PAPER
PAPILOMA KONJUNGTIVA
Disusun oleh:
Fidela Fortunata
140100169
Pembimbing:
Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M(K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan
judul “Papiloma Konjungtiva”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dokter pembimbing penulis Dr. dr. Rodiah Rahmawaty
Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M(K), yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasa, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan paper
selanjutnya.
Paper ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.
Penulis
i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1. Konjungtiva.................................................................................. 3
2.2.1 Anatomi............................................................................... 3
2.2.2 Histologi.............................................................................. 3
2.2.1 Perdarahan dan Persarafan.................................................. 4
2.2. Papiloma Konjungtiva.................................................................. 4
2.2.1 Definisi................................................................................ 4
2.2.2 Epidemiologi....................................................................... 4
2.2.3 Etiologi................................................................................ 5
2.2.4 Patologi................................................................................ 5
2.2.5 Patofisiologi........................................................................ 7
2.2.6 Manifestasi Klinis............................................................... 8
2.2.7 Diagnosis............................................................................. 10
2.2.8 Tatalaksana.......................................................................... 13
2.2.9 Prognosis............................................................................. 17
BAB III KESIMPULAN.................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 19
ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
DAFTAR GAMBAR
iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
iv
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
BAB I
PENDAHULUAN
1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konjungtiva
2.1.1 Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan
dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.1
2.1.2 Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus
3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.1,2
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi papiloma konjungtiva berkisar 4-12%. Papiloma konjungtiva
(sel skuamosa, limbal, atau inverted) tidak mengancam jiwa. Papiloma
konjungtiva mungkin cukup besar untuk membuat tidak senang atau menodai
secara kosmetik. HPV tipe 6 dan 11 dapat diturunkan ke anak selama masa nifas
dari saluran lahir yang terinfeksi yang menghasilkan gejala okular.4
Egbert et al melaporkan kasus papiloma konjungtiva pada bayi yang lahir
dari ibu dengan infeksi HPV pada vulva selama kehamilan. Mereka yang
terinfeksi saat lahir nantinya dapat mengembangkan papilomatosis pernapasan,
yang mungkin mengancam jiwa. Kontak langsung dengan tangan atau benda yang
terkontaminasi dapat mengakibatkan manifestasi okular.5
4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
2.2.3 Etiologi
Ada hubungan yang kuat antara HPV dan papiloma sel skuamosa. Selain
itu, genom HPV dapat diidentifikasi pada sebagian besar papiloma konjungtiva
dan pada 85% displasia dan karsinoma konjungtiva. Meskipun tidak ada studi
epidemiologis yang tersedia, bukti menunjukkan bahwa orang tanpa presentasi
klinis yang jelas dapat menyembunyikan virus, dan DNA HPV dapat
diidentifikasi dalam konjungtiva asimptomatik. HPV tipe 6 dan 11 adalah yang
paling sering ditemukan pada papiloma konjungtiva. HPV tipe 33 adalah sumber
lain dalam patogenesis papiloma konjungtiva. HPV tipe 16 dan 18 umumnya
dikaitkan dengan tidak hanya neoplasia intraepitel serviks tingkat tinggi dan
karsinoma invasif tetapi juga displasia sel skuamosa dan karsinoma konjungtiva.
Tingkat kekambuhan untuk papiloma menular tinggi. Papiloma limbal memiliki
tingkat berulang 40%.4
2.2.4 Patologi
Papiloma konjungtiva juga dapat diklasifikasi berdasarkan penampilan
klinis, baik pedunkulata atau sesil. Jenis pedunkulata ini identik dengan papiloma
5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
A B
C D
Gambar 2 A) Histologi; (B) sessile papilloma; (C) sessile papilloma dengan feeder vessels; (D)
pedunculated papillomata 8
6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
tanpa atipia. Banyak sel piala terlihat bersama dengan sel-sel inflamasi akut.
Koilositosis ditunjukkan dan membran basement utuh.
Papiloma limbal adalah lesi sesil yang timbul dari dasar yang luas dengan
gelatinous appearance. Corkscrew vascular loops dan feeder vessel terlihat.
Epitel adalah akantotik, menampilkan berbagai tingkat pleomorfisme dan
displasia. Permukaan epitel dapat keratinisasi dengan fokus parakeratosis dalam
lipatan papiler dan membran basement utuh.
Papiloma inverted menunjukkan pola pertumbuhan eksofitik dan endofit.
