Anda di halaman 1dari 25

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

PAPER

NON-ARTERITIC ANTERIOR
ISCHEMIC OPTIC NEUROPATHY

Disusun oleh:

REINA ROMAULI TARIHORAN


NIM: 140100015

Supervisor:
dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan ketersediaan waktu bagi
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Fithria
Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K), selaku supervisor yang telah memberikan arahan
dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini berjudul “NON-ARTERITIC ANTERIOR ISCHEMIC OPTIC
NEUROPATHY” dimana tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan
informasi mengenai berbagai hal mengenai penyakit ini. Dengan demikian
diharapkan karya tulis ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses
pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang
bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat
bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2020

Penulis

i
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Tujuan Penulisan......................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1. Anatomi ...................................................................................... 3
2.1.1. Lapisan Retina................................................................. 3
2.1.2. Nervus Optikus................................................................ 4
2.1.3. Lesi Saraf Optik.............................................................. 7
2.2. Neuropati Iskemia Optik........................................................... 9
2.2.1. Definisi............................................................................ 9
2.2.2. Epidemiologi................................................................... 9
2.2.3. Patofisiologi.................................................................... 10
2.2.4. Manifestasi Klinis........................................................... 11
2.2.5 Diagnosis......................................................................... 14
2.2.6. Diagnosa Banding........................................................... 14
2.2.7. Penatalaksanaan.............................................................. 15
2.2.8. Prognosis......................................................................... 16
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 18
LAMPIRAN

ii
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Lapisan Retina.................................................................................. 3
Gambar 2 Jaras Nervus Optikus....................................................................... 4
Gambar 3 Vaskularisasi Nervus Optikus.......................................................... 6
Gambar 4 Defek Visual.................................................................................... 7
Gambar 5 Small Optic Disk.............................................................................. 12
Gambar 6 Edema diskus optik............................................................................ 13

iii
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anterior iskemia optic neuropathy (AION) adalah neuropathy optic akut
karena kerusakan optic nerve yang disebabkan oleh proses iskemia yang biasa
terjadi pada pasien diatas umur 50 tahun. Pasien dengan AION akan mengeluhkan
penurunan penglihatan pada satu atau kedua mata secara mendadak dan gangguan
lapang pandang dan dari pemeriksaan fisik dapat terlihat pupil afferent defect dan
edema optic nerve.1,2,3 Kelainan ini disebabkan oleh infark nervus optikus
retrolaminar akibat penyumbatan atau penurunan perfusi arteri ciliaris posterior
breve.
Insidensi terjadinya kejadian anterior iskemik optic neuropathy di Amerika
Serikat adalah 8000 penderita per tahun.4 AION dapat disebabkan oleh proses
inflamasi dan non-inflamasi, berdasarkan hal ini maka diklasifikasikan menjadi
arteritik anterior iskemik optic neuropathy (AAION) dan non-arteritik anterior
iskemik optic neuropathy (NAION).3
Non-arteritik iskemik optik neuropati (NAION) adalah penyakit optik
neuropati kedua yang paling sering ditemukan setelah glaucoma yang disebabkan
oleh infark pada arteri posterior silier yang mensuplai bagian anterior dari kepala
saraf optik.5 Hal tersebut menyebabkan adanya edema akson dan pembengkakan
diskus optik yang menyebabkan penurunan penglihatan secara akut. NAION
biasanya terjadi setelah usia 50 tahun, dengan kebanyakan kasus antara 60 dan 70
tahun, tetapi kasus-kasus pada pasien yang lebih tua atau lebih muda, dan bahkan
pada anak-anak juga telah dilaporkan.5 Jumlah penderita sebanding antara
penderita laki-laki dan perempuan. Prevalensi NAION di Amerika Serikat telah
dilaporkan antara 3 sampai 10 per 100.000 penduduk.5 Di Amerika Serikat,
terdapat sebanyak 6.000 kasus baru ditemukan pada tahun 2017.5 Pasien NAION
memiliki prognosis yang sangat buruk mulai dari kerusakan penglihatan secara
permanen hingga kebutaan dan kemungkinan untuk terjadinya proses
kekambuhan.1,2,3

