Anda di halaman 1dari 25

PAPER NAMA : KEVIN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100149


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

PAPER

BRANCH RETINAL ARTERY OCCLUSION

Disusun oleh:
KEVIN
140100149

Pembimbing:
dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp. M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Branch Retinal Artery Occlusion”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepanitraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Vanda
Virgayanti, M. Ked (Oph), Sp. M selaku pembimbing yang telah memberikan saran
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun agar kedepannya menjadi lebih baik. Paper ini
diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi referensi dalam
pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, 18 Juni 2019


Penulis

Kevin

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1. Anatomi Retina .......................................................................... 3
2.2. Histologi Retina ......................................................................... 5
2.3. Fisiologi Retina .......................................................................... 8
2.4. Branch Retinal Artery Occlusion ............................................... 10
2.4.1. Definisi .......................................................................... 10
2.4.2. Epidemiologi ................................................................. 11
2.4.3. Etiologi dan faktor resiko ............................................... 11
2.4.4. Patofisiologi .................................................................. 12
2.4.5. Diagnosis ....................................................................... 13
2.4.6. Penatalaksanaan ............................................................ 15
2.4.7. Komplikasi ..................................................................... 17
2.4.8. Prognosis ....................................................................... 17
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 19

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lapisan Bola Mata .............................................................................. 3


Gambar 2.2 Anatomi Retina ................................................................................... 4
Gambar 2.3 Vaskularisasi Retina ............................................................................ 5
Gambar 2.4 Lapisan Retina Neural ......................................................................... 6
Gambar 2.5 Lapisan Retina ..................................................................................... 7
Gambar 2.6 Fototransduksi dan inisiasi potensial aksi ......................................... 10
Gambar 2.7 Cherry Red Spot ................................................................................ 14
Gambar 2.8 Boxcar Appearance ........................................................................... 15
Gambar 2.9 Penyempitan Arteriol Sektoral .......................................................... 15

iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor Resiko RAO............................................................................... 12

iv
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit sumbatan arteri retina merupakan kegawatdaruratan mata yang dapat
bermanifestasi sebagai beberapa keadaan seperti Central Retinal Artery Occlusion
(CRAO), Branch Retinal Artery Occlusion (BRAO), cilio-retinal arterial occlusion,
CRAO bersama dengan oklusi vena, dan cotton-wool spot. Branch Retinal Artery
Occlusion (BRAO) merupakan penyebab 38% obstruksi arteri retina.1

Insiden oklusi arteri retina menigkat sesuai dengan pertambahan usia (puncak
usia 80 tahun), jenis kelamin pria, dan memiliki pola yang sesuai dengan stroke.
Berdasarkan data epidemiologi Amerika Serikat diketahui insiden CRAO kira-kira
1 banding 100.000. Faktor resiko yang terkait dengan oklusi arteri berupa merokok,
hipertensi, obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes, dan penyakit jantung.2

Etiologi BRAO dapat disebabkan oleh faktor intravaskular, faktor


ekstravaskular, dan pengaruh obat-obatan. Faktor intravaskular seperti embolus
merupakan penyebab RAO tersering dan dapat disebabkan oleh berbagai substansi.
Emboli retina yang paling sering dijumpai adalah emboli kolesterol (74%), emboli
platelet-fibrin (15.5%), dan emboli kalsifikasi (10.5%).3

Pasien pada umumnya datang dengan keluhan kehilangan penglihatan di satu


mata, yang bisa terbatas pada satu lapang pandang. Gangguan lapang pandang yang
ditemukan termasuk skotoma sentral pada 20% pasien, gangguan altitudinal sentral
pada 13% pasien, dan gangguan sektor pada 49% pasien. Secara funduskopik,
tampak opasifikasi retina lebih dominan di kutub posterior yang sejalan dengan
arteri yang mengalami obstruksi. Area keputihan yang lebih intens tampak di batas
area iskemik. BRAO biasanya terjadi pada bifurkasio pembuluh darah, dan pada
98% kasus pembuluh darah temporal terkena.1

