Anda di halaman 1dari 31

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : REINA R TARIHORAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NIM : 140100015
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PAPER

RETINOPATI DIABETIK

Disusun oleh:
REINA ROMAULI TARIHORAN
NIM: 140100015

Supervisor:
dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan
judul “Retinopati Diabetik”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing penulis dr. Fithria Aldy, M. Ked(Oph), Sp.M(K) yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan serta masukan dalam
penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasa, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan paper
selanjutnya.
Paper ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4
2.1. Anatomi Mata............................................................................ 4
2.1.1. Retina.............................................................................. 4
2.2. Retinopati Diabetik................................................................... 7
2.2.1. Definisi............................................................................ 7
2.2.2. Epidemiologi................................................................... 7
2.2.3. Klasifikasi........................................................................ 8
2.2.4. Faktor Resiko.................................................................. 12
2.2.5. Patofisiologi.................................................................... 13
2.2.6 Diagnosis......................................................................... 15
2.2.7 Penatalaksanaan............................................................... 19
2.2.7.1 Penatalaksanaan dengan medikasi....................... 20
2.2.7.2 Penatalaksanaan dengan pembedahan................. 20
2.2.8. Prognosis......................................................................... 21
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23
LAMPIRAN

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Struktur Retina........................................................................ 5
Gambar 2.2 Gambaran funduskopi : pembuluh darah retina...................... 7
Gambar 2.3. NPDR...................................................................................... 9
Gambar 2.4. Retinopati Diabetik................................................................. 11
Gambar 2.5. Klasifikasi retinopati diabetik proliferatif............................... 12
Gambar 2.6. Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround
diabetic retinopathy................................................................ 16
Gambar 2.7. Tatalaksana retinopati diabetes dengan laser.......................... 21

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Perbedaan antara NPDR dan PDR ……………………..17

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada penderita diabetes melitus. Retinopati akibat diabetes melitus yang lama

berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.1


Retinopati diabetik adalah salah satu penyebab utama kebutaan di negara–
negara barat, terutama diantara individu usia produktif. Hiperglikemia kronik,
hipertensi, hiperkolesterolemia dan merokok merupakan faktor resiko timbul dan
berkembangnya retinopati. Orang muda dengan diabetes tipe I (dependen-insulin)
baru mengalami retinopati paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit
sistemik ini. Pasien diabetes tipe II (tidak dependen insulin) sudah dapat
mengalami retinopati padasaat diagnosis ditegakkan, dan mungkin retinopati

merupakan manifestasi diabetes yang tampak pada saat itu.2


Berdasarkan data WHO pada tahun 2016 retinopati diabetik menempati
urutan ke-4 penyebab kebutaan secara global setalah katarak, glaukoma, dan
degenerasi makula. Retinopati diabetik menyebabkan 1.9% gangguan penglihatan
berat secara global dan 2,6% kebutaan pada tahun 2010. Prevalensi retinopati pada
penderita DM di dunia pada tahun 2012 adalah 35% dan 7% diantaranya

merupakan prevalensi retinopati proliferatif.3


The Diabcare Asia 2008 study melibatkan 1785 penderita DM pada 18
pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia melaporkan 42% penderita DM
mengalami komplikasi retinopati dan 6,4% diantaranya merupakan retinopati

diabetik proliferatif. 4
Berdasarkan program skrining, grading dan perawatan mata pasien DM
yang dilakukan oleh organisasi Helen Keller International (HKI) di Indonesia
pada tahun pada tahun 2009-2012 bekerja sama dengan Rumah Sakit Cipto
1
Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta, dari 8 juta orang dewasa usia 20-79 tahun
yang mengalami kebutaan di Jakarta, terdapat sekitar 10% diantaranya menderita
DM.3
Klasifikasi retinopati diabetik adalah non proliferative diabetic retinopaty
(NPDR) dan proliferative diabetic retinopaty (PDR). Bila tidak mendapatkan
terapi yang tepat, NPDR akan berkembang menjadi PDR.4

2
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
tentang Retinopati Diabetik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata


2.1.1 Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola
mata. Retina adalah lapisan paling dalam mata dan berasal dari
neuroektodem. Fungsi retina dapat disamakan dengan film dalam kamera,
yaitu untuk menangkap gambaran bayangan yang di pancarkan melalui lensa
mata. Pada retina terdapat ora serrata, makula lutea dan fovea sentralis. Ora
serrata merupakan bagian terminal dari anterior retina yang terhubung dengan
epitel badan siliaris. Makula lutea merupakan area dengan diameter 1,5 mm
yang terletak di bagian posterior, sekitar 3 mm ke sisi temporal diskus optik.
Fovea sentralis adalah bintik di tengah makula, sel kerucut mendominasi

daerah ini. Fovea adalah bagian paling sensitif dari retina.2,5


Retina tersusun dari 10 lapisan serta mengandung sel batang (rods)
dan sel kerucut (cones), yang merupakan reseptor penglihatan, ditambah
empat jenis neuron yaitu sel bipolar, sel ganglion, sel horizontal dan sel
amakrin. Ketebalan retina bervariasi mulai dari 0,4 mm di dekat saraf optik
hingga 0,15 mm di anterior ora serrata. Bagian tengah retina (makula lutea)
terdiri dari sel kerucut untuk penglihatan disiang hari dan untuk penglihatan
warna sedangkan bagian tepi retina terdiri dari sel batang untuk penglihatan
pada malam hari.5,6

Retina terdiri dari dua lapisan utama yaitu epitel pigmen retina luar

dan lapisan saraf bagian dalam. Retina terdiri dari sepuluh lapisan yaitu:6

1. Lapisan pigmen epitel : Lapisan tunggal sel heksagonal

4
yang mengandung pigmen melanin yang terletak di
bagian luar retina.
2. Lapisan sel batang dan kerucut : Ini adalah organ untuk sensasi
visual.
3. Membran limitan eksternal : Terletak di antara sel
batang, sel kerucut dan lapisan nukleus luar.
4. Lapisan nukleus luar : Terdiri dari inti batang dan kerucut.

5. Lapisan pleksiform luar : Terdiri dari akson batang dan inti


kerucut dendrit dari sel bipolar.
6. Lapisan nukleus dalam : Terdiri dari inti sel bipolar.

7. Lapisan pleksiform dalam : Terdiri dari sinapsis akson


sel bipolar dengan dendrit sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion : Sel ganglion besar ada di lapisan ini.

9. Lapisan serat saraf : merupakan akson dari sel ganglion. Serat-


serat ini adalah non-medullated dan dilanjutkan sebagai serabut
saraf optik.
10.Membran limitan internal : Memisahkan retina dari vitreous.

5
Gambar 2.1. Struktur retina6

Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri oftalmika (cabang


pertama dari arteri karotis interna). Cabang- cabang pertama arteri oftalmika
adalah arteri sentralis retina dan arteri siliaris posterior. Arteri retina sentral
masuk ke retina melalui papil saraf optik yang memberikan nutrisi pada
lapisan dalam retina sampai lapisan nukleus dalam. Arteri sentral memiliki
diameter 0,1mm. Cabang terminal arteri ini merupakan end arteries, yang
memberikan satu satunya suplai darah pada bagian internal retina. Arteri
sentral adalah arteri terminal tanpa anastomosis dan membelah menjadi
empat cabang utama, karena arteri sentral adalah arteri terminal, oklusi akan
menyebabkan retina infark. Bagian ekternal retina disuplai oleh lamina
kapiler koroid. Dari delapan arteri siliar posterior (cabang arteri oftalmika) 6
arteri siliaris posterior yang pendek secara langsung mensuplai koroid dan
memberi nutrisi pada lapisan terluar retina nonvaskular. Dua arteri siliaris
posterior yang panjang , satu pada masing – masing bulbus okuli, melewati
sklera dan koroid untuk mengadakan anastomosis dengan arteri siliaris

