Anda di halaman 1dari 25

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

PAPER
PAPILOMA KONJUNGTIVA

Disusun oleh:
Fidela Fortunata
140100169

Pembimbing:
Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan
judul “Papiloma Konjungtiva”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dokter pembimbing penulis Dr. dr. Rodiah Rahmawaty
Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M(K), yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasa, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan paper
selanjutnya.
Paper ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, November 2019

Penulis

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1. Konjungtiva.................................................................................. 3
2.2.1 Anatomi............................................................................... 3
2.2.2 Histologi.............................................................................. 3
2.2.1 Perdarahan dan Persarafan.................................................. 4
2.2. Papiloma Konjungtiva.................................................................. 4
2.2.1 Definisi................................................................................ 4
2.2.2 Epidemiologi....................................................................... 4
2.2.3 Etiologi................................................................................ 5
2.2.4 Patologi................................................................................ 5
2.2.5 Patofisiologi........................................................................ 7
2.2.6 Manifestasi Klinis............................................................... 8
2.2.7 Diagnosis............................................................................. 10
2.2.8 Tatalaksana.......................................................................... 13
2.2.9 Prognosis............................................................................. 17
BAB III KESIMPULAN.................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 19

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Konjungtiva……………………………… 3


Gambar 2 A) Histologi; (B) sessile papilloma; (C) sessile
papilloma dengan feeder vessels; (D) pedunculated
papillomata………………………………………... 6
Gambar 3 Konjungtival papiloma…………………………….. 9
Gambar 4 Gambaran berbagai lesi di permukaan ocular (A)
Pterigium grade 2 (B) Conjunctival intraepithelial
neoplasia CIN grade 1 (C) CIN grade 3 (D)
Carcinoma in situ CIS (E) Squamous cell
carcinoma (SCC) grade 1 (F) SCC grade 2 (G)
SCC grade 3 (H) SCC dengan invasi ke
orbita………………………………………………. 10

iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

iv
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan
dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).1
Secara umum, papiloma adalah istilah histopatologis yang
menggambarkan tumor dengan morfologi spesifik, yaitu gambaran seperti bunga
kol. Lesi papilomatosa sering berlobus-lobus dengan inti vaskular sentral. Tidak
relevan dengan sitologinya, neoplasma yang berasal dari epitel dengan bentuk
pertumbuhan ini juga disebut papiloma. Papiloma bisa jinak atau ganas dan dapat
ditemukan di banyak lokasi anatomi (misalnya, kulit, konjungtiva, serviks, saluran
payudara). Secara khusus, papiloma konjungtiva adalah tumor epitel skuamosa
jinak dengan kecenderungan minimal terhadap keganasan.4
Papiloma konjungtiva dikategorikan ke dalam infeksi (virus), sel
skuamosa, limbal, dan inverted (deskripsi histologis) berdasarkan penampilan,
lokasi, usia pasien, kecenderungan untuk kambuh setelah eksisi, dan
histopatologi. Papiloma inverted menunjukkan pola pertumbuhan eksofitik dan
endofit.
Papiloma konjungtiva juga dapat diklasifikasi berdasarkan penampilan
klinis, baik pedunculata atau sesil. Jenis pedunculata ini identik dengan papiloma
konjungtiva infektif dan papiloma sel skuamosa. Papiloma konjungtiva limbal
sering disebut sebagai papiloma konjungtiva non infektif karena diyakini bahwa
papiloma limbal timbul dari paparan radiasi UV. Papiloma limbak dikenal sebagai
sesil karena penampilan makroskopiknya. Meskipun jarang, papiloma konjungtiva
inverted kadang-kadang disebut sebagai papiloma mucoepidermoid karena lesi ini
memiliki komponen mukosa dan komponen epidermoid.4
Ada hubungan yang kuat antara Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan
11 dan pengembangan papiloma konjungtiva. Papiloma konjungtiva infektif juga
dikenal sebagai papiloma sel skuamosa. Istilah ini muncul dari penampilan

1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

histopatologisnya (yaitu, lesi terbatas pada lapisan epitel, yang bersifat


akantotik).4
Diagnosis definitif konjungtiva papiloma ditegakkan dengan hasil
histopatologis dari hasil biopsi eksisi atau insisi berupa Conjunctival
Intraepithelial Neoplasia (CIN), Carcinoma In Situ (CIS) dan karsinoma sel
squamous invasif. Penanganan adalah dengan eksisi komplit dan dikombinasikan
beberapa modalitas terapi yang bersifat individual dengan melihat kondisi klinis
dan hasil pemeriksaan histopatologis.4