1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Tatalaksana BRAO dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis, Giant Cell
Arteritis dapat dipertimbangkan pada pasien dengan usia lanjut. Tatalaksana dapat
berupa modifikasi gaya hidup, berhenti merokok, dan menurunkan berat badan.
Prinsip penatalaksanaan diharapkan fokus pada pencegahan untuk meminimalisasi
kecenderungan kejadian iskemia. Prognosis pada mata dengan BRAO simptomatik
pada umumnya baik, dan visus biasanya membaik hingga 20/40 atau lebih pada
80% mata yang terkena. Faktor resiko BRAO sama dengan CRAO, sehingga
evaluasi yang dilakukan juga sama. Prognosis yang buruk dikaitkan dengan kasus
lanjut dan keterlibatan makula.1, 4, 5

2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Retina


Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior
sekitar 24,2 mm. Bola mata memiliki beberapa lapisan (Gambar 2.1):6, 7
1. Tunika Fibrosa: merupakan lapisan terluar bola mata, terdiri dari kornea di
bagian anterior dan sklera di bagian posterior.
2. Tunika Vaskulosa: merupakan lapisan tengah bola mata, dan terdiri dari
tiga bagian, dari posterior ke anterior yaitu koroid, korpus siliaris, dan iris.
3. Tunika Nervosa: merupakan lapisan bola mata yang paling dalam yaitu
retina, melapisi ¾ posterior bola mata dan merupakan awal jalur
penglihatan.

Gambar 2.1 Lapisan bola mata.7

Retina merupakan lapisan sel yang menyelubungi bagian dalam bola mata.
Retina melapisi sekitar 72% permukaaan dalam bola mata dengan diameter 22 mm,
membentang dari saraf optik sampai ke ora serata. Retina merupakan bagian yang
berfungsi menerima rangsang cahaya dan merubahnya menjadi impuls saraf yang
diteruskan ke kortek cerebri.8 (Gambar 2.2).

3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen


retina sehingga juga bertumpuk dengan membran Bruch, koroid, dan sklera.
Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus. Retina merupakan bagian mata
yang mengandung reseptor yang menerima rangsang cahaya. Secara kasar lapisan
retina terbagi atas dua lapisan, yaitu lapisan fotoreseptor (pars optika retina) dan
lapisan non-fotoreseptor atau lapisan epitel pigmen.6

Gambar 2.2. Anatomi Retina.6


Arteri dan Vena
Pemasok arteri utama ke orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri
oftalmika, cabang besar pertama dari bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di
bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju orbita.
Cabang intraorbital pertama adalah arteri retina sentralis, yang memasuki nervus
optikus sekitar 8-15 mm di belakang bola mata.6
Retina menerima suplai darah dari dua sumber: koriokapilaria, yang berada
tepat di luar membran bruch, yang memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk
lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina; sumber kedua adalah arteri sentralis retina yang memperdarahi dua
pertiga bagian dalam retina, yang berasal dari arteri oftalmika, arteri ini berasal dari

4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan nervus optikus dan
bercabang pada permukaan dalam retina. Aliran darah vena retina adalah melalui
vena vortex dan vena retina sentral yang bergabung dengan vena opthalmika
superior dan inferior dan bermuara pada sinus cavernosus, pleksus vena pterygoid,
dan vena fasialis (Gambar 2.3).6, 9

Gambar 2.3. Vaskularisasi Retina.6

2.2. Histologi Retina


Retina merupakan lapisan internal mata yang terdiri atas dua lapisan utama.
Lapisan pigmen luar adalah epitel yang berada pada membran Bruch tepat di dalam
koroid. Lapisan dalam adalah retina neural, mengandung neuron dan fotoreseptor.
Epitel pigmen terdiri atas se1-se1 kolumnar dengan inti basal. Lapisan ini juga
mengandung granula melanin. Granula melanin adalah sejumlah penjuluran dan
sitoplasma apikal. Regio sel ini juga mengandung sejumlah besar vakuola fagositik,
lisosom sekunder, peroksisom, dan banyak retikulum endoplasma kasar dengan
regio khusus di sel-sel ini untuk isomerisasi all trans retinal (berasal dari vitamin
A) dan pengangkutannya ke fotoreseptor.10

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lapisan dalam merupakan retina neural, mengandung neuron dan fotoreseptor.


