PENDAHULUAN
1
2
awal, hal ini dapat karena tidak atau lambatnya terdeteksi, pengobatan yang kurang adekuat pada fase awalnya (Indrajaya, 2014).
Angka 10 tahun survival pada stenosis mitral yang tidak diobati berkisar 50%-60%, bila tidak disertai keluhan atau minimal
angka meningkat 80%. Semakin berat derajat, prognosisnya buruk di mana angka hidup dalam 10 tahun <15%. Apabila timbul
fibrilasi atrium prognosanya kurang baik (angka harapan hidup 10 tahun 25%) dibanding pada kelompok irama sinus (angka harapan
Pasien bergejala minimal atau tanpa gejala, kelangsungan hidup lebih besar dari 80% pada 10 tahun. Bila hipertensi pulmonal
berat berkembang, kelangsungan hidup kurang dari 3 tahun. Sebagian besar (60%) pasien stenosis mitral berat yang tidak diobati
meninggal karena kongesti sistemik atau kongesti paru progresif (Dima, 2014).
Pada stenosis mitral, luas efektif lubang mitral berkurang menyebabkan daya alir katup mitral juga berkurang, sehingga akan
meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri. Akhirnya timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri waktu
diastol. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka
akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru. Selanjutnya tekanan arteri
pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Jika hal ini
terus berlanjut dan menyebabkan gagal jantung kanan maka tanda-tanda bendungan sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan
vena jugularis, hepatomegali, asites). Bendungan pada hati akan menyebabkan gangguan pada fungsi hati (Yusak, 1996).
Penyebab disfungsi ventrikel kanan dapat dikaitkan dengan kongesti hati yang parah, pasien dengan kongesti hati biasanya tidak
menunjukkan gejala dan entitas ini disarankan mengikuti tes fungsi hati. Patofisiologi utama yang terlibat dalam disfungsi hepar
adalah kongesti pasif dari tekanan pengisian yang meningkat atau curah jantung yang rendah dan konsekuensi dari gangguan perfusi.
Kongesti hati pasif akibat peningkatan tekanan vena sentral (CVP) dapat menyebabkan
3
TINJAUAN PUSTAKA
Stenosis mitral adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah
dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada katup mitral.
Kelainan struktur mitral menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul
gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol (Indrajaya, 2014). Di negara
yang sedang berkembang (termasuk Indonesia) manifestasi stenosis mitral
sebagian terjadi pada usia dibawah 20 tahun yang disebut sebagai Juvenile Mitral
Stenosis (Yusak, 1996)
Penyebab tersering adalah endokarditis rematika, akibat reaksi yang progresif
dari demam rematik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lain walaupun jarang
dapat juga stenosis mitral kongenital, deformitas parasut mitral, vegetasi dari
systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amyloid,
rheumatoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia
lanjut akibat proses degeneratif (Indrajaya, 2014).
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup.
Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi
komisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut
(Indrajaya, 2014). Keterlibatan chordae tendinae menyebabkan penebalan, fusi,
dan kontraksi dengan jaringan parut yang meluas ke otot papiler (Rosendorff,
2005). Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari aparatus mitral yang normal,
mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau
lubang kancing (button hole) (Indrajaya, 2014).
Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer,
sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada
endokarditis rematika, daun katup dan khorda akan mengalami sikatrik dan
kontraktur bersaman dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan
daun katup menjadi bentuk funnel shaped (Indrajaya, 2014).
Fibrosis dan kalsifikasi yang padat dapat mengurangi struktur katup normal
yang halus menjadi kaku, tidak dapat bergerak, dan bentuk funnel-shaped orifice
(Rosendorff, 2005). Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya
lebih sering pada perempuan dibanding pria. Proses perubahan patologi sampai
terjadinya gejala klinis (periode laten) biasanya memakan waktu bertahun-tahun
(10-20 tahun) (Indrajaya, 2014).
10
2
Pada orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm . Stenosis
mitral semakin mempersempit orifisium, gradien berkembang antara atrium kiri
dan ventrikel kiri. Gradien ini biasanya kecil dan tidak penting secara klinis
2
sampai orifisium menyempit menjadi kurang dari 2 cm (Alpert, 2002). Ketika
2
stenosis mitral mengurangi orifisium sampai 2 cm , tekanan yang lebih tinggi dari
normal diperlukan untuk mendorong darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
(Rosendorff, 2005). Curah jantung dan denyut jantung juga mempengaruhi
gradien katup mitral. Semakin besar curah jantung, semakin besar gradien (Alpert,
2
2002). Bila stenosis lebih berat (1-1,5 cm ) dibutuhkan tekanan atrium kiri yang
sangat tinggi untuk mempertahankan curah jantung normal bahkan saat istirahat,
menghasilkan gradien tekanan di seluruh katup. Tekanan atrium kiri yang
meningkat, meningkatkan tekanan kapiler pulmonal. Peningkatan denyut jantung
mengurangi waktu yang tersedia untuk aliran darah melintasi katup mitral.
