Anda di halaman 1dari 28

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : REINA R TARIHORAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NIM : 140100015
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PAPER

POSTERIOR CAPSULAR OPACITY

Disusun oleh:
REINA ROMAULI TARIHORAN
NIM: 140100015

Supervisor:
dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan ketersediaan waktu bagi
penulis sehingga dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Fithria
Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K), selaku supervisor yang telah memberikan arahan
dalam penyelesaian paper ini.
Paper ini berjudul “Posterior Capsular Opacity” dimana tujuan penulisan
makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal mengenai
penyakit ini. Dengan demikian diharapkan karya tulis ini dapat memberikan
kontribusi positif dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu
berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang
bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat
bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2020

Penulis

i
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ...................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1. Anatomi Mata........................................................................... 3
2.1.1. Lensa ............................................................................ 3
2.1.2. Embriologi Lensa ......................................................... 5
2.1.3. Fisiologi Lensa ............................................................. 7
2.2. Posterior Capsular Opacity……………………………………… 9
2.2.1. Definisi......................................................................... 9
2.2.2. Epidemiologi ................................................................ 9
2.2.3. Etiologi......................................................................... 9
2.2.4. Manifestasi Klinis ......................................................... 10
2.2.5. Gejala Klinis................................................................. 10
2.2.6 Patofisiologi ................................................................. 11
2.2.7. Diagnosis...................................................................... 13
2.2.8. Pencegahan................................................................... 13
2.2.9. Penatalaksanaan............................................................ 20
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22
LAMPIRAN

ii
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.Anatomi Mata............ ................................................................... 3
Gambar 2. Struktur Lensa ............................................................................ 4
Gambar 3. Sutura Y ...................................................................................... 4
Gambar 4. Biokimia Lensa ............................................................................ 7
Gambar 5. Nukleus dan Korteks Lensa ......................................................... 7
Gambar 6. Perkembangan dari embrio mengenai mata .................................. 11
Gambar 7.Anatomi lensa kristalin ................................................................. 11
Gambar 8. Berbagai bentuk kekeruhan kapsuler ............................................ 13
Gambar 9. PCO post katarak pediatrik dengan kapsul posterior utuh. ............ 15
Gambar 10. PCO post katarak pediatrik dengan kapsul posterior utuh. .......... 17
Gambar 11. Vitreus yang teridentifikasi setelah injeksi triamcinolon ............. 19
Gambar 12. Acrylic Hydrofobik..................................................................... 20

iii
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tindakan operasi katarak pada masa anak-anak merupakan tantangan.
Perkembangan fungsi visual yang terjadi pada masa anak-anak menyebabkan
katarak hendaknya dimanajemen dengan baik, karena bila pada periode tersebut
terdapat gangguan dijalur visual, akan berdampak pada gangguan fungsi visual
normal, dan dapat menyebabkan kelainan seperti ambliopia, strabismus atau
nistagmus. Kondisi fisiologi dan anatomi mata anak-anak yang sedang dalam
masa pertumbuhan sangat berbeda dari orang dewasa. Rigiditas sklera yang
rendah, kapsul anterior yang lebih elastis, dan tekanan intraokular yang relatif
lebih tinggi merupakan kesulitan -kesulitan yang dihadapi operator. Paska operatif
terdapat risiko untuk peningkatan inflamasi paska operasi, pembentukan
membran, serta Posterior Capsule Opacification (PCO). Jangka panjang juga
terdapat masalah-masalah yang akan dihadapi, antara lain perubahan keadaan
refraksi, risiko ambliopia serta insiden operasi ulang yang tinggi, membuat
operasi katarak pada anak-anak lebih kompleks.(1, 2)
Posterior Capsule Opacity atau Posterior Capsule Opacification atau
dikenal juga sebagai katarak sekunder adalah opasifikasi yang terjadi akibat sisa
sel epitel lensa atau lens epithelial cells (LECSs) yang mengalami proliferasi dan
metaplasi membentuk jaringan fibrosis, kemudian bermigrasi menuju kapsul
posterior, yang dapat muncul beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah
operasi katarak. Kekeruhan kapsul lensa posterior merupakan komplikasi paling
umum dari operasi katarak pediatrik, insidennya terjadi 43,7% hingga 100%
terutama ketika kapsul posterior dibiarkan utuh. PCO merupakan komplikasi
jangka panjang yang paling utama setelah dilaksanakannya operasi katarak,
termasuk kasus-kasus katarak pediatrik karena anak memiliki respon inflamasi
sangat intens sehingga merangsang pembentukan membran.(3, 4)
Meskipun teknik operasi katarak terus berkembang, PCO tetap menjadi
komplikasi pasca operasi yang paling sering terjadi pada operasi katarak