Retina neural memiliki tiga lapisan neuron utama (Gambar 2.4). Suatu lapisan luar
sel fotosensitif, sel kerucut dan batang; suatu lapisan pertengahan neuron bipolar,
yang menghubungkan sel kerucut dengan batang; dan lapisan internal sel ganglion,
yang bersinaps dengan sel bipolar melalui dendritnya dan mengirimkan akson yang
bergabung membentuk nervus optikus yang meninggalkan mata dan menuju otak.10

Gambar 2.4. Lapisan retina neural.10

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut


(Gambar 2.5):6
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar amakrin dan horizontal
6. Lapisan pleskiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan
sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membran limitans eksterna

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut


10. Epitel pigmen retina

Gambar 2.5. Lapisan Retina.7,9


Area posterior retina tempat nervus optikus meninggalkan retina tidak memiliki
fotoreseptor dan dikenal sebagai bintik buta retina, atau diskus optikus. Pada sisi
temporal diskus optikus, di kutub posterior aksis optik, terdapat area khusus retina
yang disebut fovea sentralis. Fovea adalah suatu cekungan dangkal yang hanya
memiliki sel kerucut di tengahnya, dengan sel bipolar dan ganglion yang berada
hanya di tepi. Pembuluh darah tidak melalui area ini dan cahaya jatuh langsung
pada sel kerucut di bagian tengah fovea ini, yang membantu menciptakan
ketajaman penglihatan yang sangat tepat di region ini.10
Struktur yang mengelilingi fovea sentralis adalah makula lutea, atau makula,
yang berdiameter 5,5 mm. Di tempat ini, semua lapisan retina dijumpai dan kedua
lapisan pleksiformis banyak mengandung berbagai karotenoid, yang memberikan
warna kuning di area ini. Karotenoid memiliki sifat antioksidan dan menyaring
cahaya dengan panjang gelombang pendek yang berpotensi merusak sehingga
membantu melindungi sel kerucut fovea.10

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2.3. Fisiologi Retina


Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel
batang dan sel kerucut retina. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya
menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke sistem saraf pusat. Fototransduksi
oleh sel retina mengubah rangsangan cahaya menjadi sinyal saraf. Fotoreseptor (sel
batang dan sel kerucut) terdiri dari tiga bagian:11
1. Segmen luar, yang terletak paling dekat dengan eksterior mata,
menghadap ke koroid. Bagian ini mendeteksi rangsangan cahaya.
2. Segmen dalam, yang terletak di bagian tengah fotoreseptor. Bagian ini
mengandung perangkat metabolik sel.
3. Terminal sinaps, yang terletak paling dekat dengan bagian interior mata,
menghadap sel bipolar. Bagian ini menyalurkan sinyal yang dihasilkan
fotoreseptor.
Setiap retina mengandung sekitar 150 juta fotoreseptor, dan lebih dari satu
milyar molekul fotopigmen mungkin terkemas di dalam segmen luar setiap
fotoreseptor. Fotopigmen mengalami perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh
sinar. Melalui serangkaian tahap, perubahan yang dipicu oleh cahaya ini dan
pengaktifan fotopigmen yang kemudian terjadi menyebabkan terbentuknya
potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi. Potensial aksi
menyalurkan informasi ini ke otak untuk pemprosesan visual. Fotopigmen terdiri
dari dua komponen: opsin, suatu protein yang merupakan bagian integral dari
membran diskus; dan retinen, suatu turunan vitamin A yang terikat di bagian dalam
molekul opsin. Retinen adalah bagian fotopigmen yang menyerap cahaya.11