Perkembangan fibrilasi atrium (AF) dengan laju ventrikel yang cepat dapat
memicu edema paru pada pasien asimtomatik sebelumnya dengan stenosis mitral
(Rosendorff, 2005).
Stenosis mitral diklasifikasikan menjadi tiga kelas dari ringan hingga berat
sesuai dengan luas daerah katup mitral / mitral valve area (MVA).
2
1. Ringan : bila area 1,4 – 2,5 cm
2
2. Sedang : bila area 1 - 1,4 cm
2
3. Berat : bila area < 1,0 cm
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup
2
mitral menurun sampai seperdua normal (< 2 - 2,5 cm ). Derajat berat ringannya
stenosis mitral, selain berdasarkan luas daerah katup mitral, dapat juga ditentukan
oleh gradien transmitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan
katup aorta dan kejadian opening snap (A2-OS interval) (Indrajaya, 2014).
Tabel 2.3.4 Hubungan antara gradien dan luasnya katup serta waktu pembukaan katup mitral
(Indrajaya T, Ghanie A. Stenosis Mitral. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 6th ed; 2014)
pada pasien stenosis mitral kecuali ada penyakit koroner bersamaan, regurgitasi
mitral, atau regurgitasi aorta. S4 jika ada, berasal dari ventrikel kanan saat
hipertropi dan pelebaran sekunder akibat hipertensi pulmonal (Stoltz, 2003).
Opening snap terdengar sebagai akibat gerakan katup mitral ke ventrikel kiri
yang tiba-tiba berhenti. Opening snap terjadi akibat tekanan atrium kiri yang
disertai dengan penurunan tekanan ventrikel kiri pada diastolik awal. Opening
snap terdengar (frekuensi tinggi) di apex, dengan menggunakan diafragma
stetoskop (Stoltz, 2003).
Sangat penting untuk memeriksa pasien di posisi left lateral decubitus untuk
murmur diastolik. Murmur digambarkan sebagai a rumble (frekuensi rendah) dan
terdengar di apex, dengan menggunakan bel stetoskop. Murmur diastolik stenosis
mitral mencerminkan gradien katup mitral dan durasi aliran darah yang melintasi
katup. Pada stenosis mitral ringan, decrescendo murmur diastolik awal singkat
dan disertai dengan murmur presistolik (Stoltz, 2003).
Indikator yang dapat diandalkan mengenai tingkat keparahan stenosis mitral
adalah interval A2-OS dan panjang (bukan intensitas) murmur diastolik. Seiring
dengan bertambah beratnya stenosis mitral, interval A 2-OS menurun dan panjang
murmur meningkat. Interval yang menurun adalah hasil tekanan atrium kiri yang
meningkat, menghasilkan gradien katup mitral pada awal diastol. Opening snap
dan murmur mungkin menjadi tak terdengar bila stenosis mitral sangat parah dan
daun katup kaku (Stoltz, 2003).
Pemeriksaan penunjang dari rontgen toraks pada pasien stenosis mitral
meliputi pembesaran atrium kiri, redistribusi aliran vaskular pulmonal ke daerah
paru-paru bagian atas, kalsifikasi katup mitral, arteri pulmonalis yang membesar,
dan pembesaran ventrikel kanan (Alpert, 2002).
Universitas
Sumatera Utara
14
Allen, L. A., Felker, G. M., Pocock, S., McMurray, J. J. V., Pfeffer, M. A.,
Swedberg, K; et al. 2009, ‘Liver function abnormalities and outcome in
patients with chronic heart failure: data from the Candesartan in Heart Failure:
Assessment of Reduction in Mortality and Morbidity (CHARM) program’.
European Journal of Heart Failure, vol. 11, pp. 170-177, accessed 29
November 2017, doi: 10.1093/eurjhf/hfn031
Alpert, J. S., Sabik, J. F. & Cosgrove III, D. M. 2002, ‘Mitral valve disease’ in
Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd edn, eds. E.J.Topol, R. M. Califf,
J. Isner, E. N. Prystowsky, J. Swain, J. Thomas, et al., Lippincott Williams &
Wilkins, United States of America.
29
Universitas
Sumatera Utara
30
Indrajaya, T., Ghanie, A. 2014, ‘Stenosis Mitral’ in Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 6th edn, eds. S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, InternaPublishing,
Jakarta Pusat.
Universitas
Sumatera Utara
31
Stoltz, C. & Bryg, R. J. 2003, ‘Mitral stenosis’ in Current Diagnosis & Treatment
in Cardiology, 2nd edn, ed. M.H.Crawford, The McGraw-Hill Companies Inc,
United States of America.
World Health Organization. 2004, ‘Rheumatic fever and rheumatic heart disease’,
accessed 30 May 2017, Available from:
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/publications/trs923/en/