1
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pediatrik.. Usia merupakan faktor utama yang berperan dalam terbentuknya PCO
post operasi katarak pediatrik, dimana insiden berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Pada anak kecil dari 6 tahun, direkomendasikan tindakan
operasi katarak diikuti kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior untuk
mengurangi risiko PCO. Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan membran
sekunder setelah operasi katarak, yang juga berpengaruh terhadap pembentukan
PCO, antaralain patologi okular yang menyertainya, tingkat pembersihan korteks,
manajemen kapsul posterior dan vitreus anterior, parameter IOL (desain, bahan
dan lokasi) serta manipulasi operasi.(2, 5, 6)
Primary posterior capsulotomy dengan atau tanpa vitrektomi anterior dan
implantasi IOL saat ini merupakan teknik yang paling diterima dalam operasi
katarak pediatrik untuk mengurangi insiden PCO, walaupun ada beberapa
pendapat yang lebih suka membiarkan kapsul posterior tetap utuh dan melakukan
manajemen bila telah terjadi kekeruhan kapsul, serta masih terdapat beberapa
kontroversi dan pertanyaan – pertanyaan seperti kapan seharusnya kapsul
posterior dibuka dan kapan bisa dibiarkan utuh, kapan vitrektomy anterior harus
dilakukan, sehingga operator dapat melakukan pilihan bijaksana dalam memilih
teknik operasi, disesuaikan dengan kasus individual, tersedianya fasilitas serta
pengalamannya.(1, 7, 8) Manajemen yang efektif bila telah terbentuk PCO adalah
membranektomi dan Nd: YAG laser capsulotomy, untuk membersihkan visual
aksis dengan membuat lobang disentral kapsul yang keruh.(9, 10) Dalam makalah
ini akan dibahas etiologi, patofisiologi, pencegahan dan manajemen kapsul
posterior dalam operasi katarak pediatrik untuk mencegah PCO serta manajemen
PCO post operasi katarak pediatrik.

2
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan paperini adalah untuk mengetahui dan memahami
tentang Posterior Capsule Opacity. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata


2.1.1 Lensa
Lensa mata berbentuk bikonveks, avaskuler, transparan, dengan diameter 9
mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan
nukleus. Anterior lensa berhubungan dengan humor aqueous, ke posterior
berhubungan dengan corpus vitreus. Di posterior iris, lensa digantung pada
prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang
melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan corpus siliare.
Zonula Zinii berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare.
Zonula Zinii melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian
anterior dan 1,25 pada bagian posterior. 5

Gambar 1. Anatomi mata5

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada


permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai
membran semipermeabel, yang dapat dilewati air dan elektrolit sebagai sumber
nutrisi. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator. Epitel
subkapsuler ini berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal
dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid. 5,6

4
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-
lamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus
dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat
mengandung inti yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator,
yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan
di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan
persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan
slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang
terbalik).5

Gambar 2. Struktur lensa7

Gambar 3. Sutura Y7

5
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble
dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri
dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam water
insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak terdapat serat nyeri, pembuluh darah
atau saraf.5

Gambar 4. Biokimia lensa7

2.1.2. Embriologi Lensa


Mata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya berasal dari
ektoderm permukaan pada tempat lensplate, yang kemudian mengalami invaginasi
dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa dan
bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa
terlepas dari permukaan ektoderm, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan
menutupi bagian yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh
sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan
tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang
di bawah kapsula lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura
lentis, yang berbentuk huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di

6
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan fetal. Inilah
yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nukleus.
Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-
lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan disusul oleh
proses sklerosis.6

Gambar 5. Nukleus dan korteks lensa7

Gambar 6. Perkembangan dari embrio mengenai mata

7
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.3 Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya
hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan
sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut
akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama
kurvatura anterior.6
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris
relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior
lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi
lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara
korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.5
Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur
karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung,
jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak
di tempatnya.8 Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang
dewasa lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis
bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara
perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana
nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa
menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan
tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka sebagai
katarak. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.5

8
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2 Posterior Capsular Opacity