anterior untuk mensuplai pleksus siliaris.6,7


Drainase vena melalui vena oftalmika superior dan inferior yang
melewati fisura orbital superior dan memasuki sinus kavernosus. Vena
oftalmika inferior juga mengalir ke plexus pterygoid. Vena retina sentral
mengalirkan darah dari retina dan bagian prelamina dari saraf optik ke sinus

kavernosa.7
Arteri, arteriol dan vena di lapisan superfisial retina dekat
permukaan vitreos dapat dilihat melalui oftalmoskop. Gambaran Arteri retina
biasanya cerah merah, memiliki strip refleks merah terang akan tetapi
menjadi lebih pucat pada usia lanjut. Vena retina berwarna merah gelap
dengan strip refleks sempit. Diameter vena biasanya 1,5 kali lebih besar dari
diameter arteri dengan rasio arteri : vena adalah 2 : 3.5,7

6
Gambar 2.2 Gambaran funduskopi : pembuluh
darah retina8

Untuk melihat fungsi retina maka dapat dilakukan pemeriksaan


subyektif : tajam penglihatan, lapang pandang, penglihatan warna dan
adaptasi gelap. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram (ERG) dan

elektrookulografi (EOG) dan visual evoked respons (VER).1,6

2.2 Retinopati Diabetik


2.2.1 Definisi
Retinopati diabetik ialah suatu kelainan mata pada pasien diabetes

yang disebabkan karna kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan,

sehingga menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang ringan

sampai berat bahkan sampai terjadi kebutaan total dan permanen.9

2.2.2 Epidemiologi

Prevalensi semua jenis retinopati diabetik pada populasi diabetes

7
meningkat sejalan dengan lama nya terkena diabetes dan usia pasien.
Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak anak dibawah usia 10
tahun. Resiko terjadinya diabetes meningkat setelah pubertas.10
Tingkat prevalensi retinopati untuk semua orang dewasa dengan
diabetes berusia 40 tahun ke atas di Amerika serikat adalah 28,5% ( 4,2
juta orang ), di seluruh dunia, tingkay prevalensi diperkirakan 34,6% ( 93
juta orang ). Perkiraan tingkat prevalensi untuk retinopati diabetik yang
mengancam penglihatan (VTDR) di America serikat adalah 4,4% ( 0,7 juta
orang . Diseluruh dunia tingkat prevalensi ini telah dierkirakan 10,2 % (28
juta orang)11

2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi dua kelas utama :
non proliferatif dan proliferatif. Kata proliferatif mengacu pada ada atau
tidaknya neovaskularisasi (pertumbuhan pembuluh darah abnormal) pada
retina. Penyakit awal tanpa neovaskularisasi disebut retinopati diabetik non
proliferatif (NPDR). Ketika penyakit ini berkembang, ia dapat berkembang
menjadi retinopati proliferatif (PDR) yaitu disertai dengan
neovaskularisasi dan memiliki potensi yang lebih besar untuk terjadi
gangguan visual yang serius12.

1. Non Proliferatif Diabetetic Retinopathy (NPDR)


Hiperglikemia menyebabkan kerusakan kapiler retina. Hal ini
melemahkan dinding kapiler dan menghasilkan outpouching kecil
dari vessel lumen yang dikenal sebagai mikroaneurisma.
Mikroaneurisma akhirnya pecah untuk membentuk perdarahan
didalam retina, dibatasi oleh membran pembatas internal (ILM).
Karena bentuknya seperti titik maka disebutlah “dot and blot”.
Pembuluh darah yang lemah lama kelamaan menjadi bocor sehingga
cairan meresap kedalam retina. Endapan cairan dibawah makula atau
edema makula akan mengganggu fungsi normal makula dan

8
merupakan penyebab umum hilangnya penglihatan pada orang
dengan retinopati diabteik. Resolusi dari cairan dapat meninggalkan
endapan. Sedimen ini terdiri dari lipid, endapan yang kuning disebut
eksudat keras. Sebagai NPDR yang sedang berlangsung
menyebabkan pembuluh darah yang terkena menjadi terhambat.
Obstruksi ini dapat menyebabkan infark pada lapisan serabut saraf
yang menghasilkan flutty, bercak putih yang disebut cotton wool

spot (CWS).12

Gambar 2.3 NPDR

NPDR lebih lanjut dibagi berdasarkan temuan pada retina9:


a. NPDR minimal : Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat
keras.

