Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang
disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang
berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut
mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan
jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut
siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis
anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan
koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya unilateral,
biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat
sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur, mata merah tanpa sekret mata
purulen dan pupil kecil atau ireguler. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Uveitis merupakan salah
satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya
sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan
gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan
steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis
yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh,
pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang
berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan
koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun
demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai
bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang
ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI UVEA :
Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata
yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

Gambar A.1: Anatomi Bola Mata.


1. Iris
Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke
depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil
yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Permukaan
iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil
terutama sekitar pupil yang disebut kripte. Pada iris terdapat 2 macam otot
yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator pupil yang
berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi
untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris
sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri
kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil
kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. Iris menipis
di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.

2
Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang
berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus
nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis
dan parasimpatik untuk miosis.

2. Corpus Siliar
Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai
sistem eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke
belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-
otot siliar berfungsi untuk akomodasi.
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat
tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang
terletak antara iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos.
Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular
= TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera
okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian
melewait trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya
menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke
jantung.

Gambar A.2: Aliran humor aquous normal.

3. Koroid

3
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di
sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang
tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular
yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menempati
(overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum
badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana.
Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang
berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari
sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan
anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus.
Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.
Fungsi dari uvea antara lain : Regulasi sinar ke retina,Imunologi (bagian
yang berperan dalam hal ini adalah khoroid), Produksi akuos humor oleh
korpus siliaris, dan sebagai nutrisi.

B. UVEITIS
1. Definisi
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan
koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses
autoimun.

2. Klasifikasi
Klasifikasinya dapat berdasarkan letak anatomis inflamasinya
(uveitis anterior, intermediat, posterior, & panuveitis), perjalanan
klinisnya (akut, kronik, rekuren), etiologi (infeksius, noninfeksius), &
histologinya (granulomatosa, nongranulomatosa).
Klasifikasi uveitis yang tersering digunakan adalah berdasarkan
Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN) Working Group 2005

4
yang mengembangkan sistem klasifikasi anatomi, deskriptor, sistem
gradasi standar & terminology.1
Klasifikasi anatomis SUN Working Group 2005 membagi uveitis
menjadi:
 Uveitis anterior.
 Uveitis intermediat, yaitu inflamasi traktus uvea yang predominan di
korpus vitreous serta mengenai pars plana. Penyakitnya meliputi
vitritis (inflamasi korpus vitreous), & pars planitis (inflamasi bagian
posterior korpus siliaris).
 Uveitis posterior, yaitu inflamasi intraokular yang predominan pada
koroid dan atau retina. Sel-sel inflamasi dapat menyebar ke ruang
korpus vitreous ataupun sebaliknya.. Penyakitnya meliputi koroiditis,
korioretinitis (retinokoroiditis), retinitis, & neuroretinitis (inflamasi
nervus optikus dan retina).
 Panuveitis (uveitis difusa), yaitu uveitis yang utamanya di bilik mata
depan, korpus vitreous, koroid dan atau retina secara difus, tidak ada
yang saling predominan. Banyak penyakit sistemik (infeksius maupun
noninfeksius) yang terkait uveitis dapat menyebabkan inflamasi
intraokular difus disertai iridosiklitis & uveitis posterior.

5
Gambar B.1: Klasifikasi anatomis
uveitis.

Klasifikasi SUN Working Group 2005 berdasarkan perjalanan


klinis membagi uveitis menjadi:
 Onset: mendadak; insidious.
 Durasi: terbatas (≤ 3 bulan); persisten (> 3 bulan).
 Perjalanan penyakit.
1. Uveitis akut: perjalanan penyakit sindroma uveitis spesifik,
dengan onset mendadak dan durasi terbatas.
2. Uveitis rekuren: uveitis dengan episode berulang dengan interval
(periode inaktif) tanpa pengobatan > 3 bulan.
3. Uveitis kronis: uveitis persisten dengan kekambuhan dalam 3
bulan sejak terapi dihentikan.
3. Patofisiologi Uveitis
a. Respons Imun Bilik Mata Depan & Uvea Anterior