2.2.1 Definisi
Posterior Capsular Opacity (PCO) adalah salah satu komplikasi yang
tersering dari operasi katarak EKEK atau fakoemulsifikasi x. PCO juga dikenali
sebagai katarak sekunder. Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya fibrosis
pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari
EKEK.3

2.2.2 Epidemiologi
Insidensi terjadinya PCO mempunyai rentang dengan paling tinggi 50%
dan paling rendah < 5 % pada pasien yang menjalani operasi katarak. x Insidensi
PCO bervariasi pada masing-masing penelitian. Sekitar 10-56 % kejadian PCO
dilaporkan dalam waktu 3 tahun tergantung pada jenis lensa yang digunakan. Pada
orang dewasa, waktu yang diambil untuk terjadi PCO bervariasi dari bulan ke
tahun dan insidensinya menurun dengan bertambahnya usia. Pada kelompok usia
muda, hamper 100% opasifikasi terjadi dalam waktu 2 tahun setelah operasi. 5

2.2.3 Etiologi
Beberapa faktor berkontribusi terhadap pembentukan membran sekunder
setelah operasi katarak, yang juga berpengaruh terhadap pembentukan PCO.
Insiden PCO post operasi katarak pediatrik secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan katarak dewasa, terutama pada anak yang menjalani implantasi
lensa dengan kapsul posterior utuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kejadian perkembangan PCO pada anak-anak, antaralain usia dilakukannya
pembedahan, patologi okular yang menyertainya, tingkat pembersihan korteks,
manajemen bedah kapsul posterior dan vitreus anterior, parameter IOL (desain,
bahan dan lokasi) dan manipulasi operasi.(6)
Penyakit sistemik dan okuler mempengaruhi perkembangan PCO. Studi
menyebutkan bahwa pada follow-up satu tahun, pasien dengan diabetes memiliki
resiko PCO post operasi katarak yang signifikan bila dibandingkan dengan pasien
non-diabetes. Studi lain menyebutkan insiden PCO juga tinggi di mata dengan

9
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

uveitis. Untuk pemilihan material IOL, dikatakan bahwa IOL akrilik hidrofobik
terbukti memberikan hasil visual yang lebih baik dan mengurangi insiden PCO
dibandingkan jenis silikon, PMMA, atau PMMA IOLs yang dimodifikasi
permukaan heparin. Demikian pula, pasien dengan retinitis pigmentosa
menunjukkan insiden dan kepadatan PCO yang jauh lebih tinggi. Pada katarak
traumatik, kejadian PCO secara signifikan lebih tinggi mencapai 92% pada follow
up tiga tahun.(3)

2.2.4. Manifestasi Klinis

Epitel lensa subkapsuler yang tersisa mungkin mencoba melakukan


regenerasi serat-serat lensa (epitel subkapsuler berproliferasi dan membesar),
sehingga memberikan gambaran busa sabun atau telur kodok pada kapsul
posterior yang disebut juga dengan Mutiara Elsching atau Elsching Pearl. Lapisan
epitel yang berproliferasi tersebut, mungkin menghasilkan banyak lapisan,
sehingga menimbulkan kekeruhan. Sel-sel ini mungkin juga mengalami
diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat ini menimbulkan banyak
kerutan-kerutan kecil di kapsul posterior, yang menimbulkan distorsi
penglihatan.4
Cincin Soemmering juga dapat timbul sebagai akibat kapsul anterior yang
pecah dan traksi kearah pinggir-pinggir melekat pada kapsul posterior,
meninggalkan daerah yang jernih ditengah, dan membentuk gambaran cincin.
Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi. Semua faktor ini
dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan setelah EKEK. 1

2.2.5. Gejala Klinis


 Mata kabur
 Mata silau
 Penurunan tajam penglihatan
 Gangguan penglihatan warna
 Penglihatan ganda