1
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
tentang Non-arteritik Anterior Iskemik Optic Neuropathy. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
2.1.1 Lapisan Retina

Gambar 1. Lapisan Retina

Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel


reseptor sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari
jaras penglihatan. Lapisan terdalam (neuron pertama) retina
mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan
yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron
kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). 6,7,8
Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan
gerakan sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan
terang, penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang

3
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

memiliki sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel kerucut


dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel kerucut mampu
membedakan warna dan memiliki fungsi penglihatan sentral. Badan
sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang
bersinaps dengan sel-sel ganglion retina. Akson sel-sel ganglion
membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk
saraf optikus.6,8

2.1.2 Nervus Optikus

Gambar 2. Jaras nervus optikus

Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai


ke kiasma optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih
awal lagi merupakan kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri
dari axon-axon dari sel ganglion. Serat ini juga mengandung serat
4
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

aferen untuk reflex pupil. Secara morfologi dan embriologi, nervus


optikus merupakan saraf sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus
optikus tidak dilapisi oleh neurilema sehingga tidak dapat
beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus mengandung 1,0-1,2
juta serat saraf. 9

Bagian nervus optikus


Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan
dapat di bagi mejadi 4 bagian :
 Intraocular (1 mm) : menembus sklera (lamina kribrosa),
koroid dan masuk ke mata sebagai papil disk.
 Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai
ke foramen optik. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen
optik, dikelilingi oleh annulus zinn dan origo dari ke empat
otot rektus. Sebagian serat otot rektus superior berhubungan
dengan selubung saraf nervus optikus dan berhubungan
dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis
retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipindahkan dari otot
mata oleh lemak orbital.
 Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri
oftalmika yang berjalan inferolateral dan melintasi secara
oblik, dan ketika memasuki mata dari sebelah medial. Ini juga
menjelaskan kaitan sinusitis dengan neuritis retrobulbar. 
 Intrakranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus
kemudian menyatu membentuk kiasma optikum. 6,9

Selubung meningeal
Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan
berlanjut ke nervus optikus. Di kanalis optik duramater menempel
langsung ke tulang sekitarnya. Ruang subarachnoid dan ruang
subdural merupakan kelanjutan dari bagian otak juga. 6,9
5
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Vaskularisasi nervus optikus


 Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri
retina. Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang
cabang dari peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh
darah dari lamina cribrosa. 10,9
Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior
dan arteri circle of zinn. Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai
dari sentrifugal cabang-cabang arteri retina sentral dan sentripetal
cabang-cabang pleksus yang dibentuk dari arteri koroidal, circle of
zinn, arteri retina sentral, dan arteri oftalmika. 6,9

Gambar 3. Vaskularisasi Nervus Optikus

2.1.3 Lesi Saraf Optik


Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan
lengkap pada sisi yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya
langsung pada sisi ipsilateral dan reflek tidak langsung pada sisi
kontralateral. 8,9
Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi,
trauma pada saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.

6
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar 4. Defek Visual

1. Lesi melalui bagian proksimal saraf optik


Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia
ipsilateral dan kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada
sisi yang terkena dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi
kontralateral. 6,8,9
2. Lesi kiasma sentral
Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan
refleks pupil. Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir
nervus optikus. Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar
aneurisma, tumor kelenjar hipofise, kraniofaringioma, meningioma
suprasellar, glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif
ventrikel tiga, dan kiasma arachnoiditis kronis. 6,8,9
3. Lesi kiasma lateral
Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal
dengan kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut
diantaranya penggelembungan dari ventrikel ketiga yang

7
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

menyebabkan tekanan pada setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis
atau arteri communican posterior. 6,8,9
4. Lesi saluran optik
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi
pupil kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh
atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin
berhubungan dengan kelumpuhan saraf ketiga kontralateral serta
hemiplegik ipsilateral. Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis,
tuberkulosis, dan aneurisma dari serebeli atas atau arteri serebral
posterior. 6,8,9
5. Lesi badan genikulatam lateral
Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks
pupil minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial. 6,8,9