6
Bilik mata depan (BMD) di segmen anterior berisi humor
akuos, suatu media yang memungkinkan terjadinya komunikasi
interselular dari sitokin, sel-sel imun, dan tempat sel-sel jaringan iris,
korpus siliaris, dan endotel kornea. Pada kondisi normal, humor
akuos memiliki kadar protein yang relatif lebih rendah daripada
protein serum, dan berisi campuran kompleks dari faktor-faktor
biologi antara lain sitokin imunomodulator, neuropeptida,
komplemen dan IgG dalam konsentrasi renda yang dapat
berpengaruh terhadap proses imunologi dalam mata.
Iris dan korpus siliaris berisi banyak makrofag dan sel-sel
dendritik (berperan sebagai antigen-presenting cells (APCs) dan
mungkin sebagai sel-sel efektor), dan juga berisi sel mast dan
limfosit T. Proses imun tidak terjadi di mata, namun APCs
bermigrasi trabecular meshwork ke lien (hal ini disebut homing) di
mana proses imun terjadi.
Di dalam mata tidak terdapat sistem limfa sehingga
pembersihan solut tergantung drainase humor akuos. Demikian juga
pembersihan partikel-partikel akibat inflamasi tergantung pada
endositosis sel-sel endotelial trabecular meshwork atau sel-sel
makrofag.
Di dalam traktus uvea, tepatnya di korpus siliaris, terdapat
blood-ocular barrier yang dibentuk oleh tight junctions yang
terdapat antara sel-sel epitel pigmented dan nonpigmented. Barier ini
berfungsi mencegah difusi langsung makromolekul dalam darah dan
korpus siliaris ke humor akuos, namun beberapa mikromolekul
masih dapat menembus melalui permukaan anterior iris masuk ke
dalam humor akuos di BMD.
b. Sistem Imunoregulator
Terdapat beberapa mekanisme imunoregulasi dalam mata
yang disebut immune privilege. Studi terbaik mengenai immune
privilege dalam mata dikatakan anterior chamber-associated

7
immune deviation (ACAID), yang mampu men-supresi delayed-type
hypersensitivity, sehingga suatu imunisasi oleh antigen yang terjadi
dalam BMD tetap mampu memicu respons antibodi yang kuat
namun tanpa delayed-type hypersensitivity, sedangkan imunisasi
dengan antigen yang sama pada kulit akan disertai delayed-type
hypersensitivity.
Mata dilindungi dari inflamasi berat oleh blokade efektor.
Sel-T Th1, limfosit-T sitotoksik, natural killer cells (NK cells), dan
aktivasi komplemen kurang efektif fungsinya bila dibandingkan di
tempat lain, jadi, uvea anterior relatif tahan terhadap delayed type
hypersensitivity yang diinduksi purified protein derivate yang
memberikan respons imunisasi primer antigen. Blokade efektor
memiliki beberapa mekanisme, namun salah satu yang terpenting
adalah mengenai Fas ligand (FasL, atau CD95 lygan). FasL
diekspresikan di iris dan endotel kornea, berperan sebagai pemicu
poten dari programmed cell death atau apoptosis dari limfosit yang
mengekpresikan reseptor Fas.

4. Uveitis Anterior
Uveitis anterior (uveitis yang tersering ditemukan, terutama akut)
cenderung mudah dikenali karena keluhan berat yang biasanya membawa
pasien mencari pertolongan medis. Uveitis anterior adalah inflamasi
traktus uvea dengan predominansi di bilik mata depan, disertai inflamasi
iris, korpus silier, dan struktur-struktur sekitarnya yang meliputi sklera &
kornea. Penyakitnya meliputi iritis (inflamasi bilik mata depan & iris),
iridosiklitis (inflamasi iris & korpus siliaris), siklitis anterior (inflamasi
korpus silier bagian anterior), keratouveitis (inflamasi mengenai kornea
& traktus uvea), & sklerouveitis.
 Gejala Klinis Uveitis Anterior Akut
Keluhan perlu ditelusuri secara sistematis untuk menghindari
terlewatkannya hal-hal penting:

8
 Mata merah akibat injeksi silier (hiperemi perikornea) karena
inflamasi iris / korpus siliaris.
 Nyeri akibat inflamasi akut daerah iris atau dari glaukoma
sekunder. Selain itu, nyeri juga terkait dengan spasme silier pada
iritis akibat referred pain dari inervasi nervus Trigeminus.
 Fotofobia dapat terjadi karena cahaya akan merangsang spasme
iris & korpus siliaris yang sedang terjadi inflamasi, sehingga
memperberat nyeri.
 Epifora dapat terjadi akibat inflamasi pada perifer kornea, iris &
korpus siliaris.
 Penurunan visus dapat terjadi akibat kekeruhan pada aksis visual
disebabkan penumpukan sel-sel inflamasi, fibrin & protein di
bilik mata depan, dan adanya keratic precipitates di endotel
kornea. Pada kasus berat, pupil dapat tertutup fibrin yang
diistilahkan oklusio pupil, sehingga terjadi penurunan visus yang
berat.

