PAPER
Disusun oleh:
REINA ROMAULI TARIHORAN
NIM: 140100015
Supervisor:
dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan ketersediaan waktu bagi
penulis sehingga dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Fithria
Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K), selaku supervisor yang telah memberikan arahan
dalam penyelesaian paper ini.
Paper ini berjudul “Posterior Capsular Opacity” dimana tujuan penulisan
makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal mengenai
penyakit ini. Dengan demikian diharapkan karya tulis ini dapat memberikan
kontribusi positif dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu
berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang
bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat
bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
i
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ...................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1. Anatomi Mata........................................................................... 3
2.1.1. Lensa ............................................................................ 3
2.1.2. Embriologi Lensa ......................................................... 5
2.1.3. Fisiologi Lensa ............................................................. 7
2.2. Posterior Capsular Opacity……………………………………… 9
2.2.1. Definisi......................................................................... 9
2.2.2. Epidemiologi ................................................................ 9
2.2.3. Etiologi......................................................................... 9
2.2.4. Manifestasi Klinis ......................................................... 10
2.2.5. Gejala Klinis................................................................. 10
2.2.6 Patofisiologi ................................................................. 11
2.2.7. Diagnosis...................................................................... 13
2.2.8. Pencegahan................................................................... 13
2.2.9. Penatalaksanaan............................................................ 20
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22
LAMPIRAN
ii
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.Anatomi Mata............ ................................................................... 3
Gambar 2. Struktur Lensa ............................................................................ 4
Gambar 3. Sutura Y ...................................................................................... 4
Gambar 4. Biokimia Lensa ............................................................................ 7
Gambar 5. Nukleus dan Korteks Lensa ......................................................... 7
Gambar 6. Perkembangan dari embrio mengenai mata .................................. 11
Gambar 7.Anatomi lensa kristalin ................................................................. 11
Gambar 8. Berbagai bentuk kekeruhan kapsuler ............................................ 13
Gambar 9. PCO post katarak pediatrik dengan kapsul posterior utuh. ............ 15
Gambar 10. PCO post katarak pediatrik dengan kapsul posterior utuh. .......... 17
Gambar 11. Vitreus yang teridentifikasi setelah injeksi triamcinolon ............. 19
Gambar 12. Acrylic Hydrofobik..................................................................... 20
iii
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
1
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pediatrik.. Usia merupakan faktor utama yang berperan dalam terbentuknya PCO
post operasi katarak pediatrik, dimana insiden berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Pada anak kecil dari 6 tahun, direkomendasikan tindakan
operasi katarak diikuti kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior untuk
mengurangi risiko PCO. Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan membran
sekunder setelah operasi katarak, yang juga berpengaruh terhadap pembentukan
PCO, antaralain patologi okular yang menyertainya, tingkat pembersihan korteks,
manajemen kapsul posterior dan vitreus anterior, parameter IOL (desain, bahan
dan lokasi) serta manipulasi operasi.(2, 5, 6)
Primary posterior capsulotomy dengan atau tanpa vitrektomi anterior dan
implantasi IOL saat ini merupakan teknik yang paling diterima dalam operasi
katarak pediatrik untuk mengurangi insiden PCO, walaupun ada beberapa
pendapat yang lebih suka membiarkan kapsul posterior tetap utuh dan melakukan
manajemen bila telah terjadi kekeruhan kapsul, serta masih terdapat beberapa
kontroversi dan pertanyaan – pertanyaan seperti kapan seharusnya kapsul
posterior dibuka dan kapan bisa dibiarkan utuh, kapan vitrektomy anterior harus
dilakukan, sehingga operator dapat melakukan pilihan bijaksana dalam memilih
teknik operasi, disesuaikan dengan kasus individual, tersedianya fasilitas serta
pengalamannya.(1, 7, 8) Manajemen yang efektif bila telah terbentuk PCO adalah
membranektomi dan Nd: YAG laser capsulotomy, untuk membersihkan visual
aksis dengan membuat lobang disentral kapsul yang keruh.(9, 10) Dalam makalah
ini akan dibahas etiologi, patofisiologi, pencegahan dan manajemen kapsul
posterior dalam operasi katarak pediatrik untuk mencegah PCO serta manajemen
PCO post operasi katarak pediatrik.
2
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-
lamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus
dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat
mengandung inti yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator,
yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan
di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan
persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan
slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang
terbalik).5
Gambar 3. Sutura Y7
5
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble
dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri
dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam water
insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak terdapat serat nyeri, pembuluh darah
atau saraf.5
6
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan fetal. Inilah
yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nukleus.
Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-
lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan disusul oleh
proses sklerosis.6
7
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.2 Epidemiologi
Insidensi terjadinya PCO mempunyai rentang dengan paling tinggi 50%
dan paling rendah < 5 % pada pasien yang menjalani operasi katarak. x Insidensi
PCO bervariasi pada masing-masing penelitian. Sekitar 10-56 % kejadian PCO
dilaporkan dalam waktu 3 tahun tergantung pada jenis lensa yang digunakan. Pada
orang dewasa, waktu yang diambil untuk terjadi PCO bervariasi dari bulan ke
tahun dan insidensinya menurun dengan bertambahnya usia. Pada kelompok usia
muda, hamper 100% opasifikasi terjadi dalam waktu 2 tahun setelah operasi. 5
2.2.3 Etiologi
Beberapa faktor berkontribusi terhadap pembentukan membran sekunder
setelah operasi katarak, yang juga berpengaruh terhadap pembentukan PCO.
Insiden PCO post operasi katarak pediatrik secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan katarak dewasa, terutama pada anak yang menjalani implantasi
lensa dengan kapsul posterior utuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kejadian perkembangan PCO pada anak-anak, antaralain usia dilakukannya
pembedahan, patologi okular yang menyertainya, tingkat pembersihan korteks,
manajemen bedah kapsul posterior dan vitreus anterior, parameter IOL (desain,
bahan dan lokasi) dan manipulasi operasi.(6)
Penyakit sistemik dan okuler mempengaruhi perkembangan PCO. Studi
menyebutkan bahwa pada follow-up satu tahun, pasien dengan diabetes memiliki
resiko PCO post operasi katarak yang signifikan bila dibandingkan dengan pasien
non-diabetes. Studi lain menyebutkan insiden PCO juga tinggi di mata dengan
9
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
uveitis. Untuk pemilihan material IOL, dikatakan bahwa IOL akrilik hidrofobik
terbukti memberikan hasil visual yang lebih baik dan mengurangi insiden PCO
dibandingkan jenis silikon, PMMA, atau PMMA IOLs yang dimodifikasi
permukaan heparin. Demikian pula, pasien dengan retinitis pigmentosa
menunjukkan insiden dan kepadatan PCO yang jauh lebih tinggi. Pada katarak
traumatik, kejadian PCO secara signifikan lebih tinggi mencapai 92% pada follow
up tiga tahun.(3)
10
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.6. Patofosiologi
Anatomi mata anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak
memiliki mata yang ukurannya lebih kecil saat lahir, seiring pertumbuhan terjadi
perubahan ukuran, panjang aksial dan kelengkungan kornea. Panjang aksial rata-
rata mata bayi baru lahir adalah 16,5 mm, kemudian mengalami pertumbuhan
pesat dalam 18 bulan pertama, hingga mencapai ukuran 23 mm pada usia 13
tahun. Demikian pula perubahan kelengkungan kornea, saat baru lahir 51,2 D
mengalami perubahan hingga usia dewasa menjadi kira-kira 43,5 D. Anak juga
memiliki sklera yang tipis dan elastis, kapsul lensa lebih elastis, serta respon
terhadap inflamasi yang tinggi setelah operasi.(1, 2)
Salah satu perbedaan paling mencolok antara katarak orang dewasa dan
pediatrik adalah kapsul lensa anterior, dimana pada pediatrik, kapsul anteriornya
tiga kali lebih tipis dibandingkan dewasa, namun lima kali lebih kuat sehingga
teknik kapsulotomi yang tepat dan utuh perlu diperhitungkan saat akan melakukan
tindakan operasi katarak pediatrik untuk membantu memastikan struktur dan
stabilitas kapsul lensa yang tersisa.(11, 12)
Sel epitel lensa atau lens epithelial cells (LECSs) melapisi permukaan
bagian dalam anterior, daerah pre-ekuatorial, dan khatulistiwa kapsul lensa
(Gambar 1). Di daerah ekuator lensa, LECSs mengalami diferensiasi membentuk
serat lensa yang melapisi secara konsentris. Lapisan serat lensa ini selanjutnya
diidentifikasi sebagai korteks dan nukleus. Nukleus mengandung serat lensa tertua
sementara yang lebih baru yang terletak di korteks.(3, 13, 14)
11
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lebih tinggi dari LECSs dan lebih banyaknya jumlah sel aktif meningkatkan
potensi proliferasi LECs sehingga resiko terjadi PCO juga lebih tinggi.(3, 10, 16)
Selanjutnya terjadi migrasi LECSs menuju kapsul posterior. Migrasi
LECSs berperan penting pada remodeling kapsul lensa, dan dihubungkan dengan
aktivitas Matrix metalloproteinase (MMPs), yang merupakan kelompok enzim