2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konjungtiva
2.1.1 Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan
dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.1

Gambar 1 Anatomi Konjungtiva

2.1.2 Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus

3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.1,2

2.1.3 Perdarahan dan Persarafan


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat
banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus
V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit.1,3

2.2 Papiloma Konjungtiva


2.2.1 Definisi
Papiloma konjungtiva adalah tumor sel skuamosa jinak yang didapat yang
dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi paling sering pada dekade ketiga dan ke
empat kehidupan. Konjungtiva papiloma merupakan penyakit bawaan tetapi juga
bisa didapat. Papiloma konjungtiva dikategorikan ke dalam infeksi (virus), sel
skuamosa, limbal, dan inverted (deskripsi histologis) berdasarkan penampilan,
lokasi, usia pasien, kecenderungan untuk kambuh setelah eksisi, dan
histopatologi.4

2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi papiloma konjungtiva berkisar 4-12%. Papiloma konjungtiva
(sel skuamosa, limbal, atau inverted) tidak mengancam jiwa. Papiloma
konjungtiva mungkin cukup besar untuk membuat tidak senang atau menodai
secara kosmetik. HPV tipe 6 dan 11 dapat diturunkan ke anak selama masa nifas
dari saluran lahir yang terinfeksi yang menghasilkan gejala okular.4
Egbert et al melaporkan kasus papiloma konjungtiva pada bayi yang lahir
dari ibu dengan infeksi HPV pada vulva selama kehamilan. Mereka yang
terinfeksi saat lahir nantinya dapat mengembangkan papilomatosis pernapasan,
yang mungkin mengancam jiwa. Kontak langsung dengan tangan atau benda yang
terkontaminasi dapat mengakibatkan manifestasi okular.5

4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

Papiloma sel skuamosa, yang memiliki etiologi virus infeksi, memiliki


kecenderungan untuk kambuh setelah perawatan medis dan bedah. Lesi baru dan
multipel mungkin timbul setelah eksisi. Papiloma konjungtiva berulang dapat
meluas ke saluran nasolakrimal yang menyebabkan obstruksi. Lauer et al dan
Migliori dan Putterman melaporkan kasus obstruksi saluran nasolacrimal setelah
perluasan papiloma ke dalam kantung lakrimal. Sebagian besar papiloma bersifat
jinak, tetapi pada kasus yang jarang dapat mengalami transformasi ganas, tanda-
tanda yang meliputi peradangan, keratinisasi, dan pembentukan symblepharon.6,7
Papiloma sel skuamosa (papiloma infektif, papiloma konjungtiva virus)
terlihat umum pada anak-anak dan dewasa muda, biasanya lebih muda dari 20
tahun dan saudara kandung maupun kembar juga dapat terpengaruh. Papiloma
limbal terlihat umum pada orang dewasa yang lebih tua karena terdapat hubungan
dengan radiasi UV.4

2.2.3 Etiologi
Ada hubungan yang kuat antara HPV dan papiloma sel skuamosa. Selain
itu, genom HPV dapat diidentifikasi pada sebagian besar papiloma konjungtiva
dan pada 85% displasia dan karsinoma konjungtiva. Meskipun tidak ada studi
epidemiologis yang tersedia, bukti menunjukkan bahwa orang tanpa presentasi
klinis yang jelas dapat menyembunyikan virus, dan DNA HPV dapat
diidentifikasi dalam konjungtiva asimptomatik. HPV tipe 6 dan 11 adalah yang
paling sering ditemukan pada papiloma konjungtiva. HPV tipe 33 adalah sumber
lain dalam patogenesis papiloma konjungtiva. HPV tipe 16 dan 18 umumnya
dikaitkan dengan tidak hanya neoplasia intraepitel serviks tingkat tinggi dan
karsinoma invasif tetapi juga displasia sel skuamosa dan karsinoma konjungtiva.
Tingkat kekambuhan untuk papiloma menular tinggi. Papiloma limbal memiliki
tingkat berulang 40%.4

2.2.4 Patologi
Papiloma konjungtiva juga dapat diklasifikasi berdasarkan penampilan
klinis, baik pedunkulata atau sesil. Jenis pedunkulata ini identik dengan papiloma