9
b. NPDR ringan sampai sedang :Terdapat satu atau lebih tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak
atau IRMA.
c. NPDR berat : Terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran,
atau IRMA ekstensif minimal pada 1 kuadran.
d. NPDR sangat berat : Ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati
NPDR berat.

2. Proliferatif Diabetetic Retinopathy ( PDR)9


Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pembentukan
pembuluh darah yang baru. Dinding pembuluh darah yang baru tersebut
hanya terdiri dari satu laipsan sel endotel saja tanpa sel perisit dan
membrana basalis sehingga sangat rapuh dan mudah mengalami
perdarahan.
Pembentukan pembuluh darah yang baru sangat berbahaya karna

dapat tumbuh secara abnormal keluar dari retina meluas sampai ke vitreus,

menyebabkan perdaraha dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan

didalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya kedalam mata dan

pada lapangan penglihatan memberi penampakan berupa bercah warna

merah, abu abu atau hitam. Apabila perdarahan terus berulang dapat

terbentuk jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina

hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapis sel saja maka

sikatriks dan jaringan fibrosis yang terbentuk dapat menarik retina sampai

terlepas sehingga terjadi ablasio retina (


retinal detachment). Pembuluh
darah yang baru dapat juga terbentuk dalam stroma dan iris dan bersama

10
sama dengan jaringan fibrosis dapat meluas ke chamber anterior. Keadaan
tersebut dapat mebnghambat aliran keluar dari aqueous humor sehingga
menimbulkan glaukoma neovaskular yang ditandai dengan meningkatnya
tekanan intraokular. Kebutaan dapat terjadi apabila ditemukan pembuluh
darah baru yang meliputi satu per empat daerah diskus, adanya perdarahan
preretina, pembuluh darah baru yang terjadi dimana saja
(neovascularization elsewhere) yamg disertai perdarahan atau terdapat
perdarahan di lebih separuh pada daerah diskus atau vitreus.9

11
Gambar 2.4 Diabetik retinopati

Klasifikasi retinopati diabetik proliferatif :

a. Retinopati proliferatif ringan (tanpa resiko tinggi) : Bila


ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang
mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskularisasi dimana
saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau

vitreus.9

b. Retinopati proliferatif resiko tinggi : Apabila ditemukan 3 atau 4


dari faktor resiko sebagai berikut : 1. ditemukannya pembuluh
darah baru dimana saja di retina. 2. ditemukan pembuluh darah
baru pada atau dekat diskus optikus.
3. pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus. 4. perdarahan
vitreus adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus
optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahan merupakan dua gambaran yang paling sering

ditemukan pada retinopati proliferatif resiko tinggi.9

12
A B

C D

E F

Gambar 2.5 A, Mild NPDR; B, Moderate NPDR; C, Severe NPDR; D, Very severe
NPDR; E, Early PDR; F, High risk PDR13

13
2.2.4. Faktor Resiko14,15,16

1. Durasi Diabetes
Pada pasien yang didiagnosis sebelum usia 30 tahun, insiden retinopati
diabetik setelah 10 tahun adalah 50% dan setelah 30 tahun menjadi 90%,
retinopati diabetik jarang berkembang dalam waktu 5 tahun sejak
terdiagnosa diabetes atau sebelum pubertas.
2. Metabolik Kontrol yang Buruk
Kontrol glukosa darah yang ketat dapat mencegah atau menunda
perkembangan dari retinopati diabetik.
3. Kehamilan
Kehamilan kadang kadang dikaitkan dengan perkembangan retinopati
diabetik, faktor prediktif termasuk keparahan retinopati pra-kehamilan
yang lebih besar, kontrol diabetes pra-kehamilan yang buruk, kontrol yang
dilakukan terlalu cepat selama tahap awal kehamilan, dan pre-eklampsia.
4. Hipertensi
Hipertensi sangat umum pada pasien dengan diabetes tipe 2, harus
dikontrol ketat dengan tekanan darah <140/80 mmHg. Kontrol ketat sangat
bermanfaat pada penderita diabetes tipe 2 dengan makulopati.
5. Nefropati
Nefropati jika sudah parah dikaitkan dengan memburuknya retinopati
diabetik. Sebaliknya, pengobatan penyakit ginjal (misalnya transplantasi
ginjal) dapat dikaitkan dengan peningkatan retinopati dan respons yang
lebih baik terhadap fotokoagulasi.
6. Lain lain (merokok, usia )