proteolitik, yang berperan penting untuk proses penyembuhan luka. Pada kapsul
posterior, LECSs mengalami proses diferensiasi menyebabkan terbentuknya
struktur seperti mutiara (Elschnig sign) dalam kapsul posterior. Dapat juga terjadi
diferensiasi abnormal LECSs yang diinduksi oleh TGFβ, menyebabkan
pembentukan sel myofibroblast. Pembentukan myofibroblast menyebabkan
kerutan pada kapsul posterior, dan membentuk PCO berserat (fibrous)
Gambar 8. Berbagai bentuk kekeruhan kapsuler : A. kekeruhan kapsul anterior; B. Tipe campuran
PCO dengan area berserat (panah) dan mutiara (tanda bintang); C. kekeruhan kapsul posterior
berbentuk serat bentuk (panah); D. kekeruhan kapsul posterior berbentuk mutiara (tanda bintang);
E, Kekeruhan kapsul posterior linier.(3)
13
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.7. Diagnosis
Banyak penulis menggunakan pengamatan sederhana dengan slit lamp
untuk mengevaluasi tingkat PCO. Kruger et al. menggunakan sistem grading 0
hingga 3 untuk mengevaluasi kekeruhan kapsul. Kriteria tersebut adalah : 0 =
tidak ada, 1 = sangat ringan, 2 = sedang, 3 = putih tebal. Kapsul posterior lensa
dievaluasi dalam area pusat berukuran diameter 3 mm. (17)
Sellman dan Lindstrom membagi derajat PCO menjadi 4, yaitu : 1 = tidak
ada atau sedikit PCO tanpa mengurangi red reflex; 2 = PCO ringan, mengurangi
red refleks; 3 = fibrosis sedang, tapi visual aksis masih jelas; 4 = fibrosis berat,
menutupi visual aksis dan sangat mengurangi red refleks. Sebenarnya masih
banyak protokol lain yang dikemukakan untuk menilai derajat PCO, namun tetap
disarankan untuk menilai dari pengamatan slit lamp, karena penilaian
menggunakan cahaya slit lamp lebih valid daripada menggunakan gambar
retroiluminasi.(17)
2.2.8. Pencegahan
Memastikan visual aksis yang jelas setelah operasi katarak pediatrik sangat
penting untuk menghasilkan tajam penglihatan optimal untuk perkembangan visus
anak-anak. Pada anak-anak kecil, respon inflamasi sangat intens sehingga visual
aksis dapat terganggu akibat terbentuknya membran dan PCO, tertama pada
operasi katarak pediatric dengan kapsul posterior masih utuh. Terdapat hubungan
berbanding lurus antara timbulnya opasitas visual aksis dengan usia anak (Gambar
3). Terjadinya PCO yang lebih banyak pada anak yang usianya lebih muda yang
14
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menghasilkan tepi yang halus, bulat dan lebih resisten terhadap insiden robeknya
kapsul. Teknik melakukan PCCC idealnya harus melingkar, sentris, dan tepat
ukuran. Prosedur ini menuntut visibilitas baik, menggunakan instrumentasi mikro
yang bagus agar ukuran capsulorhexis dapat dikontrol. Komplikasi tindakan ini
adalah tersentuhnya vitreus anterior selama manuver. Beberapa peneliti
melaporkan LECSs membentuk dasar untuk proliferasi pada permukaan hyaloid
anterior, sehingga tindakan kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior
hendaknya dilakukan bersama dengan operasi katarak, meskipun tindakan ini
tidak menjamin tidak terjadinya PCO.(11, 20, 21)
Gambar 10. PCCC yang baik, terletak konsentris di tengah, dengan ukuran lebih
kecil dari pada capsulorhexis anterior (6)
16
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
manuver membuat flap, atau menyusuri kapsul dengan forceps. Adanya vitreous
dapat menyebabkan proliferasi dan migrasi LECs ke tengah, menggantung pada
vitreus, dan menutup visual axis. Mengidentifikasi dan mengeluarkan sisa
vitreous berperan penting dalam keberhasilan operasi katarak pediatrik. Beberapa
studi merekomendasikan penggunaan injeksi steroid triamcinolone untuk
memvisualisasikan vitreus dan memandu tindakan vitrektomi (Gambar 6).(1, 6)
17
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
implantasi IOL dan memposisikan haptic IOL. Implantasi IOL in the bag
merupakan pilihan terbaik untuk mengurangi kontak IOL dengan jaringan uveal
kemudian IOL ditanamkan ke dalam kantong kapsuler. Posisi haptic yang tepat
diharapkan dapat mencegah proliferasi sel-sel epitel lensa pada permukaan vitreus
anterior. Bila ukuran capsulorhexis anterior lebih besar daripada IOL, terjadi
peningkatan insidensi PCO karena memungkinkan adhesi dari kapsul anterior dan
posterior, serta migrasi LECS ke sumbu visual. Bila capsulorhexis lebih kecil dari