10
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2.6. Patofosiologi
Anatomi mata anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak
memiliki mata yang ukurannya lebih kecil saat lahir, seiring pertumbuhan terjadi
perubahan ukuran, panjang aksial dan kelengkungan kornea. Panjang aksial rata-
rata mata bayi baru lahir adalah 16,5 mm, kemudian mengalami pertumbuhan
pesat dalam 18 bulan pertama, hingga mencapai ukuran 23 mm pada usia 13
tahun. Demikian pula perubahan kelengkungan kornea, saat baru lahir 51,2 D
mengalami perubahan hingga usia dewasa menjadi kira-kira 43,5 D. Anak juga
memiliki sklera yang tipis dan elastis, kapsul lensa lebih elastis, serta respon
terhadap inflamasi yang tinggi setelah operasi.(1, 2)
Salah satu perbedaan paling mencolok antara katarak orang dewasa dan
pediatrik adalah kapsul lensa anterior, dimana pada pediatrik, kapsul anteriornya
tiga kali lebih tipis dibandingkan dewasa, namun lima kali lebih kuat sehingga
teknik kapsulotomi yang tepat dan utuh perlu diperhitungkan saat akan melakukan
tindakan operasi katarak pediatrik untuk membantu memastikan struktur dan
stabilitas kapsul lensa yang tersisa.(11, 12)
Sel epitel lensa atau lens epithelial cells (LECSs) melapisi permukaan
bagian dalam anterior, daerah pre-ekuatorial, dan khatulistiwa kapsul lensa
(Gambar 1). Di daerah ekuator lensa, LECSs mengalami diferensiasi membentuk
serat lensa yang melapisi secara konsentris. Lapisan serat lensa ini selanjutnya
diidentifikasi sebagai korteks dan nukleus. Nukleus mengandung serat lensa tertua
sementara yang lebih baru yang terletak di korteks.(3, 13, 14)

Gambar 7. Anatomi lensa kristalin.(15)

11
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Posterior Capsule Opacification terjadi akibat pertumbuhan dan


proliferasi abnormal LECSs pada kapsul yang tertinggal pada saat operasi katarak.
Sel-sel ini bermigrasi ke kapsul posterior mendekati sumbu visual aksis. Dahulu,
saat masih berkembang teknik ekstraksi katarak intracapsular (ICCE), seluruh
lensa bersama dengan seluruh kapsul diekstraksi. Keuntungan metode ini, tidak
ada LECSs yang tertinggal, namun kerugiannya tidak ada kapsul yang tersisa
untuk implantasi IOL. Pada era modern saat ini, dilakukan ekstraksi semua serat
lensa, dengan menyisakan kapsul posterior utuh dan kapsul anterior perifer untuk
implantasi IOL. Dengan adanya kapsul yang tersisa sisa, LECSs memiliki potensi
untuk menghasilkan produk selulernya, menyebabkan kekeruhan dikapsuler yang
dikenal dengan katarak sekunder, dan merupakan konsekuensi pasca operasi yang
fisiologis dari operasi katarak ekstrakapsular tanpa komplikasi. (10)
Posterior Capsule Opacification terbentuk karena adanya
proliferasi, migrasi, dan transdiferensiasi LECSs yang normalnya terdapat pada
bagian dalam kapsul lensa anterior, dan tersisa pada capsular bag setelah operasi
katarak. Pengendapan kolagen, dan regenerasi serat lensa dari LECSs merupakan
penyebab utama kekeruhan. Sel-sel ini bermigrasi ke kapsul posterior mendekati
sumbu visual aksis. Proliferasi residu LECSs tertinggi terjadi dalam 3 sampai 4
hari setelah operasi. Mekanisme pasti yang menginisiasi proliferasi ini masih
belum diketahui, diduga berhubungan dengan perubahan komponen matriks
ekstraseluler dan growth factors akibat proses inflamasi. Respon inflamasi dapat
diperparah oleh adanya bahan asing, yaitu IOL dan residual korteks. Selain
LECSs, melanosit dari iris dan sel yang dilepaskan dari darah karena kerusakan
blood aquos barrier juga dapat berkontribusi menyebabkan PCO. Residu LECSs
mengeluarkan berbagai sitokin yang menginduksi inflamasi, antaralain growth
factor (FGF), platelets derived growth factor (PDGF), hepatocyte growth factor
(HGF), epidermal growth factor (EGF), insulin like growth factor (IGF),
transforming growth factor β (TGFβ), interleukin 1 and 6. Studi yang telah
dilakukan menunjukkan FGF dalam akuos humor kelinci meningkat setelah
operasi dan menstimulasi proliferasi LECSs. Pada anak-anak, kepadatan yang

