Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

M DENGAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELITUS DI
RUANG MAWAR RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN
D
I
S
U
S
U
N
KELOMPOK 4:
JHON CHRISTIAN SIAMBATON (220202034)
JURHAM ZANDROTO (220202037)
LADY GLORIA SIBURIAN (220202039)
LAMHOT SIDOMUNCUL NABABAN (220202040)
LEDYA APRIANI (220202041)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Asuhan Keperawatan pada
Tn.M dengan gangguan sistem endokrin: diabetes melitus” untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan medical bedah.
Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini banyak pihak yang membantu
penulis, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari
Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari
Mutiara Indonesia.
3. Ns.Taruli Sinaga, Sp. MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi & Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Dr. Taufik ripiansyah, M.K.M selaku PLT direktur RSUD Dr.
Pirngadi Kota Medan
5. Ns. Marthalena Simamora, S.Kep, M.Kep, selaku Ketua Program
Studi Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
6. Ns. Agnes Marbun, S.Kep, M.Kep, selaku Dosen koordinator stase
Keperawatan Medikal Bedah Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan serta
masih terdapat banyak kekurangan Akhir kata, semoga makalah kami ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat di pergunakan sebagaimana
mestinya.

Medan, Maret 2023

Kelompok 4
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS.............................................................. 4
2.1. Diabetes Melitus.................................................................... 4
2.1.1 Definisi ................................................................... 4
2.1.2 Etiologi..................................................................... 4
2.1.3 Manifestasi Klinik .............................................................6
2.1.4 patofisiologi ............................................................. 8
2.1.5 komplikasi................................................................ 11
2.1.6 Penatalaksanaan........................................................ 19
2.1.7 Pemeriksaan penunjang............................................ 24
2.2 Konsep Keperawatan............................................................ 25
2.2.1 pengkajian................................................................. 25
2.2.2 Diagnosa................................................................... 27
2.2.3 Intervensi ................................................................... 29
2.2.4 Implementasi............................................................ 33
2.2.5 Evaluasi........................................................................ 33
BAB 3 TINJAUAN KASUS.................................................................... 34
3.1. Pengkajian........................................................................... 34
3.2. Diagnosa............................................................................... 41
3.3 Intervensi.............................................................................. 41
3.4 Implementasi........................................................................ 44
3.5 Evaluasi................................................................................ 44
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................... 50
4.1 Pengkajian............................................................................ 50
4.2 Diagnosa............................................................................... 51
4.3 Intervensi.............................................................................. 52
4.4 Implementasi dan evaluasi................................................... 54
BAB 5 PENUTUP..................................................................................... 55
5.1 Kesimpulan........................................................................... 55
5.2 Saran..................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 57
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nursyamsiyah (2017, Indirawaty, et al., 2021) diabetes melitus salah satu
angka kesakitan dan kematian akibat dari penyakit tidak menular, diabetes
melitus menyerang penderita secara perlahan-lahan. Saat ini diabetes melitus
sudah menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat diberbagai negara,
termasuk Indonesia. Diabetes melitus dapat berakibat fatal dan merambat
kepenyakit lainnya jika tidak ditangani dengan benar.

Diabetes melitus termasuk salah satu penyakit kronik yang serius dan terjadi
baik saat pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur
gula darah) maupun jika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
dihasilkan secara efektif. Penderita diabetes melitus (DM) beresiko
mengalami komplikasi seperti shock diabetik hipoglikemia, koma diabetic
hiperglikemi, koma ketoasidosis. Komplikasi tersebut dapat dicegah dengan
mengendalikan kadar gula darah. (Indirawaty, et al., 2021).

Diabetes melitus tipe 2 menjadi masalah kesehatan dunia karena prevalensi


dan insiden penyakit ini semakin meningkat, baik di negara industri maupun
negara berkembang, termasuk juga Indonesia. Diabetes melitus tipe 2
merupakan suatu epidemi yang berkembang, mengakibatkan penderitaan
induvidu dan kerugian ekonomi yang luar bisa. Penderita diabetes melitus
tipe 2 mempunyai resiko penyakit jantung dan pembuluh darah dua sampai
empat kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes melitus,
mempunyai resiko hipertensi dan dislipidemia yang lebih tinggi dibandingkan
orang normal (Eva, 2019).

ADA (2020, Widiastuti, 2020) klasifikasi diabetes melitus secara umum


terdiri atas diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) dan diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM). Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena sel β pankreas
menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit atau mengalami resistensi insulin.
Jumlah penderita diabetes melitus tipe 1 sebanyak 5-10% dan diabetes
melitus tipe 2 sebanyak 90-95% dari penderita diabetes melitus di seluruh
dunia.

International Diabetes Federation (IDF 2021) mencatat 537 juta orang dewasa
(umur 20 - 79 tahun) atau 1 dari 10 orang hidup dengan diabetes melitus di
seluruh dunia. Diabetes melitus juga menyebabkan 6,7 juta kematian atau 1
tiap 5 detik. Tiongkok menjadi negara dengan jumlah orang dewasa pengidap
diabetes melitus terbesar di dunia. 140,87 juta penduduk Tiongkok hidup
dengan diabetes melitus pada 2021. Selanjutnya, India tercatat memiliki
74,19 juta pengidap diabetes melitus, Pakistan 32,96 juta, dan Amerika
Serikat 32,22 juta. Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah pengidap
diabetes melitus sebanyak 19,47 juta. Dengan jumlah penduduk sebesar
179,72 juta, ini berarti prevalensi diabetes melitus di Indonesia sebesar
10,6%. International Diabetes Federation (IDF) mencatatat 4 dari 5 orang
pengidap diabetes melitus (81%) tinggal di negara berpendapatan rendah dan
menengah. Ini juga yang membuat International Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan masih ada 44% orang dewasa pengidap diabetes melitus yang
belum didiagnosis.

Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di


Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur 15 tahun sebesar 2%.
Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes
melitus pada penduduk 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%.
Namun prevalensi diabetes melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah
meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Angka ini
menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita diabetes melitus yang
mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes melitus.
Kemenkes (2018, Jais, et al., 2021) di provinsi Aceh bedasarkan hasil survey
Puskesmas pada 23 kabupaten dan kota pada tahun 2019 terdapat sebanyak
30,555 jiwa penderita diabates melitus (Dinas Kesehatan Aceh, 2019). Hasil
Riskesdas 2018 menyebutkan bahwa tingkat prevalensi diabetes melitus di
Aceh juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, misalnya dari
2,1% pada Tahun 2007 menjadi 2,4% pada tahun 2018.

Rahman (2015, Susanti, et al., 2020) diabetes melitus bisa dikontrol dengan
menjaga kadar gula darah stabil dan normal dengan melakukan diet, aktivitas
fisik, pengobatan, skrining serta pengobatan rutin agar tidak terjadi
komplikasi. Pola makan yang sehat, aktivitas fisik yang teratur,
mempertahankan berat badan yang normal dan menghindari penggunaan
tembakau adalah cara untuk mencegah atau menunda terjadinya diabetes tipe
2.
Peran perawat terhadap penyakit Diabetes Melitus adalah memberikan
asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya kuratif
yaitu memberikan pengobatan kepada pasien berdasarkan pementauan
diatas,penulis tertarik membahas Asuhan Keperarawatan pada Tn.M dengan
Diabetes melitus.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.M
dengan masalah Diabetes Melitus yang dimulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi dan pendokumentasian.
1. 3. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah
Diabetes Melitus
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa pada pasien dengan masalah
Diabetes Melitus
3. Mahasiswa mampu menetapkan intervensi keperawatan pada pasien
dengan masalah Diabetes Melitus
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
masalah Diabetes Melitus
5. Mahasiswa mampu evaluasi keperawatan pada pasien dengan masalah
Diabetes Melitus
6. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian pada pasien dengan
masalah Diabetes Melitus.

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah. Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan
metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas
biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo Rendy dan Margareth
Th, 2019).