9
Gambar B.2: Keratic Precipicates (KP). (A) Tampilan magnifikasi tinggi dari KP segar
pada uveitis anterior awal; (B) Histologi menunjukkan agregat sel inflamasi tipikal pada
endotel kornea; (C) KP mutton fat besar; (D) KP stelata pada sindroma uveitis Fusch; (E)
KP lama granulomatosa berpigmen; (F) Dusting selular endotelial dan formasi KP awal.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada pasien uveitis
meliputi pemeriksaan visus dengan Snellen, tekanan intraokuli, &
pemeriksaan segmen anterior dengan slitlamp biomicroscope.
 Penurunan visus akibat kekeruhan di media refraksi (antara lain
kornea, BMD, atau pupil).
 Injeksi silier, karena vasodilatasi terkait reaksi inflamasi di iris /
korpus siliaris.
 Pupil miosis akibat spasme iris / korpus siliaris.

10
 Kekotoran endotel kornea & keratic precipitates (KPs), karena
adanya sel-sel inflamasi yang menempel ke endotel kornea
membuatnya tampak kotor, dan sel-sel yang menempel tersebut
dalam beberapa hari akan menggumpal dan memadat membentuk
bulatan-bulatan kecil di endotel yang biasanya berwarna
keputihan yaitu keratic precipitates, yang mana jika berukuran
besar dan kekuningan maka disebut mutton-fat KPs.
 Aqueous cells (Sel di BMD). Sel adalah kumpulan sel-sel radang
yang ada di BMD, yang jika berjumlah banyak dapat mengendap
di bawah BMD membentuk hipopion, suatu tanda uveitis berat.
Untuk menilai gradasi sel / flare di BMD dengan slitlamp
biomicroscope, digunakan celah lampu dengan panjang 2 mm &
lebar 1 mm dengan intensitas cahaya & pembesaran maksimal.
Sel tampak sebagai titik-titik putih melayang-layang di BMD.
 Aqueous flare (flare di BMD) adalah protein plasma yang ada di
BMD akibat kerusakan blood-aqueous barrier. Flare dilihat
dengan melihat tepi sinar slitlamp yang masuk ke BMD dari
endotel ke iris. Apabila batas tepi pada bidang yang disinari di
BMD tidak terlihat, maka tidak ada flare, namun jika batas tepi
tampak dan terlihat seperti asap (efek Tyndall), maka itu adalah
flare.
 Eksudat fibrin di BMD yang terbentuk akibat reaksi inflamasi,
yang dapat menumpuk dan menyebabkan sinekia, seklusio &
oklusio pupil.
 Pupil miosis akibat spasme iris & korpus silier karena inflamasi.
 Sinekia anterior (perlekatan iris dengan kapsul lensa) dan sinekia
posterior (perlekatan iris dengan kornea di dekat sudut BMD, juga
disebut peripheral anterior synechiae / PAS) dapat terjadi akibat
inflamasi yang memicu pelepasan mediator-mediator inflamasi
yang mencetuskan akumulasi fibrin, koagulasi & proliferasi
fibroblast, membuat struktur-struktur yang saling berdekatan
mudah melekat.

11
 Penurunan tekanan intraokular umumnya terjadi akibat penurunan
produksi humor akueous di korpus siliaris akibat sekresinya di
prosesus siliaris yang terganggu oleh inflamasi.

Gambar B.3: Eskudat fibrin.

12
Gambar B.4: Tanda-tanda uveitis anterior: (A) injeksi siliar; (B) pupil miosis; (C) sel-sel
radang menempel di kornea; (D) hipopion.

13
Gambar B.5: Sinekia posterior. (A) Adesi pada uveitis anterior akut aktif. (B) Sinekia
ekstensif dan pigmen pada lensa setelah uveitis anterior akut berat. (C) Sinekia berat yang
baru lisis pada pasien dengan uveitis anterior akut. (D) Vaskular sudut BMD dan sinekia
anterior kecil pada sindroma uveitis Fusch.
Tabel B.1. Penilaian SUN Working Group 2005 mengenai jumlah sel-sel di BMD dengan slit beam 1 mm x 1 mm.