Invaginasi ke dalam stroma yang mendasari bukannya pola pertumbuhan eksofit
ditunjukkan oleh sel skuamosa atau papiloma limbal, sedangkan beberapa lesi
menunjukkan campuran pola pertumbuhan eksofitik dan endofit. Tidak seperti
papiloma inverted yang timbul di dinding hidung lateral atau sinus paranasal, lesi
yang timbul dari konjungtiva cenderung kurang agresif dalam transformasi
keganasan. Lesi terdiri dari lobulus sel epitel yang memanjang hingga ke stroma.
Lesi dapat meningkat atau umbilikasi. Sel epitel tidak menunjukkan atipia, dan
perubahan displastik jarang terjadi pada papiloma konjungtiva inverted.
Sitoplasma kosong dalam beberapa sel. Mereka mungkin menyerupai papiloma
skuamosa atau granuloma piogenik. Banyak sel piala yang dicampur dengan
epitel. Lesi kistik dapat dilihat sekunder akibat pertemuan sel piala. Lesi dapat
berisi butiran melanin dan / atau melanosit.4
2.2.5 Patofisiologi
Human Papillomavirus (HPV) dan polyomavirus adalah anggota keluarga
Papovavirus. Virus ini berukuran kecil (55 nm), telanjang, dan icosahedral dengan
DNA beruntai ganda melingkar. Virus Papiloma menunjukkan situs dan
spesifisitas tipe sel, sebagai berikut:
1. HPV 6 dan 11 - Kutil kulit jinak atau kondiloma pada saluran genital
wanita dan papiloma konjungtiva
2. HPV 16 dan 18 - Karsinoma serviks
3. HPV 6a dan 45, dua subtipe baru, telah dilaporkan dikaitkan dengan
papiloma konjungtiva.9,10
7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
Gambar 4 Gambaran berbagai lesi di permukaan ocular (A) Pterigium grade 2 (B)
Conjunctival intraepithelial neoplasia CIN grade 1 (C) CIN grade3 (D) Carcinoma in
situ CIS (E) Squamous cell carcinoma (SCC) grade 1 (F) SCC grade 2 (G) SCC grade 3
(H) SCC dengan invasi ke orbita 13
2.2.7 Diagnosis
Anamnnesis
Anamnesis okular yang baik penting dalam membuat diagnosis yang
benar.
Mengetahui usia pasien dan lokasi anatomi tumor atau lesi seperti tumor
(papiloma inverted [Schneiderian atau mucoepidermoid papillomas]
biasanya melibatkan selaput lendir hidung, sinus paranasal, dan kantung
lakrimal) bermanfaat untuk dokter mata. Konjungtiva jarang terpengaruh.
Perubahan ukuran dan bentuk harus meningkatkan indeks kecurigaan
untuk kemungkinan proliferasi neoplastik. Namun, alasan lain dapat
berkontribusi pada perubahan ukuran. Lesi kistik dapat meningkat dalam
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
Pemeriksaan Fisik
Fitur utama untuk membantu dokter mata dalam memeriksa tumor
permukaan adalah sebagai berikut:
11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
Biopsi (insisi atau eksisi) adalah metode yang masuk akal dan aman yang
membantu dalam memperoleh diagnosis pasti. Indikasi untuk biopsi adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengesampingkan kemungkinan keganasan.
2. Untuk lesi yang tidak jelas jinak (menunjukkan gejala dan / atau
pertumbuhan).
3. Untuk neoplasma yang menunjukkan keganasan (pasien HIV-positif atau
konjungtivitis unilateral kronis yang tidak responsif terhadap terapi).
4. Keputusan terapeutik.
5. Untuk menentukan batas operasi pada lesi yang tidak jelas.
6. Untuk mengecualikan kemungkinan perubahan neoplastik berulang.
7. Untuk mengambil jaringan untuk studi khusus (flow cytometry).4
2.2.8 Tatalaksana
13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
Terapi medis
Frozen Section
1. Indikasi yang paling umum untuk Frozen Section adalah untuk
menentukan apakah margin bedah bebas dari tumor (untuk menilai
kecukupan eksisi jaringan).
15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
Impression cytology
1. Teknik lain untuk mengumpulkan sel permukaan, cetak sitologi
menggunakan kertas filter selulosa asetat. Ketika kertas saring
ditempatkan dalam kontak langsung dengan sel permukaan, sel-sel
menempel ke kertas.