1. Aktivitas fotoreseptor dalam keadaan gelap


Dalam keadaan gelap, Membran plasma segmen luar fotoreseptor mengandung
saluran Na+ bergerbang kimia. Saluran ini berespons terhadap pembawa pesan
kedua internal, GMP siklik atau cGMP (Guanosin Monofosfat Cyclic). Pengikatan
cGMP ke saluran Na+ ini membuat saluran ini tetap terbuka. Tanpa cahaya,
konsentrasi cGMP tinggi (Gambar 2.6a). Karena itu, saluran Na+ Fotoreseptor
terbuka jika tidak terdapat rangsangan, yaitu dalam keadaan gelap. Kebocoran pasif

8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Na+ masuk ke sel menyebabkan depolarisasi fotoreseptor. Penyebaran pasif


depolarisasi ini dari segmen luar (tempat lokasi saluran Na+) ke ujung sinaps
(tempat penyimpanan neurotransmitter fotoreseptor) membuat saluran Ca2+
berpintu voltase di ujung sinaps tetap terbuka. Masuknya kalsium memicu
pelepasan neurotransmirer dari ujung sinaps selama dalam keadaan gelap.11
2. Aktivitas fotoreseptor dalam keadaan terang
Pada pajanan ke sinar, konsentrasi cGMP menurun melalui serangkaian reaksi
biokimia yang dipicu oleh pengaktifan fotopigmen (Gambar 2.6b). Retinen berubah
bentuk ketika menyerap sinar. Perubahan konformasi ini mengaktifkan fotopigmen.
Sel batang dan sel kerucut mengandung suatu protein G yang dinamai transdusin.
Fotopigmen yang telah aktif mengaktifkan transdusin, yang sebaliknya
mengaktifkan enzim intrasel fosfodiesterase.11
Enzim ini menguraikan cGMP sehingga konsentrasi cGMP di fotoreseptor
berkurang. Penurunan cGMP memungkinkan saluran Na+ berpintu kimiawi
tertutup. Penutupan saluran ini menyebabkan hiperpolarisasi membran.
Hiperpolarisasi ini, yang merupakan potensial reseptor secara pasif menyebar dari
segmen luar ke ujung sinaps fotoreseptor. Di sini perubahan potensial menyebabkan
penutupan saluran Ca2+ berpintu voltase dan, karenanya, penurunan pelepasan
neurotransmitter dari ujung sinaps. Semakin terang cahaya, semakin besar respons
hiperpolarisasi dan semakin besar penurunan pelepasan neurotransmiter.11
Fotoreseptor bersinaps dengan sel bipolar. Sel-sel ini, selanjutnya, berakhir di
sel ganglion, yang akson-aksonnya membentuk saraf optik untuk transmisi sinyal
ke otak. Neurotransmiter yang dibebaskan dari ujung sinaps fotoreseptor memiliki
efek inhibitorik pada sel bipolar. Penurunan pengeluaran neurotransmiter yang
menyertai hiperpolarisasi reseptor yang diinduksi oleh cahaya menurunkan efek
inhibitorik pada sel bipolar. Semakin besar pencahayaan pada sel reseptor semakin
besar pengurangan inhibisi terhadap sel bipolar dan semakin besar efek eksitasi
pada sel-sel berikutnya dalam jalur penglihatan ke otak.11

9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar 2.6. Fototransduksi dan inisiasi


potensial aksi di jalur penglihatan.11

2.4. Branch Retinal Artery Occlusion


2.4.1. Definisi
Ophthalmic Artery Occlusion (OAO) didefinisikan sebagai obstruksi seluruh
atau sebagian lumen arteri ophthalmica yang dapat menyebabkan iskemia berat
pada mata dan jaringan sekitar yang terlibat. Central Retinal Artery Occlusion

10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(CRAO) didefinisikan sebagai obstruksi seluruh atau sebagian lumen arteri retina
sentral, yang merupakan percabangan arteri ophthalmica. Branch Retinal Artery
Occlusion (BRAO) didefinisikan sebagai obstruksi seluruh atau sebagian lumen
percabangan arteri retina sentral.2