2.2.5 Patofisiologi

Retinopati diabetik sebagian besar merupakan mikroangiopati dimana


pembuluh darah kecil sangat rentan terhadap kerusakan akibat kadar glukosa
darah yang tinggi. Efek hiperglikemia langsung berperan pada sel retina.

14
Banyak stimulator dan inhibitor angiogenik telah diidentifikasi, faktor

pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) menjadi sangat penting.16


Jalur metabolisme terakhir yang menyebabkan retinopati diabetik tidak
diketahui, namun ada penjelasan dari beberapa teori :
1. Aldose Reduktase
Aldose reduktase mengubah gula menjadi alkohol. Sebagai contoh,
glukosa di konversi menjadi sorbitol dan galaktosa dikonversi menjadi
galaktitol, namun sorbitol dan galaktitol tidak dapat dengan mudah berdifusi
keluar sel, menyebabkan peningkatan konsentrasi intraseluler. Tekanan
osmotik kemudian menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Kerusakan yang
dihasilkan pada sel-sel epitel lensa yang memiliki konsentrasi tinggi dari aldose
reduktase, menyebabkan katarak yang terlihat pada anak anak. Retinopati dan
neuropati dapat disebabkan oleh kerusakan yang dimediasi oleh aldose

reduktase.17
2. Faktor Vasoproliferatif
Retina dan epitel pigmen melepaskan faktor vasoproliferatif seperti
VEGF, yang menginduksi neovaskularisasi. VEGF memiliki peran langsung
dalam kelainan vaskular retina proliferatif yang ditemukan pada diabetes.
Percobaan pada hewan telah menunjukkan bahwa VEGF berkolerasi dengan
pengembangan dan regresi neovaskularisasi. Konsentrasi VEGF dalam aquous
dan vitreus langsung berkolerasi dengan keparahan retinopati. VEGF adalah
faktor vasopermeabilitas yang kuat dan bertanggung jawab untuk DME.
Beberapa kontrol klinik telah menunjukkan kemajuan pengobatan anti VGEF
untuk DME. Ada sitokin vasoaktif lain yang dilepaskan di mata diabetes. Ini
termasuk faktor pertumbuhan jaringan beta (TGFβ) dan faktor pertumbuhan
jaringan ikat (CTGF). Komponen inflamasi hasil dari makrofag dan aktivasi
komplemen. Aktivasi komplemen menghasilkan peningkatan neutrofil, yang
kemudian menyebabkan kerusakan endotel dan protein keluar dari kapiler.
Deposisi matriks ekstraseluler dapat dipicu oleh efek kaskade komplemen pada
sel sel neighboring dan mengakibatkan penebalan choriocapilaris dan brunchs

15
membran.17
3. Trombosit dan viskositas darah

Diabetes berhubungan dengan kelainan fungsi trombosit. Kelainan


trombosit atau perubahan dalam viskositas darah pada penderita diabetes dapat
berkontribusi pada retinopati diabetik dengan menyebabkan oklusi kapiler
fokal dan area iskemi pada retina.17

2.2.6 Diagnosis11

1. Anamnesis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan makula atau hemorrhages
vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala
klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif
dan gejala obyektif (pemeriksaan fisik).

Gejala subjektif yang dapat dirasakan :


 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur (disebabkan karena edema macula)
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

2. Pemeriksaan Fisik
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :

 Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah


vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada

16
lapisan nuklear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara
klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya
tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik,
garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus
posterior. 