12
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

lebih tinggi dari LECSs dan lebih banyaknya jumlah sel aktif meningkatkan
potensi proliferasi LECs sehingga resiko terjadi PCO juga lebih tinggi.(3, 10, 16)
Selanjutnya terjadi migrasi LECSs menuju kapsul posterior. Migrasi
LECSs berperan penting pada remodeling kapsul lensa, dan dihubungkan dengan
aktivitas Matrix metalloproteinase (MMPs), yang merupakan kelompok enzim
proteolitik, yang berperan penting untuk proses penyembuhan luka. Pada kapsul
posterior, LECSs mengalami proses diferensiasi menyebabkan terbentuknya
struktur seperti mutiara (Elschnig sign) dalam kapsul posterior. Dapat juga terjadi
diferensiasi abnormal LECSs yang diinduksi oleh TGFβ, menyebabkan
pembentukan sel myofibroblast. Pembentukan myofibroblast menyebabkan
kerutan pada kapsul posterior, dan membentuk PCO berserat (fibrous)

Gambar 8. Berbagai bentuk kekeruhan kapsuler : A. kekeruhan kapsul anterior; B. Tipe campuran
PCO dengan area berserat (panah) dan mutiara (tanda bintang); C. kekeruhan kapsul posterior
berbentuk serat bentuk (panah); D. kekeruhan kapsul posterior berbentuk mutiara (tanda bintang);
E, Kekeruhan kapsul posterior linier.(3)

13
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2.7. Diagnosis
Banyak penulis menggunakan pengamatan sederhana dengan slit lamp
untuk mengevaluasi tingkat PCO. Kruger et al. menggunakan sistem grading 0
hingga 3 untuk mengevaluasi kekeruhan kapsul. Kriteria tersebut adalah : 0 =
tidak ada, 1 = sangat ringan, 2 = sedang, 3 = putih tebal. Kapsul posterior lensa
dievaluasi dalam area pusat berukuran diameter 3 mm. (17)
Sellman dan Lindstrom membagi derajat PCO menjadi 4, yaitu : 1 = tidak
ada atau sedikit PCO tanpa mengurangi red reflex; 2 = PCO ringan, mengurangi
red refleks; 3 = fibrosis sedang, tapi visual aksis masih jelas; 4 = fibrosis berat,
menutupi visual aksis dan sangat mengurangi red refleks. Sebenarnya masih
banyak protokol lain yang dikemukakan untuk menilai derajat PCO, namun tetap
disarankan untuk menilai dari pengamatan slit lamp, karena penilaian
menggunakan cahaya slit lamp lebih valid daripada menggunakan gambar
retroiluminasi.(17)

 Anamnesa : dari gejala klinis didapatkan gangguan visus dan keluhan


seperti katarak terbentuk kembali
 Pemeriksaan pen torch : Mata putih dengan tidak ada kelainan eksternal,
reflex merah bisa ditemukan di fundus.
 Slit lamp : Kapsul posterior berkabut dan berwarna putih

2.2.8. Pencegahan
Memastikan visual aksis yang jelas setelah operasi katarak pediatrik sangat
penting untuk menghasilkan tajam penglihatan optimal untuk perkembangan visus
anak-anak. Pada anak-anak kecil, respon inflamasi sangat intens sehingga visual
aksis dapat terganggu akibat terbentuknya membran dan PCO, tertama pada
operasi katarak pediatric dengan kapsul posterior masih utuh. Terdapat hubungan
berbanding lurus antara timbulnya opasitas visual aksis dengan usia anak (Gambar
3). Terjadinya PCO yang lebih banyak pada anak yang usianya lebih muda yang

14
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mencerminkan reaktivitas jaringan anak-anak yang lebih besar terhadap LECSs.(5,


18, 19)

Gambar 9. PCO post katarak pediatrik dengan kapsul posterior utuh.


A.Tahun pertama; B. tahun kedua; C. tahun ke 3-5; D. tahun ke 5.(6)

Berbagai prosedur bedah digunakan untuk mencegah insiden PCO post


operasi katarak pediatrik. Tindakan kapsulotomi posterior primer merupakan
pilihan utama saat ini meskipun terdapat beberapa pilihan lain untuk manajemen
kapsul posterior. Pilihan manajemen operasi disesuaikan kasus pasien, fasilitas
yang tersedia, dan pengalaman operator. (6)