2.1.2 Etiologi
Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th,
2019 yaitu:
1) Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi oleh proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
Faktor lingkungan diyakini memicu perkembangan DM tipe I.
Pemicu tersebut dapat berupa infeksi virus (campak, rubela, atau
koksakievirus B4) atau bahkan kimia beracun, misalnya yang
dijumpai di daging asap dan awetan. Akibat pajanan terhadap
virus atau bahan kimia, respon autoimun tidak normal terjadi
ketika antibody merespon sel beta islet normal seakan-akan zat
asing sehingga akan menghancurkannya (Priscilla LeMone, dkk,
2016).
2) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak
beraktivitas, penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada
kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk
mempengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot
rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe II yang baru didiagnosis
sudah mengalami komplikasi.
Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor resiko
DM tipe II yaitu:
1. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak
ada kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari penyandang
DM tipe II memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali
menyandang DM tipe II dan 30% resiko mengalami, intoleransi
aktivitas (ketidakmampuan memetabolisme karbihodrat secara
normal).
2. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20%
lebih dari berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks
massa tubuh (IMT) minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya
viseral (lemak abdomen ) dikaitkan dengan peningkatan
resistensi insulin.
3. Tidak ada aktivitas fisik.
4. Ras/etnis.
5. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium
polikistik atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
6. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl
dan atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: banyak minum, banyak kencing, dan penurunan
berat badan
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Keluhan yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah
poliuria, polidipsi, polifagia, berat badan menurun, lemah,
kesemutan gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan (M. Clevo
Rendy dan Margareth Th, 2019).
Adapun manifestasi klinis DM menurut Priscilla LeMone, dkk 2016
yaitu:
1. Manifestasi klinis DM tipe I
Manifestasi DM tipe I terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel.
Molekul glukosa menumpuk dalam peredaran darah mengakibatkan
hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas
serum, yang menarik air dari ruangan intra seluler ke dalam
sirkulasi umum. Peningkatan volume darah meningkatkan aliran
darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretik osmosis.
Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran urin.
Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi
ambang batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dL, glukosa
dieksresikan ke dalam urin, suatu yang disebut glukosuria.
Penurunan volume intraseluer dan peningkatan haluaran urine yang
menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi kering dan sensor haus
diaktifkan yang menyebabkan orang tersebut minum jumlah air
yang banyak (polidipsia).

Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin,


produksi energi menurun. Penurunan energi sel menstimulasi rasa
lapar dan orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan
makanan meningkat, berat badan orang tersebut turun saat tubuh
kehilangan air dan memecah protein dan lemak sebagai upaya
memulihkan sumber energi. Malaise dan keletihan menyertai
penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum terjadi
akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa
mata.

Oleh sebab itu, manifestasi klasik meliputi poliuria, polidipsi, dan


polifagia disertai dengan penurunan berat badan, malaise, dan
keletihan. Bergantung pada tingkat kekurangan insulin,
manifestasinya bervariasi dari ringan sampai berat. Orang dengan
DM tipe I membutuhkan sumber insulin untuk mempertahankann
hidup.
2. Manifestasi klinis DM tipe II Penyandang DM tipe II mengalami
awitan, manifetasi yang lambat dan sering kali tidak menyadari
penyakit sampai mencari perawatan kesehatan untuk beberapa
masalah lain. Polifagia jarang dijumpain dan penurunan berat badan
tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemi, penglihatan
buram, keletihan, paratesia, dan infeksi kulit.

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus dari National Diabetes Data Group
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories
of Glucosa Intolerance
1. Klasifikasi klinis
a) Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), tipe I
2) Tipe tidak tergantung insulin (DMTTI), tipe II
a. DMTTI yang tidak mengalami obesitas
b. DMTTI dengan obesitas
b) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c) Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes mellitus tipe I sel-sel beta pankreas yang secara


normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses
autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I
ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30
tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.
2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi diabetes mellitus (Brunner &Suddarth, 2013)
a. DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan dengan proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan).
Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika
glukosa yang berlebihan diekskresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, klien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak


yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelemahan dan kelelahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis


(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produksi samping pemecahan lemak.
b. DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri


khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II
2.1.6 Komplikasi

Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 penyandang DM apapun tipenya,


berisiko tinggi mengalami komplikasi yang melibatkan banyak sistem
tubuh yang berbeda. Selain itu, interaksi dari beberapa komplikasi dapat
menyebabkan masalah kaki. Pembahasan tiap komplikasi adalah
sebagai berikut:

a. Komplikasi akut: perubahan kadar glukosa darah


1. Hiperglikemia
Masalah utama akibat hiperglikemia pada penyandang DM
adalah DKA dan HHS. Dua masalah lain adalah fenomena fajar
dan fenomena somogy.

Fenomena fajar adalah kenaikan glukosa darah jam 4 pagi dan


jam 8 pagi yang bukan merupakan respon terhadap
hipoglikemia. Kondisi ini terjadi pada penyandang DM baik tipe
I maupun tipe II. Fenomena somogy adalah kombinasi
hipoglikemia selama malam hari dengan pantulan kenaikan
glukosa darah di pagi hari terhadap kadar hiperglikemia.
Hiperglikemia menstimulasi hormon kontraregulator, yang
menstimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis dan juga
menghambat pemakaian glukosa perifer. Ini dapat menyebabkan
resistensi insulin selama 12-48 jam.
2. Ketoasidosis diabetik
Ketika patofisiologi DM tipe I yang tidak diobati berlanjut,
kekurangan insulin menyebabkan cadangan lemak dipecah
untuk menyediakan energi, yang menghasilkan hiperglikemia
berkelanjutan dan mobilisasi asam lemak dengan ketosis
bertahap. Ketoasidosis diabetik (DKA) terjadi bila terdapat
kekurangan insulin mutlak dan peningkatan hormon
kontraregulaor terstimulasi (kortisol). Produksi glukosa oleh hati
meningkat, pemakaian glukosa perifer berkurang, mobilisasi
lemak meningkat, dan ketogenesis (pembentukan keton)
dirangsang. Peningkatan kadar glukagon mengaktifkan jalur
glukoneogenesis.

Pada keadaan kekurangan insulin, produksi berlebihan


betahidroksibutirat dan asam asetoasetat (badan keton) oleh hati
menyebabkan peningkatan konsenterasi keton dan peningkatan
asam lemak bebas. Sebagai akibat dari kehilangan bikarbonat
(yang terjadi bila terbentuk keton), penyangga bikarbonat tidak
terjadi, dan terjadi asidosis metabolik, disebut DKA. Depresi
sistem saraf pusat (SSP) akibat penumpukan keton dan asidosis
yang terjadi dapat menyebabkan koma dan kematian jika tidak
ditangani.
DKA juga dapat terjadi pada orang yang terdiagnosis DM saat
kebutuhan tenaga meningkat selama stress fisik atau emosi.
Keadaan stres memicu pelepasan hormon glukoneogenik, yang
menghasilkan pembentukan karbohidrat dari protein atau lemak.
Orang yang sakit menderita infeksi (penyebab tersering DKA),
atau yang mengurangi atau melewatkan dosis insulin sangat
beresiko mengalami DKA.

DKA melibatkan empat masalah metabolik


1) Hiperosmolaritas akibat hiperglikemia dan dehidrasi.
2) Asidosis metabolik akibat penumpukan asam ketoat.
3) Penurunan volume ektraseluler akibat diuresis osmotik.
4) Ketidakseimbangan elektrolit (misalnya kehilangan kalium
dan natrium) akibat diuresis osmotik.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah (kadar glukosa rendah) umum terjadi pada
penyandang DM tipe I dan terkadang terjadi pada penyandang
DM tipe II yang diobati dengan agens hipoglikemik tertentu.
Kondisi ini sering kali disebut syok insulin, reaksi insulin, atau
penurunan pada pasien DM tipe I. Hipoglikemia terutama
disebabkan oleh ketidaksesuaian antara asupan insulin (mis,
kesalahan dosis insulin), aktivitas fisik, dan kurang tersedianya
karbohidrat (mis, melewatkan makanan). Asupan alkohol dan
obat-obatan seperti kloramfenikol (Chloromycetin), Coumadin,
Inhibitor monoamin oksidase (MAO), probenesid (Benemid),
salisilat dan sulfonamid juga dapat menyebabkan hipoglikemia.