2.4.2. Epidemiologi
Insiden RAO sesungguhnya tidak diketahui. Insiden RAO meningkat dengan
pertambahan usia dan memiliki pola insiden yang mirip dengan stroke dengan usia
puncak 80 tahun. Insiden RAO lebih banyak ditemukan pada populasi pria
dibandingkan wanita meskipun hal ini tidak signifikan. Data epidemiologi USA
dari Minesota menyatakan bahwa estimasi insiden CRAO adalah 1:100.000. Korea
melaporkan insiden 7-10 kasus per 100.000 individu berusia 65-89 tahun. BRAO
juga jarang dijumpai. Studi yang dilakukan peneliti Australia menunjukkan bahwa
terdapat 1,4 % emboli retina asimptomatik pada 3654 subjek yang dilakukan
screening.1, 2

2.4.3. Etiologi dan faktor resiko


RAO disebabkan oleh obstruksi emboli pada pembuluh darah. Emboli arteri
retina umumnya dapat disebabkan oleh kalsifikasi, kolesterol, dan platelet-fibrin.
Sumber emboli dapat berasal dari arteri karotis dan jantung. Pada jantung, sumber
emboli dapat berasal dari penyakit jantung katup seperti patent foramen ovale,
tumor di atrium kiri, dan myxoma jantung. Giant Cell Artheritis dapat
menyebabkan RAO. RAO dapat disebabkan turunnya tekanan darah yang
disebabkan hipotensi arteri nokturnal dan diseksi arteri karotis interna spontan.
Berdasarkan mekanisme spasme arteri, RAO dapat disebabkan oleh serotonin yang
dilepaskan agregasi platelet dari plak atherosklerosis arteri karotis.2, 12
Faktor resiko yang terkait dengan RAO meliputi hipertensi, diabetes mellitus,
hyperlipidemia, obesitas, penyakit arteri koroner, transient ischemic attack, dan
merokok. Pada literatur juga disebutkan terdapat peningkatan angka kejadian RAO
pada pasien dengan abnormalitas darah, meliputi rendahnya kadar protein C darah,
Systemic Lupus Erythematosus, penyakit autoimun dengan antibodi Anti
Phospholipid yang positif, dan homosisteinemia. Namun, tidak terdapat korelasi

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

antara faktor V Leiden, prothrombin 20210A dan homozigositas MTHFR C677T


dengan RAO (tabel 2.1).2, 12

Tabel 2.1 Faktor Resiko RAO13


Faktor Resiko Crude Hazard Ratio Adjusted Hazard Ratio
Diabetes mellitus 2.30 2.11
Usia
50-64 tahun 2.47 2.40
>64 tahun 3.96 3.59
Pria 1.52 1.59
Hipertensi 2.25 1.24
Hiperlipidemia 1.98 1.26
Penyakit Jantung
2.01 0.89
Kongestif
Penyakit Jantung
2.56 1.34
Koroner
Penyakit Ginjal Kronis 2.75 1.52

2.4.4. Patofisiologi
Kehilangan daya lihat pada penderita RAO disebabkan oleh menurunnya
vaskularisasi retina oleh arteri retina sentral dan arteri cilioretinal yang merupakan
cabang dari arteri ophthalmica (cabang pertama arteri karotis interna). Namun,
pada beberapa kasus dapat dijumpai adanya anastomosis cabang arteri sentralis
retina dengan cabang arteri ophthalmica, terutama pial. Penelitian menunjukkan
bahwa anastomosis pial mampu menjadi sirkulasi kolateral yang adekuat pada
oklusi arteri retina sentral. Arteri silioretinal berasal dari percabangan PCA dan
menyediakan darah untuk makula retina. Cabang arteri retina adalah percabangan
arteri retina sentral yang tidak memiliki lamina elastic interna atau lapisan
muskular.14
Pada fase akut, BRAO menyebabkan edema lapisan retina interna dan piknosis
nukleus sel ganglion. Lalu, terjadi nekrosis iskemik dan retina menjadi tampak