Grade Jumlah Sel

0 <1

0.5+ 1-5

1+ 6 – 15

2+ 16 – 25

3+ 26 – 50

4+ > 50

Tabel B.2. Penilaian SUN Working Group 2005 mengenai flare di BMD.

Grade Flare

0 Tidak ada

1+ Sedikit / samar.

2+ Sedang (detil iris & lensa masih jelas)

3+ Marked (detil iris & lensa samar)

4+ Intens (tampak eksudat, iris & lensa


tidak tampak)

 Gejala Klinis Uveitis Anterior Kronis


Inflamasi dapat terjadi granulomatosa atau
nongranulomatosa, lebih sering simultan bilateral. Banyak pasien
yang tidak ada keluhan sampai progresi dan mulai mengalami
penurunan visus, akibat timbulnya berbagai komplikasi antara lain
calcific band keratopathy, katarak, atau cystoid macular edema.1

14
Umumnya tampak lebih tenang dibandingkan uveitis akut.
Tanda-tanda klinisnya antara lain:1
 Mata umumnya tidak terlalu merah / kadang hanya sedikit
kemerahan (pink) selama kekambuhan akibat inflamasi.
 Flare pada uveitis kronis lebih tampak jelas daripada sel pada
mata dengan proses inflamasi yang lama (yang sering tidak
dirasakan penderita), sedangkan sel ditemukan dalam gradasi
yang bervariasi.
 Keratic precipitates merupakan kumpulan deposit sel-sel yang
menempel di endotel kornea, tersusun dari sel-sel epiteloid,
limfosit, & polimorfonuklear, dengan karakteristik & distribusi
yang dapat mengindikasikan berbagai tipe uveitis.
 Nodul iris khas ditemukan pada penyakit granulomatosa.
Biasanya terdapat dua jenis yaitu nodul Koeppe (di tepi iris) &
nodul Busaca (di stroma iris).
 Iris bombans dapat terjadi akibat tekanan dari humor akuos yang
mendesak ke BMD pada sinekia posterior yang melibatkan
seluruh kuadran pupil, yang bila progresi dapat menyebabkan
glaukoma sekunder. Umumnya terjadi pada sinekia posterior lama
dan tidak tertangani adekuat.

15
Gambar B.6: Noduli iris pada uveitis anterior. (A) Noduli Koeppe pada sindroma uveitis
Fusch; (B) Noduli Bussaca & Koeppe; (C) Nodul sangat besar pada uveitis sarkoid; (D)
Kristal-kristal iris (badan Russell) pada uveitis sifilitik kronis.

5. Uveitis Intermediat
Uveitis intermediet adalah uveitis dengan inflamasinya
predominan di vitreous dan retina perifer, ditandai dengan inflamasi
okular yang terkonsentrasi di vitreous anterior dekat korpus siliaris, dan
kompleks retina-pars plana. Uveitis intermediat bersifat kronis, insidious
& sering relaps.1
Uveitis intermediet merupakan sekitar 15% seluruh kasus uveitis,
jarang terjadi pada anak-anak (20% uveitis anak merupakan uveitis
intermediet). Sekitar 80-90% dari seluruh kasus uveitis intermediet

16
merupakan pars planitis, umumnya terkait penyakit sistemik, namun juga
bisa idiopatik. Onset uveitis intermediet < usia 10 tahun cenderung lebih
agresif, namun onset-nya susah ditentukan karena dapat terjadi jauh hari
sebelum muncul keluhan.1
 Gejala Klinis Uveitis Intermediet
Umumnya awalnya unilateral, namun seiring progresi
menjadi bilateral, tetapi seringkali dengan derajat keparahan yang
berbeda antara mata kiri dan kanan. Keluhan pada uveitis
intermediet meliputi:1
 Floaters. Pasien mengeluh melihat bentukan menyerupai bintik-
bintik hitam kecil / sedang yang melayang-layang di bidang
pengelihatannya saat menggerakkan mata. Hal ini disebabkan
oleh inflamasi di vitreus, retina, & koroid.
 Penglihatan kabur. Pada awal perjalanan penyakit, terjadi
penurunan visus menjadi sekitar 20/40 akibat adanya vitritis
sedang & CME, dan dapat memberat jika tidak ditangani, menjadi
1/300 atau bahkan hingga 1/∞ (hanya tersisa persepsi cahaya)
yang bisa karena CME kronis, glaukoma, retinitis & ablasio
retina. Penurunan visus yang berat & mendadak biasanya akibat
pendarahan korpus vitreus.
 Mata hiperemi, nyeri & fotofobia jarang terjadi. Gejala-gejala
akut ini biasanya pada penyakit tertentu seperti sclerosis multipel,
sarkoidosis, & Lyme disease.