Manifestasi hipoglikemia terjadi akibat respons kompensatorik


sistem saraf otonom (SSO), dan akibat kerusakan fungsi serebral
akibat penurunan ketersediaan glukosa yang dapat dipakai oleh
otak. Manifetasi berbeda-beda, khususnya pada lansia.
Awitannya mendadak dan glukosa darah biasanya kurang dari
45-60 mg/dl. Hipoglikemia berat dapat menyebabkan kematian.

Penyandang DM tipe 1 selama 4-5 tahun gagal menyekresikan


glukagon sebagai respon terhadap penurunan glukosa darah.
Mereka bergantung pada epineprin yang berfungsi sebagai
respon kontaregulator terhadap hipoglikemia. Namun respons
kompensatorik ini dapat menghilang atau tumpul. Orang
tersebut kemudian mengalami sindrom yang disebut
ketidaksadaran akan hipoglikemia.
b. Komplikasi kronik
1. Perubahan pada sistem kardiovaskuler
Makrosirkulasi (pembuluh darah besar) pada penyandang DM
mengalami perubahan akibat aterosklerosis, trombosit, sel darah
merah dan faktor pembekuan yang tidak normal, serta
perubahan dinding arteri. Telah ditetapkan bahwa aterosklerosis
mengalami peningkatan insidensi dan usia awitan penyandang
DM menjadi lebih dini. Faktor resiko lain yang menimbulkan
perkembangan penyakit markovaskuler pada DM adalah
hipertensi, hiperlipidemia, merokok dan kegemukan. Perubahan
sistem vaskular meningkatkan resiko komplikasi jangka panjang
penyakit arteri koroner, penyakit arteri koroner, penyakit
vaskular serebral, dan penyakit vaskular perifer.

Perubahan mikrosirkulasi pada penyandang DM melibatkan


kelainan struktur di membran basalis pembuluh darah kecil dan
kapiler. Kelainan ini menyebakan membran basalis kapiler
menebal, akhirnya mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Efek perubahan pada mikrosirkulasi mempengaruhi semua
jaringan tubuh tetapi paling utama dijumpai pada mata dan
ginjal.

2. Penyakit arteri koroner


Merupakan faktor resiko utama terjadinya infark miokard pada
penyandang DM, khususnya pada penyandang DM tipe II usia
paruh baya hingga lansia. Penyakit arteri koroner merupakan
penyebab terbanyak kematian pada penyandang DM tipe II.
Penyandang DM yang mengalami infark miokard lebih rentan
terhadap terjadinya gagal jantung kongestif sebagai komplikasi
infark dan juga cenderung bertahan hidup pada periode segera
setelah mengalami infark.
3. Hipertensi Hipertensi merupakan komplikasi umum pada DM.
Ini menyerang 75% penyandang DM dan merupakan faktor
resiko utama pada penyakit kardiovaskuler dan komplikasi
mikrovaskuler seperti retinopati dan nefropati.
4. Stroke (cedera serebrovaskular)
Penyandang DM, khususnya lansia dengan DM tipe II, dua
hingga empat kali lebih sering mengalami stroke. Meskipun
hubungan pasti antara DM dan penyakit vaskular serebral tidak
diketahui, hipertensi (salah satu faktor resiko stroke) merupakan
masalah kesehatan umum yang terjadi pada penyandang DM.
Selain itu, aterosklerosis pembuluh darah serebral terjadi pada
usia lebih dini dan semakin ekstensif pada penyandang DM.
5. Penyakit vaskular perifer
Penyakit vaskular perifer di ekstremitas bawah menyertai kedua
tipe DM, tetapi insidennya lebih besar pada penyandang DM
tipe II. Aterosklerosis pembuluh darah tungkai pada penyandang
DM mulai pada usia dini, berkembang dengan cepat dan
frekuensinya sama pada pria dan wanita. Kerusakan sirkulasi
vaskular perifer menyebabkan insufisiensi vaskular perifer
dengan klaudikasi (nyeri) intermiten di tungkai bawah dan ulkus
pada kaki.

6. Retinopati diabetik
Adalah nama untuk perubahan di retina yang terjadi pada
penyandang DM. Struktur kapiler retina mengalami perubahan
aliran darah, yang menyebabkan iskemia retina dan kerusakan
retina-darah. Retinopati diabetik merupakan penyebab terbanyak
kebutaan pada orang yang berusia 20 dan 74 tahun.
7. Perubahan pada sistem saraf perifer dan otonom
Neuropati perifer dan viseral adalah penyakit pada saraf perifer
dan sistem saraf otonom. Pada penyandang DM, penyakit sering
kali disebut neuropati diabetik. Etiologi neuropati diabetik
mencakup (1) penebalan dinding pembuluh darah yang
memasok saraf, yang menyebabkan penurunan nutrien; (2)
demielinasi sel- sel schwann yang mengelilingi dan menyekat
saraf, yang memperlambat hantaran saraf; dan (3) pembentukan
dan penumpukan sorbitol dalam sel-sel schwan yang merusak
hantaran saraf.

Neuropati perifer (juga disebut neuropati somatik) mencakup


polineuropati dan mononeuropati. Polineuropati, tipe terbanyak
neuropati yang dikaitkan dengan DM merupakan gangguan
sensorik bilateral. Manifestasi pertama kali terlihat pada jari
kaki dan kaki yang bergerak ke atas. Jari tangan dan tangan juga
dapat terkena, tetapi biasanya hanya pada stadium lanjut DM.
Manifestasi polineuropati bergantung pada serabut saraf yang
terkena. Kurangnya sensasi mencegah kewaspadaan akan cedera
dan untuk alasan ini, penderita diabetes harus diberitahu untuk
memeriksa kaki dan tungkai mereka setiap hari, melihat
tandatanda cedera.
8. Neuropati viseral
1) Juga disebut gangguan berkeringat, dengan tidak ada
keringat (anhidrosis) di telapak tangan dan telapak kaki dan
peningkatan keringat di wajah dan batang tubuh.
2) Fungsi pupil tidak nornal, yang paling banyak ditemukan
adalah pupil mengecil yang membesar secara perlahan di
dalam gelap neuropati otonom menyebabkan berbagai
manifestasi tergantung pada SSO yang terkena.
9. Perubahan mood
Penyandang DM, baik tipe I maupun tipe II, menjalani
ketegangan kronik hidup dengan perawatan diri kompleks dan
beresiko tinggi mengalami depresi dan distres emosional
spesifik karena DM. Depresi mayor dan gejala depresi
mempengaruhi 20% penyandang DM yang membuatnya
menjadi dua kali sering terjadi di kalangan penyandang DM
dibanding populasi umum.
10. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
Penyandang DM mengalami peningkatan resiko terhadap
infeksi, hubungan pasti antara infeksi dan DM tidak jelas, tetapi
banyak gangguan yang terjadi akibat komplikasi diabetik
memicu seseorang mengalami infeksi. Kerusakan vaskuler dan
neurologis, hiperglikemia dan perubahan fungsi neutrofil
dipercaya menjadi penyebabnya. Penyandang DM dapat
mengalami penurunan sensorik yang mengakibatkan tidak
menyadari adanya trauma dan penurunan vaskular yang
mengurangi vaskular yang mengalami sirkulasi ke daerah yang
cedera, akibatnya respon inflamasi normal berkurang dan
penyembuhan lambat.
11. Penyakit periodontal
Meskipun penyakit periodontal tidak terjadi lebih sering pada
penyandang DM, tetapi dapat memburuk dengan cepat,
khususnya jika DM tidak dikontrol dengan baik. Dipercayai
bahwa penyakit ini disebabkan oleh mikroangiopati dengan
perubahan pada vaskularisasi gusi.
12. Komplikasi yang mengenai kaki
Tingginya insiden baik amputasi maupun masalah kaki pada
pasien DM merupakan akibat angiopati, neuropati dan infeksi.
Penyandang DM beresiko tinggi mengalami amputasi di
ekstremitas bawah, dengan peningkatan risiko pada mereka
yang sudah menyandang DM lebih dari 10 tahun, jenis kelamin
pria, memiliki kontrol glukosa yang buruk, atau mengalami
komplikasi kardiovaskuler, retina, atau ginjal.