Gambar 2.6
Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy

 Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan


lumennya ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.
 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan.  Pada permulaan eksudat
pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi
daerah non-irigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

17
Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan
nukleus dalam.
 Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,
dalam, berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan
retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan
kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal)
maupun perdarahan badan kaca.

Tabel 2.1. Perbedaan antara NPDR (non proliferative diabetic retinopathy) dan
PDR (proliferative diabetic retinopathy)

NPDR PDR

Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)

Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)

Hard eksudat (+)              Hard eksudat (+)

Oedem retina(+) Oedem retina (+)

Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)

IRMA (intraretinal microsvacular IRMA(+)


abnormality) (+)

Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)

Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)

Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

18
3. Pemeriksaan Penunjang

Jika digunakan dengan tepat, sejumlah tes tambahan untuk


pemeriksaan klinis dapat meningkatkan perawatan pasien. Tes paling
umum meliputi :

1. Color Fundus Photography

Fotografi fundus adalah teknik yang dapat direproduksi untuk


mendeteksi retinopati diabetik dan telah digunakan dalam studi penelitian
klinis besar. Fotografi fundus juga berguna untuk mendokumentasikan
keparahan dari diabetes, keberadaan neovaskularisasi, respons terhadap
perawatan, dan kebutuhan untuk perawatan tambahan pada kunjungan
mendatang.11

2. Fluorescein Angiography

FA rutin tidak diindikasikan sebagai bagian dari pemeriksaan


rutin pasien dengan diabetes. Edema makula dan poliferatif retinopati
diabetik paling baik didiagnosis dengan pemeriksaan klinis dan / atau fa.
Karena penggunaan agen anti-VEGF dan kortikosteroid intraokular telah
meningkat untuk pengobatan edema makula, penggunaan operasi laser
fokal telah menurun. oleh karena itu, kebutuhan untuk angiografi yang
melokalisasi kebocoran mikroaneurisma atau daerah-daerah putus kapiler

juga menurun.16
Angiografi dapat mengidentifikasi non perfusi kapiler makula di

foveal atau bahkan di seluruh wilayah makula sebagai penjelasan untuk

kehilangan penglihatan yang tidak responsif terhadap terapi. Angiografi

fluorescein juga dapat mendeteksi area nonperfusi kapiler retina yang tidak

diobati yang dapat menjelaskan neovaskularisasi retina persisten atau

diskus setelah operasi laser sebar sebelumnya. Dengan demikian, FA tetap


19
menjadi alat yang berharga, dan fasilitas untuk melakukan FA harus

tersedia untuk dokter yang mendiagnosis dan merawat pasien dengan

retinopati diabetik.16
3. USG

Ultrasonografi adalah alat diagnostik yang sangat berharga yang


memungkinkan penilaian status retina dengan adanya perdarahan vitreous
atau kekeruhan media lainnya. Lebih jauh, b-scan ultrasonografi dapat
membantu untuk menentukan tingkat dan keparahan dari traksi
vitreoretinal, terutama pada makula mata diabetes. Saat ini, ultrasonografi
digunakan sekunder untuk pengujian OCT ketika ada media yang jelas.16

2.2.7 Penatalaksanaan

Kehilangan penglihatan akibat retinopati diabetes terkadang tidak


dapat diubah lagi atau ireversibel. Namun deteksi dan pengobatan dini dapat
mengurangi risiko kebutaan hingga 95%. Karena gejala retinopati diabetes
sulit diketahui, diperlukan pemeriksaan yang komprehensif terutama pada
penderita diabetes. Ibu hamil dengan diabetes juga diperlukan pemeriksaan
mata yang lebih sering.20
Tatalaksana retinopati diabetes bergantung berdasarkan tipe dan
seberapa berat penyakit tersebut. Tatalaksana terhadap retinopati diabetes
nonproliferatif ringan dan sedang tidak dibutuhkan penanganan, namun
perlu monitoring dari dokter mata dan menentukan ketika membutuhkan
penanganan lebih lanjut. Selain itu, diperlukan kerjasama dengan dokter
endokrinologi untuk pengelolaan diabetes yang diderita. Bila retinopati
diabetes ringan atau sedang, kontrol gula darah yang baik biasanya dapat
memperlambat perkembangan dari penyakit tersebut. Pengobatan untuk