1. Posterior Continuous Curvilinear Capsulorhexis (PCCC)

Saat ini, primary posterior continuous curvilinear capsulorhexis (PCCC)


merupakan gold standard operasi katarak pediatrik untuk mencegah PCO, karena

15
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menghasilkan tepi yang halus, bulat dan lebih resisten terhadap insiden robeknya
kapsul. Teknik melakukan PCCC idealnya harus melingkar, sentris, dan tepat
ukuran. Prosedur ini menuntut visibilitas baik, menggunakan instrumentasi mikro
yang bagus agar ukuran capsulorhexis dapat dikontrol. Komplikasi tindakan ini
adalah tersentuhnya vitreus anterior selama manuver. Beberapa peneliti
melaporkan LECSs membentuk dasar untuk proliferasi pada permukaan hyaloid
anterior, sehingga tindakan kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior
hendaknya dilakukan bersama dengan operasi katarak, meskipun tindakan ini
tidak menjamin tidak terjadinya PCO.(11, 20, 21)

Gambar 10. PCCC yang baik, terletak konsentris di tengah, dengan ukuran lebih
kecil dari pada capsulorhexis anterior (6)

Tindakan anterior vitrektomi bersamaan dengan PCCC direkomendasikan


untuk mengurangi kejadian PCO. Percobaan in vitro kapsul lensa manusia
menunjukkan bahwa bahkan tanpa adanya kapsul posterior, LECSs yang tersisa
setelah ekstraksi katarak memiliki potensi untuk berkembang biak dan
membentuk monolayer LECSs pada lamina basal vitreous, menutup
capsulorrhexis posterior sebagian atau seluruhnya pada sekitar sepertiga dari
kasus. Salah satu komplikasi potensial akibat PCCC adalah terjadinya prolaps
vitreus yang dapat terjadi saat akan memulai tusukan untuk memulai PCCC,

16
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

manuver membuat flap, atau menyusuri kapsul dengan forceps. Adanya vitreous
dapat menyebabkan proliferasi dan migrasi LECs ke tengah, menggantung pada
vitreus, dan menutup visual axis. Mengidentifikasi dan mengeluarkan sisa
vitreous berperan penting dalam keberhasilan operasi katarak pediatrik. Beberapa
studi merekomendasikan penggunaan injeksi steroid triamcinolone untuk
memvisualisasikan vitreus dan memandu tindakan vitrektomi (Gambar 6).(1, 6)

Gambar 10 . Vitreus yang teridentifikasi setelah injeksi triamcinolon. (6)

Tindakan vitrektomi anterior dapat dilakukan dengan menggunakan rute


limbal atau pars plana. Pada mata anak-anak, area pars plana belum berkembang
sempurna, sehingga tindakan vitrektomi anterior dapat dilakukan dengan
menempatkan kanula vitrektomi di anterior chamber melalui insisi dilimbal.
Namun studi lain merekomendasikan membuat entry di pars plana, 2,0 mm di
posterior limbus pada pasien usia dibawah 1 tahun, 2,5 mm posterior limbus pada
pasien usia 1 hingga 4 tahun, dan 3,0 mm posterior limbus pada pasien yang lebih

17
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tua dari 4 tahun. Umumnya tindakan kapsulotomi posterior dan vitrektomi


anterior dilakukan sebelum implantasi IOL.(6)

2. Implantasi Lensa Intra Okuler

Teknik yang juga perlu diperhatikan untuk mencegah PCO adalah

implantasi IOL dan memposisikan haptic IOL. Implantasi IOL in the bag

merupakan pilihan terbaik untuk mengurangi kontak IOL dengan jaringan uveal

dan memposisikan IOL disentral. Capsular bag diisi dengan viskoelastik

kemudian IOL ditanamkan ke dalam kantong kapsuler. Posisi haptic yang tepat

diharapkan dapat mencegah proliferasi sel-sel epitel lensa pada permukaan vitreus

anterior. Bila ukuran capsulorhexis anterior lebih besar daripada IOL, terjadi

peningkatan insidensi PCO karena memungkinkan adhesi dari kapsul anterior dan

posterior, serta migrasi LECS ke sumbu visual. Bila capsulorhexis lebih kecil dari

IOL optic, adhesi antara kapsul anterior dan optik IOL membuat epitel lensa

anterior menjauh dari kapsul posterior sehingga akan mengurangi kejadian

migrasi LECS ke belakang optik IOL.(12, 21)

Pilihan lain untuk fiksasi IOL yang juga efektif mengurangi insiden PCO

yaitu melakukan prosedur “optic capture”, yaitu dengan menempatkan haptics di

sulkus, kemudian optic didorong perlahan kebelakang kapsulotomi posterior.