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

konjungtiva infektif dan papiloma sel skuamosa. Papiloma konjungtiva limbal


sering disebut sebagai papiloma konjungtiva non infektif karena diyakini bahwa
papiloma limbal timbul dari paparan radiasi UV. Papiloma limbal dikenal sebagai
sesil karena penampilan makroskopiknya. Meskipun jarang, papiloma konjungtiva
inverted kadang-kadang disebut sebagai papiloma mukoepidermoid karena lesi ini
memiliki komponen mukosa dan komponen epidermoid.4,8

A B

C D

Gambar 2 A) Histologi; (B) sessile papilloma; (C) sessile papilloma dengan feeder vessels; (D)
pedunculated papillomata 8

Papiloma sel skuamosa (papiloma infeksius, papiloma konjungtiva virus)


terdiri dari beberapa daun cabang bercabang yang berasal dari basis pedunkulata
yang sempit. Masing-masing daun dikelilingi oleh jaringan ikat, masing-masing
memiliki inti vaskularisasi sentral. Sel-sel inflamasi akut dan kronis ditemukan
dalam daun ini. Epitel adalah akantotik, epitel skuamosa bertingkat non-keratin

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

tanpa atipia. Banyak sel piala terlihat bersama dengan sel-sel inflamasi akut.
Koilositosis ditunjukkan dan membran basement utuh.
Papiloma limbal adalah lesi sesil yang timbul dari dasar yang luas dengan
gelatinous appearance. Corkscrew vascular loops dan feeder vessel terlihat.
Epitel adalah akantotik, menampilkan berbagai tingkat pleomorfisme dan
displasia. Permukaan epitel dapat keratinisasi dengan fokus parakeratosis dalam
lipatan papiler dan membran basement utuh.
Papiloma inverted menunjukkan pola pertumbuhan eksofitik dan endofit.
Invaginasi ke dalam stroma yang mendasari bukannya pola pertumbuhan eksofit
ditunjukkan oleh sel skuamosa atau papiloma limbal, sedangkan beberapa lesi
menunjukkan campuran pola pertumbuhan eksofitik dan endofit. Tidak seperti
papiloma inverted yang timbul di dinding hidung lateral atau sinus paranasal, lesi
yang timbul dari konjungtiva cenderung kurang agresif dalam transformasi
keganasan. Lesi terdiri dari lobulus sel epitel yang memanjang hingga ke stroma.
Lesi dapat meningkat atau umbilikasi. Sel epitel tidak menunjukkan atipia, dan
perubahan displastik jarang terjadi pada papiloma konjungtiva inverted.
Sitoplasma kosong dalam beberapa sel. Mereka mungkin menyerupai papiloma
skuamosa atau granuloma piogenik. Banyak sel piala yang dicampur dengan
epitel. Lesi kistik dapat dilihat sekunder akibat pertemuan sel piala. Lesi dapat
berisi butiran melanin dan / atau melanosit.4

2.2.5 Patofisiologi
Human Papillomavirus (HPV) dan polyomavirus adalah anggota keluarga
Papovavirus. Virus ini berukuran kecil (55 nm), telanjang, dan icosahedral dengan
DNA beruntai ganda melingkar. Virus Papiloma menunjukkan situs dan
spesifisitas tipe sel, sebagai berikut:
1. HPV 6 dan 11 - Kutil kulit jinak atau kondiloma pada saluran genital
wanita dan papiloma konjungtiva
2. HPV 16 dan 18 - Karsinoma serviks
3. HPV 6a dan 45, dua subtipe baru, telah dilaporkan dikaitkan dengan
papiloma konjungtiva.9,10

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

Penularannya melalui kontak manusia langsung. Proliferasi jaringan ikat


kulit diikuti oleh akantosis dan hiperkeratosis. HPV bersifat tumorigenik, dan
biasanya menghasilkan tumor jinak dengan potensi rendah untuk keganasan.
Secara umum, proliferasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan atipia seluler
dan displasia. HPV tipe 11 adalah yang paling umum dan sering ditemukan pada
papiloma konjungtiva sebagaimana dianalisis oleh polymerase chain reaction
(PCR).11

2.2.6 Manifestasi Klinis


Tanda-tanda klinis yang terkait dengan papiloma sel skuamosa adalah
sebagai berikut:
1. Lesi nya jinak dan sembuh sendiri.
2. Dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.
3. Kebanyakan lesi tidak menunjukkan gejala tanpa konjungtivitis atau
folikulitis terkait.
4. Secara anatomis, biasanya terletak di forniks inferior, tetapi juga dapat
muncul di daerah limbus, karunkel, dan palpebral.
5. Lesi bisa bilateral dan multiple.
6. Papiloma sel skuamosa tampak sebagai massa berwarna merah keabu-
abuan, berdaging, lunak, bertangkai dengan permukaan yang tidak
beraturan (seperti bunga kol).12