Perubahan vaskular di ektremitas bawah pada penyandang DM


mengakibatkan arteriosklerosis. Arteriosklerosis yang diinduksi
DM cenderung terjadi pada usia yang lebih muda, kejadiannya
hampir sama pada pria dan wanita, biasanya bilateral, dan
berkembang dengan cepat. Pembuluh darah yang sering kali
terkena terletak di bawah lutut. Sumbatan terbentuk di arteri
besar, sedang, dan kecil tungkai bawah dan kaki. Sumbatan
multiple dengan penuunan aliran darah mengakibatkan
manifestasi penyakit vaskular perifer.

Neuropati diabetik pada kaki menimbulkan berbagai masalah.


Karena sensasi sentuhan dan persepsi nyeri tidak ada,
penyandang DM dapat mengalami beberapa tipe trauma kaki
tanpa menyadarinya. Orang tersebut beresiko tinggi mengalami
trauma di jaringan kaki menyebabkan terjadinya ulkus.

Beberapa komplikasi dari diabetes mellitus menurut M. Clevo


Rendy dan Margareth Th, 2019 yaitu:
a) Akut
1. Hipoglikemia dan hiperglikemia.
2. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah
besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler,
penyakit pembuluh darah kapiler).
3. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah
kecil, retinopati, nefropati.
4. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas),
saraf otonom berpengaruh pada gastrointestinal,
kardiovaskuler.
b) Kompikasi menahun diabetes mellitus
1. Neuropati diabetik.
2. Retinopati diabetik.
3. Nefropati diabetik.
4. Proteinuria.
5. Kelainan koroner.
6. Ulkus/gangren.
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1. Grade 0: tidak ada luka
2. Grade 1: kerusakan hanya sampai pada permukaan
kulit.
3. Grade 2: kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4. Grade 3: terjadi abses
5. Grade 4: gangren pada kaki bagian distal
6. Grade 5: gangren pada seluruh kaki dan tungkai
bawah distal

2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia), tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu:
I. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
1. Memperbaiki kesehatan umum penderita.
2. Mengarahkan pada berat badan normal.
3. Menormalkan pertumbuhan DM dewasa muda.
4. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
5. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
Prinsip diet DM adalah:
1. Jumlah sesuai kebutuhan.
2. Jadwal diet ketat.
3. Jenis: boleh dimakan/tidak.
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya
1. Diit DM I: 1100 kalori
2. Diit DM II : 1300 kalori
3. Diit DM III: 1500 kalori
4. Diit DM IV: 1700 kalori
5. Diit DM V: 1900 kalori
6. Diit DM VI: 2100 kalori
7. Diit DM VII: 2300 kalori
8. Diit DM VIII: 2500 kalori
Diit I s/d III: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.
Diit IV s/d V: diberikan kepada penderita dengan berat badan normal.
Diit VI s/d VIII: diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja dan
diabetes komplikasi.

Dalam melaksanaan diit diabetes sehari-hari, hendaklah diikuti


pedoman 3 J yaitu:
J I: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah.
J II: jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III: jenis makanan yang manis harus dihindari.

Penentuan jumlah kalori diit diabetes melitus harus disesuaikan dengan


gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
percentage of relative body weight (BBR=berat badan normal ) dengan
rumus
BBR=BB (Kg)x100%
a. Kurus (underweight): BBR110%
b. Normal (ideal): BBR 90-11-%
c. Gemuk (overweight): BBR>110%
d. Obesitas, apabila: BBR >120%
1. Obesitas ringan: BBR 120-130%
2. Obesitas sedang: BBR 130-140%
3. Obesitas berat: BBR 140-200%
4. Morbid: BBR> 200%
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
a. Kurus: BB X 40-69 kalori sehari
b. Normal: BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk: BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas: BB X 10-15 kalori sehari
II. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM
adalah:
1. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila
dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula
mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
3. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen.
4. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

III. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMPS)
merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM melalui bermacam-macam atau mediamisalnya
leaflet, poster, TV, kaset, video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
IV. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
a) Kerja OAD tingkat preseptor: pankreatik, ekstra
pankreas.
b) Kerja OAD tingkat reseptor.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektifitas
insulin, yaitu:
a. Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat.
b) Menghambat glukoneogenesis di hati.
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
b. Biguanida pada tingkat reseptor: meningkatkan jumlah
reseptor insulin.
c. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselueler.
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin:
DM tipe I, DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat
dirawat dengan OAD, DM kehamilan, DM dan gangguan
faal hati yang berat, DM dan infeksi akut (selulitis,
gangren), DM dan TBC paru akut, DM dan koma lain pada
DM, DM operasi, DM patah tulang, DM dan underweight,
dan DM dan penyakit graves.
2) Beberapa cara pemberian insulin
a. Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subkutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain:
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu
dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan
setiap hari 14 hari agar tidak memberikan perubahan
kecepatan absorpsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorpsi apabila
dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah insulin
karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah
dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Pemijatan (massage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi akan
mempercepat absorpsi insulin).
(5) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja
insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskular
akan lebih cepat efeknya daripada subkutan.
(6) Konsenterasi insulin
Apabila konsenterasi insulin berkisar 40-100 u/ml
tidak terdapat penurunan dari u-100 ke u-10 maka
efek insulin dipercepat.
b. Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada kasus
diabetik atau pada kasus–kasus dengan degradasi lemak
suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis
rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
V. Cangkok Pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas segmen dari donor
hidup saudara kembar identik. (M. Clevo Rendy dan Margareth Th,
2019)

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis dan
memantau DM mencakup glukosa darah puasa, pemeriksaan toleransi
glukosa oral, dan hemoglobin terglikolisasi. Pemeriksaan albumin
dalam urine digunakan untuk mendeteksi awitan awal kerusakan ginjal.
1. Pemantauan glukosa darah
Penyandang DM harus dipantau kondisinya setiap hari dengan
memeriksa kadar glukosa darah. Tersedia dua tipe pemeriksaan.
Tipe pertama, yang digunakan jauh sebelum adanya alat yang dapat
mengukur glukosa darah secara langsung, adalah pemeriksaan
glukosa dan keton dalam urine.
2. Pemeriksaan keton dan glukosa dalam urine
Pada keadaan sehat, glukosa tidak terdapat dalam urine karena
insulin mempertahankan glukosa serum di bawah ambang batas
ginjal 180 mh/dl. Pemeriksaan urine direkomendasikan untuk
memantau hiperglikemia dan ketoasidosis pada penyandang DM
tipe I yang mengalami hiperglikemia yang tidak dapat dijelaskan
selama sakit atau hamil. Keton dapat di deteksi lewat pemeriksaan
urine dan mencermikan adanya DKA.
3. Pemantauan mandiri glukosa darah
Pemantauan mandiri glukosa darah (self monitoring of blood
glucose, SMBG) memungkinkan penyandang DM untuk memantau
dan mencapai kontrol metabolik. SMBG direkomendasikan tiga
kali atau lebih per hari bagi pasien DM tipe I yang menggunakan
injeksi insulin multiple atau terapi pompa insulin. Pemantauan oleh
pasien DM tipe II tidak menggunakan insulin harus cukup untuk
membantu mereka mencapai tujuan glukosa.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian.