20
retinopati diabetes sering tertunda sampai mulai berkembang menjadi PDR
atau saat DME terjadi.18,19

2.2.7.1 Tatalaksana dengan medikasi


Medikasi yang dapat diberikan adalah obat “anti-VEGF”, yang
membantu untuk mengurangi pembengkakan pada makula dan
memperlambat kehilangan penglihatan dan dapat memperbaiki penglihatan.
Obat ini diberikan dengan suntikan pada mata yang bertujuan untuk
memblok protein yang disebut vascular endothelial growth factor (VEGF),
yang dapat merangsang tumbuhnya pembuluh darah abnormal. Obat anti-
VEGF yang tersedia termasuk Avastin (bevacizumab), Lucentis
(ranibizumab), dan Eylea (aflibercept). Kebanyakan orang memerlukan
suntikan anti-VEGF bulanan untuk pengobatan selama enam bulan, setelah
itu suntikan diberikan lebih jarang.17
Kortikosteroid adalah pilihan lain yang data digunakan untuk
mengurangi pembengkakan pada makula. Kortikosteroid diberikan injeksi
atau ditanam ke dalam mata yang dapat digunakan sendiri atau
dikombinasikan dengan obat lain atau laser untuk mengobati MDE. Implan
Ozurdex (dexamethasone) digunakan untuk penggunaan jangka pendek,
sedangkan implan Iluvien (fluocinolone acetonide) lebih tahan lama.
Penggunaan kortikosteroid di mata meningkatkan risiko katarak dan
glaukoma. Pasien DME yang menggunakan kortikosteroid diperlukan
pemantauan terhadap tekanan bola mata.19

2.2.7.2 Tatalaksana dengan pembedahan


Pasien dengan diabetes retinopati proliferatif atau edema makula
diperlukan penanganan dengan operasi. Bergantung pada masalah spesifik di
retina, penanganan yang dapat dilakukan adalah18,19,20
1. Laser fokal, atau photocoagulation, yang dapat menghentikan atau
memperlambat keluarnya aliran darah dan cairan di mata.

21
2. Scatter laser, atau panretinal photocoagulation, dapat digunakan
untuk mengecilkan pembuluh darah yang abnormal. Pada prosedur ini daerah
retina yang jauh dari makula dilaser dengan scatter, sehingga membuat

pembuluh darah baru yang abnormal menyusut dan menjadi skar. Sehari
setelah prosedur ini dilakukan, penglihatan akan menjadi kabur. Beberapa
akan kehilangan penglihatan di bagian tepi atau penglihatan pada malam hari.

Gambar 2.7 Tatalaksana retinopati diabetes dengan laser

3. Vitrektomi, pada prosedur ini digunakan sayatan kecil pada mata


untuk mengeluarkan darah dari bagian tengah mata (vitreous) yang sebelumnya
sudah diberikan anestesi lokal atau umum. Hal ini bertujuan untuk
memperlambat atau menghentikan perkembangan retinopati diabetes.

22
2.2.8 Prognosis
Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang
bermakna akan memiliki prognosis yang lebih buruk dengan atau tanpa terapi
laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.21

BAB 3
KESIMPULAN

Retinopati diabetik ialah suatu kelainan mata pada pasien diabetes


yang disebabkan karna kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan,
sehingga menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai
berat bahkan sampai terjadi kebutaan total dan permanen.
Patofisiologi retinopati diabetik sebagian besar merupakan
mikroangiopati dimana pembuluh darah kecil sangat rentan terhadap kerusakan
akibat kadar glukosa darah yang tinggi. Ada beberapa penjelasan teori
mengenai patofisiologi dari diabetik retinopati yang pertama yaitu aldose
reduktase akan menghasilkan sorbitol dan galaktitol tetapi sorbitol dan
galaktitol tidak bisa berdifusi dengan mudah untuk keluar dari sel sehingga
menyebabkan peningkatan konsentrasi intraselluler. Tekanan osmotik
kemudian menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Teori kedua yaitu faktor
vasoproliferatif, dimana faktor vasoproliferatif seperti VGEF akan menginduksi
neovaskularisasi. Teori ketiga yaitu trombosit dan viskositas darah yangd apat
menyebabkan oklusi kapiler fokal dan akan menyebabkan area iskemi pada
retina.

