
2.3.5.1 Epidemiologi
Sarkoma Kaposi merupakan salah satu manifestasi yang sering dijumpai pada
penderita AIDS (24%) dan 20% dari sarkoma dapat mengenai mata, yaitu palpebra atas atau
bawah menyerupai hordeolum atau hemangioma dan pada konjungtiva forniks, dan bulbi
bagian inferior (menyerupai perdarahan subkonjuntiva granuloma atau hemangioma). Tumor
ini bersifat agresif, multifocal, dan sering kambuh.
29

38

Pada tahun 1872, Kaposi melaporkan sarkoma multiple-pigmented dari kulit yang
idiopatik. Sarkoma Kaposi endemik lazim di Afrika Tengah, terutama mempengaruhi laki-
laki muda dengan lesi kulit yang agresif dan viseral.
30


2.3.5.2 Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi beberapa faktor terlibat yang ditemui pada
pasien sarkoma Kaposi:
30

Human herpesvirus-8 (HHV-8) DNA atau sarkoma Kaposi terkait virus herpes
(KSHV) telah ditemui pada pasien yang HIV-negatif dan HIV-positif.
Laki-laki homoseksual dengan HIV mempunyai risiko yang tinggi. Risiko ini
meningkat tajam dengan jumlah pasangan yang banyak.
Pasien yang sudah pernah transplantasi organ, dan menggunakan agen imunosupresif
dan steroid berisiko tinggi.

Gambar 2.10 : Sarkoma Kaposi

2.3.5.3 Patofisiologi
Sarkoma Kaposi kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk
ekspresi deregulasi dari onkogen dan gen oncosuppressor oleh KSHV/ HHV-8
dikombinasikan dengan penurunan kekebalan tubuh dan pelepasan sitokin (interleukin [IL]-
39

6) dan faktor pertumbuhan dari HIV bertindak ke atas terjadinya infeksi sel. IL-6
menginduksi Signal Transducers and Activators of Transcription 3 (STAT3), sehingga
menyebabkan ekspresi onkogen. Meskipun mekanisme yang tepat tentang KSHV/ HHV-8
bertindak sebagai perantara onkogenesis belum sepenuhnya diketahui, banyak KSHV/ HHV-
8 onkogen virus yang telah dikatakan dapat menyebabkan neoplasia.
30


2.3.5.4 Diagnosis
Sarkoma Kaposi pada mata biasanya asimptomatik, kadang-kadang disertai iritasi
ringan. Tumor sarkoma Kaposi berwarna kemerah-merahan, padat, dengan gambaran
proliferasi vaskuler, sel-sel spindle dan serat-serat retikulin, diduga berasal dari endotel.
29

Untuk mengidentifikasi faktor risiko pada sarkoma Kaposi, dokter harus anamnesa
tentang hal-hal berikut:
30

Demografi
Status kekebalan
Lesi kulit Sebelumnya
Pengobatan sebelumnya untuk sarkoma Kaposi
Riwayat infeksi oportunistik
Penggunaan obat saat ini

Gejala sarkoma Kaposi adalah sebagai berikut:
30

Sakit
Fotofobia
Mata merah atau perdarahan berulang
Iritasi dan sensasi benda asing
Epiphora
40

Kering mata
Keluarnya mukopurulen
Kelopak mata keras atau bengkak
Ketidakmampuan untuk menutup mata
Penglihatan kabur

Pemeriksaan Fisik
30

1. Pemeriksaan mata penuh harus mencakup sebagai berikut:
Inspeksi dan eversi kelopak mata dan bulu mata.
Lakukan slit lamp biomicroscopy.
Periksa palpebral dan konjungtiva bulbi dan forniks dengan terperinci.
Palpasi kelenjar lakrimal, dan pemeriksaan pada massa.

2. Lesi yang merah keunguan hingga merah terang dengan pembuluh telangi
ekstatik sekitarnya, mungkin makula, seperti plak, atau nodular.

3. Dugel dkk menguraikan 3 tahapan klinis yang dapat membantu terapi langsung:
Tahap I dan II, tumor merata dan datar. Lesi ini memiliki tinggi ketebalan
kurang dari 3 mm vertikal dan timbul kurang dari 4 bulan.
Tahap III, tumor nodular dan kenaikan tinggi vertikal yang lebih besar
dari 3 mm, cenderung timbul lebih dari 4 bulan.
Lesi sarkoma Kaposi oftalmik ditemukan di kelopak mata, konjungtiva,
dan jarang ditemukan di dalam orbital.
Keterlibatan konjungtiva dapat disertai pendarahan subkonjunctiva,
injeksi, dan kemosis.



41

Pemeriksaan Lab
30

Pada pasien dengan sarkoma Kaposi diindikasikan:
HIV enzyme-linked immunosorbent assay
HIV Western blot
Berhubung dengan kulit atau konjungtiva, biopsi dari lesi mungkin diperlukan untuk
diagnosis pasti.