Dalam pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data
untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus seakurat
akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya,
meliputi nama pasien,umur, keluhan utama.

1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri,
kesemutan pada esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi,
penyakit jantung seperti Infark miokard

c. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

2. Pengkajian Pola Gordon


a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan tatalaksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren pada kaki diabetik,
sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap diri dan
kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan
dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra
Clair,Jounal Februari 201)
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan
penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek , mual muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing(poliuri)
dan pengeluaran glukosa pada urine(glukosuria). Pada
eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur,tachicardi/tachipnea pada
waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melakukan aktivitas sehari hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang
luka,sehingga klien mengalami kesulitan tidur
f. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya
nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan
penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka
yang sukar sembuh , lamanya perawatan, banyaknya baiaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem)
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas

Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan


reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi
sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta memberi dampak
dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan

pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten


pada pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan nefropatai.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik,
persaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reasi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang
kontruktif/adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita
dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengarui pola
ibadah penderita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien
DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal,
sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi
infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis.
kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi


pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP
(Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
e. Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
f. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler) Pada keadaan lanjut
bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas Kadang terdapat luka pada
ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
j. Pemeriksaan Neurologi GCS :15, Kesadaran Compos mentis
Cooperative (CMC)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi
insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas

2.2.3 RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 Ketidakstabil Setelah dilakukan Manajemen
tindakan
an b.d hiperglikemia Observasi :
keperawatan selama
resistensi 1x 24 jam maka
ketidakstabilan gula - Identifikasi kemungkinan
insulin
darah membaik penyebab hiperglikemia
KH :
- Monitor tanda dan gejala
 Kestabilan
hiperglikemia Terapeutik :
kadar
- Berikan asupan
glukosa
cairan oral Edukasi :
darah
- Ajurkan kepatuhan terhadap
membaik
diet dan olah raga
 Status
nutrisi
Kolaborasi :
membaik
Tingkat - Kolaborasi pemberian insulin 6
pengetahua Iu
n Edukasi program pengobatan
meningkat Observasi :
- Identifikasi pengobatan
yang direkomendasi
Edu
kasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek
samping pengobatan
Anjurkan mengosomsi obat
sesuai indikasi
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen
b.d Agen tindakan nyeri
cedera fisik Keperawatan 1 Observasi :
x24 jam - Identifikasi identifikasi lokasi,
diharapkan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
menurun kualitas,intensitas nyeri
KH : - Identifikasi
 Tingkat skala Nyeri
nyeri Terapeutik :
menurun - Berikan teknik non
 Penyembuh farmakologis untuk
an luka mengurangi rasa nyeri
membaik Edukasi:
Tingkat
- Jelaskan penyebab dan periode
cidera
dan pemicu nyeri
menurun
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetic
Edukasi teknik nafas dalam
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
Terapeutik :
Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
Edukasi:
Jelaskan prosedur teknik nafas dalam
3 Infeksi b.d Setelah dilakukan  Pencegahan
peningkatan tintdakan Infeksi
Leukosit keperawatan Observasi
selama 1x 24 jam - Monitor tanda dan gejala
maka tingkat infeksi lokal dan sistematik
infeksi menurun
Teraupetik
KH :
 Tingkat - Berikan perawatan kulit pada
nyeri area edema
menurun Cuci tangan sebelum dan
 Integritas sesudah kontak dengan pasien
kulit dan lingkungan pasien Edukasi
dan
- Jelaskan tanda dan gejala
jaringan
infeksi
membaik
- Ajarkan cara memeriksa
Kontrol
kondisi luka Kolaborasi
resiko
- Kolaborasi pemberian analgetik
meningkat
Perawatan luka :
- Monitor karakteristik luka
(drainase, warna ukuran, bau)
- Monitor tanda
tanda infeksi Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester
seccara perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai
kekulit
- Pertahan teknik steril
saat melakkanperawtan luka

Edukasi:
Jelaskan tanda,gejala infeksi

Kolaborasi:

Kolaborasi prosedur debridement


4 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas Observasi :
- Identifikasi defisit tingkat
Aktivitas tintdakan
aktivitas
b.d keperawatan
- Identifikasi kemapuan
imobilitas selama 1x 24 jam
berpartisipasi dalam aktivitas
intoleransi
tertentu
aktivitas membaik
KH : Terapeutik :
 Toleransi
- Fasilitasi pasien dan
aktivitas
keluarga dalam
membaik
menyesuiakan lingkungan
Tingkat
untuk mengakomodasi
keletihan
aktivitas yang di pilih
menurun
- Libatkan keluarga dalam
aktivitas Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
 Manajenen
program latihan
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan
dan pengalaman aktivitas
fisik sebelumnya
- Identifikasi kemampuan
pasien beraktivitas

Terapeutik :
Motivasi untuk memulai
melanjutkan aktivitas fisik

2.2.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan


oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam
proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi
pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam,
2011).

2.2.6 EVALUASI

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana


evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai

Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode


evaluasi ini menggunakan SOAP.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. PENGKAJIAN
3.1.1. Identitas Pasien
Nama : Tn . M
Umur : 62 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat: : Jl. Lebong No. 4
Tanggal Masuk: : 9 Maret 2023
Tanggal Pengkajian: 10 Maret 2023
No. Register: : 00390844
Diagnosa Medis : DM Tipe 2

3.1.2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.S
Umur : 67 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Hub. Dengan Pasien : Istri
Alamat : Jl. Lebong No. 4

3.1.3. Status Kesehatan


1. Status Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan Utama (Saat masuk rumah sakit )
Posisi datang dengan keluhan nyeri kepala , sering kesemutan pada bagian
kaki terutama pada saat duduk bersila dan jongkok dalam waktu yang lama ,
pandangan kabur, mudah lelah,
b. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Badan lemas , kesemutan , pusing, KGD 482 mg/Dl
P : penyebab nyeri karena gulanya naik
Q : nyeri yang dirsasakan seperti di tusuk-tusuk
R : nyeri dirasakan pada area kepala
S : skala nyeri 5
T : nyeri dirasakan hilang timbul

c. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Minum obat dari klinik dan istirahat yang cukup

2. Status Kesehatan Masa Lalu


a. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengalami DM Tipe 2 sudah 6 bulan yang lalu

b. Pernah dirawat
Pasien pernah dirawat 6 bulan yang lalu karena tidak menjaga pola makan
dengan baik , pasien sering mengkonsumsi teh manis 1 hari 3 x , jarang
berolahraga/ aktivitas

c. kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)


minum teh manis
jarang berolahraga

3. Riwayat Penyakit Keluarga


DM

4. Diagnosa Medis
DM Tipe 2

3.1.4. Riwayat Keperawatan Klien

1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)


ADL Di Rumah Di Rumah Sakit

Pola pemenuhan a. Pagi : klien a. Klien makan


kebutuhan nutrisi dan makan porsi sesuai dengan
cairan (Makan dan sedang dengan diet yang
Minum) nasi, sayur, diberikan
lauk,minum air b. Klien makan
putih dan sesuai dengan
pasien diet yang
mengkonsumsi diberikan
setiap hari c. Klien makan
b. Siang : klien sesuai dengan
makan porsi diet yang
sedang dengan diberikan
nasi, sayur, Nasi bubur, lauk
lauk, dan ayam, sayur sop,
minum air air putih, rendah
putih gula,
c. Malam :
makan dengan
porsi sedikit

Pola Eliminasi a. Pagi : BAB Pagi : Belum BAB,


1X/Hari BAK belum BAK
BAK :
2X/Hari
Siang : Belum BAB,
b. Siang BAK
sudah BAK 1X
1X/ Hari
c. Malam : BAK Malam : Belum BAB,
BAB : 3X/Hari sudah BAK 1X