6. Lesi radiasi optik


Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi.
Keterlibatan radiasi optik total mengakibatkan hemianopsia homonim
total. Hemianopia kuadrantik inferior (pie on the floor) terjadi pada
lesi lobus parietal (mengandung serat unggul radiasi optik).
Hemianopia kuadrantik superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah
lesi dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik inferior).
Biasanya lesi dari radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah,
tumor primer dan sekunder, serta trauma. 6,8,9

7. Lesi korteks visual


Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital
yang dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak
senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti
lesi korteks visual. 6,8,9

8
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

2.2 Neuropati Iskemia Optic


2.2.1 Definisi

Neuropati iskemia optik merupakan penyakit sistemik yang


bersifat akut pada saraf optik. Neuropatik iskemia optik memiliki 2 tipe
yaitu neuropatik iskemia optik posterior, yang disebabkan oleh iskemia
pada segmen posterior dari nervus optik, dan neuropatik iskemia optik
anterior (AION), yang disebabkan oleh iskemia dari segmen anterior dari
nervus optik yang divaskularisasi oleh arteri siliari posterior.10

Secara etiologi dan patologi, neuropati iskemia optik anterior


dapat dibedakan menjadi 2 yaitu, arteritik AION (AION) dimana
disebabkan oleh giant cell arteritis (Horton Disease), dan non-arteritik
AION (NAION), dimana disebabkan oleh penyebab yang lain.11 NAION
didefinisikan sebagai iskemik saraf optic intraokular yang terjadi secara
tiba-tiba, tanpa rasa sakit, unilateral, dan bersifat ireversibel. Sebagian
besar didasari penyakit vaskular sistemik, meskipun hal ini mungkin
tidak terdiagnosis pada saat onset. NAION biasanya ditandai dengan
penurunan tajam penglihatan, lapangan pandang, atau keduanya, yang
terjadi unilateral dan tanpa rasa sakit. Nyeri pada bola mata dan nyeri saat
menggerakkan mata jarang terjadi. Penurunan tajam penglihatan
bervariasi, dari 20/15 sampai dengan no light perception. Relative
afferent pupillary defect (RAPD) selalu ada pada kondisi unilateral,
dimana tidak terdapat kelainan pada saraf optik atau retina mata
sebelahnya. Diskus optikus biasanya edema dan hiperemis, disertai
adanya peripapillary flame-shaped hemorrhages.

2.2.2 Epidemiologi
NAION merupakan neuropati optik yang umum ditemukan pada
pasien usia diatas 50 tahun. Estimasi insiden di Amerika Serikat sekitar
0.54/100.000 kasus dalam semua usia dan 2.3-10.2 setiap 100.000 orang
yang usianya lebih dari 50 tahun.8 Prevalensi NAION di Amerika Serikat
9
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

telah dilaporkan antara 3 sampai 10 per 100.000 penduduk. 5 Di Amerika


Serikat, terdapat sebanyak 6.000 kasus baru ditemukan pada tahun 2017.5

Ischemic Optic Neuropathy Decompression Trial (IONDT),


melakukan studi prospektif dimana hasil rata-rata usia yang terkena
NAION sekitar usia 66 tahun. Studi pada populasi lain didapatkan usia
rata-rata 61-72 tahun. Non-arteritik AION jarang ditemukan pada pasien
dengan usia kurang dari 45 tahun. Walaupun begitu, beberapa kasus
mendapatkan bahwa terdapat 23% individu yang memiliki NAION
dengan usia dibawah 50 tahun. Individu dengan ras Caucasian cenderung
memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras lain. Dan NAION
ini juga menyerang baik laki-laki maupun perempuan dalam
perbandingan yang sama.13

2.2.3 Patofisiologi

Non arteritik iskemik optik neuropati adalah iskemia akut diskus


optikus, yang mendapat sumber pasokan darah utama dari sirkulasi arteri
siliaris posterior. Walaupun begitu, mekanisme pasti untuk terjadinya
iskemia tersebut belum jelas. Karena emboli pada retina dan cerebral
sangat jarang ditemukan pada kasus NAION, maka emboli pada jantung
atau arteri yang berukuran besar lebih sering dijadikan faktor terjadinya
NAION.18