23
Diagnosis ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan yaitu
pemeriksaan tekanan intraokular, pemeriksaan gonioskopi, pemeriksaan
funduskopi menyeluruh, namun bisa juga dilakukan beberapa tes tambahan
seperti Color and red-free fundus photography, Optical Coherence Tomography
(OCT), Fluorescein Angiography (FA) dan Usg.
Terapi yang paling penting adalah mencegah NPDR menjadi PDR
dengan mengontrol kadar gula darah dengan ketat. Terapi laser juga bisa
digunakan pada pasien mikroaneurisma kausatif. Ada juga tersedia beberapa
obat seperti suntikan triamcinolone intravitreous dan antibodi terhadap VEGF
seperti lucentis atau avastin. Vitrektomi bisa dilakukan pada pasien dengan
ablasi retina.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas HS dan Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi kelima. Badan
Penerbit FK UI : Jakarta. 2015.
2. Riordan-Eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology, 17th Edition [Internet]. 2014.
3. Harahap AAL, Hiswani, Lubis SN. Karakteristik Penderita Retinopati
Diabetik yang Dirawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun
2013-2016. Medan 2015.
4. Fitriani, Sihotang DS, Delfi. Prevalensi Retinopati Diabetik. Jurnal
Kesehatan Prima. 2017; 11(2):137-140.
5. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-22. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta. 2013

6. Jogi R. Basic Ofthalmology 4th Edition. Jaypee Brothers Medical


Publishers : New Delhi. 2009.

7. Lang GK. Opthalmology : A pocket Textbook Atlas 2 nd Edition.


Germany: Ulm Eye Hospital University. 2006. pp. 308

8. Gilroy AM, MacPherson BR, Ross LM. Atlas Of Anatomy : Latin

24
Nomeclature. Thieme Medical Publishers : New York. 2009. pp. 534
9. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Ilmu Penyakit Dalam.Interna
Publishing: Jakarta.2014. pp 2400-2406
10. American Academy of Opthalmology. Retina and Vitreous. Basic and
Clinical science. 2016. pp 109-132
11. American Academy of Opthalmology and Preferred Practice Pattern.
Diabetic Retinopathy. Basic and Clinical science. USA.2011. pp 06-21
12. Vislisel J dan Oetting T. Diabetic Retinopathy. University of Lowa Health
Care. Opthalmology and Visual Science. USA.2010. pp 1-7
13. Khurana AK. Comprehensive Opthalmology. Edisi ke 4. New Delhi New
Age International. 2007.
14. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Keempat. Media Aesculapis : Jakarta. 2014. pp. 383-384, 394-396.
15. Kanski JJ. Clinical Opthalmology A Systemic Approach
edisi 8. China.2016. pp 520-537

16. Yanof M, Duker J. Ophtalmology 4th Edition. Elsevier Saunders: China.


2009. pp 541
17. Suhardjo SU Prof.dr,Sp.M(K), Hartono dr.Sp.M(K). Ilmu Kesehatan Mata.
Edisi 2. FK UGM. Yogyakarta: 2012, hal 96
18. Tarr Joanna M, Kaul Kirti, Chopra Mohit. ISRN Ophalmology Volume
2013, “ Pathophysiology of Diabetic Retinopathy”;2013.
19. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K et al.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015.
20. Antonetti David A, Klen Ronald, Gardner Thomas W. The New England
Journal of Medicine, “Mechanisms of Disease Diabetic
Retinopathy”;2012.
21. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology 18th . Diabetic Retinopathy.
McGraw Hill Medical 2011

25
1

Anda mungkin juga menyukai