Tanda-tanda klinis yang terkait dengan papiloma limbal adalah sebagai


berikut:
1. Lesi biasanya jinak.
2. Terjadi pada orang dewasa yang lebih tua.
3. Secara anatomi, lesi umumnya terjadi pada limbus atau bulbar
konjungtiva.
4. Lesi dapat menyebar ke pusat kornea atau ke arah konjungtiva.
5. Ketajaman visual dapat dipengaruhi jika lesi tumbuh secara terpusat.
6. Lesi ini hampir selalu bersifat unilateral dan tunggal

8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

7. Mereka cenderung memiliki potensi proliferasi variabel dengan


kecenderungan untuk perlahan memperbesar ukuran12

Tanda-tanda klinis yang terkait dengan papiloma konjungtiva inverted


adalah sebagai berikut:
1. Lesi ini tumbuh lambat dan biasanya terlihat di hidung, sinus paranasal,
atau keduanya. Kantung lakrimal dan konjungtiva adalah situs yang tidak
umum.
2. Lesi bersifat unilateral dan unifokal dan tidak kambuh setelah eksisi
bedah.4

Gambar 3 Gambaran Papiloma Konjungtiva 4,12

9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

Gambar 4 Gambaran berbagai lesi di permukaan ocular (A) Pterigium grade 2 (B)
Conjunctival intraepithelial neoplasia CIN grade 1 (C) CIN grade3 (D) Carcinoma in
situ CIS (E) Squamous cell carcinoma (SCC) grade 1 (F) SCC grade 2 (G) SCC grade 3
(H) SCC dengan invasi ke orbita 13

2.2.7 Diagnosis
Anamnnesis
 Anamnesis okular yang baik penting dalam membuat diagnosis yang
benar.
 Mengetahui usia pasien dan lokasi anatomi tumor atau lesi seperti tumor
(papiloma inverted [Schneiderian atau mucoepidermoid papillomas]
biasanya melibatkan selaput lendir hidung, sinus paranasal, dan kantung
lakrimal) bermanfaat untuk dokter mata. Konjungtiva jarang terpengaruh.
 Perubahan ukuran dan bentuk harus meningkatkan indeks kecurigaan
untuk kemungkinan proliferasi neoplastik. Namun, alasan lain dapat
berkontribusi pada perubahan ukuran. Lesi kistik dapat meningkat dalam

10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

ukuran sekunder akibat akumulasi cairan dan / atau puing aselular.


Respons inflamasi dapat menyebabkan ukuran lesi jinak meningkat.
 Sebagian besar tumor konjungtiva adalah lesi yang terisolasi. Namun,
dalam persentase kecil, lesi konjungtiva mungkin merupakan
perpanjangan dari penyakit sistemik (penyakit Lhermitte-Duclos, sindrom
Cowden).
 Riwayat lesi konjungtiva kongenital, bilateral, atau multifokal sangat
menunjukkan penyakit sistemik yang mendasarinya. Oleh karena itu,
pemeriksaan sistemik yang mendalam diperlukan.4

Riwayat terkait dengan papiloma sel skuamosa yaitu:


1. Biasanya terlihat pada pasien yang lebih muda.
2. Riwayat infeksi HPV ibu pada saat nifas.
3. Riwayat eksisi tumor di masa lalu dengan kekambuhan.
4. Riwayat pengobatan medis maupun pembedahan.
5. Tidak ada penurunan atau kehilangan ketajaman visual.
6. Riwayat saudara kandung dengan kondisi yang sama.
7. Riwayat kutil kulit di situs luar mata.4

Riwayat terkait papiloma limbal yaitu:


1. Terlihat pada orang dewasa yang lebih tua
2. Riwayat pajanan UV
3. Kemungkinan penurunan atau kehilangan ketajaman visual
4. Kekambuhan setelah eksisi
5. Riwayat konjungtivitis kronis yang berkaitan dengan pengobatan4

Pemeriksaan Fisik
Fitur utama untuk membantu dokter mata dalam memeriksa tumor
permukaan adalah sebagai berikut:

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

1. Lokasi tumor: Mengetahui kemungkinan menemukan tumor di lokasi


anatomi tertentu sangat membantu dokter mata tidak hanya dalam
membuat diagnosis tetapi juga dalam memprioritaskan diagnosis banding.
a. Sekitar 25% dari semua lesi yang melibatkan karunkel adalah
papiloma.
b. Karsinoma sel skuamosa terlihat umum di zona interpalpebral yang
berdekatan dengan limbus dan jarang muncul di tempat lain.
Meskipun mungkin, diagnosis karsinoma sel skuamosa akan
dipertanyakan jika jauh dari limbus.
2. Warna tumor: Warna tumor memberikan petunjuk penting dan penilaian
klinis berdasarkan hal-hal berikut:
a. Lesi berpigmen menunjukkan asal melanosit.
b. Lesi berwarna salmon berhubungan dengan tumor limfoid.
c. Lesi kuning pucat atau kusam berhubungan dengan xantoma.
3. Topografi tumor: Dalam mengevaluasi, perhatian harus diberikan pada
permukaan tumor, untuk mengidentifikasi tekstur dan tepi tumor.
a. Perubahan permukaan konjungtiva dapat diprediksi dalam tumor
epitel (epitel permukaan dinaikkan, batu bulat, dan / atau
akantotik).
b. Dalam membedakan dari tumor epitel, tumor yang timbul dari
substantia propria cenderung memiliki permukaan epitel yang
halus.
c. Tepi tumor antara konjungtiva normal dan konjungtiva yang sakit
dapat muncul tiba-tiba, seperti yang terlihat pada papiloma
konjungtiva atau neoplasia intraepitel konjungtiva (CIN)
d. Dalam kasus dimana ujung-ujungnya tidak jelas, tumor limfoid
harus dipertimbangkan.
4. Pola pertumbuhan tumor: Pola pertumbuhan dapat digambarkan sebagai
soliter, difus, atau multifokal.
a. Pertumbuhan soliter terlihat pada papiloma konjungtiva.

12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

b. Pertumbuhan difus, walaupun jarang, berhubungan dengan


neoplasia intraepitel konjungtiva, karsinoma sebasea (penyebaran
pagetoid), limfoma, dan hiperplasia limfoid reaktif.
5. Konsistensi tumor: Konsistensi tumor dapat digambarkan sebagai padat,
lunak, atau kistik.
a. Konsistensi tumor ditentukan oleh palpasi, yang berguna dalam
mengevaluasi dan mendiagnosis tumor subepitel.
b. Palpasi dilakukan dengan anestesi topikal selama pemeriksaan slit
lamp, menggunakan aplikator ujung kapas.
c. Teknik ini bermanfaat dalam menentukan apakah tumor epitel
telah menginvasi jaringan pendukung yang mendasarinya.
Kebanyakan papiloma bebas bergerak di atas sklera. Tumor epitel
yang telah menginvasi jaringan ikat di bawahnya akan terasa keras
ketika didorong dengan lembut dari sisi ke sisi.4

Biopsi (insisi atau eksisi) adalah metode yang masuk akal dan aman yang
membantu dalam memperoleh diagnosis pasti. Indikasi untuk biopsi adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengesampingkan kemungkinan keganasan.
2. Untuk lesi yang tidak jelas jinak (menunjukkan gejala dan / atau
pertumbuhan).
3. Untuk neoplasma yang menunjukkan keganasan (pasien HIV-positif atau
konjungtivitis unilateral kronis yang tidak responsif terhadap terapi).
4. Keputusan terapeutik.
5. Untuk menentukan batas operasi pada lesi yang tidak jelas.
6. Untuk mengecualikan kemungkinan perubahan neoplastik berulang.
7. Untuk mengambil jaringan untuk studi khusus (flow cytometry).4