Penyebab paling umum dari NAION adalah hilangnya atau


berkurangnya perfusi sementara atau hipoperfusi dari peredaran kepala
saraf optic. Secara universal, menurut dokter mata dan ahli saraf NAION
memiliki patogenesis seperti dari stroke yang merupakan gangguan
tromboembolik, namun pada sebagian besar kasus NAION tidak ada
bukti. Bukti yang ada menunjukkan bahwa dalam kebanyakan kasus itu
adalah penurunan transien tekanan darah, paling sering saat tidur karna
hipotensi, tidur siang di siang hari, atau syok. Penurunan transien tekanan
perfusi (tekanan perfusi = tekanan darah rata-rata dikurangi tekanan
intraokular) di saraf kepala optik kapiler di bawah kisaran autoregulatory
10
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

kritis. Pada beberapa orang menghasilkan iskemia kepala saraf optik dan
pengembangan NAION. NAION sangat sering diasosiasikan dengan
umur, diabetes, hipertensi, dan suplai vaskular, maka oklusi arteri kecil
lebih sering digunakan untuk mekanisme dari NAION. Aliran darah ke
nervus optik dipertahankan oleh adanya mekanisme autoregulasi yang
meliputi input otonom ke pembuluh darah, dan adanya pengeluaran
substansi vasoaktif seperti endotelin dan nitrit oxide (NO). Adanya
gangguan pada mekanisme autoregulasi ini akan menginduksi
arteriosclerosis, dan vasospasme. Dalam kondisi seperti ini, penurunan
tekanan perfusi pada kapiler yang mensuplai nervus optik disebabkan
oleh adanya penurunan dari tekanan darah, peningkatan tekanan mata,
dan adanya penyempitan pada arteri karotid internal dan/atau arteri
optalmik.18

Beberapa obat yang didiga dapat menjadi penyebab terjadinya


NAION seperti fosfodiesterasi-5 inhibitor (PDE-5). Mekanisme PDE-5
inhibitor menyebabkan NAION belum diketahui, tetapi PDE-5 inhibitor
ini dapat menyebabkan vasodilatasi retina dan meningkatkan perfusi ke
saraf optik. Pada pasien yang memiliki kelainan autoregulasi, obat
tersebut dapat menyebabkan shunting sehingga menyebabkan iskemia.
Obat lain yang dapat menyebabkan NAION adalah amiodaron.
Amiodaron diduga menyebabkan toksik optik neuropati, walaupun hal
tersebut belum diketahui pasti.19

2.2.4. Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul pada NAION adalah hilangnya penglihatan


pada sebelah mata saja selama beberapa jam sampai beberapa hari. Sekitar
42% pasien mengalami gejala tersebut ketika pasien hendak bangun dari
tidur. Hilangnya penglihatan tersebut bersifat progresif yaitu makin lama
makin memberat. Visus dan penglihatan warna dapat normal atau
menurun. Terdapat lapang pandang yang terbatas (bersifat inferior
11
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

altitudinal). Respon pupil terhadap cahaya dapat berkurang pada mata


yang terlibat (relatif defek pupil aferen). Biasanya pasien tidak merasa
sakit dan terdapat pembengkakan diskus optik dengan adanya perdarahan
peripapiler. Visus pada pasien NAION akan membaik pada 40% penderita
sekitar 6 bulan. Pada beberapa kasus, terdapat 11% pasien yang
menimbulkan gejala bilateral. Tetapi kejadian tersebut terjadi pada pasien
yang mengalami fluktuasi tekanan darah yang berat.20

Gambar 5. Small optic disc16

Pada pemeriksaan fisik, akan didapatkan penurunan visus,


diskromatopsia, defek pupil aferen, adanya edema diskus optik, perdarahan
peripapiler, dan small optic cup dengan adanya crowding serat-serat nervus
pada mata yang tidak terpengaruhi. Hiperemis diskus dengan perdarahan
peripapiler dapat terlihat 72% dengan pasien NAION. Hal ini terjadi pada
shunting mikrovaskular pada nervus optik yang mengalami iskemia. Arteriol
pada retina biasanya menyempit.21 Pada pemeriksaan funduskopi hampir
selalu ditemukan cup-disc ratio (CD-rasio) yang rendah. Pada pemeriksaan