Karena uveitis intermediet tersering merupakan pars planitis,


maka tanda klinis yang sering didapatkan pada pasien uveitis
intermediet adalah tanda-tanda pars planitis, antara lain:1
 Segmen anterior.
o Pada pars planitis, didapatkan tanda uveitis anterior ringan,
ditandai adanya KPs yang kadang terdistribusi linier di inferior
kornea. Hal ini terkait endoteliopati (edema epitelial).

17
o Pada beberapa bentuk uveitis intermediet, kadang didapatkan
tanda-tanda uveitis anterior berat, misalnya pada sklerosis
multipel, sarcoidosis, & Lyme disease.

 Korpus vitreus.
o Terdapat sel-sel radang di vitreus (vitreous cells).
o Vitreous snowballs, merupakan kumpulan sel-sel inflamasi
yang mengumpul di vitreus (biasanya di bagian inferior
vitreus), berwarna putih kekuningan.

Gambar B.7: Aktivitas inflamasi vitreus. (A) Ringan, tampak sel-sel vitreus dengan
predominansi anterior. (B) Berat, tampak kondensasi dan kekeruhan vitreus. 2
 Segmen posterior.
o Periflebitis di perifer, & perivascular sheathing.
o Snowbanking, ditandai fibrovascular plaque yang berwarna
abu-abu keputihan di pars plana & ora serata, terutama di
bagian inferior.
o Neovaskularisasi dapat terjadi pada snowbank, atau papil
nervus optikus.
o Papilledema kadang terjadi, terutama pasien muda.

18
Gambar B.8: Uveitis Intermediet. (A)
Snowballs. (B) Periflebitis perifer &
snowballs. (C) Inferior snowbanking &
snowballs.2

Pada uveitis intermediet kronis, dapat terbentuk cyclitic


membrane, secondary ciliary body detachment dan hipotonia.1

6. Uveitis Posterior
Uveitis posterior didefinisikan sebagai inflamasi intraokuler yang
predominan di retina dan atau koroid. Kondisi ini meliputi retinitis,
koroiditis, dan retinitis vaskular. Banyak lesi yang berasal primer dari
retina / koroid, tapi sering mengenai keduanya (retinokoroiditis &
korioretinitis). Sel-sel inflamasi tersebar difus ke rongga vitreus, melapisi
fokus inflamasi aktif / permukaan vitreus posterior.
 Gejala Klinis Uveitis Posterior

19
Keluhan bervariasi sesuai lokasi dari fokus inflamasi, dan ada
tidaknya vitritis, antara lain:
 Penurunan visus tanpa nyeri, merupakan akibat efek primer
uveitis (seperti retinitis dan atau koroiditis yang langsung
menyebabkan disfungsi macula) atau komplikasi dari inflamasi
berupa CME, membran epiretinal, iskemia retinal, atrofi retinal,
& neovaskularisasi koroidal. Kekeruhan pada media refraksi juga
dapat menurunkan visus, seperti terbentuknya debris di vitreus,
dan katarak. Penurunan visus juga dapat diakibatkan gangguan
refraksi, yaitu perubahan menjadi myopia / hipermetropia akibat
edema makula, hipotonia, atau perubahan letak lensa.
 Floaters dapat menimbulkan keluhan seperti terdapat seperti
bintik-bintik hitam pada penglihatan, dan ini disebabkan lesi
perifer.
 Skotomata, merupakan gangguan penglihatan sentral (bulatan
hitam di sentral) akibat lesi pada makula.
 Fotopsia, yaitu melihat suatu kilatan cahaya, disebabkan adanya
lesi retina.
 Metamorfosia, yaitu melihat benda berbentuk bergelombang
berbeda dengan aslinya, akibat lesi makula.
 Niktalopia, yaitu penurunan kemampuan melihat di tempat
dengan cahaya kurang, namun masih baik bila cahaya cukup.