2.2.8 Tatalaksana

13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

Pengamatan dan jaminan pasien diindikasikan untuk papiloma sel


skuamosa. Lesi ini dapat menurun secara spontan seiring waktu. Untuk papiloma
limbal, eksisi diindikasikan untuk menyingkirkan perubahan neoplastik.4
Cryotherapy diindikasikan untuk papiloma sel skuamosa. Semakin sedikit
jaringan parut, dan tingkat kekambuhan rendah. Ini tidak diindikasikan untuk
papiloma limbal karena prosedur ini tidak membedakan antara papiloma jinak dan
papiloma ganas. Metode double-freeze-thaw lebih disukai dan tampaknya
merupakan teknik yang paling efektif.4
Interferon adalah terapi tambahan untuk eksisi bedah lesi berulang dan
multipel. Interferon alfa diberikan secara intramuskular (setiap hari selama 1
bulan, 2-3 kali / minggu selama 6 bulan berikutnya, kemudian dikurangi secara
bertahap). Lass dkk mengindikasikan terapi interferon pada lesi yang tidak
berulang dan berulangnya lesi konjungtiva. Namun, lesi yang berulang cenderung
kurang parah dalam presentasi klinis. Karena sifat antivirus dan
antiproliferatifnya, bentuk terapi ini dirancang untuk menekan sel tumor; itu
bukan kuratif. Selain itu, interferon alfa-2b topikal telah terbukti sebagai terapi
tambahan yang efektif untuk lesi ukuran kecil hingga sedang tetapi tidak untuk
lesi besar tanpa debulking bedah. Interferon alfa-2b topikal dapat digunakan
sebagai terapi tambahan untuk papiloma konjungtiva berulang. Baru-baru ini,
interferon alfa-2b topikal telah terbukti berhasil dalam mengobati tidak hanya
papiloma konjungtiva primer tetapi juga neoplasia intraepitel konjungtiva.14,15,16
Mitomycin-C adalah terapi tambahan untuk eksisi bedah. Mitomycin-C
diindikasikan untuk papiloma konjungtiva yang tidak membaik atau mereka yang
bias terhadap beberapa perawatan sebelumnya. Hawkins et al melaporkan regresi
papiloma konjungtiva lengkap 9 bulan setelah eksisi bedah diikuti oleh aplikasi
mitomycin-C intraoperatif. Mitomycin-C (0,3 mg / mL) diberikan melalui spons
selulosa ke area yang terlibat setelah eksisi bedah. Spons ditahan di tempat selama
3 menit. Daerah yang dirawat diairi secara berlebihan dengan salin normal setelah
aplikasi mitomycin-C. Komplikasi meliputi symblepharon, edema kornea,
perforasi kornea, iritis, katarak, dan glaukoma.17

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

Cimetidine oral (Tagamet): Meskipun umumnya digunakan untuk


mengobati penyakit tukak lambung, simetidin telah terbukti efektif dalam
pengobatan papiloma konjungtiva yang tidak membaik. Shields et al
menunjukkan regresi tumor dramatis dengan resolusi hampir lengkap pada
seorang anak laki-laki berusia 11 tahun yang diobati dengan simetidin. Chang et
al menunjukkan bahwa simetidin oral dapat digunakan sebagai modalitas
pengobatan awal dalam kasus di mana lesi cukup besar. Terlepas dari efek
antagonisnya pada reseptor H2, cimetidine telah ditemukan untuk meningkatkan
sistem kekebalan dengan menghambat fungsi sel T penekan dan menambah
respon hipersensitivitas tipe lambat.15,20
Laser karbon dioksida (CO2): Schachat et al dan Jackson et al melaporkan
modalitas perawatan ini menjadi aman dan paling efektif. Ini diindikasikan untuk
papiloma konjungtiva yang tidak membaik. Prosedur ini dilakukan dengan
mudah. Prosedur ini memungkinkan eksisi jaringan yang tepat dengan kehilangan
darah minimal dan trauma pada jaringan. Penyembuhan jaringan yang cepat
terjadi tanpa jaringan parut yang signifikan, edema, atau pembentukan
symblepharon. Rekurensi rendah, dihasilkan dari penghancuran partikel virus dan
sel epitel papilomatous. Salep gentamisin dua kali sehari selama 7-10 hari
diresepkan setelah operasi untuk memungkinkan penyembuhan dan reepitelisasi
yang tepat.4
Modalitas pengobatan lain termasuk elektrodesikasi, asam topikal,
cantharidin topikal, dan bleomycin intralesi. Eksisi diindikasikan untuk sel
skuamosa dan papiloma limbal. Biopsi eksisi lebih disukai daripada biopsi insisi
bila memungkinkan.4

Terapi medis
Frozen Section
1. Indikasi yang paling umum untuk Frozen Section adalah untuk
menentukan apakah margin bedah bebas dari tumor (untuk menilai
kecukupan eksisi jaringan).