2. Impression cytology kurang traumatis dibandingkan sitologi eksfoliatif.
3. Struktur intraseluler lebih baik dipertahankan daripada dengan sitologi
eksfoliatif.
16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
2.3.9 Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan kondisi ini umumnya baik.
Kekambuhan papiloma virus jarang terjadi
Rekurensi papiloma sel skuamosa yang dieksisi total jarang terjadi.20
Secara teoritis, penurunan paparan sinar matahari dapat mencegah lesi sel
skuamosa.20
17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
BAB III
KESIMPULAN
Papiloma konjungtiva adalah tumor sel skuamosa jinak yang didapat yang
dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi paling sering pada dekade ketiga dan ke
empat kehidupan. Papiloma konjungtiva dikategorikan ke dalam infeksi (virus),
sel skuamosa, limbal, dan inverted (deskripsi histologis) berdasarkan penampilan,
lokasi, usia pasien, kecenderungan untuk kambuh setelah eksisi, dan
histopatologi. Ada hubungan yang kuat antara HPV dan papiloma sel skuamosa.
HPV tipe 6 dan 11 adalah yang paling sering ditemukan pada papiloma
konjungtiva. HPV tipe 33 adalah sumber lain dalam patogenesis papiloma
konjungtiva. HPV tipe 16 dan 18 umumnya dikaitkan dengan tidak hanya
neoplasia intraepitel serviks tingkat tinggi dan karsinoma invasif tetapi juga
displasia sel skuamosa dan karsinoma konjungtiva. Tingkat kekambuhan untuk
papiloma menular tinggi. Papiloma limbal memiliki tingkat berulang 40%.
Diagnosis definitif konjungtiva papiloma ditegakkan dengan hasil
histopatologis dari hasil biopsi eksisi atau insisi berupa Conjunctival
Intraepithelial Neoplasia (CIN), Carcinoma In Situ (CIS) dan karsinoma sel
squamous invasif. Penanganan adalah dengan eksisi komplit dan dikombinasikan
beberapa modalitas terapi yang bersifat individual dengan melihat kondisi klinis
dan hasil pemeriksaan histopatologis.
18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
DAFTAR PUSTAKA
1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Konjungtiva. Dalam: Vaughan &
Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 19. 2019. Jakarta: EGC, 17-41
2. Junqueira LC, Carneiro J. Sistem Fotoreseptor dan Audioreseptor. Dalam:
Junqueira LC, Carneiro J (ed). Histologi Dasar: Text & Atlas. 2015. Edisi 13.
Jakarta:EGC,479-497
3. Tortora GJ, Derrickson BH. The Special Senses. In:Tortora, Gerald J.,
Derrickson, Bryan H (eds). Principles of Anatomy and Physiology. 14th
edition. New York: John Wiley & Spns. 2013666. Inc,579-594
4. Duong HQ, Burkat CN, Akkara JD, Phelps PO. Conjunctival Papilloma.
American Academy of Ophthalmology. 2019 July 29
5. Egbert JE, Kersten RC. Female genital tract papillomavirus in conjunctival
papillomas of infancy. Am J Ophthalmol. Apr 1997;123(4):551-2
6. Lauer SA. Recurrent conjunctival papilloma causing nasolacrimal duct
obstruction. Am J Ophthalmol. Nov 15 1990;110(5):580-1
7. Migliori ME, Putterman AM. Recurrent conjunctival papilloma causing
nasolacrimal duct obstruction. Am J Ophthalmol. Jul 15 1990;110(1):17-
22Roque BL. Brown Syndrome. Medscape. 2018 Jun 19.
8. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology. 8th ed. Elsevier Butterworth
Heinemann. 2016: 468-473
9. Peck N, Lucarelli MJ, Yao M, et al. Human papillomavirus 6a lesions of the
lower eyelid and genitalia. Ophthal Plast Reconstr Surg. Jul-Aug
2006;22(4):311-3
10. Sjo NC, Buchwald CV, Cassonnet P, et al. Human papillomavirus in normal
conjunctival tissue and in conjunctival papilloma. Types and frequencies in a
large series. Br J Ophthalmol. Dec 13 2006
11. Minchiotti S, Masucci L, Serapiao Dos Santos M, Perrella E, Graffeo R,
Lambiase A. Conjunctival papilloma and human papillomavirus:
identification of HPV types by PCR. Eur J Ophthalmol. May-Jun
2006;16(3):473-7
19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169
20