Tanda-tanda klinis uveitis posterior tampak pada korpus


vitreus dan segmen posterior / fundus okuli dengan memakai
oftalmoskop (sebaiknya oftalmoskopi indirek, atau biomikroskop
slitlamp indirek mulai dari sentral ke perifer.
 Retinitis dapat terjadi fokal (soliter) ataupun multifokal. Lesi aktif
ditandai kekeruhan / infiltrat di retina yang keputihan dengan
margin tidak jelas akibat edema yang mengelilinginya, dan
margin ini akan menjadi jelas setelah membaik.
 Koroiditis dapat terjadi fokal, multifokal ataupun geografis. Lesi
aktif ditandai infiltrat / nodul bulat kekuningan di fundus okuli.

20
 Vaskulitis dapat terjadi primer / sekunder karena retinitis, ditandai
inflammatory sheathing arteri & vena. Umumnya lebih sering
mengenai vena (periphlebitis), namun kadang mengenai arteri
(periarteritis).
 Ablasio retina dapat terjadi, eksudatif, traksional ataupun
regmatogenik.

Gambar B.9: Retinitis sitomegalovirus. (A) Retinitis indolen dengan tampilan granular
tipikal. (B) Fulminasi. (C) Penyakit tahap lanjut, melibatkan papil nervus optikus. (D)
Robekan retinal posterior besar dengan ablasio dangkal terlokalisir, dan terdapat vascular
sheathing mirip frosted branch angiitis.2

Apabila tidak tertangani adekuat, dapat terjadi komplikasi,


ditandai oleh: hipertrofi & atrofi epitel pigmen retina; atrofi / edema
retina, koroid & papil nervus optikus; fibrosis preretina & subretina;
neovaskularisasi pada koroid & retina.

21
C. PENATALAKSANAAN UVEITIS
Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan
atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan
fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan
tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Terapi non spesifik :
2. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
3. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,
sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel
radang dapat lebih cepat.
4. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan
silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat
penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah
ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

22
5. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan
dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau
periokuler : :
a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
d. Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80
mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap
hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.

Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-


komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada
penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain
pada penggunaan sistemik.

2. Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari
uveitis anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah
bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti
disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

23
3. Terapi terhadap komplikasi
1. Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia
anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan
sebelumnya.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi
pada uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:
Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
Terapi bedah:
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih
tetap tinggi.
a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah
terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior
Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.
b. Sudut terbuka : bedah filtrasi.
3. Katarak komplikata
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi
yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan
keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.

24
D. KOMPLIKASI
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga
mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke
bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama dengan sel radang
mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga
terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.
b. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan
penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat
mengakibatkan gangguan metabolism lensa sehingga menimbulkan
katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih
sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola
dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap
pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas
inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan
penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi
dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.
c. Sinekia posterior à perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
d. Sinekia anterior à perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel
radang, fibrin, dan fibroblas.
e. Seklusio pupil à perlekatan pada bagian tepi pupil
f. Oklusio pupil à seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang

25
g. Endoftalmitis à peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan
struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari
peradangan yang meluas.
h. Panoftalmitis à peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera
dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.
BAB III
KESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi
uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan utama dari
pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi
penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi
dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah
memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta : ”Anatomi dan Fisiologi mata” dalam ”Ilmu Penyakit


Mata”. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12
2. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007
3. Riordan Paul – Eva et al : ”Anatomi dan Embriologi Mata” dalam :
Riordan Paul – Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”.
Jakarta : EGC, edisi 17, 2009
4. Vaughan, Dale. General Ophtalmology (terjemahan), Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.

5. Ilyas, S, Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta : 2004
6. Department of Ophthalmology and Visual Sciences, The Chinese
University of Hong Kong Sept 2002. www.afv.org.hk/Uveitis/uveitis_3.jpg
7. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas
Diponegoro.
8. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI
9. Sjamsu B, Trisnowati TS, Moestidjab, Eddyanto. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. 2013, Airlangga University Press, Surabaya. Halaman
135 – 164.
10. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach, 8th
Edition. 2016. Elsevier, China. Halaman 396 – 467.
11. Khurana AK, Khurana AK, Khurana B. Comprehensive Ophthalmology,
6th Edition. 2015. Jaypee, New Delhi. Halaman 150 – 170.

27

Anda mungkin juga menyukai