15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

2. Bagian yang beku tidak boleh digunakan untuk diagnosis "on-the-spot",


karena morfologi jaringan yang diberikan jaringan beku kurang optimal
untuk pemeriksaan mikroskopis.
3. Penyakit invasif dapat dikecualikan, tetapi lesi intraepitel mungkin tidak.
4. Jaringan konjungtiva cenderung melengkung setelah eksisi. Oleh karena
itu, yang terbaik adalah memeriksa setelah fiksasi dan tinta perbatasan.
Setelah mendapatkan biopsi, letakkan tisu di atas selembar kertas / karton
yang kokoh sebelum dimasukkan ke dalam media fiksasi.4

Surface tissue sampling Exfoliative cytology (tissue scraping)


1. Teknik ini digunakan secara umum untuk membantu dalam diagnosis
penyakit serviks. Namun, teknik ini dan perannya dalam membantu dokter
mata dalam mendiagnosis lesi permukaan mata kurang didefinisikan
dengan baik.
2. Keterbatasan utama termasuk kemungkinan hasil negatif palsu dan
ketidakmampuannya untuk menentukan kedalaman invasi.
3. Kebanyakan lesi jinak dan inflamasi tidak dapat diidentifikasi secara tepat
dengan metode sitologis.
4. Ini berguna sebagai panduan untuk mendapatkan spesimen biopsi atau
reseksi lesi konjungtiva yang tidak jelas.4

Impression cytology
1. Teknik lain untuk mengumpulkan sel permukaan, cetak sitologi
menggunakan kertas filter selulosa asetat. Ketika kertas saring
ditempatkan dalam kontak langsung dengan sel permukaan, sel-sel
menempel ke kertas.
2. Impression cytology kurang traumatis dibandingkan sitologi eksfoliatif.
3. Struktur intraseluler lebih baik dipertahankan daripada dengan sitologi
eksfoliatif.

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

4. Keterbatasan mirip dengan sitologi eksfoliatif; keduanya tidak sesuai


untuk mengidentifikasi tumor intraepitel.4

Tindak lanjut operasi


Untuk pasien yang menjalani cryoablation, laser CO2, atau eksisi bedah
untuk papiloma konjungtiva, perawatan tindak lanjut pasca-perawatan biasanya 5
hari, 1 bulan, dan 1 tahun.4
Pasien dengan rejimen medis harus menerima perawatan tindak lanjut
bulanan untuk kemungkinan efek samping sampai obat dihentikan. Kemudian,
pasien-pasien ini harus menerima perawatan tindak lanjut tahunan untuk
memeriksa kekambuhan lesi.4

2.3.9 Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan kondisi ini umumnya baik.
 Kekambuhan papiloma virus jarang terjadi
 Rekurensi papiloma sel skuamosa yang dieksisi total jarang terjadi.20

Pasien harus menerima perawatan tindak lanjut rutin untuk rekurensi.


 Beri tahu pasien bahwa lesi dapat kambuh setelah eksisi dan kambuh
berulang jarang terjadi
 Kekambuhan lesi mungkin membutuhkan perawatan yang lebih agresif.

 Secara teoritis, penurunan paparan sinar matahari dapat mencegah lesi sel
skuamosa.20

17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

BAB III
KESIMPULAN

Papiloma konjungtiva adalah tumor sel skuamosa jinak yang didapat yang
dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi paling sering pada dekade ketiga dan ke
empat kehidupan. Papiloma konjungtiva dikategorikan ke dalam infeksi (virus),
sel skuamosa, limbal, dan inverted (deskripsi histologis) berdasarkan penampilan,
lokasi, usia pasien, kecenderungan untuk kambuh setelah eksisi, dan
histopatologi. Ada hubungan yang kuat antara HPV dan papiloma sel skuamosa.
HPV tipe 6 dan 11 adalah yang paling sering ditemukan pada papiloma
konjungtiva. HPV tipe 33 adalah sumber lain dalam patogenesis papiloma
konjungtiva. HPV tipe 16 dan 18 umumnya dikaitkan dengan tidak hanya
neoplasia intraepitel serviks tingkat tinggi dan karsinoma invasif tetapi juga
displasia sel skuamosa dan karsinoma konjungtiva. Tingkat kekambuhan untuk
papiloma menular tinggi. Papiloma limbal memiliki tingkat berulang 40%.
Diagnosis definitif konjungtiva papiloma ditegakkan dengan hasil
histopatologis dari hasil biopsi eksisi atau insisi berupa Conjunctival
Intraepithelial Neoplasia (CIN), Carcinoma In Situ (CIS) dan karsinoma sel
squamous invasif. Penanganan adalah dengan eksisi komplit dan dikombinasikan
beberapa modalitas terapi yang bersifat individual dengan melihat kondisi klinis
dan hasil pemeriksaan histopatologis.