BAB : Kuning
BAK : kuning jernih

Warna
Pola Istirahat Tidur a. Pagi : + 1 jam Pagi : + 2 jam
b. Siang :+ 1 jam
Siang + 2 jam
c. Malam : + 7
jam Malam : + 4 jam
d. Dilakukan
Dibantu oleh keluarga
secara mandiri

Pola Kebersihan Diri Mandi : 2x/ hari Mandi 1x


(Personal Hygiene)
Gosok gigi : 2x/ hari 2x/hari
Mencuci rambut 3x/ Belum pernah
minggu

Dilakukan secara
Dibantu oleh keluarga
mandiri

Aktivitas Lain Kegiatan mandi, Selama dirawat di RS


makan, berpakaian, klien dibantu oleh
eliminasi, dilakukan keluarga
secara mandiri

2. Riwayat Psikologi
Klien mengatakan cemas terhadap penyakitnya

3. Riwayat Sosial
Klien mengatakan berhubungan baik dengan keluarganya
4. Riwayat Spiritual
Klien selalu berdoa kepada tuhan untuk menyembuhkan penyakitnya

3.1.5 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Pasien lemas pusing , kaki kesemutan dan nyeri kepala

2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital


TD: 140/80 mmHG

Nadi : 84x/i

Suhu : 37,2

Pernapasan : 24x/i

Saturasi 02 : 95

Nyeri skala : 5

Kesadaran : CM BB : 60 TB : 157

3. Pemeriksaan Wajah
Struktur wajah : Bulat, tidak ada edema

4. Pemeriksaan Kepala Dan Leher


Kepala : bulat, simetris, dan tidak ada benjolan

Leher : tidak ada ditemukan massa di daerah thypoid

5. Pemeriksaan Thoraks/dada
Bentuk thoraks simetris

Irama pernapasan teratur

Suara napas bersih

6. Pemeriksaan Abdomen
Bentuk abdomen datar

Tidak ada benjolan atau massa

Tidak ada nyeri tekan


Tidak ada bising usus

7. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal


Tidak ada kelainan

8. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang


Bentuk punggung simetris

Terdapat ulkus dibagian punggung

9. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
Otot kanan kiri bisa digerakkan secara leluasa

tidak ada fraktur

tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm

10. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran / Penghidu / tengorokan


Telinga simetris

Ukuran telinga sama besar,

Lubang telinga bersih,

Pendengaran bagus

Tenggorokan tidak ada masalah

Penciuman normal

11. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan


Memiliki mata yang lengkap, tidak ada cacat

Konjungtiva dan sklera pucat

Pupil bulat dan bewarna hitam

Pandangan kabur

12. Pemeriksaan Fungsi Neurologis


Respon membuka mata spontan, respon verbal 5, respon motoric 5
kesadarannya compos mentis
13. Pemeriksaan Kulit/Integument
Kulit bersih

Tidak ada kelainan kulit

Tidak ada luka

3.1.6. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik

Hemoglobin : 11 Mg/dL

Eritrosit : 3,79 m/uL

GDS : 482 Mg/Dl

Leukosit : 14.600 K/uL

3.1.7. Terapi/Obat

 Iufd RL
 Injeksi Ketorolac
 Paracetamol 500 3x1
 Ranitidin 50 mg/12 jam
 Dexamethason 1A/8jam
 Novorapid 12 unit/ sc

3.2 Analisa Data

N Data Etiologi Etiologi


o
Ds : Factor genetika Ketidakstabilan
1. - klien mengatakan lemas dan kadar glukosa
pusing darah
-klien mengatakan nafsu makan Sel B pancreas
menurun terganggu
-klien mengatakan tidak bisa
mengatur pola makan
Produksi insulin
-klien mengatakan punya Riwayat menurun
penyakit Dm tipe 2
Do :
- klien terlihat lemas Hiperglikemi
-konjungtiva pucat
- pasien tampak merintih Tubuh gagal
kesakitan meregulasi
- bibir tampak pucat hiperglikemi
- GDS 482 mg/Dl
TD :140/80 ketidakstabilan
N: 80x/i kadar glukosa
RR : 20x/i darah
Temp : 36,7

-
2 Ds : Dm tipe II Ketidakefektifa
-klien mengatakan sakit kepala n perfusi
- klien mengatakan lemas jaringan perifer
-klien mengatakan kesemutan Sel beta
pancreas
pada kaki, jika tersandung benda
menurun
terkadang tidak terasa sakit

Do : Glukosa
- klien terlihat lemas meningkat
-konjungtiva pucat
- pasien tampak merintih Viskositas
kesakitan darah
- bibir tampak pucat meningkat
- GDS 482 mg/Dl
TD :140/80
Aliran darah
N: 80x/i
melambat
RR : 20x/i
Temp : 36,7
Ketidakefektifa
n perfusi
jaringan perifer
3 Ds : Aliran darah Resiko cedera
-klien mengatakan tidak bisa otak menurun
melihat dengan jelas
-klien mengatakan hanya ada
orang disampingnya gangguan
keseimbangan
Do :
-Klien terlihat lemas sensasi
- TD: 160/80 mmHg berputar, putar
Suhu :36,8
Nadi : 80
Pernapasan : 24

resiko cedera
3.3 Diagnosa Keparawatan
 ketidakstabilan kadar glukosa darah
 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
 Resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

3.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC Rasional


1 ketidakstabilan a. Manajemen hiperglikemia a. Pasien patuh dalam
kadar glukosa Setelah dilakukan asuhan b. Pendidikan Kesehatan tentang pengobatan
darah keperawatan selama 3x 24 jam, DM b. Pasien mengetahui
Resiko ketidakseimbangan kadar c. Monitor tingkat kepatuhan pengobatan DM
glukosa darah teratasi dengan pasien dalam pengobatan c. Pasien dan keluarga
kriteria : d. Kolaborasi dengan dokter dapat mengelola
a. Pasien mampu dapat e. Monitor kadar glukosa pengobatan DM
merubah pola hidup DM f. Monitor tanda dan gejala selama dirumah
b. Pasien mampu patuh dalam hiperglikemia d. Memantau kestabilan
pengobatan DM g. Monitor intake dan output tingkat gula darah
c. GDS <200 cairan e. TTV dalam batas
d. Pasien dan keluarga dapat h. Monitoring TTV normal
mengelola terapi pengobatan
DM selama dirumah
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Tindakan a. Kaji secara komprehensif a. Sirkulasi perifer dapat
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 jam, sirkulasi perifer menunjukkan tingkat
perifer tingkat nyeri menurun dengan b. Evaluasi nadi perifer dan edema keparahan penyakit
kriteria hasil : c. Ubah posisi pasien setiap 2 jam b. Untuk meningkatkan
a. Tanda tanda vital dalam batas d. Mengurangi rasa sakit venous return
normal e. Kolaborasi dengan dokter c. Mencegah komplikasi
b. Sakit kepala menurun dekubitus
c. Kekuatan fungsi otot
d. Mengajarkan Teknik
relaksasi

3. Resiko cedera Setelah dilakukan Tindakan a. Identifikasi fisik klien yang a. Mengurangi resiko
keperawatan selam 3x24 jam, menyebabkan jatuh cedera
diharapkan : b. Modifikasi pencahayaan, lantai, b. Membantu klien
a. Jatuh saat berjalan berkurang dan benda sekitar memudahkan dalam
b. Jatuh saat melakukan c. Pastikan klien menggunakan penglihatan
personal hygiene alas kaki yang aman dan
c. Jatuh saat bangun dari tempat nyaman
tidur d. Pastikan posisi tempat tidur dan
kursi roda terkunci saat
digunakan
e. Gunakan pengaman tempat tidur
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Tanggal/ Implementasi Evaluasi


jam
1 Resiko 10/3/2023 a. melakukan TTV pada S:
ketidakstabilan 10.00 pasien -klien
kadar glukosa b. memantau intake dan mengatakan
darah output cairan pasien merasa lemas
c. memantau tanda dan dan pusing
gejala hiperglikemia
d. melakukan pemeriksaan O:
gula darah sewaktu -klien tampak
lemas disertai
-edukasi pasien dan dengan gula
keluarga darah 482
-kolaborasi pemberian mg/dL
novorapid 12 unit/sc -klien makan
½ porsi tidak
habis