12
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

visus ketajaman penglihatan bervariasi dari yang ringan sampai tidak ada
persepsi cahaya. Defek lapangan pandang biasanya terjadi pada bagian nasal.
Pada angiografi fluorescein fundus, diskus optik dengan edema pada NAION
selalu menunjukkan bahwa pewarna bocor dari kapiler di diskus saraf optik
dan pewarnaannya terlambat. Kebocoran fluorescein mungkin terjadi karena
stasis vena yang disebabkan oleh penekanan pada kapiler. Peningkatan
permeabilitas kapiler juga menjadi penyebab kebocoran tersebut.
Peningkatan permeabilitas kapiler dikarenakan anoksia yang terjadi pada
kapiler yang merupakan faktor terpenting terjadi perkembangan edema
diskus optic pada NAION. Oleh karena itu, ada perubahan sekunder dan
primer yang terjadi yang mengakibatkan edema diskus optic pada pasien
dengan NAION.

Gambar 6. Edema Diskus Optik17

2.2.5. Diagnosis

13
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Diagnosis dari NAION ini majoritas hanya secara klinis,


berdasarkan usia, adanya faktor risiko terjadi vaskulopati, pola dari
hilang penghilatan, dan adanya diskus yang membengkak.Pasien-pasien
dengan NAION dapat juga datang dengan gejala yang tidak khas.

Terdapat beberapa gejala-gejala yang mungkin muncul pada pasien


dengan NAION.18

2.2.6 Diagnosis Banding

NAION harus dibedakan dengan penyebab-penyebab lainnya


seperti idiopatik, demielinisasi, penyebab inflamasi lainnya dan
neuropati optik infiltratif. Salah satu diagnosis banding yang sering
adalah arteritis giant cells AION. AAION ini juga menyerang orang
dewasa, biasanya usia 70 tahun keatas. Manifestasi-manifestasi yang
terdapat pada AAION dapat menyerupai menifestasi klinis pada
NAION. Perbedaan yang paling terlihat adalah gejala sistemik seperti
reumatika polimialgia yang meliputi klaudifikasi rahang, mialgia dan
artralgia bagian proksimal, sakit kepala, dan rasa lelah. Edema pada
diskus lebih terlihat pallid daripada hiperemis dan hilangnya
penglihatan yang transien lebih sering terlihat pada AAION
dibandingkan dengan NAION. Diagnosis pada AAION harus
ditegakkan dengan adanya biopsi arteri temporal.18
14
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Selain arteritis giant cells, Neuritis optic juga menjadi diagnosis


banding dari NAION yang merupakan radang nervus optikus; penyakit
ini dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk :

 intraokular, yang mengenai bagian saraf bola mata (papillitis)

 retrobulbar, yang mengenai bagian saraf di belakang bola


mata6,7,9

2.2.7. Penatalaksanaan

Terapi terhadap NAION ditujukan untuk memperbaiki derajat


kerusakan dari penurunan penglihatannya, tetapi tidak ada terapi yang
spesifik. Terapi medikamentosa yang dapat diberikan adalah aspirin dan
kortikosteroid. Aspirin dapat diberikan untuk memperbaiki aliran darah
ke mata. Aspirin juga diberikan untuk mengurangi risiko terjadi
rekurensi.23 Pemberian kortikosteroid sistemik dapat mengurangi
pembengkakan dari diskus dan bersifat sebagai neuroproteksi. Peranan
kortikosteroid dalam NAION adalah mengurangi edema dengan
mengurangi permeabilitas kapiler. Ini berdasarkan bukti bahwa
kortikosteroid berperan dalam penyakit non-inflamasi.