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Konjungtiva. Dalam: Vaughan &
Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 19. 2019. Jakarta: EGC, 17-41
2. Junqueira LC, Carneiro J. Sistem Fotoreseptor dan Audioreseptor. Dalam:
Junqueira LC, Carneiro J (ed). Histologi Dasar: Text & Atlas. 2015. Edisi 13.
Jakarta:EGC,479-497
3. Tortora GJ, Derrickson BH. The Special Senses. In:Tortora, Gerald J.,
Derrickson, Bryan H (eds). Principles of Anatomy and Physiology. 14th
edition. New York: John Wiley & Spns. 2013666. Inc,579-594
4. Duong HQ, Burkat CN, Akkara JD, Phelps PO. Conjunctival Papilloma.
American Academy of Ophthalmology. 2019 July 29
5. Egbert JE, Kersten RC. Female genital tract papillomavirus in conjunctival
papillomas of infancy. Am J Ophthalmol. Apr 1997;123(4):551-2
6. Lauer SA. Recurrent conjunctival papilloma causing nasolacrimal duct
obstruction. Am J Ophthalmol. Nov 15 1990;110(5):580-1
7. Migliori ME, Putterman AM. Recurrent conjunctival papilloma causing
nasolacrimal duct obstruction. Am J Ophthalmol. Jul 15 1990;110(1):17-
22Roque BL. Brown Syndrome. Medscape. 2018 Jun 19.
8. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology. 8th ed. Elsevier Butterworth
Heinemann. 2016: 468-473
9. Peck N, Lucarelli MJ, Yao M, et al. Human papillomavirus 6a lesions of the
lower eyelid and genitalia. Ophthal Plast Reconstr Surg. Jul-Aug
2006;22(4):311-3
10. Sjo NC, Buchwald CV, Cassonnet P, et al. Human papillomavirus in normal
conjunctival tissue and in conjunctival papilloma. Types and frequencies in a
large series. Br J Ophthalmol. Dec 13 2006
11. Minchiotti S, Masucci L, Serapiao Dos Santos M, Perrella E, Graffeo R,
Lambiase A. Conjunctival papilloma and human papillomavirus:
identification of HPV types by PCR. Eur J Ophthalmol. May-Jun
2006;16(3):473-7

19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : FIDELA FORTUNATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100169

12. Jackson TL. Moorfields Manual of Ophthalmology. Elsevier Butterworth


Heinemann. 2008: 388-411
13. Mahanani, Esti, and Artati Sri Redjeki. "Tumor Ocular Surface Squamosa
Tinjauan Pustaka Mengenai Etiopatogenesis, Diagnosis Klinis, Dan
Histopatologis" Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia 6.4 (2015): 217-
231.
14. Muralidhar R, Sudan R, Bajaj MS, Sharma V. Topical interferon alpha-2b as
an adjunctive therapy in recurrent conjunctival papilloma. Int Ophthalmol.
Feb 2009;29(1):61-2.
15. de Keizer RJ, de Wolff-Rouendaal D. Topical alpha-interferon in recurrent
conjunctival papilloma. Acta Ophthalmol Scand. Apr 2003;81(2):193-6
16. Falco LA, Gruosso PJ, Skolnick K, Bejar L. Topical interferon alpha 2 beta
therapy in the management of conjunctival papilloma. Optometry. Apr
2007;78(4):162-6
17. Hawkins AS, Yu J, Hamming NA, Rubenstein JB. Treatment of recurrent
conjunctival papillomatosis with mitomycin C. Am J Ophthalmol. Nov
1999;128(5):638-40
18. Shields CL, Lally MR, Singh AD, et al. Oral cimetidine (Tagamet) for
recalcitrant, diffuse conjunctival papillomatosis. Am J Ophthalmol. Sep
1999;128(3):362-4
19. Chang SW, Huang ZL. Oral cimetidine adjuvant therapy for recalcitrant,
diffuse conjunctival papillomatosis. Cornea. Jul 2006;25(6):687-90
20. Huang YM, Huang YY, Yang HY, et al. Conjunctival papilloma: Clinical
features, outcome, and factors related to recurrence. Taiwan J Ophthalmol.
2018;8(1):15–18. doi:10.4103/tjo.tjo_2_18

20

Anda mungkin juga menyukai