IOL optic, adhesi antara kapsul anterior dan optik IOL membuat epitel lensa
Pilihan lain untuk fiksasi IOL yang juga efektif mengurangi insiden PCO
Manuver ini sulit dilakukan, namun teknik ini diyakini efektif mencegah PCO
karena meminimalkan gap diantara kapsul anterior dan posterior sebagai tempat
berkembangnya LECs.(3, 6)
18
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 11. Skema lens in the bag dan bag in the lens dalam teknik pemasangan
IOL(6)
operasi katarak pediatrik untuk mencegah terjadinya PCO, karena IOL hendaknya
berkontak dengan baik pada kapsul anterior dan posterior. Walaupun implantasi
lebih kecil, sehingga lebih mudah dimasukkan dengan insisi yang kecil. Selain itu,
proliferasi LECs ke dalam capsular bag, memiliki permukaan posterior optik IOL
yang lebih cembung dan tepi IOL yang lebih tajam sehingga menciptakan kontak
yang erat antara optik IOL dan kapsul posterior sehingga dapat mencegah
19
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 12. Desain acrylic hydrofobik (kanan) memiliki kontak lebih erat dengan
permukaan kapsul sehingga menghalangi migrasi LECs dibanding acrylic hydrophilic
(kiri).(22)
Material IOL hidrofilik kurang berkontak dengan baik pada kapsul anterior
dan posterior sehingga meningkatkan resiko terjadinya desenterasi lensa dan
insiden PCO. Sebuah studi metaanalisis terhadap insiden PCO menyatakan bahwa
lensa acrylic hydrophilic lebih rentan terhadap perkembangan PCO daripada acrylic
hydrofobik atau lensa silikon, disebabkan karena kadar air yang tinggi yang
cenderung menarik LECs, selain itu ujung optik IOL material ini tidak setajam
dengan bahan hidrofobik, sehingga kurang efektif sebagai barrier migrasi LECs.(8,
12, 22)
2.2.9. Penatalaksanaan
PCO harus ditangani apabila terjadinya gangguan visus yang signifikan
sehingga dapat mengganggu aktivitas seseorang. Berikut adalah tindakan yang
dapat dilakukan:
i. Membrana pupillary yang tipis dapat ditangani dengan
Disisio, irigasi dan aspirasi
VISC
YAG laser capsulotomy
Saat ini YAG laser dianggap sebagai prosedur yang paling standar untuk merawat
PCO.
20
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3
KESIMPULAN
21
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
22
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11. Wilson ME, Jr. Anterior lens capsule management in pediatric cataract
surgery. Transactions of the American Ophthalmological Society.
2004;102:391-422.
12. Jafarinasab M-R, Rabbanikhah Z, Karimian F, Javadi M-A. Lensectomy and
PCIOL Implantation with versus without Posterior Capsulotomy and Anterior
Vitrectomy for Pediatric Cataracts. Journal of ophthalmic & vision research.
2008;3(1):37-41.
13. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. The Eye. Fundamental and Principles of
Ophthalmology. 2. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology;
2016-2017. p. 61-4.
14. Chen W, Tan X, Chen X. Anatomy and Physiology of the Crystalline Lens.
In: Liu Y, editor. Pediatric Lens Diseases. Singapore: Springer; 2017. p. 21-8.
15. Ansari MW, Nadeem A. The Lens. 2016. In: Atlas of Ocular Anatomy
[Internet]. Switzerland: Springer; [68-70].
16. Morgan KS, Karcioglu ZA. Secondary cataracts in infants after lensectomies.
Journal of pediatric ophthalmology and strabismus. 1987;24(1):45-8.
17. Aslam TM, Dhillon B, Werghi N, Taguri A, Wadood A. Systems of analysis
of posterior capsule opacification. The British journal of ophthalmology.
2002;86(10):1181-6.
18. Sukhija J, Ram J, Gupta N, Sawhney A, Kaur S. Long-term results after
primary intraocular lens implantation in children operated less than 2 years of
age for congenital cataract. Indian journal of ophthalmology.
2014;62(12):1132-5.
19. Yasar T, Batur M, Gul A. Posterior capsular opacification in preschool and
school age patients after pediatric cataract surgery without posterior
capsulotomy. Turkish Journal of Ophthalmology. 2016.
20. Luo Y, Lu Y, Lu G, Wang M. Primary posterior capsulorhexis with anterior
vitrectomy in preventing posterior capsule opacification in pediatric cataract
microsurgery. Microsurgery. 2008;28(2):113-6.
21. BenEzra D, Cohen E. Posterior Capsulectomy in Pediatric Cataract Surgery:
The Necessity of a Choice. Ophthalmology. 1997;104(12):2168-74.
23
PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24