Terapi lain yang bisa dilakukan adalah dekompresi selubung


nervus optik (ONDS) dengan tujuan dekompresi. Pada ONDS, dibuat 2
atau lebih jendela pada selubung nervus optik. Hal tersebut dilakukan
supaya cairan serebrospinal dapat keluar dari jendela tersebut, sehingga
dapat menurunkan tekanan yang berada pada nervus optik. Terapi ini
dianggap sebagai strategi menjanjikan untuk mengurangi kerusakan
saraf optik pada NAION.24
Levodopa dapat diberikan karena memiliki efek neuroprotektif
dan neuromodulator terhadap retina, saraf optik, otak, dan aktivitas
neurotransmitter pada retina. Tetapi kelebihan levodopa pada NAION
sendiri belum dapat ditegakkan.8 Brimonidin sebagai α- 2 agonis juga
dapat diberikan pada NAION juga sebagai neuroprotektif pada sel

15
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

ganglion retina dan mengurangi kerusakan saraf optik setelah proses


iskemia.25 Sitikolin juga dapat diberikan pada pasien NAION utuk agen
neuroprotektif. Pasien dapat diberikan sitikolin dengan dosis 1600 mg
dalam sehari selama 60 hari. Dengan terapi tersebut, pasien memiliki
peningkatan dalam visus dibandingkan dengan sebelumnya.26

2.2.8.Prognosis .

Hampir semua pasien NAION tidak mengalami kehilangan


penglihatan, bila terjadi kehilangan penglihatan dapat berlangsung
dalam 6 minggu. NAION yang tidak diobati umumnya tetap stabil
setelah mencapai titik rendah fungsi penglihatan. Kekambuhan
pada mata yang sama terjadi kira-kira 6% kasus. Episode
penurunan penglihatan kekambuhan pada mata yang sama terjadi
setelah 3 bulan, kasus ini paling sering pada usia muda. Bila
edema pada diskus tidak membaik dalam kurun waktu tersebut,
maka penyebab lain harus segera dicari seperti meningioma,
infeksi, ataupun inflamatori optik neuropati. Terdapat
kemungkinan mata yang sehat terlibat dalam kurun waktu 5 tahun
sebesar 15%.

BAB 3
16
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

KESIMPULAN

NAION adalah iskemik saraf optik intraocular yang terjadi secara tiba-tiba
dan bersifat ireversibel. Gejala yang timbul adalah penurunan tajam penglihatan
dan gangguan lapang pandang yang terjadi secara tiba-tiba pada sebelah atau
kedua mata tanpa disertai rasa sakit. NAION biasa terjadi pada pasien usia diatas
50 tahun dengan pravalensi antara 3 sampai 10 per 100.000 penduduk. Penyebab
paling umum adalah hilangnya perfusi sementara atau hipoperfusi pada kepala
saraf optic yang diperdarahi oleh arteri siliaris posterior.
Pasien datang dengan keluhan hilangnya penglihatan secara
mendadak pada sebelah mata selama beberapa jam sampai beberapa hari yang
bersifat progresif. Pasien juga mengeluhkan gangguan lapang pandang tanpa rasa
sakit. Pada pemeriksaan fisik, akan didapatkan penurunan visus, diskromatopsia,
defek pupil aferen, adanya edema diskus optik, perdarahan peripapiler, dan pada
pemeriksaan funduskopi ditemukan cup-disc ratio (CD-rasio) yang rendah. Pada
pemeriksaan visus ketajaman penglihatan bervariasi dari yang ringan sampai
tidak ada persepsi cahaya. Defek lapangan pandang biasanya terjadi pada bagian
nasal.
Diagnosis dari NAION ini majoritas hanya secara klinis, berdasarkan
usia, adanya faktor risiko terjadi vaskulopati, pola dari hilang penghilatan, dan
adanya diskus yang membengkak. Terapi NAION tidak spesifik, dapat diberikan
aspirin untuk memperbaiki aliran darah ke mata dan kortikosteroid untuk
mengurangi pembengkakan dan inflamasi. Dapat juga dilakukan tindakan
dekompresi selubung nervus optic untuk menurunkan tekanan di nervus optic
dan neuroprotector seperti Citikolin, Levodopa dan Brimonidin. Hampir semua
pasien NAION tidak mengalami kehilangan penglihatan, bila terjadi kehilangan
penglihatan dapat berlangsung dalam 6 minggu. . Kekambuhan pada mata yang
sama terjadi kira-kira 6% kasus.