12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

opak dan berwarna kuning keputihan. Opasitas lebih nyata pada bagian posterior
yang disebabkan meningkatnya ketebalan lapisan serabut saraf dan sel ganglion.
Pada foveola tampak cherry-red spot dikarenakan kombinasi dari utuhnya lapisan
pigmen epitelium pada retina, bagian foveolar retina ternutrisi dengan baik oleh
choriocapillaries, dan adanya nerve fiber layer yang paling tipis pada daerah ini.
Tidak dijumpai perubahan pigmen dikarenakan tidak adanya keterlibatan lapisan
pigmen epitelium.14
Penelitian pada hewan coba membuktikan bahwa kerusakan retina menjadi
ireversibel setelah mengalami oklusi arteri komplit selama 105 menit, pulih dalam
97 menit, dan penatalaksanaan yang melewati 4 jam tidak dapat menyebabkan
perbaikan daya lihat yang sempurna. Namun, pada prakteknya oklusi total arteri
retina sangat jarang terjadi pada manusia, sehingga sebenarnya tidak ada batasan
waktu penatalaksanaan optimal pada kasus RAO. Pada prakteknya, pendekatan
konservatif dilakukan dalam waktu kurang dari 24 jam.14

2.4.5. Diagnosis
2.4.5.1 Gejala
RAO dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa hilangnya daya lihat tiba-
tiba tanpa adanya rasa nyeri yang terjadi dalam beberapa detik; mungkin terdapat
riwayat hilang penglihatan transien (amaurosis fugaks) sebelumnya. Ketajaman
penglihatan berkisar antara menghitung jari dan persepsi cahaya pada 90% mata
saat pemeriksaan awal. Dua puluh lima persen mata dengan sumbatan arteri
sentralis retina memiliki arteri-arteri silioretina yang melindungi retina bagian
makula dan dapat mempertahankan penglihatan sentral. Pada BRAO dijumpai
gejala kehilangan lapangan pandang sektoral yang tiba-tiba. Timbulnya BRAO
dapat tidak disadari apabila tidak ada defek sentral. 15, 16, 17

2.4.5.2 Tanda
Berikut beberapa tanda yang dapat dijumpai pada penderita BRAO: 15, 16, 18

13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

1. Visual Acuity bervariasi mengalami penurunan signifikan (3/60 pada 90%


kasus kecuali apabila tidak terdapat keterlibatan makula pada arteri
cilioretinal yang normal).
2. Defek refleks pupil dengan RAPD positif dapat muncul dalam beberapa
detik yang mendahului timbulnya kelainan fundus dalam satu jam.
3. Pemeriksaan fundus dapat dijumpai:
a. Penyempitan signifikan arteri retina
b. Retina tampak pucat karena edema iskemik
c. Tampak gambaran cherry-red spot (Gambar 2.7)
d. Aliran darah yang berkurang menyebabkan terbentuknya gambaran
boxcar appearance (Gambar 2.8)
4. Uji lapangan pandang dapat dilakukan karena retina yang berada distal dari
titik penyumbatan menjadi edema dengan penyempitan arteriol. Lalu, pada
area tersebut terjadi atrofi yang menyebabkan gangguan lapangan pandang
sektoral yang permanen (Gambar 2.9).
5. Fundus fluorescein angiography menunjukkan keterlambatan pengisian
arteri (arteri silioretina sewaktu fase awal) dan adanya edema retina.

Gambar 2.7 Cherry Red Spot18

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar 2.8 Boxcar Appearance16

Gambar 2.9 Penyempitan Arteriol Sektoral18

2.4.6. Penatalaksanaan
Kerusakan retina yang ireversibel terjadi setelah oklusi total arteri centralis retina
selama 90 menit pada model primata subhuman. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan untuk mendapatkan peningkatan daya lihat yang dihubungkan
dengan penatalaksanaan CRAO:15, 19
1. Tidak ada penatalaksanaan yang dapat diupayakan pada kasus CRAO lebih
dari 4 jam

15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2. Kebanyakan penatalaksanaan CRAO tidak menunjukkan perbaikan


sirkulasi retina yang dilihat dengan angiografi fluoresen, segera setelah
tatalaksana.
3. Peningkatan daya lihat sebenarnya tidak mencerminkan keseluruhan
penyakit dikarenakan daya lihat merupakan evaluasi fungsi fovea saja.
CRAO melibatkan seluruh retina.