Manuver ini sulit dilakukan, namun teknik ini diyakini efektif mencegah PCO

karena meminimalkan gap diantara kapsul anterior dan posterior sebagai tempat

berkembangnya LECs.(3, 6)

18
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 11. Skema lens in the bag dan bag in the lens dalam teknik pemasangan
IOL(6)

Material IOL yang digunakan turut berperan menentukan keberhasilan

operasi katarak pediatrik untuk mencegah terjadinya PCO, karena IOL hendaknya

berkontak dengan baik pada kapsul anterior dan posterior. Walaupun implantasi

IOL berbahan PolyMethyl Methacrylate (PMMA) masih menjadi pilihan dalam

operasi katarak pediatrik, namun seiring perkembangan teknologi, terjadi

pergeseran pilihan IOL menggunakan material acrylic hydrofobik, yang desainnya

lebih kecil, sehingga lebih mudah dimasukkan dengan insisi yang kecil. Selain itu,

material acrylic dikatakan memiliki kecendrungan rendah untuk merangsang

proliferasi LECs ke dalam capsular bag, memiliki permukaan posterior optik IOL

yang lebih cembung dan tepi IOL yang lebih tajam sehingga menciptakan kontak

yang erat antara optik IOL dan kapsul posterior sehingga dapat mencegah

proliferasi LECs (Gambar 7.(1, 22)

19
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 12. Desain acrylic hydrofobik (kanan) memiliki kontak lebih erat dengan
permukaan kapsul sehingga menghalangi migrasi LECs dibanding acrylic hydrophilic
(kiri).(22)

Material IOL hidrofilik kurang berkontak dengan baik pada kapsul anterior
dan posterior sehingga meningkatkan resiko terjadinya desenterasi lensa dan
insiden PCO. Sebuah studi metaanalisis terhadap insiden PCO menyatakan bahwa
lensa acrylic hydrophilic lebih rentan terhadap perkembangan PCO daripada acrylic
hydrofobik atau lensa silikon, disebabkan karena kadar air yang tinggi yang
cenderung menarik LECs, selain itu ujung optik IOL material ini tidak setajam
dengan bahan hidrofobik, sehingga kurang efektif sebagai barrier migrasi LECs.(8,
12, 22)

2.2.9. Penatalaksanaan
PCO harus ditangani apabila terjadinya gangguan visus yang signifikan
sehingga dapat mengganggu aktivitas seseorang. Berikut adalah tindakan yang
dapat dilakukan:
i. Membrana pupillary yang tipis dapat ditangani dengan
 Disisio, irigasi dan aspirasi
 VISC
 YAG laser capsulotomy

ii. Membrana pupillary tebal


 Dipotong menjadi kecil dengan menggunakan pisau Ziegler
atau gunting vitreous dan diaspirasi ddengan VISC
 YAG laser capsulotomy (Renu Jogi)

Saat ini YAG laser dianggap sebagai prosedur yang paling standar untuk merawat
PCO.

20
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 3
KESIMPULAN

Posterior Capsular Opacity (PCO) adalah salah satu komplikasi yang


tersering dari operasi katarak EKEK atau fakoemulsifikasi. Insidensi terjadinya
PCO mempunyai rentang dengan paling tinggi 50% dan paling rendah < 5 % pada
pasien yang menjalani operasi katarak.
PCO terjadi karena epitel lensa subkapsuler yang tersisa mungkin
mencoba melakukan regenerasi serat-serat lensa (epitel subkapsuler berproliferasi
dan membesar), sehingga memberikan gambaran busa sabun atau telur kodok
pada kapsul posterior yang disebut juga dengan Mutiara Elsching atau Elsching
Pearl. Lapisan epitel yang berproliferasi tersebut, mungkin menghasilkan banyak
lapisan, sehingga menimbulkan kekeruhan.
Gejala klinis yang selalunya dikeluhkan oleh pasien adalah mata kabur,
mata silau, penurunan tajam penglihatan, gangguan penglihatan warna dan
penglihatan ganda. Diagnosis PCO dibuat melalui anamnesa yaitu dari gejala
klinis, pemeriksaan peen torch dan slit lamp. PCO harus ditangani apabila
terjadinya gangguan visus yang signifikan sehingga dapat mengganggu aktivitas
seseorang. Saat ini YAG laser dianggap sebagai prosedur yang paling standar
untuk merawat PCO.