2.3.5.5 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik untuk sakoma Kaposi, hanya bersifat paliatif.
Radioterapiemberikan respon yang baik pada 93-100% penderita dengan sarkoma Kaposi.
29

Tujuan terapi pada pasien dengan sarkoma Kaposi adalah untuk meringankan iritasi
mata,efek massa, dan kerusakannya. Sarkoma Kaposi cenderung untuk mempunyai respon
terhadapkemoterapi. Jika pasien memiliki keterlibatan sistemik yang membutuhkan
kemoterapi, lesi mata seringkali teratasi atau berkurang drastis setelah memulai terapi ini.
Namun, biasanya terjadi kekambuhan berikut setelah penghentian kemoterapi.
30

Pengobatan dengan interferon hanya 10% memberikan respon baik, 20% memberikan
respon partial sedangkan sebagian besar penderita tidak memberikan hasil yang
baik.
29
Indikasi untuk eksisi lokal mencakup lesi mengganggu secara kosmetik,
ketidaknyamanan, dan obstruksi penglihatan dari bagian terbesar tumor. Pertimbangan dalam
mengobati lesi untuk mencegah pembentukan entropion dengan trikiasis dan keratopati
eksposur dan ulkus kornea.
30


2.3.5.6 Komplikasi
Keterlibatan pada kelopak mata dapat menyebabkan kerusakan dan disfungsi kelopak.
Lagofthalmos dan trikiasis dapat menyebabkan iritasi mendalam dan kekeringan, infeksi, dan
jaringan parut pada kornea. Keterlibatan konjungtiva dapat mengakibatkan pendarahan
42

subkonjungtiva berulang. Pada akhirnya, penglihatan bisa hilang dari disfungsi kelopak,
perubahan permukaan kornea, atau obstruksi penglihatan.
30


2.3.6 Melanoma Maligna Palpebra
2.3.6.1 Epidemiologi
Melanoma adalah tumor palpebra berpigmen yang jarang yang harus dibedakan dari
Nevi dan karsinoma sel basal.
26
Terdapat peningkatan 4% kejadian melanoma maligna yang
didiagnosis setiap tahun. Ada 51.400 kasus baru melanoma didiagnosis pada tahun 2002
dengan 7.800 kematian. Dua puluh lima persen pasien melanoma maligna dijumpai pada
umur di bawah 40 tahun.
27

Meloma hanya ditemukan 1% dari keseluruhan lesi palpebra. Kenyataannya,
walaupun hanya 3% dari semua kanker kulit melanoma, ini sangat penting karena lebih dari
dua pertiga dari semua kematian akibat kanker kulit yang disebabkan melanoma maligna.
Oleh karena itu, penting untuk mengenali lesi jinak dan ganas kelopak mata, terutama ketika
berpigmen.
28



Gambar 2.11 : Melanoma Maligna Palpebra



43

2.3.6.2 Faktor Risiko
Mereka yang paling berisiko untuk berkembangnya melanoma adalah kelompok yang
mempunyai riwayat melanoma dalam keluarga dan pasien dengan nevus displastik.
Kelompok berisiko tinggi adalah pasien dengan xeroderma pigmentosa, pasien dengan
limfoma non- Hodgkin, dan pasien dengan transplantasi organ atau AIDS. Pasien melanoma
memiliki risiko tinggi lima kali lipat untuk mengidap melanoma kedua.
27


2.3.6.3 Diagnosis
Ciri khas dari melanoma maligna adalah pigmentasi variabel (yaitu sebuah lesi
dengan tingkat warna coklat, merah, putih, biru atau hitam gelap) batas tidak tegas, ulserasi
dan perdarahan. Melanoma palpebra yang melibatkan konjungtiva biasanya lebih agresif
daripada yang terbatas di kulit palpebra.
27

Perubahan tampilan pada lesi berpigmen memerlukan biopsi eksisi pada lesi. Evaluasi
sistemik untuk metastasis regional atau jauh diperlukan bila didiagnosis melanoma.
26


Clark dan Breslow membagi kedalaman invasi ke dalam lima tingkat anatomis:
27

Tingkat 1 hanya terbatas pada epidermis (in situ).
Tingkat 2 menembus papiler dermis.
Tingkat 3 mengisi papiler dermis.
Tingkat 4 meluas ke reticular dermis.
Tingkat 5 tumor meluas ke dalam jaringan subkutan.

2.3.6.4 Penatalaksanaan
Terapi bedah dapat dilakukan untuk alasan kosmetik atau kecurigaan keganasan pada
lesi jinak berpigmen. Prosedur pilihan untuk pengobatan melanoma maligna kulit kelopak
mata adalah eksisi bedah lebar dengan 1 cm margin kulit dikonfirmasi oleh histologi.
44

Pemotongan kelenjar getah bening regional harus dilakukan untuk tumor yang lebih besar
dari 1,5 mm secara mendalam dan atau untuk tumor yang menunjukan bukti penyebaran
vaskular atau limfatik.
28

Laser dapat digunakan untuk lesi berpigmen kelopak mata tertentu, sebuah penelitian
terbaru telah menunjukkan kasus uveitis bilateral setelah terapi laser pada lesi kelopak mata
berpigmen.
28


2.3.6.5 Prognosis
Tingkat 4 atau Tingkat 5 melanoma ganas kulit palpebra biasanya mempunyai
prognosis buruk. Breslow mengembangkan metode kuantitatif dengan mengukur kedalaman
invasi dengan milimeter. Pasien dengan tebal tumor kurang dari 0,75 mm memiliki prognosis
sangat baik dengan dapat bertahan hidup 5 tahun sebesar 100%. Pasien dengan lesi 0,75 mm
sampai 1,5 mm memiliki prognosis yang cukup baik, dan pasien dengan tumor lebih dari 1,5
mm memiliki prognosis yang buruk dengan ketahanan hidup 5 tahun sebesar 50% sampai
60%.
28











45

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Neoplasma pada palpebra, baik jinak maupun ganas, berkembang pada kulit
periokular mulai dari lapisan epidermis, dermis, atau struktur adneksa palpebra.
2. Tumor jinak palpebra yang sering ditemui yaitu hemangioma, molluscum
contagiosum, nevus, dan xanthelasma.


3. Tumor ganas yang paling sering mengenai palpebra adalah karsinoma sel basal,
karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel sebasea, sarkoma, dan melanoma.
4.
Sebagian besar tumor palpebra di tata laksana dengan cara eksisi. Namun bila
dicurigai lesi ganas maka harus dilakukan biopsi untuk diagnosis pasti.

Anda mungkin juga menyukai