Penatalaksanaan meliputi:
A. Terapi non farmakologi berupa edukasi untuk berhenti merokok apabila
pasien merokok, masase ocular intermiten, dan segera merujuk pasien ke
bagian jantung dan penyakit dalam apabila terdapat indikasi.17
B. Penatalaksanaan agresif fase akut CRAO harus selesai dilakukan dalam 24
jam setelah onset CRAO:15, 17, 18
1. Segera menurunkan tekanan intraocular untuk meningkatkan perfusi
retina dengan cara:
 Masase ocular intermiten
 Pemberian mannitol intravena
 Parasentesis anterior chamber
 Acetazolamide 500 mg intravena
2. Vasodilator dan inhalasi campuran 5% CO2 dan 95% O2 dapat
mengurangi vasospasme.
3. Terapi antiplatelet 600 mg dapat diberikan tanpa kontraindikasi. Obat
alternatif yang dapat diberikan berupa dipyridamole dan clopidogrel.
4. Terapi antikoagulan oral seperti warfarin dapat diberikan bila terdapat
atrial fibrilasi.
5. Steroid intravena pada pasien dengan curiga penyebab giant cell arteritis
6. Endarterectomy karotis dapat dilakukan pada pasien dengan stenosis
lebih dari 70%.
7. Transluminal Nd:YAG laser embolysis/embolectomy dapat dilakukan
sewaktu embolus dapat terlihat dan dilakukan dengan cara
menyuntikkan 0.5-1 mL atau lebih ke embolus dengan menggunakan

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

kontak lensa fundus. Embolectomy dapat dilakukan apabila embolus


keluar ke vitreous melalui sebuah lubang di arteriole. Komplikasi utama
berupa perdarahan vitreous.
C. Penatalaksanaan penyakit sistemik yang menyertai harus dilakukan setelah
kegawatdaruratan teratasi.18

Lakukan penilaian ulang dalam 3 bulan setelah terapi terhadap fundus, lapangan
pandang, dan terhadap penatalaksanaan penyakit penyerta.17

2.4.7. Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi pada kasus RAO. Komplikasi RAO disebabkan oleh
pembentukan pembuluh darah baru pada retina atau iris yang mudah berdarah.
Pembentukan pembuluh darah baru ini nantinya dapat menyebabkan perdarahan
vitreous dan glaukoma. Apabila hal ini terjadi dapat dilakukan terapi laser
fotokoagulasi yang bekerja dengan mekanisme membakar area yang menyebabkan
oklusi arteri. Pada saat oklusi sudah ditatalaksana diharapkan pembentukan
pembuluh darah yang baru tidak lagi terjadi.20

2.4.8. Prognosis
Prognosis BRAO umumnya baik dengan visus 20/40 atau lebih baik pada 80%
mata yang terlibat. Cilioretinal Artery Occlusion (CLRAO) memiliki prognosis
yang paling buruk dengan visus 20/400 atau adanya persepsi cahaya apabila
terdapat anterior ischemic neuropathy. Prognosis baik pada CLRAO didapati pada
jenis isolated dikarenakan vaskularisasi fovea yang adekuat. Penyakit BRAO dan
BRVO yang terjadi secara bersamaan memiliki angka epidemiologi yang rendah
dan dihubungkan dengan banyak komorbiditas. Prognosis pada kasus ini adalah
baik dengan luaran penglihatan yang baik bila makula masih mendapatkan perfusi
yang adekuat.1, 21