A:
-
ketidakstabila
n nutrisi
belum teratasi

P:
-tetap pantau
TTV
-lanjutkan
pantau
pemenuhan
nutrisi klien

-kolaborasi
dengan dokter

2 Ketidakefektifa 10/3/2023 a. memonitor TTV S :


n perfusi 11.00 b. posisikan klien dengan -klien
jaringan perifer posisi semi fowler mengatakan
c.memantau nyeri kepala badannya
d.memantau sianosis lemas
sentral dan perifer -klien
e. ajarkan Teknik relaksasi mengatakan
napas dalam kepalanya
e. kolaborasi dengan masih pening
dokter tentang pemberian - klien
obat mengatakan
kakinya masih
kesemutan

O:
-klien tampak
lemas
-kesadaran
compos
mentis
- TTV
TD : 140/80
Suhu : 37,5
Nadi : 80x/i
RR : 20x/i
Konjungtiva
pucat
Bibir pucat
Kuku pucat

A:
Masalah
belum teratasi

P:
-lanjutkan
intervensi
- monitor
TTV
-kolaborasi
degan dokter
- beri
lingkungan
yang nyaman
3 Resiko cidera 10/3/2023 a. Observasi S:
. berhubungan 13.30 penglihatan klien -klien
dengan b. Ajarkan keluarga mengatakan
penglihatan pasien dalam penglihatanny
penggunaan kursi a masih kabur
roda
c. Atur posisi klien O : klien
dengan tempat tampak lemas
tidur yang rendah compos
d. Ciptakan mentis
lingkungan yang - TTV
nyaman TD : 140/80
e. Pemasangan Suhu : 37,5
restern
Nadi : 80x/i
RR : 20x/i

A: masalah
belum teratasi

P:
-intervensi
dilanjutkan
4 ketidakstabilan 11/3/2023 melakukan TTV pada S:
kadar glukosa 10.00 pasien -klien
darah b. memantau intake dan mengatakan
output cairan pasien masih pusing
c. memantau tanda dan tapi sudah
gejala hiperglikemia berkurang
d. melakukan pemeriksaan
gula darah sewaktu O:
-klien tampak
-edukasi pasien dan lemas disertai
keluarga dengan gula
-kolaborasi pemberian darah 300
novorapid 12 unit/sc mg/dL
-klien makan
½ porsi
hampir habis

A:
-
ketidakstabila
n nutrisi
teratasi
sebagian

P:
-tetap pantau
TTV
-lanjutkan
pantau
pemenuhan
nutrisi klien

-kolaborasi
dengan dokter

5 Ketidakefektifa 11/3/2023 a. memonitor TTV S :


. n perfusi 13.30 b. posisikan klien dengan mengatakan
jaringan perifer posisi semi fowler kepalanya
c.memantau nyeri kepala masih pusing
d.memantau sianosis - klien
sentral dan perifer mengatakan
e. ajarkan Teknik relaksasi kakinya masih
napas dalam kesemutan
e. kolaborasi dengan kadang
dokter tentang pemberian kadang
obat
O:
-klien tampak
lemas
-kesadaran
compos
mentis
- TTV
TD : 130/80
Suhu : 37,5
Nadi : 80x/i
RR : 20x/i
Konjungtiva
pucat
Bibir pucat
Kuku pucat

A:
Masalah
teratasi
sebagian

P:
-lanjutkan
intervensi
- monitor
TTV
-kolaborasi
degan dokter
- beri
lingkungan
yang nyaman
6 Resiko cidera 11/3/2023 a. Observasi S:
. berhubungan 14.05 penglihatan klien -klien
dengan b. Ajarkan keluarga mengatakan
penglihatan pasien dalam penglihatanny
penggunaan kursi a masih kabur
roda
c. Atur posisi klien O : klien
dengan tempat tampak lemas
tidur yang rendah compos
d. Ciptakan mentis
lingkungan yang
- TTV
nyaman
TD : 140/80
e.
Pemasangan restern Suhu : 37,5
Nadi : 80x/i
RR : 20x/i

A: masalah
belum teratasi

P:
-intervensi
dilanjutkan
7 ketidakstabilan 13/3/2023 melakukan TTV pada S:
kadar glukosa 11.00 pasien -klien
darah b. memantau intake dan mengatakan
output cairan pasien masih pusing
c. memantau tanda dan tapi sudah
gejala hiperglikemia berkurang
d. melakukan pemeriksaan
gula darah sewaktu O:
-klien tampak
-edukasi pasien dan lemas disertai
keluarga dengan gula
-kolaborasi pemberian darah 300
novorapid 12 unit/sc mg/dL
-klien makan
½ porsi
hampir habis

A:
-
ketidakstabila
n nutrisi
teratasi
sebagian

P:
-tetap pantau
TTV
-lanjutkan
pantau
pemenuhan
nutrisi klien

-kolaborasi
dengan dokter

8 Ketidakefektifa 13/3/2023 a. memonitor TTV S :


n perfusi 14.00 b. posisikan klien dengan mengatakan
jaringan perifer posisi semi fowler kepalanya
c.memantau nyeri kepala masih pusing
d.memantau sianosis - klien
sentral dan perifer mengatakan
e. ajarkan Teknik relaksasi kakinya masih
napas dalam kesemutan
e. kolaborasi dengan kadang
dokter tentang pemberian kadang
obat
O:
-klien tampak
lemas
-kesadaran
compos
mentis
- TTV
TD : 130/80
Suhu : 37,5
Nadi : 80x/i
RR : 20x/i
Konjungtiva
pucat
Bibir pucat
Kuku pucat

A:
Masalah
teratasi
sebagian

P:
-lanjutkan
intervensi
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan diuraikan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi


antara teori dan kasus nyata yang ditemukan saat memberikan asuhan
keperawatan pada Tn.M dengan Diabetes Melitus di ruang Mawar RSUD
Dr.PIRNGADI MEDAN Pembahasan ini akan di bahas sesuai
dengan proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implemantasi, dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Hasil studi kasus pada Tn. M menyatakan bahwa Tn. M menderita DM tipe 2
yang sesuai dengan teori menurut Dewi (2014), bahwa kondisi saat gula darah
dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel beta (β) pankreas
untuk menghasilkan hormon insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar
gula
dalam tubuh. Pada awal gejala yang dirasakan oleh Tn. M adalah kepala
pusing,
nafsu makan menurun, kaki sering kesemutan dan pandangan kabur. Gejala-
gejala
tersebut juga sesuai dengan teori Bararah dan Jauhar (2013), termasuk dalam
gejala akut yaitu polinuria, polidipsia, dan poliphagia, juga termasuk dalam
gejala
kronis dimana berat badan menurun tanpa disengaja, mata kabur, dan kaki
kesemutan Selama melakukan pengkajian pada klien, penulis tidak banyak
menemukan kesulitan dan hambatan dalam memperoleh identitas klien,
riwayat kesehatannya juga identitas keluarga sebagai penanggung jawab klien.
Pada tahap ini penulis menggunakan format pengkajian Keperawatan Medikal
Bedah (KMB) yang penulis peroleh dari intitusi pendidikan, sehingga dapat
menjadi Pedoman untuk memperoleh informasi tentang status kesehatan klien.
Namun demikiankesenjangan masih tetap ada, seperti :

d. Keluhan Utama Saat Dikaji


Klien mengeluh nyeri kepala , sering kesemutan pada bagian kaki terutama pada
saat duduk bersila dan jongkok dalam waktu yang lama dan pandangan kabur.
Pasien mengatakan pernah menderita penyakit hipertensi dan diabetes melitus
dan pernah dirawat 6 bulan yang lalu,pasien berobat rutin dari klinik dan istirahat
secukupnya.