17
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Of Ophthalmology, Basic and Clinical Science


Course, Neuro Ophthalmology, Section 5, 2008-2009.
2. Vaughan & Asbury’s, General Ophthalmology, Seventeenth
Edition, Chapter 14, Lange Medikal Books, New York, 2008, p
259-272.
3. Sihota R, Tandon R, Parson’s Dissease of the Eye, Twentieth
Edition, Elsevier, New Delhi, 2007, p 335-7
4. Anterior Ischemia Optic Neuropathy, available at :
http://en.wikipedia.org/wiki/Anterior_Ischemia Optic Neuropathy
5. Miller NR, Arnold AC. Current concepts in the diagnosis,
pathogenesis and management of nonarteritic anterior ischaemic
optic neuropathy. Eye (Lond). 2015;29:65–79.
6. Vaughan & Asbury. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika. p.268, 274-287.
7. Ilyas Sidharta. 2006. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke 3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.179-188
8. Khurana A.K. 2007. Comprehenshive Opthalmology 4th Edition.
New Delhi: New Age International (P) Ltd. p288-96.
9. American Academy of Opthalmology. 2008. Section 5 Neuro-
Opthalmology. San Fransisco : LEO. p.25-26.
10. Hattenhauer MG, Leavitt LA, Hodge DO, Grill R, Gray DT.
Incidence of nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy. Am J Ophthalmol. 1997;123:103–107.
11. Hayreh SS. Anterior ischaemic optic neuropathy. I. Terminology
and pathogenesis. British Journa of Ophthalmology. 1974;58:955–
963
12. Johnson LN, Arnold AC. Incidence of nonarteritic and arteritic
anterior ischemic optic neuropathy. Population-based study in the
state of Missouri and Los Angeles County, California. J

18
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Neuroophthalmol 2014; 14:38.


13. Characteristics of patients with nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy eligible for the Ischemic Optic Neuropathy
Decompression Trial. Arch Ophthalmol 1996; 114:1366
14. American Academy Of Ophthalmology, Basic and Clinical Science
Course, Fundamental and Principles of Ophthalmology, Section 2,
2005-2006.
15. Tasman W, Duane’s Clinical Ophthalmology, Volume 2, Chapter 4,
2004, p1-20
16. Vaughan & Asbury. 2012. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika. p.268, 274-287.
17. Mackenzie PJ, Cioffi GA. Vascular anatomy of the optic nerve head.
Can J Ophthalmol 2008;43:308.
18. Arnold AC. Pathogenesis of nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy. J Neuroophthalmol 2003; 23:157.
19. Grunwald JE, Siu KK, Jacob SS, Dupont J. Effect of sildenafil citrate
(Viagra) on the ocular circulation. Am J Ophthalmol 2001; 131:75
20. Hayreh SS. Anterior ischemic optic neuropathy. Arch Neurol 1981;
38:675
21. Beck RW, Savino PJ, Repka MX, et al. Optic disc structure in anterior
ischemic optic neuropathy. Ophthalmology 1984; 91:1334
22. Lee AG, Lin DJ, Kaufman M, et al. Atypical features prompting
neuroimaging in acute optic neuropathy in adults. Can J Ophthalmol
2000; 35:325.
23. Botelho PJ, Johnson LN, Arnold AC. The effect of aspirin on the
visual outcome of nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy. Am J Ophthalmol 1996;121:450.
24. Sergott RC, Cohen MS, Bosley TM, Savino PJ. Optic nerve
decompression may improve theprogressive form of nonarteritic
ischemic optic neuropathy. Arch Ophthalmol 1989; 107:1743.
25. Yoles E, Wheeler LA, Schwartz M. Alpha2-adrenoreceptor agonists

19
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

are neuroprotective in a rat model of optic nerve degeneration. Invest


Ophthalmol Vis Sci 1999; 40:65.
26. Parisi V, Coppola G, Ziccardi L, et al. Cytidine-5'-diphosphocholine
(Citicoline): a pilot study in patients with non-arteritic ischaemic optic
neuropathy. Eur J Neurol 2008; 15:465.

20
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN

Anda mungkin juga menyukai