21
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1. Ram J, Sukhija J. Pediatric Cataract Surgery: Current Concepts. JIMSA


2010;23(3):132-6.
2. Medsinge A, Nischal KK. Pediatric cataract: challenges and future directions.
Clinical ophthalmology (Auckland, NZ). 2015;9:77-90.
3. Raj SM, Vasavada AR, Johar SRK, Vasavada VA, Vasavada VA. Post-
operative capsular opacification: a review. International journal of biomedical
science : IJBS. 2007;3(4):237-50.
4. Hosal BM, Biglan AW. Risk factors for secondary membrane formation after
removal of pediatric cataract. Journal of cataract and refractive surgery.
2002;28(2):302-9.
5. Library TF. Posterior capsular opacification in preschool and school age
patients after pediatric cataract surgery without posterior capsulotomy.
https://wwwthefreelibrarycom/Posterior+capsular+opacification+in+preschoo
l--and+school-age-a0473923577. 2014.
6. Vasavada AR, Praveen MR, Tassignon M-Je, Shah SK, Vasavada VA,
Vasavada VA, et al. Posterior capsule management in congenital cataract
surgery. Journal Cataract Refractive Surgery. 2011;37:173-93.
7. Lim Z, Rubab S, Chan YH, Levin AV. Management and outcomes of
cataract in children: the Toronto experience. Journal of AAPOS : the official
publication of the American Association for Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. 2012;16(3):249-54.
8. Javadi M-A. Pediatric cataract surgery. Journal of ophthalmic & vision
research. 2009;4(4):199-200.
9. Lloyd I, Ashworth J, Biswas S, Abadi R. Advances in the management of
congenital and infantile cataract. Eye 2007;21:1301-9.
10. Awasthi N, Guo S, Wagner BJ. Posterior capsular opacification: A problem
reduced but not yet eradicated. Archives of Ophthalmology.
2009;127(4):555-62.

22
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

11. Wilson ME, Jr. Anterior lens capsule management in pediatric cataract
surgery. Transactions of the American Ophthalmological Society.
2004;102:391-422.
12. Jafarinasab M-R, Rabbanikhah Z, Karimian F, Javadi M-A. Lensectomy and
PCIOL Implantation with versus without Posterior Capsulotomy and Anterior
Vitrectomy for Pediatric Cataracts. Journal of ophthalmic & vision research.
2008;3(1):37-41.
13. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. The Eye. Fundamental and Principles of
Ophthalmology. 2. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology;
2016-2017. p. 61-4.
14. Chen W, Tan X, Chen X. Anatomy and Physiology of the Crystalline Lens.
In: Liu Y, editor. Pediatric Lens Diseases. Singapore: Springer; 2017. p. 21-8.
15. Ansari MW, Nadeem A. The Lens. 2016. In: Atlas of Ocular Anatomy
[Internet]. Switzerland: Springer; [68-70].
16. Morgan KS, Karcioglu ZA. Secondary cataracts in infants after lensectomies.
Journal of pediatric ophthalmology and strabismus. 1987;24(1):45-8.
17. Aslam TM, Dhillon B, Werghi N, Taguri A, Wadood A. Systems of analysis
of posterior capsule opacification. The British journal of ophthalmology.
2002;86(10):1181-6.
18. Sukhija J, Ram J, Gupta N, Sawhney A, Kaur S. Long-term results after
primary intraocular lens implantation in children operated less than 2 years of
age for congenital cataract. Indian journal of ophthalmology.
2014;62(12):1132-5.
19. Yasar T, Batur M, Gul A. Posterior capsular opacification in preschool and
school age patients after pediatric cataract surgery without posterior
capsulotomy. Turkish Journal of Ophthalmology. 2016.
20. Luo Y, Lu Y, Lu G, Wang M. Primary posterior capsulorhexis with anterior
vitrectomy in preventing posterior capsule opacification in pediatric cataract
microsurgery. Microsurgery. 2008;28(2):113-6.
21. BenEzra D, Cohen E. Posterior Capsulectomy in Pediatric Cataract Surgery:
The Necessity of a Choice. Ophthalmology. 1997;104(12):2168-74.

23
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

22. Findl O. Intraocular Lens Materials and Design. Achieving Excellence in


Cataract Surgery Los Angeles2009. p. 95-107.
23. Karahan E, Er D, Kaynak S. An Overview of Nd:YAG Laser Capsulotomy.
Med Hypothesis Discov Innov Ophthalmol. 2014;3(2):45-50.

24

Anda mungkin juga menyukai