17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB III
KESIMPULAN

BRAO didefinisikan sebagai obstruksi seluruh atau sebagian lumen


percabangan arteri retina sentral. Insiden RAO sesungguhnya tidak diketahui.
Insiden RAO meningkat dengan pertambahan usia dan memiliki pola insiden yang
mirip dengan stroke dengan usia puncak 80 tahun. RAO disebabkan oleh obstruksi
emboli pada pembuluh darah.
Pada BRAO dijumpai gejala kehilangan lapangan pandang sektoral yang tiba-
tiba tanpa adanya rasa nyeri; mungkin terdapat riwayat hilang penglihatan transien
(amaurosis fugaks) sebelumnya. BRAO dapat menyebabkan gejala berupa RAPD.
Timbulnya BRAO dapat tidak disadari apabila tidak ada defek sentral. Pada
funduskopi dapat dijumpai cherry red spot, boxcar appearance, dan penyempitan
arteriol sektoral.
Prinsip penatalaksanaan segera dan memperbaiki perfusi arteri sentralis retina.
Penatalaksanaan utama difokuskan dengan cara menurunkan tekanan intra ocular.
Komplikasi jarang terjadi pada kasus RAO. Komplikasi RAO disebabkan oleh
pembentukan pembuluh darah baru pada retina atau iris yang mudah berdarah.
Prognosis BRAO umumnya baik dengan visus 20/40 atau lebih baik pada 80% mata
yang terlibat.

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Ryan, Stephen J et al. Retina. 5th edition. Sauders. 2013. 1012-1023 p.


2. Emptage N. P., Harris J. K., Mizuiri D., et al. Retinal and Ophthalmic
Artery Occlusions Preferred Practice Pattern. AAO. 2016. pp 128-140.
3. Bandello F. & Parodi M. B. Retinal Artery Occlusion. Medical Retina.
ESASO Course Series. Basel, Karger, 2012, vol 1, pp 74–80.
4. Dattilo M., Newman N. J., & Biousse V. Acute retinal arterial ischemia.
Ann Eye Sci. 2018. 1-19 p. doi:10.21037/aes.2018.05.04
5. Subedi, Shresta. Branch Retinal Arterial Occlusion. Kathmandu Univ Med
Journal. 2010.
6. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2008 Vaughan GD, Asbury T. Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Wangko S. Histofisiologi Retina. Jurnal Biomedik. 2013; 5(3): 1-6 p.
8. Basri S. Oklusi Arteri Retina Sentral. JKS. 2014; 1: 50-61 p.
9. Kiel JW. The Ocular Circulation. San Rafael (CA): Morgan & Claypool
Life Sciences; 2010. Chapter 2, Anatomy.
10. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas. Edisi ke-12. Jakarta:
EGC. 2011: 409-414.
11. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2012
12. Hayreh S. S., Podhajsky P. A., & Zimmerman M. B. Retinal Artery
Occlusion: Associated Systemic and Ophthalmic Abnormalities. NIH.
2009; 116(10): 1928–1936. doi:10.1016/j.ophtha.2009.03.006.
13. Chang Y. S., Ho C. H., & Chu C. C., et al. Risk of retinal artery occlusion
in patients with diabetes mellitus: A retrospective large-scale cohort study.
PLoS One. 2018 Aug 9;13(8):e0201627. doi:
10.1371/journal.pone.0201627.
14. Bradvica M., Benašić T., & Vinković M. Retinal Vascular Occlusions.
Intechopen. 2012. 357-361 p.

19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : KEVIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ NIM : 140100149
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

15. Riordan-Eva P., Whitcher J. P. & Pendit B. U., et al. Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. 17th ed. EGC. 2007. 194-195 p.
16. Leitman M. W.Manual for Eye Examination and Diagnosis. 7th ed.
Blackwell Publishing. 2007. 112-113 p.
17. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology. 8th ed. Elsevier. 2016. 551-
556 p.
18. Khurana A. K., Khurana Aruj K., & Khurana B., et al. Comprehensive
Ophthalmology. 6th ed. The Health Science Publisher. 2015. 269-271 p.
19. Levin L. A., Albert D. M., & Adamis A. P., et al. Ocular Disease
Mechanisms and Management. Elsevier. 2010. 486-490 p.
20. Bakri S. J., Capone A., & Ciulla T., et al. Retinal Artery Occlusion. 2019.
The American Society of Retina Specialists. Available from:
https://www.asrs.org/patients/retinal-diseases/32/retinal-artery-occlusion
21. Sengupta S. & Pan U. Combined branch retinal vein and branch retinal
artery occlusion – clinical features, systemic associations, and outcomes.
Indian J. Ophthalmol. 2017 Mar; 65(3): 238–241 p.

20

Anda mungkin juga menyukai