4.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada teori ada 7, yaitu sebagai
berikut:
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(diuresis osmotic).
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologismual muntah.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
e. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi,
deficit cairan.
f. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu
melihat).
g. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit.

Sedangkan pada kasus Tn. M yang tidak sesuai dengan teori yaitu
diagnosa
nomor, 1, 4, 5 dan 7. Diagnosa keperawatan yang tidak muncul ini karena
data-
data subyektif maupun objektif belum penulis temukan pada klien saat ini.
Jadi saat ini diagnose yang muncul pada Tn. M ada 3 yaitu:
a. Resiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan
sirkulasi darah ke perifer
c. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu
melihat).

4.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada Tn. M dengan


masalah keperawatan Resiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah
penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan Tindakan keperawatan
selama 3x24 Pasien mampu dapat merubah pola hidup DM,Pasien mampu
patuh dalam pengobatan ,GDS <200 , Pasien dan keluarga dapat mengelola
terapi pengobatan DM selama dirumah dan intervensi yang dilakukan
Pendidikan Kesehatan tentang DM , Monitor tingkat kepatuhan pasien
dalam pengobatan , Ajarkan pasien dan keluarga cara penggunaan injeksi
novorapid selama dirumah , Kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi
novorapid 3x12 unit/sc

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada Tn. M dengan


masalah keperawatan Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer penulis
mencantumkan tujuan setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :Tanda
tanda vital dalam batas normal,Sakit kepala menurun,Kekuatan fungsi otot,
Mengajarkan Teknik relaksasi. Rencana diagnose Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer meliputi : Kaji secara komprehensif sirkulasi
perifer,Evaluasi nadi perifer dan edema, Ubah posisi pasien setiap 2
jam,Mengurangi rasa sakit.

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada Tn. M dengan


masalah keperawatan Resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi
penglihatan penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan Tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kriteria hasil : Jatuh saat berjalan
berkurang ,Jatuh saat melakukan personal hygiene,Jatuh saat bangun dari
tempat tidur. Rencana diagnose Resiko cedera berhubungan dengan
penurunan fungsi penglihatan meliputi : Identifikasi fisik klien yang
menyebabkan jatuh,Modifikasi pencahayaan, lantai, dan benda
sekitara,Pastikan klien menggunakan alas kaki yang aman dan nyaman.

4.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa Resiko


ketidakseimbangan kadar glukosa darah meliputi:monitor kalori dan
asupan makanan klien monitor kecenderungan terjadinya kenaikan atau
penurunan BB pada klien menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan oleh klien untuk memenuhi kebutuhan gizi berkolaborasi
dengan ahli diet.Pada diagnose ke 2 Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer meliputi : memonitor TTV dan GDS,posisikan klien dengan posisi
semi fowler,memonitor rangsangan kepala memonitor sianosis sentral dan
perifer,ajarkan Teknik relaksasi,kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian obat dan pada diagnose ke 3 Resiko cedera berhubungan dengan
penurunan fungsi penglihatan meliputi : Observasi penglihatan
klien,Orientasikan untuk pemakaian alat bantu,Bantu klien dalam ambulasi
atau perubahan posisi,Atur posisi klien dengan bed yang
rendah,Menjauhkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas
klien,Ciptakan lingkungan yang nyaman.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Tahap ini merupakan evaluasi dan implementasi yang telah dilakukan
terhadap Tn. M dengan diagnosa, yaitu :
a. Resiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah meliputi:monitor kalori
dan asupan makanan klien monitor kecenderungan terjadinya kenaikan atau
penurunan BB pada klien menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan oleh klien untuk memenuhi kebutuhan gizi berkolaborasi
dengan ahli diet..
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer. Dalam asuhan keperawatan yang dilakukan
penulis selama 3 hari masalah ini teratasi dengan hasil evaluasi tekanan
darah klien normal dan GDS normal.
c. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu
melihat). Dalam asuhan keperawatan yang dilakukan penulis selama 3 hari
masalah ini teratasi dengan hasil evaluasi penglihatan klien sudah tidak
terganggu lagi.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses
keperawatan dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh
perawat dan peserta didik keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan
menggunakan komunikasi teraupetik untuk memperoleh hasil yang baik,
membangun kepercayaan antar perawat dan pasien juga adalah hal yang penting.
Disamping itu pasien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang
baik khusus nya pada pasien Diabetes melitus, maka dapat di ambil kesimpulan
sebagai berikut:

1. Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pengkajian


teoritis maupun penulis, tidak terdapat kesulitan dalam melakukan pengkajian
dengan pasien.

2. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan
status klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data
pengkajian. Selama proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi
terapeutik serta membina hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
Pada kasus Tn. M diperoleh bahwa klien mengalami gejala-gejala sering
merasa haus atau sangat lapar, sering buang air kecil, terutama pada malam
hari. Penurunan berat badan, penglihatan kabur, mudah lelah dan lemas dan
luka menjadi lebih sulit sembuh.

3. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. M : DM tipe 2

d. Resiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah


e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer
f. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu
melihat).

4. Intervensi yang disusun berdasarkan masalah keperawatan yang sudah


ditegakkan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk usaha untuk mengatasi masalah
yang dihadapi pasien, penulis menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai
dengan teoritis begitu juga dengan strategi pelaksanaan.

5. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan


dapat dilaksanakan walaupun belum optimal.

6. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam


mengontrol DM tipe 2 yang dialami serta dampak pada penurunan gejala DM
tipe 2 yang dialami.

5.2 Saran

1. Bagi Perawat

Diharapkan dapat meningkatkan riset dalam bidang keperawatan medikal


bedah agar pada saat menentukan perencananaan sera pelaksanaan dalam
pemberian asuhan keperawatan lebih tepat dan lebih spesifik dengan melihat
respon pasien dan keluarga pasien.
2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners


sehingga mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien-pasien yang mengalami DM tipe 2

3. Bagi Rumah Sakit

Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam


memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ayuni, DQ. 2020. Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Post Operasi
Katarak. Padang: Pustaka Galeri Mandiri.
Bilous, Rudy, and Richard Donelly. 2014. BUKU PEGANGAN: DIABETES. 4th ed.
ed. Bariid Barrarah. Jakarta: Bumi medika.
Decroli, Eva. 2019. DIABETES MELITUS TIPE 2. Padang: Pusat Penerbit Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Andalas.
Eva, Decroli. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbit Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran.
Febrinasari, Ratih.Puspita, Tri.Agusti Sholikah, Dyonisa.Nasirochmi Pakha, and
Stefanus.Erdana Putra. 2020. Buku Saku Diabetes Melitus Untuk Awam.
Surakarta: UNS Press.
Gayatri, Warih. Rara, Ayu.Nindhi Kistianita, Vivi.Syafira Virrizqi, and Annisa.Putri
Sima. 2019. DIABETES MELITUS Dalam ERA 4.0. Malang: Wineka Media.
Indirawaty, Indirawaty, Anang Adrian, Sudirman Sudirman, and Kurnia Rahma
Syarif. 2021. “Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan
Rutinitas Dalam Mengontrol Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
2.” Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal 7(1): 67.
Jais, M., Tahlil, T., Susanti, S.S. 2021. “Dukungan Keluarga Dan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Mellitus Yang Berobat Di Puskesmas.” Paper Knowledge .
Toward a Media History of Documents 5(2): 40–51.
Junaidi, Iskandar. 2009. Kencing Manis. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Lanywati, Endang. 2001. DIABETES MELLITUS PENYAKIT KENCING MANIS.
Yogyakarta: KANISIUS.
Marasabessy, Nur. Bahria, Siti. Johri Nasela, and La. Syam Abidin. 2019.
Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus (DM) TIPE 2. Pekalongan: PT Nasya
Expanding Management.

Anda mungkin juga menyukai